Anda di halaman 1dari 3

Respon imun, baik nonspesifik maupun spesifik pada umumnya menguntungkan

bagi tubuh, berfungsi protektif terhadap inpeksi atau pertumbuhan kanker, tetapi
dapat pula menimbulkan hal yang tidak mengutungkan bagi tubuh berupa
penyakit yang disebut reaksi hipersensitivitas.

Komponen-komponen sistem imun yang bekerja pada proteksi adalah sama


dengan yang menimbulkan reaksi hipersensitivitas. Hipersensitivitas adalah
peningkatan reaktivitas atau sensitivitas terhadap antigen yang rendah
dipajankan atau dikenal sebelumnya.

a.Tipe I : reaksi IgE

Ikatan silang antara antigen dan 19 E yang diikat sel mast dan
basofil melepas mediatur vasoaktif
Manifestasi khas : anafilaksis sistematik dan lokal seperti rinitis,
asma, urtikaria, alergi makanan dan ekzem.

Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi
alergi, timbul segera sesudah tubuh terpajan dengan alergen. Yang teraktivasi
pada reaksi tipe ini adalah

a. Histamin
b. PG dan LT
c. Sitokin

Tabel mediator sekunder utama pada hipersensitivitas tipe I


Mediator Efek
LTR (SRS-A) Peningkatan permeabilitas vaskular, vasodilatasi,
sekresi mukus, kontraksi otot polos paru, kemotaktik
neutrofil
PG Vasodilatasi, kontraksi otot polos paru, agregasi
trombosit, kemotaktik neutrofil, potensiasi mediator
lainnya
Bradikinin Peningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi,
kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri
Sitokin Bervariasi
IL-1 dan TNF- Anafilaksis, peningkatan ekspresi CAM pada sel endotel
venul
IL-4 dan IL-13 Peningkatan produksi IgE
IL-3, IL-5, IL-6, IL- Berbagai efek (dapat dilihat pada sitokin)
10. TGF- dan GM-
CSF
IL4, PMN, demam Aktivasi monosit, eosinofil, demam
TNF-
FGF Fibrosis
Inhibitor protease Mencegah kimase
Lipoksin Bronkokonstriksi
Leukotrin (LTC4 LTD4 Kontraksi otot polos (jangka lama), meningkatan
LTE4) permeabilitas, kemotaksis
Leukotrin B4, 15-HETE Sekresi mukus
PAF Kemotaksis, (terutama eosinofil), bronkospasme
b. reaksi tipe II atau sitotoksik atau sitolitik

reaksi hipersensitivitas tipe II disebut juga reaksi sitotoksik atau sitolitik, terjadi
karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan
bagian sel pejamu. Reaksi diawali oleh reaksi antara antibodi dan determinan
antigen yang merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah
komplemen atau molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan.

Contoh reaksi tipe II : Reaksi transfusi, penyakit hemolitik bayi baru lahir, dan
anemia hemolitik.

c.Reaksi tipe III atau kompleks imun

Dalam keadaan normal kompleks imun dalam sirkulasi diikat dan diangkut
eritrosit ke hati, limpa dan di sana dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear,
terutama di hati, limpa dan paru tanpa bantuan komplemen. Pada umumnya
kompleks yang besar dapat dengan mudah dan cepat dimusnahkan oleh
makrofag dalam hati. Kompleks kecil dan larut sulit untuk dimusnahkan, karena
itu dapat lebih lama berada dalam sirkulasi. Diduga bahwa gangguan fungsi
fagosit merupakan salah satu penyebab mengapa kompleks tersebut sulit
dimusnahkan. Meskipun kompleks imun beradadi dalam sirkulasi untuk jangka
waktu lama, biasanya tidak berbahaya. Permasalahan akan timbul bila kompleks
imun tersebut mengendap di jaringan. Jadi pada reaksi tipe III terjadi kompleks
Ag-Ab mengaktifkan komplemen dan respons inflamasi melalui infiltrasi masif
neutrofil. Manifestasi khas: reaksi lokal sepeti arthus dan sistematik seperti
serum sickness, vaskulitis dengan nekrosis, glomerulonefritis, AR dan LES

d.Reaksi hipersensitivitas tipe IV

Baik CD4+ maupun CD8+ berperan dalam reaksi tipe IV. Sel T melepas sitokin,
bersama dengan produksi mediator sitotoksik lainnya menimbulkan respons
inflamasi yang terlihat pada penyakit kulit hipersensitivitas lambat. Contohnya
dermatitis kontak yang diinduksi oleh etilendiamine, neomisin, anestesi topikal,
antihistamin topikal dan steroid topikal. Contoh reaksi ini adalah: Lupus
eritematosus sistematik, Poliartritis nodosa, Penyakit serum, Artritis reumatoid,
Infeksi: malaria, virus, lepra, tripanosoma, Glomerulonefritis pasca streptotok,
meningitis, hepatitis.

Tabel Klasifikasi Gell dan Coombs yang dimodifikasi


(Tipe I-VI)
Mekasisme Gejala Contoh
Tipe I: IgE Anafilaksis, urtikaria, Penisilin dan -laktam
angioedem, mengi, lain, enzim, antiserum,
hipotensi, nausea, protamin, heparin
muntah, sakit abdomen, antibodi monoklonal,
diare ekstrak alergen, insulin
metamizol, fenotiazin
Tipe II : sitotoksik (IgG Agranulositosis
dan IgM)
Anemia hemolitik Penisilin, sefalosporin, -
laktam, kinidin,
trombositopenia metildopa karbamazepin,
fenotiazin, tiourasil,
sulfonamid,
antikonvulsan, kinin,
kinidin, parasetol,
sulfonamid,
propiltiourasil, preparat
emas

Tipe III : kompleks imun Panas, urtikaria, atralgia, -laktam, sulfonamid,


(IgG dan IgM) limfadenopati fenitoin, streptomisin
Serum sickness Serum xenogenetik,
penisilin, globulin anti-
timosit

Tipe IV. Hipersensitivitas Eksim (juga sistematik) Penisilin, anestetiklokal,


selular Eritema, lepuh, pruritus antihistamin topikal,
neomisin, pengawet,
eksipien (lanolin,
Fotoalergi paraben), desinfektan
Salisilanilid
Fixed drug eruption (halogeneted), asam
Lesi makulopapular nalidilik
Barbiturat, kinin
Penisilin, emas,
barbiturat, -blocker
Tipe V. Reaksi granuloma granuloma Ekstrak alergen, kolagen
larut
Tipe VI. Hipersensitivitas (LE yang diinduksi obat?) Hidralazin, prokinamid
stimulasi resistensi insulin antibodi terhadap insulin
(IgG)

Anda mungkin juga menyukai