Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TEORI DAN KONSEP

1. PENGERTIAN
Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan
fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal
atau ke fungsi optimal neurogenik (potter & perry, 2005). Bladder
training merupakan salah satu terapi yang efektif di antara terapi
nonfarmakologi. (1)
Bladder training merupakan salah satu upaya untuk
mengembalikan kandung kemih yang mengalami gangguan ke
keadaan normal atau ke fungsi optimal (Japardi, 2002). Pengendalian
kandung kemih dan sfingter (otot-otot melingkar yang membantu
menjaga urin dari kebocoran dengan menutup erat-erat seperti sebuah
gelang karet di sekitar pembukaan kandung kemih) dilakukan agar
terjadi pengeluaran urin secara kontinen. (2)
Kandung kemih yang sehat dapat menyimpan satu setengah
sampai dua cangkir (300-400mls) urin siang hari dan sekitar empat
cangkir (800mls) di malam hari. Tergolong normal apabila buang air
kecil lima atau enam kali sehari jika minum antara 6-8 gelas cairan.
Biasanya untuk mengosongkan kandung kemih adalah saat keluar dari
tempat tidur di pagi hari, tiga kali di siang hari, dan sebelum tidur di
malam hari. Seiring bertambahnya usia pola ini dapat berubah, karena
orang tua cenderung untuk memproduksi lebih banyak urin di malam
hari. (3)
2. TUJUAN
Tujuan dari bladder training adalah untuk membantu
mengonntrol kandung kemih menjadi lebih baik yang dilakukan dengan
melatih kandung kemih agar mampu menahan lebih banyak air seni,
tanpa kebocoran atau kebutuhan yang mendesak untuk buang air kecil
dan dapat ke toilet tept pada waktunya. (4)
Bladder training dapat digunakan untuk salah satu terapi
inkontinensia dan untuk melatih kembali tonus kandung kemih setelah
pemasangan kateter dalam jangka waktu lama dalam mencegah
inkontinensia. Keduanya menggunakan penjadwalan berkemih secara
teratur. Ketika mempersiapkan pelepasan kateter yang sudah
terpasang dalam waktu lama, latihan kandung kemih atau bladder
training harus dimulai dahulu untuk mengembangkan tonus kandung
kemih. Ketika kateter terpasang, kandung kemih tidak akan terisi dan
berkontraksi, pada akhirnya kandung kemih akan kehilangan tonusnya
(atonia) atau kekuatan dan kapasitas kandung kemih menurun. Apabila
atonia terjadi dan kateter dilepas, otot destrusor mungkin tidak dapat
berkontraksi dan pasien tidak dapat mengeluarkan urinnya, sehingga
terjadi inkontinensia overflow. Untuk itu perlu dilakukan bladder
training sebelum melepas kateter urinari (Smeltzer & Bare, 2002). (2)
3. INDIKASI
Bladder Training dapat dilakukan pada pasien yang mengalami
retensi urin, pada pasien yang terpasang kateter dalam waktu yang
lama sehingga fungsi spingter kandung kemih terganggu (Suharyanto,
2008). Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien yang
menggunakan kateter yang lama, dan pasien yang mengalami
inkontinensia urin. (2)
Bladder training juga bisa dilakukan pada pasien stroke, bladder
injury, dan pasien dengan pemasangan kateter yang lama (Orzeck dan
ouslander, 1987 dalam Hariyati, 2000). Bladder training efektif
digunakan dalam menangani masalah inkontinesia dorongan,
inkontinensia stress atau gabungan keduanya yang sering disebut
inkontinensia campuran. Penelitian yang dilakukan oleh Fantl (1991)
mengenai efektivitas bladder training didapatkan, bahwa sebanyak 50
% dari sampel percobaan menjadi mampu mengontrol kencing, dan 12
% menjadi total. (4)
4. KONTRAINDIKASI
Bladder training ini tidak dapat dilakukan pada pasien dengan
gagal ginjal, karena pada gagal ginjal terdapat batu sehingga dapat
memperberat penyakit gagal ginjal.
5. METODE BLADDER TRAINING
Terdapat tiga macam metode bladder training, yaitu kegel
exercises (latihan pengencangan atau penguatan otot-otot dasar
panggul), Delay urination (menunda berkemih), dan scheduled
bathroom trips (jadwal berkemih) Suhariyanto (2008). (2)
6. PROSEDUR BLADDER TRAINING
a. Latihan kegel (kegel execises)
Merupakan aktifitas fisik yang tersusun dalam suatu program
yang dilakukan secara berulang-ulang guna meningkatkan
kebugaran tubuh. Latihan kegel dapat meningkatkan
mobilitas kandung kemih dan bermanfaat dalam menurunkan
gangguan pemenuhan kebutuhan eliminasi urin. Latihan otot
dasar panggul dapat membantu memperkuat otot dasar
panggul untuk memperkuat penutupan uretra dan secara
refleks menghambat kontraksi kandung kemih. (Kane, 1996
dalam Nursalam 2006).
Cara latihan Kegel adalah dengan melakukan kontraksi pada
otot pubococcygeus dan menahan kontraksi tersebut dalam
hitungan 10 detik, kemudian kontraksi dilepaskan. Pada
tahap awal bisa dimulai dengan menahan kontraksi selama 3
sampai 5 detik. Dengan melakukan secara bertahap otot ini
akan semakin kuat, latihan diulang 10 kali setelah itu
mencoba berkemih dan menghentikan urin ditengah
(Johnson, 2002)
Berikut adalah beberapa jenis lain dari latihan Kegel yang
dapat dilakukan:
Cara Elevator:
Bayangkan bahwa pelvis kita adalah lift. Ketika otot-
otot rileks, kita berada di lantai dasar. Perlahan-lahan
tarik otot kita sampai lantai kedua, berhenti. Kemudian
tarik sekuat mungkin untuk mencapai lantai ketiga,
berhenti. Kemudian kembali ke lantai dua, berhenti.
Kemudian rileks sepenuhnya dan kembali ke lantai
dasar. Ambil napas dalam - ulangi.
Quickies:
Takan dan lepaskan otot panggul kita secepat mungkin
sebanyak lima kali. Relax 10 detik, kemudian ulangi.
Long Haul:
Tarik otot kita sekencang yang kita bisa dan selama
yang kita bisa. Saat kita merasa otot melemah
kemudian relaks. Lakukan ini sekali sehari untuk
menghindari kelelahan otot.
b. Delay urination (menunda berkemih)
Bladder training dapat dilakukan dengan latihan menahan
kencing (menunda untuk berkemih). Pada pasien yang
terpasang kateter, Bladder training dapat dilakukan dengan
mengklem aliran urin ke urin bag (Hariyati, 2000). Bladder
training dilakukan sebelum kateterisasi diberhentikan.
Tindakan ini dapat dilakukan dengan menjepit kateter urin
dengan klem kemudian jepitannya dilepas setiap beberapa
jam sekali. Kateter di klem selama 20 menit dan kemudian
dilepas. Tindakan menjepit kateter ini memungkinkan
kandung kemih terisi urin dan otot destrusor berkontraksi
sedangkan pelepasan klem memungkinkan kandung kemih
untuk mengosongkan isinya. (Smeltzer, 2001).(1)
Cara melakukan Delay Urination :
Persiapan pasien :
- Ucapkan Salam
- Jelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan
Persiapan alat :
- Catatan perawat
- Klem
Persiapan Lingkungan :
- Jaga privasi klien dengan menutup pintu
- Atur pencahayaan, penerangan dan ruangan yang
kondusif
Pelaksanaan: ada 2 tingkat yaitu tingkat masih dalam
kateter dan tingkat bebas catheter.
I. Tingkat masih dalam kateter:
Prosedur 1 jam:
- Cuci tangan.
- Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc
dari jam 07.00 s.d. jam 19.00. Setiap kali habis
diberi minum ,catheter di klem.
- Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan
mulai jam 08.00 s.d. jam 20.00 dengan cara klem
catheter dibuka.
- Pada malam hari (setelah jam 20.00) catheter
dibuka (tidak diklem) dan klien boleh minum tanpa
ketentuan seperti pada siang hari.
- Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya
sampai program tersebut berjalan lancar dan
berhasil.
Prosedur 2 jam:
- Cuci tangan.
- Klien diberi minum setiap 2 jam sebanyak 200 cc
dari jam 07.00 s.d. jam 19.00. Setiap kali habis
diberi minum, catheter di klem.
- Kemudian setiap jam kandung kemih dikosongkan
mulai jam 09.00 s.d jam 21.00 dengan cara klem
catheter dibuka.
- Pada malam hari (setelah jam 20.00) catheter
dibuka (tidak diklem) dan klien boleh minum tanpa
ketentuan seperti pada siang hari.
- Prosedur tersebut diulang untuk hari berikutnya
sampai program tersebut berjalan lancar dan
berhasil.
II. Tingkat bebas catheter prosedur ini
dilaksanakan apabila prosedur 1 sudah berjalan
lancar :
- Cuci tangan.
- Klien diberi minum setiap 1 jam sebanyak 200 cc
dari jam 07.00 s.d. jam 19.00, lalu kandung kemih
dikosongkan.
- Kemudian catheter dilepas.
- Atur posisi yang nyaman untuk klien, bantu klien
untuk konsentrasi BAK, kemudian lakukan
penekanan pada area kandung kemih dan lakukan
pengosongan kandung kemih setiap 2 jam dengan
menggunakan urinal.
- Berikan minum terakhir jam 19.00, selanjutnya
klien tidak boleh diberi minum sampai jam
07.00 pagi untuk menghindari klien dari
basahnya urine pada malam hari.
- Beritahu klien bahwa pengosongan kandung
kemih selanjutnya dijadwalkan setiap 2 jam sekali,
apabila ada rangsangan BAK sebelum 2 jam
klien diharuskan menahannya
- Buatlah sebuah jadwal bagi pasien untuk
mencoba mengosongkan kandung kemih dengan
menggunakan urinal.
- Alat-alat dibereskan
- Akhiri interaksi dengan mengucapkan salam
- Cuci tangan
- Dokumentasikan hasil tindakan. (6)
Prosedur kerja dalam melakukan bladder training menurut
Suharyanto (2008) yaitu :

- Lakukan cuci tangan.

- Mengucapkan salam.

- Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien.

- Ciptakan lingkungan yang nyaman dengan menutup


ruangan atau tirai ruangan.

- Atur posisi pasien yaitu dengan posisi dorsal


recumbent

- Pakai sarung tangan disposibel

- Lakukan pengukuran volume urin pada kantong


urin.

- Kosongkan kantong urin.

- Klem selang kateter sesuai dengan program selama


1 jam yang memungkinkan kandung kemih terisi
urin dan otot destrusor berkontraksi, supaya
meningkatkan volume urin residual.

- Anjurkan klien minum (200-250 cc).

- Tanyakan pada klien apakah terasa ingin berkemih


setelah 1 jam.

- Buka klem dan biarkan urin mengalir keluar.

- Lihat kemampuan berkemih klien

- Lepaskan sarung tangan dan merapikan semua


peralatan. (2)

c. Scheduled Bathroom Tips (jadwal berkemih)


Pada metode ini, dianjurkan untuk membuat jadwal berkemih
dan pergi ke toilet sehingga dapat melihat seberapa sering
kita akan ke toilet,
berapa banyak jumlah urin yang tersimpan kandung kemih,
dan jenis cairan yang diminum, serta seberapa sering kita
terganggu oleh urgensi dan mendesak kebocoran untuk
berkemih. Kita dapat membandingkan jadwal berkemih dari
awal pengobatan dengan setelah perawatan untuk melihat
seberapa banyak perubahan yang telah ada. (7)

Contoh jadwal berkemih harian :

Tim Drink Urine Urge Leakag Pad Underwe Outer


e pass e& chang ar clothing
ed Activity e changed changed

6 300 Bangun
am ml tidur

7 Tea
am l50ml
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

1. KESIMPULAN

Kesimpulan dari uraian tentang bladder training adalah bahwa


bladder training merupakan salah satu cara nonfarmakologi
untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang sedang
terganggu kekeadaan yang normal kembali, yang bertujuan
untuk mengontrol kandung kemih menjadi lebih baik dan
sebagai terapi pelatihan berkemih pada orang dengan keadaan
tertentu misalnya seseorang yang terpasang kateter dalam
jangka waktu lama, sehingga otot berkemihnya perlu dilatih agar
kembali berfungsi secara normal dan sempura. Bladder training
ini memiliki 3 metode yang dapat digunakan yaitu, latihan Kegel,
delay urination dan pengaturan jadwal berkemih, dimana
metode tersebut digunakan sesuai dengan keadaan dan
kemampuan pasien.

2. SARAN

Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan agar penulis serta


pembaca dapat lebih memahami dan mengertimengenai konsep
teori tentang bladder training dan mampu mempraktekkannya
pada pasien yang membutuhkan dan lebih mematangkan
pengetahuan dalam terjun langsung ke dalam dunia medis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Nababan, TJ. 2011. Chapter II. [online].


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24523/4/Ch
apter%20II.pdf, diakses tanggal 02 Juni 2014)

2. Arif, Muhammad. 2011. Bab II. [online].


(digilib.unimus.ac.id/download.php?id=735, diakses tanggal
02 Juni 2014)

3. Continence Foundation of Australia. 2014. Bladder Training.


[online]. (http://www.continence.org.au/pages/bladder-
training.html, diakses tanggal 02 Juni 2014)

4. An Australian Government Initiative. 2013. Bladder Training -


Bladder And Bowel Website. [online].
(http://www.bladderbowel.gov.au/assets/doc/Factsheets/Engli
sh/17BladderTrainingEnglish.pdf, diakses tanggal 02 Juni
2014)

5. Bladder Training to Help Correct Urinary Incontinence.


[online].
(http://www.womensbladderhealth.com/pdf/bladdertraining.p
df, diakses tanggal02 Juni 2014)

6. Brunner, Suddarth. 1998. Manual of nursing practice edisi 4.


Jakarta : EGC. [online].
(http://familydoctor.org/online/famdocen/home/seniors/comm
on-older/798.html, diakses tanggal 02 Juni 2014)
7. International Orogynecological Association. 2011. Bladder
Training in Women. [online].
(http://www.iuga.org/resource/resmgr/brochures/eng_btrainin
g.pdf, diakses tanggal 02 Juni 2014)

Anda mungkin juga menyukai