PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Makalah ini menjabarkan secara rinci tentang teori konseptual
mengenai Kanker Kandung Kemih dan bagaimana cara memberikan
penatalaksaan yang cepat dan tepat, serta pembaca diharapkan
memahami dan menerapkan asuhan keperawatan pada kasus Kanker
Kandung Kemih secara komprehensif.
1
1.2.2 Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi kandung kemih
2. Menjelaskan definisi dari Kanker Kandung Kemih
3. Menjelaskan etiologi dan faktor resiko dari Kanker Kandung
Kemih
4. Menjelaskan bentuk tumor dari Kanker Kandung Kemih
5. Menjelaskan klasifikasi stadium dari Kanker Kandung Kemih
6. Menjelaskan patofisiologi dari Kanker Kandung Kemih
7. Menjelaskan manifestasi klinis dari Kanker Kandung Kemih
8. Menjelaskan pemeriksaan diagnostik dari Kanker Kandung Kemih
9. Menjelaskan penatalaksanaan dari Kanker Kandung Kemih
10. Menjelaskan prognosis dari Kanker Kandung Kemih
11. Menjelaskan Web of Cautation dari Kanker Kandung Kemih
1.3 Manfaat
Mahasiswa mampu mengetahui tentang kanker kandung kemih sehingga
perawat akan lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal
dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga
kanker kandung kemih tidak semakin berat.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.1.1 Anatomi Vesica Urinaria
1. Lokasi dan Deskripsi
Vesica urinaria terletak tepat dibelakang os.pubis di dalam
rongga pelvis. Pada orang dewasa, kapasitas maksimum vesika
urinaria sekitar 500ml. Vesica urinaria mempunyai dinding otot
yang kuat. Bentuk dan batas-batasnya sangat bervariasi sesuai
dengan jumlah urin yang dikandungnya. Vesica urinaria yang
kosong pada orang dewasa terletak seluruhnya di dalam pelvis;
waktu terisi, dinding atasnya terangkat sampai masuk regio
hypogastrica (Gambar 1). Pada anak kecil, vesica urinaria yang
kosong menonjol di atas pintu atas panggul; kemudian bila rongga
pelvis membesar, vesica urinaria terbenam ke dalam pelvis untuk
menempati posisi seperti orang dewasa (Snell 2011).
3
vesica urinaria mengarah kedepan dan terletak dibelakang pinggir
atas symphisis pubis. Apex vesicae dihubungkan dengan
umbilicus dengan ligamentum umbilicale medianum (sisa
urachus). Basis atau facies poterior vesicae, menghadap ke
posterior dan berbentuk segitiga. Sudut superolateralis merupakan
tempat muara ureter, dan sudut inferior merupakan tempat asal
urethra(Gambar 2). Pada laki-laki, kedua duktus deferens terletak
berdampingan difacies posterior vesicae dan memisahkan vesicula
seminalis satu dengan yang lain. Bagian atas facies posterior
vesicae diliputi peritoneum, yang membentuk dinding anterior
excavatio rectovesicalis. Bagian bawah facies posterior
dipisahkan dari rectum oleh ductus deferens, vesicula
seminalis, dan fascia rectovesicalis. Pada perempuan, uterus dan
vagina terletak berhadapan dengan facies posterior.
Facies superior vesicae diliputi peritoneum dan berbatasan
dengan lengkung ileum atau colon sigmeideum. Sepanjang pinggir
leteral permukaan ini, peritoneum melipat ke dinding lateral
pelvis. Bila vesica urinaria terisi, bentuknya menjadi lonjong,
permukaan superiornya membesar dan menonjol ke atas, ke dalam
cavitalis abdominalis. Peritoniumyang meliputinya terangkat pada
bagian bawah dinding anterior abdomen, sehingga vesica urinaria
berhubungan langsung dengan dinding anterior abdomen. Facies
inferolateralis di depan berbatasan dengan bantalan lemak
retropubis. Dan os.pubis. Lebih ke posterior, di atas berbatasan
dengan musculus obturator internus dan di bagian bawah dengan
musculus levatorani.
Collum vesica teterletak di inferior dan pada laki-laki
terletak pada permukaan atas prostat. Di sini, serabut otot polos
dinding vasicae urinaria dilanjutkan sebagai serabut otot polos
prostat. Collum vesicae dipertahankan pada tempatnya oleh
ligamentum pubo prostaticum pada laki-laki dan ligamentum
pubo vesicale pada perempuan. Kedua ligamentumini merupakan
penebalan dari fascia pelvis. Pada perempuan karena tidak
terdapat prostat, collum vesicae terletak langsung pada facies
superior diaphragmatis urogenitalis. Bila vesicae urinaria terisi,
posisi facies posterior dan collum vesica erelatif tetap, tetapi
facies permukaan superiornya naik ke atas, masuk ke dalam
rongga abdomen seperti telah dijelaskan pada paragraf
sebelumnya (Snell 2011).
4
Gambar 2. A. Vesica urinaria, prostat, dan vesicula seminalis
dilihat dari lateral
B. Vesica urinaria, prostat, ductus deferens, dan
vesikula seminalis dilihat dari posterior (Snell
2011).
3. Permukaan Interior
Tunica mucosa sebagian besar berlipat-lipat pada vesica
urinaria yang kosong dan lipatan-lipatan tersebut akan hilang bila
vesica urinaria terisi penuh. Area tunica mucosa yang meliputi
permukaan dalam basis vesicae urinaria dinamakan trigonum
vesicae. Disini, tunika mucosa selalu licin, walaupun dalam
keadaan kosong karena mmembran mucosa pada trigonum ini
melekat dengan erat pada lapisan otot yang ada di bawahnya.
Sudut superior trigonum ini merupakan tempat muara dari ureter
dan sudut inferiornya merupakan orificium urethrae internum.
Ureter menembus dinding vesica urinaria secara miring dan
keadaan ini membuat fungsinya seperti katup, yang mencegah
aliran balik urin pada waktu vesica urinaria terisi.
Trigonum vesicae di atas dibatasi oleh rigi muscular yang
berjalan dari muara ureter yang satu ke muara ureter yang laindan
disebut sebagai plica interureterica, uvula vesicae merupakan
5
tonjolan kecil terletak tepat di belakang orificum urethrae yang
disebabkan oleh lobus medius prostate yang ada di bawahnya
(Snell 2011).
4. Tunica Muscularis Vesica Urinaria
Tunica muscularis vesica urinaria terdiri atas otot polos
yang tersusun dalam tiga lapis yang saling berhubungan yang
disebut sebagai musculus detrusor vesicae. Pada collum
vesicae, komponen sirkular dari lapisan otot ini menebal
membentuk musculus sphincter vesicae (Snell 2011).
5. Ligamentum-ligamentum Vesica Urinaria
Collum vesicae dipertahankan dalam posisinya pada laki-
laki oleh ligamentum pubo prostaticum dan pada perempuan oleh
ligamentum pubo vesicale. Ligament ini dibentuk dari fascia
pelvica (Snell 2011).
6. Batas-batas Vesicae
a. PadaLaki-laki (Gambar3):
1. Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubik, dan
dinding anterior abdomen.
2. Ke posterior: vesica rectovesicalis peritonei, ductus
deferens, vesicula seminalis, fascia rectovesicalis, dan
rectum.
3. Ke lateral: di atas musculus obturator internus dan
dibawah musculus levatorani.
4. Ke superior: cavitas peritonealis, lengkung ileum, dan
colon sigmoideum.
5. Ke inferior: prostata
6
Gambar 3. Potongan sagital pelvis pada laki-laki (Snell 2011)
b. Pada Perempuan (Gambar 4)
Karena tidak ada prostata, vesica urinaria terletak rendah di
dalam pelvis perempuan dibandingkan dengan pelvis laki-laki,
dan collum vesicae terletak langsung di atas diaphragm
urogenitale. Batas-batasan antara vesica urinaria dengan
uterus dengan vagina, yaitu:
1. Ke anterior: symphisis pubica, lemak retropubik, dan
dinding anterior abdomen.
2. Ke posterior: dipisahkan dari rectum oleh vagina.
3. Ke lateral: di atas musculus obturator internus dan di
bawah musculus levatorani.
4. Ke superior: excavatio utero vesicalis dan corpus uteri.
5. Ke inferior: diaphragma urogenital.
7
a. Arteri
Arteri vesicalis superior dan inferior berasal dari trunkus
anterior arteri iliaka interna sebagai sumber utama suplai darah
arterial. Suplai darah minor berasal dari arteri obturatoria,
glutea inferior dan pada wanita juga dari arteri uterine dan
vaginalis
b. Vena
vena-vena membentuk plexus pada permukaan lateral dan
inferior buli. Dengan demikian selama sistostomi suprapubik,
struktur-struktur ini harus dihindari pada saat membuka buli.
c. Pleksus Vesikalis
Adalah kelanjutan dari pleksus venosus prostatikus pada pria
yang bermuara ke dalam vena iliaka interna (Shenoy 2014).
8. Limfatik
Kelenjar limfe iliaka interna merupakan level pertama
kelenjar limfeserta Kelenjar limfe obturatoria dan iliaka eksterna
terlibat lebih lanjut (Shenoy 2014).
9. Persarafan
Persarafan vesica urinaria berasal dari plexus
hypogastricus inferior. Serabut post ganglionik simpatik berasal
dari ganglion lumbal pertama dan kedua dan berjalan turun ke
vesica urinaria melalui plexus hypogastricus. Serabut pre
ganglionik parasimpatikus yang muncul sebagai nervisplanchnici
pelvici dari nervus sacralis kedua, ketiga, keempat berjalan
melalui plexus hypogastricus menuju ke vesica urinaria, di tempat
iniserabut- serabut tersebut bersinaps dengan neuron post
ganglionik. Sebagian besar serabut aferen sensorik yang berasal
dari vesica urinaria menuju sistem saraf pusat melalui
nervisplanchnici pelvici. Sebagian serabut aferen berjalan bersama
saraf simpatik melalui plexus hypogastricus dan masuk ke
medula spinalis setinggi segmen lumbalis pertama dan kedua.
Saraf simpatik menghambat kontraksi musculus detrusor vesicae
dan merangsang penutupan musculus sphincter vesicae. Saraf
parasimpatik merangsang kontraksi musculus detrusor vesicae dan
menghambat kerja musculus sphinctervesicae (Snell 2011).
8
melalui nervisplanchnici pelvici dan masuk ke segmen sacralis kedua,
ketiga, keempat medulla spinalis. Sebagian impuls aferen berjalan
bersama dengan saraf simpatik yang membentuk plexus hypogastricus
dan masuk segmen lumbalis pertama dan kedua medula spinalis (Snell
2011).
Impuls eferen parasimpatik meninggalkan medula spinalis dari
segmen sacralis kedua, ketiga, dan keempat lalu berjalan melalui
serabut-serabut preganglionik parasimpatik dengan perantara nervi
splanchnici pelvici dan plexus hypogastricus inferior ke dinding
vesica urinaria, tempat nervus tersebut bersinaps dengan neuron
posganglionik. Melalui lintasan saraf ini, otot polos dinding vesica
urinaria (musculus detrusor vesicae) berkontraksi dan musculus
sphincter vesicae dibuat relaksasi, impuls eferen juga berjalan ke
musculus sphincter urethrae melalui nervus pudendus (S2,3, dan 4)
dan menyebabkan relaksasi. Bila urin masuk ke urethrae, impuls
aferen tambahan berjalan ke medula spinalis dari urethra dan
memperkuat refleks. Miksi dapat dibantu oleh kontraksi otot-otot
abdomen yang menaikkan tekanan intra abdominalis dan tekanan
pelvicus sehingga timbul tekanan dari luar pada dinding vesica
urinaria (Snell 2011).
Pada anak kecil miksi merupakan refleks sederhana dan terjadi
bila vesica urinaria mengalami peregangan. Pada orang dewasa,refleks
regangan sederhana ini dihambat oleh aktivitas cortex cerebri sampai
waktu dan tempat untuk miksi tersedia. Serabut-serabut inhibitor
berjalan ke bawah bersama tractus corticospinalis menuju segmen
sacralis kedua, ketiga, dan keempat medula spinalis. Kontraksi
musculus sphincter urethrae yang menutup urethra dapat dikendalikan
secara volunter; dan aktivitas ini dibantu oleh musculus sphincter
vesicae yang menekan leher vesica urinaria. Pengendalian miksi
secara volunter normalnya berkembang pada tahun kedua dan ketiga
kehidupan (Snell 2011).
2.2 Definisi
Tumor jinak dan ganas dapat berkembang pada permukaan dinding
kandung kemih atau tumbuh di dalam dinding dan dengan cepat menyerang
otot di bawahnya. Sekitar 90% kanker kandung kemih merupakan karsinoma
sel transisional, berasal dari epitel transisional dari membran mukosa. Tumor
kandung kemih paling sering terjadi pada orang lanjut usia yang berusia lebih
dari 50 tahun, dan lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita, serta di area
industri dengan penduduk padat (Joan dan Lyndon 2014).
Kanker kandung kemih adalah kanker non agresif yang muncul pada
lapisan sel transisional kandung kemih. Kanker ini sifatnya kambuh. Dalam
9
kasus yang lebih sedikit, kanker kandung kemih ditemukan menginvasi
lapisan lebih dalam dari jaringan kandung kemih. Dalam kasus ini, kanker
cenderung lebih agresif. Paparan zat kimia industri (cat, tekstil), riwayat
penggunaan cyclophosphamide, dan merokok meningkatkan resiko kanker
kandung kemih (Di Giulio,et al., 2007). Kanker kandung kemih (karsinoma
buli-buli) adalah kanker yang mengenai kandung kemih dan kebanyakan
menyerang laki-laki (Nursalam 2009).
10
nitrosamine sebagai zat karsinogen.
4. Sering mengkonsumsi kopi, pemanis buatan yang mengandung sakarin
dan siklamat, serta pemakaian obat-obatan siklofosfamid melalui
intravesika, fenasetin,opium, dan antituberkulosis INH dalam jangka
waktu lama.
Kanker kandung kemih memiliki beberapa faktor resiko termasuk
interaksi antara latar belakang genetik dan faktor lingkungan dan merokok
adalah faktor resiko utama pemicu kanker kandung kemih (Cohen, et al.,
2000 dalam Rouissi, et al., 2011), dan bertanggung jawab atas 50% kasus
pada pria dan 35% pada wanita (Zeegers,et al., 2000 dalam Rouissi, et al.,
2011). Asap rokok mengandung sejumlah xenobiotics termasuk oksidan dan
radikal bebas, sehingga asap rokok dapat menurunkan serum dan folat sel
darah merah dalam darah dan antioksidan vitamin B12 (Maninno, et al.,
2003; Tungtrongchitr, et al., 2003 dalam Rouissi,et al., 2011). Sebagai
tambahan laporan mengindikasikan bahwa konsentrasi total plasma
homocysteine lebih tinggi pada perokok daripada non perokok (Lwin, et al.,
2002; Saw, et al., 2001 dalam Rouissi. et al., 2011). Penemuan-penemuan ini
menunjukkan bahwa fungsi polimorfisme pada gen terlibat dalam
metabolisme folat dan tingkat serum dari vitamin B12 memiliki peranan
penting dalam perkembangan karsinogenesis kanker.
Bagaimanapun juga, peneliti yakin bahwa orang-orang dengan faktor
resiko tertentu akan memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk terpapar
kanker kandung kemih. Penelitian menemukan bahwa faktor-faktor berikut
beresiko terhadap munculnya kanker kandung kemih (National Cancer
Institute 2010):
1. Merokok
Merokok merupakan faktor resiko utama untuk kanker kandung kemih.
Merokok merupakan penyebab utama dari beberapa kasus kanker
kandung kemih. Orang yang merokok selama bertahun-tahun memiliki
resiko lebih tinggi daripada orang yang tidak merokok atau orang yang
merokok dalam jangka waktu yang pendek.
2. Bahan-bahan kimia di tempat kerja
Orang-orang tertentu memiliki resiko lebih tinggi karena bahan kimia
penyebab kanker di tempat mereka bekerja. Pekerja di industri
pewarnaan, karet, kimia, logam, tekstil,dan bulu, akan memiliki resiko
terkena kanker kandung kemih. Resiko lain juga muncul pada penata
rambut, masinis, pekerja printer, pengecat, dan supir truk.
11
kandung kemih. Juga orang yang pernah mendapatkan terapi radiasi di
abdomen atau panggul akan memiliki resiko.
5. Arsenik
Arsenik merupakan suatu racun yang mampu meningkatkan resiko kanker
kandung kemih. Dibeberapa bagian dunia, kadar arsenik mungkin
ditemukan tinggi pada air minum.
6. Riwayat keluarga dengan kanker kandung kemih
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun kanker
lain seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan menimbulkan
resiko kanker kandung kemih.
7. Infeksi
Infeksi kronis saluran kencing dan infeksi dari parasit. Haematobium juga
dikaitkan dengan peningkatan resiko kanker kandung kemih,
seringnya pada karsinoma sel skuamosa. Inflamasi kronis juga
diperkirakan memainkan peran penting pada proses karsinogenesis pada
kasus ini.
Faktor resiko lain yang menyebabkan kanker kandung kemih menurut
Wein, AJ (2012):
1. Pada karsinoma urothelial kandung kemih
a. Merokok
b. Paparan industri
c. Paparan zat kimia
d. Paparan cyclophosphamide
2. Pada karsinoma sel skuamosa kandung kemih:
a. Schistosomiasis, merupakan sebuah infeksi dari Schistosoma
haematobium
b. Batu pada saluran kemih, jika terjadi bertahun-tahun
c. Penggunaan kateter selama bertahun-tahun
d. Divertikula kandung kemih
3. Pada adenokarsinoma kandung kemih:
a. Sisa dari tindakan urachal
b. Neurogenic bladder
c. Metastasis dari malignansi primer
d. Ekstropi kandung kemih
e. Invasi tumor/kanker dari organ lain seperti kolon dan ginjal
12
keluarga dengan gene dan onkogenikras p21.
3. Tumor suppressor genes, termasuk p53 pada kromosom 17p; gen
Retinoblastoma (Rb) pada kromosom 13q; gen pada kromosom 9: 9p21
dan 9q32-3
13
c. Tumor sekunder yang berasal dari fokus metastasis dari organ
lain, diantaranya prostat, rektum, ovarium, lambung, mamae,
dan endometrium.
Prognosis adenokarsinoma buli-buli ini sangat jelek.
2. Karsinoma sel skuamosa terjadi karena rangsangan kronis pada
kandung kemih dan mengakibatkan sel epitel mengalami
metaplasia ganas. Rangsangan kronis ini terjadi karena:
a. Infeksi saluran kemih kronis
b. Batu kandung kemih
c. Kateter menetap yang dipasang dalam jangka waktu lama
d. Infestasi cacing Schistosomiasis pada kandung kemih
e. Pemakaian obat-obatan siklofosfamid secara intravesika
14
M=Metastase jauh termasuk pembesaran kelenjar limfe yang jauh,
Pemeriksaan klinis ,thorax foto,dan test biokimia
MX Kebutuhan cara pemeriksaan minimal untuk menetapkan adanya
metastase jauh, tak dapat dilaksanakan
M1 Adanya metastase jauh
M1a Adanya metastase yang tersembunyi pada test-test biokimia
M1b Metastase tunggaldalam satu organ yang tunggal
M1c Metastase multipledalam satu terdapat organ yang multiple
M1d Metastase dalam organ yang multiple
2.6 Patofisiologi
Menurut Amiruddin, kanker kandung kemih terjadi karena beberapa faktor
yaitu, usia Kanker kandung kemih lebih sering terjadi pada usia di atas 50
tahun dan angka kejadian laki-laki lebih besar daripada perempuan. Usia dapat
menyebabkan imunitas seseorang turun sehingga rentan terpapar oleh radikal
bebas, selain itu lifestyle seperti kebiasaan merokok dan bahan-bahan
karsinogenik seperti pabrik jaket kulit bagian pewarnaan. Kedua faktor ini
akan masuk ke dalam sirkulasi darah daan masuk ke dalam ginjal yang
selanjutnya terfiltrasi di glomerulus. Radikal bebas bergabung dengan urin
secara terus menerus dan masuk ke kandung kemih. Selanjutnya terjadi
stagnasi radikal bebas, radikal bebas mengikat elektron DNA dan RNA sel
transisional sehingga terjadi kerusakan DNA. Apabila terjadi kerusakan DNA
maka tubuh akan malukan perbaikan DNA jika berhasil maka sela akan
kembali normal, jika tidak maka akan terjadi mutasi pada genom sel somatik.
Mutasi dari genom sel somatik ada 3 hal yang terjadi pertama adalah
pengaktifan onkogen pendorong pertumbuhan, kedua perubahan gen yang
mengandalikan pertumbuhan dan yang terakhir adalah pengnonaktifan gen
supresor kanker. Ketiga hal tersebut mengakibatkan produksi gen regulatorik
15
hilang. Selanjutnya terjadi replikasi DNA yang berlebih. Akhirnya terjadi
kanker pada kandung kemih.
16
sampai retensi urin. Infiltrasi tumor ke dalam lubang saluran kemih dapat
menyebabkan obstruksi saluran kemih, sehingga menimbulkan nyeri
pinggang, hidronefrosis dan fungsi ginjal terganggu.
4. Gejala metastase
Invasi tumor stadium lanjut sampai ke jaringan kandung kemih sekitarnya,
organ lain atau metastasis kelenjar getah panggulsimpul, akan
menyebabkan nyeri di daerah kandung kemih, uretra fistula vagina, dan
edema ekstremitas bawah, metastasis sampai organ yang lebih jauh, nyeri
tulang dan cachexia.
Gambaran klinis dari kanker kandung kemih, antara lain: (Shenoy 2014)
1. Pada 90% kasus, gejala klinis yang awal adalah hematuria intermitten
yang tidak disertai nyeri.
2. Gejala klinis menyerupai sisititis yang hebat terjadi pada ulkus karsinoma
3. Selanjutnya dapat kencing bercampur darah yang disertai nyeri
4. Stranguria adalah rasa nyeri saat miksi dengan perdarahan dan
pengososngan buli yang tidak lampias
5. Nyeri pinggang disebabkan oleh obstruksi ureter dengan hidronefrosis
6. Nyeri suprapubik, nyeri lipat paha, nyeri perineal disebabkan oleh
infiltrasi nervus. Keadaan ini menandakan bentuk tumor yang sudah lanjut
17
2. Kreatinin Serum, dapat mengukur kerusakan ginjal dengan baik
dibandingkan dengan kadar nitrogen serum, karena ganggguan
ginjal yang berat dan persisten akan menyebabkan peningkatan
kreatinin yang signifikan (Joan dan Lyndon 2014)
Normal: M : 0,9-1,5 mg/dl
F : 0,7-1,3 mg/dl
c. Urinalisis
Pemeriksaan air seni untuk melihat adanya darah dalam air seni,
khususnya yang kasat mata. Selain itu juga untuk mengetahui adanya
epitel, eritrosit, atau leukosit pada urin. Pemeriksaan sitologi urin,
memiliki sensitifitas 38-78%, dan meningkat pada tumor tingkat tinggi.
Kultur air seni dapat diperiksa untuk menyingkirkan adanya infeksi
atau peradangan.
d. Sitologi Urin, yaitu pemeriksaan sel-sel urotelium yang terlepas
bersama urin (biasanya nilai negatif palsu tinggi). Sitologi urin
merupakan pemeriksaan mikroskopik terhadap sel-sel didalam urin.
pemeriksaan ini dilakukan untuk mendiagnosis kanker saluran kemih.
Sitologi urin juga dilakukan untuk penyaringan kanker pada orang-
orang resiko tinggi (misalnya perokok, pekerja petrokimia dan
penderita perdarahan tanpa rasa nyeri). Untuk penderita yang telah
menjalani pengangkatan kanker kandung kemih, sitologi digunakan
untuk evaluasi dan follow up
e. Cell survey antigen study, yaitu pemeriksaan laboratorium untuk
mencari sel antigen terhadap kanker, bahan yang digunakan adalah
darah vena.
f. Flow cytometri, yaitu mendeteksi adanya kelainan kromosom sel-sel
urotelim.
3. Pemeriksaan Radiologi (Shenoy 2014)
a. BOF/ BNO (Buik Nier Overzicht)
Untuk mengetahui struktur dari kandung kemih bagus atau tidak.
Kontribusi perawat adalah:
1. Sebelum pemeriksaan anjurkan klien untuk makan bubur, bukan
santan karena akan memerlukan waktu penyerapan yang lama dan
mengandung kolesterol.
2. Klien dipuasakan 6-8 jam
3. Dilakukan lavement/huknah/enema untuk mengurangi intepretasi
kesalahan pada gambaran kolon dan kandung kemih
b. IVP
Defek pengisian dalam buli, dilatasi ureter dapat ditemukan.
Konstribusi perawat adalah untuk melakukan pemeriksaan fungsi
ginjal (BUN dan Kreatinin) dan pemeriksaan alergi sebelum dilakukan
tindakan.
c. Ultrasonografi
18
Merupakan pemeriksaan yang sangat bermanfaat yang dapat
mendeteksi karsinoma buli. Pemeriksaan ini juga dapat mendeteksi
adanya metastase hati. Kontribusi perawat adalah menganjurkan klien
untuk menahan kencing untuk mengetahui perbedaan urin dan massa
tumor.
d. CT Scan
Merupakan pemeriksaan pilihan terutama untuk mengetahui
penyebaran penyakit. Pemeriksaan CT scan bermanfaat khususnya
untuk mengetahui adanya infiltrasi adanya infiltrasi pada otot, jaringan
prevesika serta prostat, dan dinding pelvik. Indikasi untuk sitoskopi,
antara lain:
1. Hematuria dengan IVP yang normal
2. Gejala klinis saluran kemih bagian bawah
3. Sel maligna dalam sitologi urine
e. MRI
Dapat memberikan keterangan tambahan mengenai penyebaran tumor.
Jika tumornya berupa kista, bisa diambil contoh cairan untuk
dilakukan analisa. Aortografi dan angiografi arteri renalis bisa
dilakukan sebagai persiapan pembedahan untuk memberikan
keterangan tambahan mengenai tumor dan arteri renalis.
f. Sistoskopi
Sitoskopi merupakan pemeriksaan gold standart untuk menentukan
lokasi lesi dan mengambil biopsi yang sangat diperlukan untuk
penatalaksanaan kasus lebih lanjut. Peran perawat yaitu memantau
adanya komplikasi pasca prosedur sistoskopi berupa perdarahan,
perforasi kandung kemih, dan infeksi. Perawat melakukan observasi
terhadap perubahan warna urin. Pasca dilakukan sistoskopi, urin
normalnya berwarna merah muda karena trauma saat memasukkan
instrumen, tetapi bila ada perdarahan nyata harus segera dilaporkan.
Perawat memantau kecukupan asupan cairan klien untuk mencegah
statis urin dan obstruksi darah beku. Perawat memantau tanda-tanda
vital klien secara teratur untuk mendeteksi dini potensi adanya infeksi.
2.9 Penatalaksanaan
1. Hematuria
a. Dilakukan three way kateter untuk irigasi kandung kemih yang
mengalami perdarahan akibat massa dengan PZ 1000 cc.
Konstribusi perawat:
1. Monitoring irigasi
2. Monitoring balance cairan urin yang di tampung pada urin bag
dikurangi dengan cairan yang masuk {PZ}).
3. Evaluasi warna urin
4. Kondisi bladder
b. Oksigenasi karena kilen mengalami hiperventilasi
c. Transfusi + farmakologi (asam traneksamat serta vitamin K) untuk
19
penatalksaan perdarahan.
2. TURB-T (Trans-Urethral Resection of Bladder-Tumor)
Dilakukan reseksi untuk mengambil tumor. Jika terjadi perdarahan
dilakukan tindakan irigasi kandung kemih , jika urine tidak keluar , curiga
adanya stone cell dan tatalaksana dengan dilakukan spool.
3. Cystektomy radikal atau parsial
Sistektomi radikal yang diikuti dengan kemoterapi sistemik (MVAC-
Methotrexate, Vinblastine, Adriamycin, Cisplatin). Sistektomi radikal
merupakan pengangkatan buli dengan lemak perisistikserta prostat dan
vesikula seminalis, uretra pada priadan buli serta lemak perisistik, serviks,
uuterus, kubah vagina anterior, uretra dan ovarium pada wanita. Sistektomi
radikal merupakan suatu operasi mayor dengan angka mortalitas 3 sampai
8%.
4. Diversi Urine
Sistektomi radikal adalah pengangkatan kandung kemih dan jaringan
sekitarnya (pada pria berupa sistoprostatektomi) dan selanjutnya aliran
urine dari ureter dialirkan melalui beberapa cara diversi urine, antara lain:
(Yosef, 2007)
a. Uretrosigmoidostomi, yaitu membuat anastomosis kedua ureter ke
dalam sigmoid. Cara ini sekarang tidak banyak dipakai lagi karena
banyak menimbulkan penyulit.
b. Kondisi usus, yaitu mengganti kandung kemih dengan ileum sebagai
penampung urin, sengakan untuk mengeluarkan urine dipasang
kateteer menetap melalui sebuah stoma. Konduit ini diperkenalkan
oleh Bricke pada tahun 1950 dan saat ini tidak banyak dikerjakan lagi
karena dianggap tidak praktis.
c. Diversi urin kontinen, yaitu mengganti kandung kemih dengan segmen
ileum dengan membuat stoma yang kontinen (dapat menahan urin pada
volume tertentu). Urin kemudian dikeluarkan melalui stoma dengan
melakukan kateterisasi mandiri secara berkala. Cara diversi urin ini
yang terkenal adalah cara Kock pouch dan Indian pouch.
d. Diversi urin Orthotopic, adalah membuat neobladder dari segmen usus
yang kemudian dilakukan anastomosis dengan uretra. Teknik ini dirasa
lebih fisiologis untuk pasien, karena berkemih melalui uretra dan tidak
memakai stoma yang dipasang di abdomen. Teknik ini pertama kali
diperkenalkan oleh Camey dengan berbagai kekurangannya dan
kemudian disempurnakan oleh Studer dan Hautmann.
5. Kemoterapi intra Buli
Kemoterapi intravesika pasca bedah dengan
Thiotepa/Adriamycin/Mitomycin yang ditahan di sisi dalam kandung
kemih selama 1 jam, 6-8 serial seperti ini dengan interval setiap seminggu
diberikan untuk mengurangi angka kekambuhan.
20
1. Karsinoma yang tidak melibatkan lapisan otot (Tis, Ta, T1)
a. Reseksi transuretra (TUR) tumor (basis/dasar tumor yang
direseksi lalu diskrining terhadap adanya tumor dengan
pemeriksaan mikroskopik)
b. Kemoterapi intravesika pasca bedah dengan
Thiotepa/Adriamycin/Mitomycin yang ditahan di sisi dalam
kandung kemih selama 1 jam, 6-8 serial seperti ini dengan
interval setiap seminggu diberikan untuk mengurangi angka
kekambuhan.
c. Imunoterapi BCG atau interferon yang dberikan secara
intravesika selama pasca-bedah untuk mencegah kekambuhan
tumor.
2. Lesi T2-T4
Sistektomi radikal yang diikuti dengan kemoterapi sistemik
(MVAC-Methotrexate, Vinblastine, Adriamycin, Cisplatin).
Sistektomi radikal merupakan pengangkatan buli dengan lemak
perisistikserta prostat dan vesikula seminalis, uretra pada priadan
buli serta lemak perisistik, serviks, uuterus, kubah vagina anterior,
uretra dan ovarium pada wanita. Sistektomi radikal merupakan
suatu operasi mayor dengan angka mortalitas 3 sampai 8%.
3. Setiap T, N1, M0 atau setiap T, N0, M1
Kemoterapi sistemik (MVAC) yang diikuti dengan terapi radiasi
harus diberikan
4. Lesi kecil
Lesi kecil yang melibatkan otot pada kubah (dome) buli atau
dinding posterolateral buli, sistektomi parsial (reseksi segmental)
bagian buli tersebut yang mengandung tumor dengan ttepi buli
yang sehat yang luas 2-3 cm. hal ini sebaiknya diikuti dengan
kemoterapi intravesika.
21
2007)
1. Tahun I dilakukan setiap 3 bulan sekali,
2. Tahun II setiap 4 bulan sekali, dan
3. Tahun III dan seterusnya setiap 6 bulan sekali
2.10 Prognosis
Menurut Pusponegoro, dkk. dalam buku Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah,
penyakit ini mempunyai prognosis yang sangat bervariasi walaupun secara
umum bergantung dari stadium dan derajat histologi tumor. Pada umumnya
penderita dengan tumor superfisial mempunyai harapan hidup 5 tahun yang
cukup baik sedangkan penderita dengan tumor yang sudah tumbuh sampai
ke lapisan otot dalam mempunyai angka harapan hidup sekitar 5 tahun
sekitar 40-50%. Pada stadium T4 tanpa metastasis, angka harapan hidup 5
tahun berkisar antara 10-17%, sedangkan bila sudah terjadi metastasis maka
sangat sedikit penderita yang dapat bertahan hidup lebih dari 5 tahun.
22
2.11 Web of Cautation
Faktor-faktor resiko
Lokal Sistemik
MK: Mual
Penatalaksanaan
MK : Resiko MK : Resiko
Kerusakan infeksi
Integritas Kulit
24
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Identitas klien
a. Usia:
Menurut Brunner & Suddarth, 2004 Kanker kandung kemih lebih
sering terjadi pada orang dewasa berusia 50 sampai 70 tahun, usia rata-
rata pada saat diagnosis adalah 65 tahun, dan pada periode tersebut
sekitar 75% dari kanker kandung kemih terlokalisasi pada kandung
kemih, 25% telah menyebar ke kelenjar getah bening regional atau
tempat yang jauh.
b. Jenis Kelamin:
Pria memiliki resiko 3 kali lipat lebih besar dibanding dengan wanita
(Brunner & Suddarth 2004).
c. Pekerjaan:
Pekerja di pabrik bahan kimia, penyamak kulit, pegawai salon,
pewarna, karet, minyak bumi, industri kulit, dan percetakan memiliki
risiko lebih tinggi. Karsinogenik yang spesifik meliputi benzidin,
betanaphthylamine, dan 4-aminobiphenyl. Perkembangan tumor dapat
berlangsung lama (Emil Tanagho dan Jack W. McAninch 2007).
d. Tempat Tinggal:
Terdapat insiden kanker kandung kemih yang tinggi di banyak negara
di Afrika, terutama Mesir, terkait paparan parasit Schistosoma
haematobium, yang dapat ditemukan dalam kandungan air di negara-
negara ini (Connie Yarbro, dkk, 2010).
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan Utama : Klien akan mengeluhkan hematuria.
b. Riwayat Penyakit Sekarang:
Obstruktif : a. Kencing sedikit
b. Hematuria
c. Pancaran melemah
Iritatif : a. Frekwensi
b. Urgency
c. Nocturia (jarang)
d. Urge inkontinencia
e. Dysuria
c. Riwayat Penyakit Dahulu:
Orang-orang yang memiliki riwayat kanker kandung kemih, infeksi
kronis saluran kencing, dan infeksi dari parasit memiliki
25
kemungkinan untuk kembali memiliki penyakit yang sama (National
Cancer Institute 2010).
d. Riwayat Kesehatan Keluarga:
Keluarga yang memiliki riwayat kanker kandung kemih maupun
kanker lain seperti kanker kolon dan kanker ginjal (RCC) akan
menimbulkan resiko kanker kandung kemih (National Cancer Institute
2010).
e. Riwayat psikososial dan spiritual:-
f. Kondisi lingkungan rumah:
Pada area industri dengan penduduk padat yang memungkinkan
lingkungan terpapar oleh karsinogen tertentu, seperti: tembakau, 2-
naftilamin, dan nitrat diketahui sebagai faktor predisposisi tumor sel
transisional (Joan dan Lyndon 2014).
g. Kebiasaan sehari-hari
Konsumsi 4 P (Pemanis, pewarna, pengawet, penyedap rasa),
merokok, kopi.
3. Pemeriksaan fisik
Nyeri atau ketidak nyamanan : nyeri tekan abdomen, nyeri tekan pada area
ginjal pada saat palpasi, nyeri dapat digambarkan sebagai akut, hebat,
tidak hilang dengan posisi atau tindakan lain.
a. Keadaan Umum: Klien tampak pucat, merasa mual.
b. Tanda-tanda vital:
1. Peningkatan TD, karena ada gangguan pada fungsi aldosteron yang
menyebabkan vasokontriksi pembulu darah yang berakibat pada
hipertensi
2. Peningkatan RR (Hiperventilasi), karena terjadi penurunan Hb
yang berakibat pada penurunan O2
c. Pemeriksaan fisik
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah dan letih
Tanda : Perubahan kesadaran
2. Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah normal (hipertensi)
Tanda : Tekanan darah meningkat, takikardia, bradikardia,
disritmia
3. Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian
Tanda : Cemas, mudah tersinggung
4. Eliminasi
Gejala : Perubahan BAK
Tanda : Nyeri saat BAK, Urine bewarna merah
5. Makanan & Cairan
Gejala : Mual muntah
Tanda : Muntah
6. Neurosensori
Gejala : Kehilangan kesadaran sementara (Vertigo)
26
Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma, perubahan mental
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit pada daerah abdomen
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan
nyeri
8. Interaksi Sosial
Gejala : Perubahan interaksi dengan orang lain
Tanda : Rasa tak berdaya, menolak jika diajak berkomunikasi
9. Keamanan
Gejala : Trauma baru
Tanda : Terjadi kekambuhan lagi
10. Seksualisasi
Gejala : Tidak ada sedikitnya tiga silus menstruasi berturut-turut
Tanda : Atrofi payudara, amenorea
11. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Riwayat keluarga lebih tinggi dari normal untuk insiden
depresi
Tanda : Prestasi akademik tinggi
d. Pemeriksaan per sistem
1. B1(Breathing)
Bisa ditemui pernapasan cuping hidung, penggunaan otot bantu
napas, retraksi dada yang disebabkan karena hiperventilasi.
2. B2 (Blood)
Fungsi renal terganggu dapat menyebabkan, gangguan pada fungsi
aldosteron yang menyebabkan vasokontriksi pembulu darah yang
berakibat pada hipertensi (peningkatan TD).
Saat terjadi hematuria, maka banyak darah yang dikeluarkan dan
tubuh kekurangan Hb berdampak pada anemia.
3. B3 (Brain)
Kepala dan wajah tidak ada kelainan, pucat, mata: sklera icterus,
conjunctiva pucat, pupil isokor, leher tekanan vena jugularis
normal. Persepsi sensori tidak ada kelainan.
4. B4 (Bladder)
Inspeksi:
Obstruktif : a. Kencing sedikit
b. Hematuria
c. Pancaran melemah
Iritatif : a. Frekwensi
b. Urgency
c. Nocturia (jarang)
d. Urge inkontinencia
e. Dysuria
Auskultasi : arteri renalis ada bruit atau tidak
Palpasi : teraba massa supra sympisis, diameter 10 x 10 cm,
keras, fixed.
5. B5 (Bowel)
27
Mulut dan tenggorok kering, agak merah (iritasi) disebabkan
adanya mual dan muntah pada klien kanker kandung kemih.
6. B6( Bone)
Gangguan pada Renin-Angiotensin yang berakibat pada gangguan
pompa Na dan K, sehingga Na tidak dapat dikeluarkan yang
menyebabkan edema pada ekstermitas.
Masalah
Data Etiologi
Keperawatan
Pre Operasi
DS: Kanker kandung kemih Ganggguan
Disuria Eliminasi Urin
Bladder terasa penuh Massa tumor yang mudah
DO : ruptur
Distensi bladder
Mudah terkikis oleh urin
Terdapat urine residu
yang bersifat asam
Inkontinensia tipe luapan
Hematuria
Urin output sedikit/tidak ada
DS: Kanker kandung Ketidakefekti-
Dyspnea fan Pola Napas
Nafas pendek Hematuria
DO: Penurunan Hb
Penurunan tekanan
inspirasi/ekspirasi
Penurunan O2
Penurunan pertukaran udara
per menit
Menggunakan otot Hiperventilasi
pernafasan tambahan
Orthopnea Sesak Napas
Pernafasan pursed-lip
Tahap ekspirasi berlangsung
sangat lama
Penurunan kapasitas vital
Respirasi: < 11 24 x /mnt
DS: Hidronefrosis Mual
Hipersalivasi
Penigkatan reflek menelan Ureum kembali ke
Menyatakan mual / sakit pembuluh darah
Uremia
28
perut
BUN meningkat
Mual
Intake tidak adekuat
BB menurun
DS: Kanker kandung kemih Nyeri Akut
Laporan secara verbal
DO: Retensi urine pada bladder
Posisi untuk menahan nyeri
Tingkah laku berhati-hati Refluks
Gangguan tidur (mata sayu,
Hidroureter
tampak capek, sulit atau
gerakan kacau,
Hidronefrosus
menyeringai)
Terfokus pada diri sendiri
Nyeri pinggang
Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh
kesah)
29
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
Post operasi
DS: Kanker kandung kemih Nyeri akut
Laporan secara verbal
DO: TURB-T
Posisi untuk menahan nyeri
Tingkah laku berhati-hati Luka insisi post
pembedahan
Gangguan tidur (mata sayu,
tampak capek, sulit atau
Nyeri
gerakan kacau,
menyeringai)
Terfokus pada diri sendiri
Fokus menyempit
(penurunan persepsi waktu,
kerusakan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
Tingkah laku distraksi,
contoh : jalan-jalan,
menemui orang lain
dan/atau aktivitas, aktivitas
berulang-ulang)
Respon autonom (seperti
diaphoresis, perubahan
tekanan darah, perubahan
nafas, nadi dan dilatasi
pupil)
Perubahan autonomic dalam
tonus otot (mungkin dalam
rentang dari lemah ke kaku)
Tingkah laku ekspresif
(contoh : gelisah, merintih,
menangis, waspada, iritabel,
nafas panjang/berkeluh
kesah)
Perubahan dalam nafsu
makan dan minum
DS : Klien mengeluhkan Kanker Kandung kemih Resiko Infeksi
merasa gatal di daerah
lukanya TURB-T
30
DO : T: 37,5C
Leukosit 11.000/mm3 Luka insisi
Resiko Infeksi
31
dan respon pasien,
dan agen protokol
2. Ketidakefektifan NOC: NIC :
pola napas Respiratory Status: Oxygen Therapy
berhubungan Ventilation 1. Pertahankan
dengan Setelah dilakukan kepatenan jalan nafas
hiperventilasi tindakan keperawatan 2. Sediakan oksigen
selama 3x24 jam ketika pasien
ketidakefektifan pola membutuhkan
napas pasien teratasi 3. Ajarkan klien dan
dengan kriteria hasil: keluarga cara
1. Respiratory rate menggunakan
2. Irama pernafasan peralatan oksigen di
3. Retraksi otot dada rumah
4. Penggunaan otot 4. Monitor peralatan
bantu nafas oksigenasi sudah
5. Pursed lips sesuai atau tidak
breathing
Ventilation Assistance
1. Bantu klien merubah
posisi secara berkala,
sesuai kebutuhan
2. Pertahankan
kepatenan jalan nafas
3. Posisikan klien untuk
meringankan dyspnea
4. Posisikan klien
semifowler untuk
meminimalkan usaha
dalam bernafas
5. Monitor status
pernafasan dan
oksigenasi
3. Mual NOC: NIC:
berhubungan Nausea and Vomitting Nausea Management
dengan tumor Control
lokal di kandung Tujuan: 1. Dorong pasien untuk
kemih Setelah dilakukan memantau mual
tindakan keperawatan secara sendiri
selama 2x24 jam mual 2. Dorong pasien untuk
teratasi dengan kriteria mempelajari strategi
hasil: untuk mengelola
1. Mengenali awitan mual sendiri
3. Lakukan penilaian
mual
32
2. Menjelaskan faktor lengkap mual,
penyebab termasuk frekuensi,
3. Penggunaan anti durasi, tingkat
emetik keparahan, dengan
menggunakan alat-
alat seperti jurnal
perawatan, skala
analog visual, skala
deskriptif duke dan
indeks rhodes mual
dan muntah (INV)
bentuk 2.
4. Identifikasi
pengobatan awal
yang pernah
dilakukan
5. Evaluasi dampak
mual pada kualitas
hidup.
6. Pastikan bahwa obat
antiemetik yang
efektif diberikan
untuk mencegah mual
bila memungkinkan.
7. Identifikasi strategi
yang telah berhasil
menghilangkan mual
8. Dorong pasien untuk
tidak mentolerir mual
tapi bersikap tegas
dengan penyedia
layanan kesehatan
dalam memperoleh
bantuan farmakologis
dan nonfarmakologi
9. Promosikan istirahat
yang cukup dan tidur
untuk memfasilitasi
bantuan mual
10. Dorong makan
sejumlah kecil
makanan yang
menarik bagi orang
33
mual
11. Bantu untuk mencari
dan memberikan
suport emosional
Vomitting Management
1. Pastikan obat
antiemetik yang
efektif diberikan
untuk mencegah
muntah, bila
memungkinkan.
2. Posisikan klien untuk
mencegah aspirasi
3. Pertahankan jalan
napas melalui mulut
4. Berikan dukungan
fisik selama muntah
5. Berikan kenyamanan
selama episode
muntah
6. Tunjukkan
penerimaan muntah
dan berkolaborasi
dengan orang ketika
memilih strategi
pengendalian muntah
7. Bersihkan area yang
tekena muntah
setelah episode
muntah sebelum
menawarkan lebih
banyak cairan untuk
pasien
8. Mulailah cairan yang
jelas dan bebas dari
karbonasi
9. Secara bertahap
tingkatkan cairan jika
tidak ada muntah
terjadi selama 30
menit
10. Ajarkan penggunaan
teknik non
34
pharmakological
untuk mengelola
muntah
11. Kaji emesis untuk
warna, konsistensi,
darah, waktu, dan
sejauh mana itu kuat.
12. Ukur atau estimasi
volume emesis.
13. Sarankan membawa
kantong plastik untuk
muntah penahanan.
14. Catat riwayat
pengobatan awal
lengkap.
15. Identifikasi faktor-
faktor yang dapat
menyebabkan atau
memberikan
kontribusi untuk
muntah
4. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan
injury asuhan selama 3 x 24, 1. Tentukan dampak
nyeri teratasi dengan nyeri terhadap
kriteria hasil: kualitas hidup klien
1. Kenali awitan nyeri (misalnya tidur, nafsu
2. Jelaskan faktor makan, aktivitas,
penyebab nyeri kognitif, suasana hati,
3. Gunakan obat hubungan, kinerja
analgesik dan non kerja, dan tanggung
analgesik jawab peran).
4. Laporkan nyeri yang 2. Kontrol faktor
terkontrol lingkungan yang
mungkin
menyebabkan respon
ketidaknyamanan
klien (misalnya
temperature ruangan,
pencahayaan, suara).
3. Pilih dan terapkan
berbagai cara
35
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
meringankan nyeri.
4. Kaji rasa nyeri secara
komprehensif untuk
menentukan lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri, dan
faktor pencetus.
5. Observasi tanda-
tanda non verbal dari
ketidaknyamanan,
terutama pada klien
yang mengalami
kesulitan
berkomunikasi.
Pasca Operasi
Diagnosa Tujuan dan Kriteria
No. Intervensi
Keperawatan Hasil
36
menyebabkan respon
ketidaknyamanan
klien (misalnya
temperature ruangan,
pencahayaan, suara).
3. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
meringankan nyeri.
4. Kaji rasa nyeri secara
komprehensif untuk
menentukan lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri, dan
faktor pencetus.
5. Observasi tanda-
tanda non verbal dari
ketidaknyamanan,
terutama pada klien
yang mengalami
kesulitan
berkomunikasi.
1. Resiko infeksi NOC: NIC:
berhubungan Infection Severity Infection protection
dengan prosedur Tujuan : 1. Lakukan tindakan
invasif Setelah dilakukan pencegahan
tindakan keperawatan neutropenia
2. Isolasi semua
selama 3x 24 jam
pengunjung untuk
pasien tidak
penyakit menular
mengalami infeksi
3. Pertahankan asepsis
Kriteria Hasil :
untuk pasien berisiko
1. Klien tidak 4. Periksa kondisi setiap
demam sayatan bedah atau
2. Klien tidak
luka
mengalami 5. Pantau tanda-tanda
peningkatan dan gejala infeksi
jumlah sel darah sistemik dan lokal
putih
37
Bayi 9000 6. Monitor kerentanan
baru 30.000 / terhadap infeksi
Lahir mm3 7. Pantau perubahan
Bayi/an 9000 tingkat energi atau
ak 12.000/m malaise
m3
Dewasa 4000- Infection control
10.000/m 1. Bersihkan lingkungan
m3 setiap kali setelah
digunakan pasien
2. Isolasi dengan orang
yang terkena
penyakit menular
3. Batasi jumlah
pengunjung yang
sesuai
4. Tingkatkan cara
mengajar mencuci
tangan untuk tenaga
kesehatan
5. Anjurkan pasien
tentang teknik cuci
tangan yang tepat
6. Instruksikan
pengunjung untuk
mencuci tangan saat
memasuki dan
meninggalkan
ruangan pasien
7. Gunakan sabun
antimikroba untuk
mencuci yang sesuai
8. Cuci tangan sebelum
dan sesudah setiap
kegiatan perawatan
pasien
38
BAB 4
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Tn. M berusia 52 tahun dirawat di RSUA sejak 3 hari yang lalu dengan keluhan
hematuria bersifat intermitten dan merasakan nyeri di daerah pinggang hilang
timbul sejak 2 minggu sebelum MRS. Klien adalah seorang pegawai di
perusahaan pabrik cat. Dari hasil anamnesa didapatkan bahwa klien memiliki
kebiasaan merokok sejak kelas 3 SMA dan gemar mengkonsumsi kopi. Klien
mengatakan ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit sama dengan
klien. Dari pemeriksaan CT Scan klien didiagnosa dengan Ca Buli stadium T2.
Saat ini klien terpasang kateter dengan produksi urin 850 cc/24 jam, tampak urin
bercampur darah. TTV : TD 120/70 mmHg, RR 22 x/menit, nadi 84 denyut/menit, T 37,3 C.
Hasil laboratorium Hb 9,2 gr/dl, Leukosit 11.000/mm3, BUN 38 mg/dL , Kreatinin serum 1,62
mg/dl.
Program terapi: Infuse RL 20 tetes/menit. Injeksi transamin 500 mg/8 jam.
4.1 Pengkajian
1. Anamnesis
a. Identitas
Nama : Tn. M
Usia : 52 tahun
Jenis kelamin : Lakilaki
39
Pekerjaan : Pegawai pabrik cat
b. Keluhan utama
Keluhan lokal : hematuria bersifat intermitten
Keluhan sistemik : Hb 9,2 gr/dl (Anemia)
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tn. M mengeluh hematuria bersifat intermitten dan merasakan nyeri di
daerah pinggang hilang timbul sejak 2 minggu sebelum MRS, lalu
klien langsung memeriksakannya ke RSUA. Saat ini klien terpasang
kateter dengan produksi urin 850 cc/24 jam, tampak urin bercampur
darah.
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sebelumnya klien belum pernah dirawat di rumah sakit
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Aada keluarga klien yang mempunyai riwayat penyakit yang sama
f. Riwayat pemakaian obat:
Tidak ada
g. Gaya Hidup/Life style
Klien memiliki kebiasaan merokok sejak kelas 3 SMA dan gemar
mengkonsumsi kopi
h. Pola Eliminasi
Klien mengeluh nyeri hematuria bersifat intermitten
i. Kondisi Lingkungan
Pasien bekerja sebagai pegawai di pabrik cat
2. Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breathing)
Tidak ada keluhan
b. B2 (Blood)
Pasien mengalami anemia dengan hasil pemeriksaan Hb 9,2 gr/dl.
T 37,3 C
c. B3 (Brain)
Tidak ada keluhan
d. B4 (Bladder)
Inspeksi : produksi urine dalam 24 jam 850 ml, warnanya
merah dengan bau agak amis.
Palpasi dan Perkusi : tidak teraba adanya massa
e. B5 (Bowel)
Tidak ada keluhan
f. B6 (Bone)
Tidak ada keluhan
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium Kimia Klinik
Hb = 9,2 gr/dl (L : 13-16 g/dl, P : 12-14 g/dl)
Leukosit =11.000/mm3 (4.000-10.000 mm3)
b. Pemeriksaan Faal Ginjal
BUN = 38 mg/dl (10-45)
40
Kreatinin serum = 1,62 mg/dl (L : 0,9-1,5 P : 0,7-1,3)
c. Pemeriksaan Radiologi
CT scan = tumor sampai dengan lapisan otot superfisial
Post Operasi
3. DS: Kanker kandung kemih Nyeri akut
Klien mengatakan
nyeri di daerah TURB-T
sekitar luka
DO : Klien tampak
Luka insisi post
meringis menahan
pembedahan
nyeri
P : saat aktivitas
Q : terus menerus Nyeri
R :luka
pembedahan
S : 3 dari 10
41
T : siang hari
4. DS: Resiko Infeksi
Klien mengeluhkan Kanker kandung kemih
merasa gatal di
daerah lukanya TURB-T
DO:
T: 37,5C
Leukosit 11.000/mm3 Luka insisi post
pembedahan
Resiko Infeksi
42
8. Frekuensi urine karakteristik cairan,
9. Urgency with jumlah pengeluaran,
urination dan respon pasien,
10. Urge inkontinence dan agen protokol
7. Observasi
perlindungan diri
2. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan
injury asuhan selama 3 x 24, 1. Tentukan dampak
nyeri teratasi dengan nyeri terhadap
kriteria hasil: kualitas hidup klien
1. Kenali awitan (misalnya tidur, nafsu
nyeri makan, aktivitas,
2. Jelaskan faktor kognitif, suasana hati,
penyebab nyeri hubungan, kinerja
3. Gunakan obat kerja, dan tanggung
analgesik dan non jawab peran).
analgesik 2. Kontrol faktor
4. Laporkan nyeri lingkungan yang
yang terkontrol mungkin
menyebabkan respon
ketidaknyamanan
klien (misalnya
temperature ruangan,
pencahayaan, suara).
3. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
meringankan nyeri.
4. Kaji rasa nyeri secara
komprehensif untuk
menentukan lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri, dan
faktor pencetus.
5. Observasi tanda-
tanda non verbal dari
43
ketidaknyamanan,
terutama pada klien
yang mengalami
kesulitan
berkomunikasi.
2. Post Operasi
44
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
No. Hasil
Keperawatan
3. Nyeri akut NOC : NIC :
berhubungan Pain Control Pain Management
dengan agen Setelah dilakukan
injury asuhan selama 3 x 24, 1. Tentukan dampak
nyeri teratasi dengan nyeri terhadap
kriteria hasil: kualitas hidup klien
1. Kenali awitan (misalnya tidur, nafsu
nyeri makan, aktivitas,
2. Jelaskan faktor kognitif, suasana hati,
penyebab nyeri hubungan, kinerja
3. Gunakan obat kerja, dan tanggung
analgesik dan non jawab peran).
analgesik 2. Kontrol faktor
4. Laporkan nyeri lingkungan yang
yang terkontrol mungkin
menyebabkan respon
ketidaknyamanan
klien (misalnya
temperature ruangan,
pencahayaan, suara).
3. Pilih dan terapkan
berbagai cara
(farmakologi,
nonfarmakologi,
interpersonal) untuk
meringankan nyeri.
4. Kaji rasa nyeri secara
komprehensif untuk
menentukan lokasi,
karakteristik,
onset/durasi,
frekuensi, kualitas,
intensitas atau
beratnya nyeri, dan
faktor pencetus.
5. Observasi tanda-
tanda non verbal dari
ketidaknyamanan,
terutama pada klien
yang mengalami
kesulitan
berkomunikasi.
4. Resiko infeksi NOC: NIC:
berhubungan Infection Severity Infection protection
dengan prosedur Tujuan : 1. Lakukan tindakan
invasif Setelah dilakukan pencegahan
tindakan keperawatan neutropenia
2. Isolasi semua
selama 3x 24 jam
pengunjung untuk45
pasien tidak
penyakit menular
mengalami infeksi
3. Pertahankan asepsis
Kriteria Hasil :
untuk pasien berisiko
4.5 Evaluasi
Substan Moder Mil
Indikator Severe None
tial ate d
1. Gangguan Eliminasi
Urin:
Urinary Elimination
a. Pola eliminasi 1 2 3 4 5 NA
b. Jumlah urin 1 2 3 4 5 NA
c. Warna urin 1 2 3 4 5 NA
d. Kejernihan urin 1 2 3 4 5 NA
e. Intake cairan 1 2 3 4 5 NA
f. Pengosongan 1 2 3 4 5 NA
kandung kemih
secara maksimal
1 2 3 4 5 NA
g. Tampak darah
dalam urin 1 2 3 4 5
h. Frekuensi urine NA
1 2 3 4 5
i. Urgency with NA
urination 1 2 3 4 5
j. Urge inkontinence NA
2. Nyeri Akut:
Pain Control
a. Kenali awitan 1 2 3 4 5 NA
nyeri
b. Jelaskan faktor 1 2 3 4 5 NA
penyebab nyeri
1 2 3 4 5 NA
c. Gunakan obat
analgesik dan non
analgesik 1 2 3 4 5 NA
d. Laporkan nyeri
yang terkontrol
3. Nyeri Akut:
Pain Control
a. Kenali awitan 1 2 3 4 5 NA
nyeri
b. Jelaskan faktor 1 2 3 4 5 NA
penyebab nyeri
1 2 3 4 5 NA
c. Gunakan obat
analgesik dan non
analgesik 1 2 3 4 5 NA
d. Laporkan nyeri
yang terkontrol
4. Resiko Infeksi:
Infection Severity
a. Demam 1 2 3 4 5 NA
46
b. Peningkatan 1 2 3 4 5 NA
jumlah sel darah
putih/leukosit
BAB 5
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kanker kandung kemih (karsinoma buli-buli) adalah kanker yang
mengenai kandung kemih dan kebanyakan menyerang laki-laki berusia di atas
50 tahun (Nursalam, 2009). Insidennya lebih banyak terjadi pada pekerja zat
warna aniline. Produk-produk seperti benzidine dan 3-naphtylamine bersifat
karsinogenik (Shenoy, 2014). Pada 90% kasus, gejala klinis yang awal adalah
hematuria intermitten yang tidak disertai nyeri (Shenoy, 2014).
Penatalaksanaannya bisa disesuaikan dengan stadium dari kanker kandung
kemih, jika stadium Tis, Ta, T1 dapat dilakukan dengan reseksi transuretra
(TUR) dan untuk stadium T2-T4 bisa dilakukan sistektomi radikal (Shenoy,
2014).
47
DAFTAR PUSTAKA
EGC
Coleman, EA., Lord, JE, Huskey, SW, Black JM, dan Jacobs EM. 1997.
Companies
Jiang, Q dan Lizhong C. 2008. Karsinoma Ginjal dalam Buku Ajar Onkologi
48
Nursalam & Batticaca, FB. 2009. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Publisher
Saputra, Lyndon. 2011. Master Plan Ilmu Bedah. Tangerang: Binarupa Aksara
Publisher
Shenoy, K. Rajgopal dan Anita N. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid Satu.
Umami, Vidhia. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Jakarta: PT. Gelora Aksara
Pratama
Wein, AJ, Kavaoussi, LR, Novick, AC, Partin, AW, Peters, CA. 2012.Campbell-
49