Anda di halaman 1dari 8

TUGAS

KEWARGANEGARAAN

DI SUSUN OLEH :

NAMA

ADE MOHAMMAD ZULKARNAIN


NIM : 32016250
KELAS:IC TBP

PROGRAM TEKNOLOGI BUDIDAYA PERIKANAN


JURUSAN ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
PDD POLITEKNIK NEGERI PONTIANAK
KABUPATEN KAPUAS HULU
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat allah swt yang mana pada hari ini kami masih di beri nikmat
sehat dan kesempatan untuk menyelesaikan tugas tentang ASAL MULA TERBENTUKNYA
SEBUAH NEGARA, salawat serta salam kita panjatkan atas junjungan nabi besar umat
muslim Muhammad saw beserta keluarga, sahabat, kerabat dan pengikutnya hingga akhir
zaman. Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampuh mata
kuliah KEWARGANEGARAAN.
Asal Mula Terbentuknya Negara

Asal Mula Negara

Menurut teori kontrak sosial atau teori perjanjian masyarakat, negara dibentuk
berdasarkan perjanjian-perjanjian masyarakat. Teori ini merupakan teori terpenting
mengenai asal-usul negara, tertua, dan relatif bersifat universal. Hal itu karena teori ini
ditemukan, baik dalam tulisan-tulisan sarjana Barat maupun sarjana Timur, baik dalam
agama nasrani maupun dalam agama islam. Teori asal-mula negara yang didasarkan atas
perjanjian masyarakat atau kontrak sosial didasarkan pada pemikiran Thomas Hobbes,
John Locke, dan Jean Jacques Rousseau. Hal ini berbeda dengan Thomas Aquinas yang
memasukkan doktrin ketuhanan dan monarki demokrasi kepada penguasa. Begitu pula
dengan Aristoteles yang membenarkan adanya negara karena kodrat alam, yaitu manusia
ditakdirkan untuk hidup bernegara.

1. Thomas Hobbes

Menurut pemikiran Thomas Hobbes pada umumnya kehidupan manusia terpisah-


pisah dalam dua zaman, yakni keadaan sebelum ada negara (status naturalis, state of
nature) dan keadaan bernegara. Menurutnya keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan
yang aman sentosa, adil dan makmur, tetapi suatu keadaan sosial yang kacau tanpa hukum
yang dibuat manusia secara sukarela dan tanpa pemerintah, serta tanpa ikatan-ikatan sosial
antarindividu itu.

Dalam keadaan demikian, hukum dibuat oleh mereka yang fisiknya terkuat
sebagaimana keadaan di hutan belantara. Manusia seakan-akan merupakan binatang dan
menjadi mangsa dari manusia lain yang mempunyai fisik lebih kuat darinya. Dalam
peribahasa latinnya homo homini lupus. Manusia saling bermusuhan, berada terus-
menerus dalam keadaan perang yang satu melawan yang lain. Keadaan semacam ini
dikenal sebagai bellum omnium contra omnes (perangantara semua melawan semua).
Perang yang dimaksud bukan perang dalam arti peperangan yang terorganisir, tetapi
perang dalam arti keadaan bermusuhan yang terus-menerus antarindividu. Manusia
dengan akalnya menyadari bahwa keadaan alamiah itu harus diakhiri demi kelangsungan
hidupnya. Hal itudilakukan dengan cara mengadakan perjanjian bersama. Individu-
individu yang hidup dalam keadaan alamiah kemudian berjanji akan menyerahkan semua
hak-hak kodratnya kepada seseorang atau sebuah badan.

Menurut Hobbes hanya terdapat satu macam perjanjian, yakni pactum subjectionis
atau perjanjian pemerintahan dengan jalan segenap individu yang berjanji menyerahkan
semua hak-hak kodrat mereka yang dimiliki ketika hidup dalam keadaan alamiah kepada
seseorang atau sekelompok orang yang ditunjuk untuk mengatur kehidupan mereka.

Perjanjian belumlah cukup, perlu ada orang atau sekelompok orang yang ditunjuk
dan diberikan kekuasaan. Negara harus berkuasa penuh sebagaimana halnya dengan
binatang buas (leviathan) yang dapat menaklukkan segenap binatang buas lainnya. Negara
harus diberikan kekuasaan yang mutlak sehingga kekuasaan negara tidak dapat ditandingi
dan disaingi oleh kekuasaan apa pun. Pemikiran Hobbes tersebut meletakkan dasar-dasar
falsafah dari negara yang mutlak, teristimewa negara kerajaan yang absolut. Menurutnya
hanya negara berbentuk kerajaan yang mutlak akan dapat menjalankan pemerintahan yang
baik.

2. John Locke

Menurut John Locke, keadaan alamiah ditafsirkan sebagai suatu keadaan manusia
hidup bebas dan sederajat, menurut kehendak hatinya sendiri. Keadaan alamiah ini sudah
bersifat sosial karena manusia hidup rukun dan tenteram sesuai dengan hukum akal (law
of reason) yang mengajarkan bahwa manusia tidak boleh mengganggu hidup, kesehatan,
kebebasan, dan milik sesamanya.

Konsepsi tentang keadaan alamiah menurut John Locke sebagai suatu keadaan of
peace, goodwill, mutual assistance, and preservation. Sekalipun keadaan itu suatu keadaan
ideal, namun Locke juga merasakan bahwa keadaan itu berpotensi menimbulkan anarki.
Hal itu disebabkan manusia hidup tanpa organisasi dan pimpinan yang dapat mengatur
kehidupan mereka.

Dalam keadaan alamiah setiap individu sederajat, baik mengenai kekuasaan maupun
hak-hak lainnya sehingga penyelenggaraan kekuasaan dan yurisdiksi dilakukan oleh
individu sendiri, berdasarkan asas timbal-balik. Setiap individu adalah hakim dari
perbuatan dan tindakannya. Oleh karena itu, dalam dirinya sendiri terkandung potensi
untuk menimbulkan kegaduhan dan kekacauan. Dengan demikian, manusia perlu
membentuk negara dengan suatu perjanjian bersama.

Dasar kontraktual dari negara dikemukakan Locke sebagai peringatan bahwa


kekuasaan tidak pernah mutlak, tetapi selalu terbatas karena dalam mengadakan perjanjian
dengan seorang atau sekelompok orang, individu-individu tidak menyerahkan seluruh hak-
hak alamiah mereka. Ada hak-hak alamiah yang merupakan hak-hak asasi yang tidak
dapat dilepaskan. Penguasa yang diserahi tugas mengatur hidup individu dalam ikatan
kenegaraan harus menghormati hak-hak asasi tersebut.

Demikian halnya dalam konstruksi perjanjian, terdapat perbedaan mendasar antara


Locke dan Hobbes. Jika Thomas Hobbes hanya mengkonstruksi satu jenis perjanjian
masyarakat saja, yaitu pactum subjectionis, John Locke mengajukan kontrak itu dalam
fungsinya yang rangkap (2 fase)

Pertama : Individu dengan individu lainnya mengadakan suatu perjanjian


masyarakat untuk membentuk suatu masyarakat politik atau negara. John Locke sekaligus
menyatakan bahwa suatu permufakatan yang dibuat berdasarkan suara terbanyak dapat
dianggap sebagai tindakan seluruh masyarakat, karena persetujuan individu-individu untuk
membentuk negara mewajibkan individu-individu lain untuk mentaati negara yang
dibentuk dengan suara terbanyak tersebut. Negara yang dibentuk dengan suara terbanyak
tidak dapat mengambil hak-hak milik manusia dan hak-hak lainnya yang tidak dapat
dilepaskan.

Kedua : John Locke menambah pactum unionis dengan suatu pactum subjectionis.
Selain itu, John Locke juga berpandangan bahwa individu mempunyai hak-hak yang tidak
dapat dilepaskan pada negara berupa life, liberty, and estate. Hak-hak itu merupakan hak-
hak kodrat yang dimiliki individu sebagai manusia, sejak ia hidup dalam keadaan alamiah.
Hak-hak itu mendahului adanya kontrak sosial yang dibuat, dan karena itu hak-hak itu
tidak bergantung pada kontrak. Bahkan, menurut John Locke, fungsi utama perjanjian
masyarakat ialah untuk menjamin dan melindungi hak-hak kodrat tersebut.

Dengan kontruksi demikian ini, Locke menghasilkan negara yang dalam


kekuasaannya dibatasi oleh hak-hak kodrat yang tidak dapat dilepaskan itu. Dengan kata
lain, ajaran ini menghasilkan negara konstitusional dan bukan negara absolut tanpa batas-
batas. Oleh karena teorinya ini, John Locke disebut sebagai "Bapak Hak-Hak Asasi
Manusia".

3. Jean Jacques Rousseau

J.J. Rousseau adalah orang yang pertama kali menggunakan istilah "Kontrak Sosial"
dengan makna dan orisinalitas yang tersendiri. Ia memisahkan suasana kehidupan manusia
dalam dua zaman, yaitu zaman pra-negara dan zaman bernegara. Keadaan alamiah itu
diumpamakannya sebagai keadaan sebelum manusia melakukan dosa, suatu keadaan yang
aman dan bahagia. Dengan anggapan seperti itu, ia memberikan corak mistis pada
pemikirannya mengenai zaman pra-negara. Dalam keadaan alamiah, hidup individu bebas
dan sederajat. Semuanya dihasilkan sendiri oleh individu dan individu itu puas. Tindakan
mereka didasarkan atas kepercayaan pada diri sendiri dan atas belas kasihan bagi
sesamanya. Dalam konstruksi ini, seseorang dalam keadaan "Noble Savage"

Manusia sadar akan adanya ancaman-ancaman potensial atas hidup dan


kebahagiaannya yang dapat menimpa diri mereka dalam keadaan alamiah itu. Dalam
keadaan seperti itu, lambat laun dapat menjadi penghalang-penghalang bagi kemajuan
individu lebih besar dari alat-alat yang ada pada individu.

Pada akhirnya keadaan alamiah itu tidak mungkin dapat dipertahankan seterusnya,
manusia dengan penuh kesadaran mengakhiri keadaan itu dengan suatu kontrak sosial atau
ketentuan perjanjian masyarakat. Dengan ketentuan-ketentuan perjanjian masyarakat
seperti itu, berlangsunglah peralihan dari keadaan alamiah ke keadaan bernegara.

J.J. Rousseau hanya mengenal perjanjian masyarakat yang sebenarnya, pactum


unionis, tidak mengenal pactum subjectionis yang membentuk pemerintah yang ditaati.
Pemerintah tidak mempunyai dasar kontraktual. Hanya organisasi politiklah yang dibentuk
dengan kontrak. Pemerintah sebagai pimpinan organisasi itu dibentuk dan ditentukan oleh
yang berdaulat dan merupakan wakil-wakilnya, yang berdaulat adalah rakyat seluruhnya
melalui kemauan umumnya.

Negara atau badan korporatif kolektif yang dibentuk itu menyatakan kemauan umum
(general will) yang tidak dapat keliru atau salah, tetapi tidak senantiasa progresif.
Kemauan umum inilah yang mutlak berdaulat. Kemauan umum tidak selalu berarti
kemauan seluruh rakyat. Ada kalanya terdapat perbedaan-perbedaan antara kemauan
umum dan kemauan seluruh rakyat. Kemauan umum selalu benar dan ditujukan kepada
kebahagiaan bersama, sedangkan kemauan seluruh rakyat juga memperhatikan
kepentingan individual merupakan keseluruhan kemauan-kemauan khusus tersebut.

Konstruksi perjanjian masyarakat J.J. Rousseau tersebut menghasilkan bentuk


negara yang kedaulatannya berada di tangan rakyat seperti kemauan umumnya J.J.
Rousseau. Jadi, peletak dasar paham kedaulatan rakyat atau jenis negara yang demokratis
adalah rakyat berdaulat dan penguasa-penguasa negara hanya merupakan wakil-wakil
rakyat.

4. Thomas Aquinas

Thomas Aquinas menganggap Tuhan sebagai principium dari semua kekuasaan.


Meskipun Tuhan memberikan principium itu kepada penguasa, rakyatlah yang
menentukan modus dan bentuknya yang tetap, dan bahwa rakyat pula yang memberikan
kepada seseorang atau segolongan orang exercitum dari kekuasaan. Oleh karena itu, teori
Thomas Aquinas ini bersifat monarcho-demokratis, yaitu bahwa di dalam ajaran tersebut
terdapat unsur-unsur monarki di samping unsur-unsur yang demokratis.

Melalui doktrin ketuhanan itu diusahakan agar kekuasaan raja mendapatkan sifatnya
yang suci. Dengan demikian, pelanggaran terhadap kekuasaan raja merupakan
pelanggaran terhadap Tuhan, karena raja dianggap sebagai wakil Tuhan.

5. Aristoteles

Aristoteles pertama kali mengemukakan teori asal mula negara dengan kalimat bahwa
teori alamiah (natural theory) tentang asal mula negara dikemukakan. Menurutnya negara
adalah ciptaan alam. Kodrat manusia membenarkan adanya negara, karena manusia
pertama-tama adalah makhluk politik (zoon politicon) dan baru kemudian makhluk sosial.
Oleh karena itu, manusia ditakdirkan untuk hidup bernegara. Manusia dapat dikatakan
sebagai manusia yang sempurna, atau beretika baik, apabila manusia hanya mengenal dua
opsi, yaitu dia binatang atau dewa. Negara adalah organisasi yang rasional dan etis yang
memungkinkan manusia mencapai tujuan dalam hidupnya, untuk mencapai yang baik dan
adil. Oleh karena itu, Aristoteles melihat tujuan dan raison d'etre dari negara adalah
memberikan dan mempertahankan hidup yang baik bagi individu. Hal ini merupakan
komponen-komponen dari negara. Harus ditambahkan dalam hal ini bahwa bagi
Aristoteles, negara adalah kota atau polis.
Daftar Pustaka
YUDHISTIRA. Asal mula terbentuknya sebuah negara. 1991.
Hassanudin Saanin. Taksonomi negara dan Kunci Identifikasi pendidikan
kewarganegaraan. Bina Cipta Jakarta. 1992.
Puslitbang Perikanan. Petunjuk terbentuknya sebuah negara. 1991.

Anda mungkin juga menyukai