Anda di halaman 1dari 7

VAKSIN DPT

Diskripsi :

Vaksin jerap DPT (difteri pertusis tetanus) adalah vaksin yang terdiri dari

toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah

diinaktivasi.

Indikasi :

Untuk pemberian kekebalan secara bersamaan terhadap difteri, pertusis dan

tetanus .

Kemasan :

Kemasan dalam bentuk vial .

1 box vaksin terdiri dari 10 vial

1 vial berisi 10 dosis

Vaksin berbentuk cairan

Cara pemberian dan dosis

Sebelum digukan vaksi harus dokocok terlebih dahulu agar suspense

menjadi homogen

Disuntikan secara intra muskuler dengan dosis penberian 0,5 ml sebanyak 3

kali

Dosis pertama diberikan pada umur 2 bulan , dosis selanjutnya diberikan

dengan interval paling cepat 4 minggu ( 1 bulan )

Diunit pelayanan statis, vaksi DPT yang telah dibuka hanya boleh digunakan

selama 4 minngu, dengan ketentuan .

1. Vaksin belum kadaluwarsa


2. Vaksin disimpan dalam suhu 2 oc-8oc

3. Tidak pernah terendan air

4. Sterilitasnya terjaga

5. VVM masih dalam kondisi A atau B

Sedangkan diposyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan

lagi untuk hari berikutnya

Efek samping :

Gejala-gejala yang bersifat sementara seperti :lemas, demam,kemerahan

pada tempat suntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam

tinggi, iritabilitas, meracau yang biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi.

Kontraindikasi :

Gejala- gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala

seruis keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis.anak

yang mengalami gejala-gejala parah pada dosisi pertama, kompenen

pertusis harus dihindarkan pada dosis ke dua, dan untuk meneruskan

imunisasinya dapat diberikan DT.

IMUNISASI DIFTERI PERTUSIS TETANUS (DPT)

Dr. Suparyanto, M.Kes

IMUNISASI DIFTERI PERTUSIS TETANUS (DPT)

PENGERTIAN IMUNISASI DPT

Imunisasi adalah suatu upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit
dengan cara memasukkan kuman atau produk kuman yang sudah dilemahkan atau
dimatikan kedalam tubuh. Dengan memasukkan kuman atau bibit penyakit tersebut
diharapkan tubuh dapat menghasilkan zat anti yang ada pada saatnya nanti digunakan
tubuh untuk melawan kuman atau bibit penyakit yang menyerang tubuh.
Imunisasi adalah memasukkan vaksin kedalam tubuh untuk membuat zat anti untuk
mencegah penyakit.

Vaksin adalah suatu bahan yang terbuat dari kuman, komponen kuman, atau racun kuman
yang telah dilemahkan atau dimatikan. Vaksin difteria terbuat dari toksin kuman difteri
yang telah dilemahkan. Vaksin Tetanus yaitu toksin kuman tetanus yang telah dilemahkan
dan kemudian dimurnikan. Vaksin Pertusis terbuat dari kuman Bordetella Pertusis yang
telah dimatikan. Selanjutnya ketiga vaksin ini dikemas bersama yang dikenal dengan
vaksin DPT.

Imunisasi DPT adalah upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit Difteri,
Pertusis, Tetanus dengan cara memasukkan kuman difteri, pertusis, tetanus yang telah
dilemahkan dan dimatikan kedalam tubuh sehingga tubuh dapat menghasilkan zat anti
yang pada saatnya nanti digunakan tubuh untuk melawan kuman atau bibit ketiga
penyakit tersebut (Markum, 2005).

Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis dan Tetanus) merupakan imunisasi yang digunakan
untuk mencegah terjadinya penyakit difteri. Imunisasi DPT ini merupakan vaksin yang
mengandung racun kuman difteri yang telah dihilangkan sifat racunnya akan tetapi masih
dapat merangsang pembentukkan zat anti (toksoid). Frekuensi pemberian imunisasi DPT
adalah tiga kali, dengan maksud pemberian pertama zat anti terbentuk masih sangat
sedikit (tahap pengenalan) terhadap vaksin dan mengaktifkan organ-organ tubuh
membuat zat anti, kedua dan ketiga terbentuk zat anti yang cukup (Alimul, 2008)

MANFAAT IMUNISASI DPT DASAR

Salah satu upaya agar anak-anak jangan sampai menderita suatu penyakit adalah dengan
jalan memberikan imunisasi. Dengan imunisasi ini tubuh akan membuat zat anti dalam
jumlah banyak, sehingga anak tersebut kebal terhadap penyakit. Jadi tujuan imunisasi
DPT adalah membuat anak kebal terhadap penyakit Difteri, Pertusis, Tetanus.

Selain itu manfaat pemberian imunisasi DPT adalah :

1. Untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu yang bersamaan terhadap penyakit
difteri, pertusis (batuk rejan), tetanus.

2. Apabila terjadi penyakit tersebut, akan jauh lebih ringan dibanding terkena penyakit
secara alami.

Secara alamiah sampai batas tertentu tubuh juga memiliki cara membuat kekebalan tubuh
sendiri dengan masuknya kuman-kuman kedalam tubuh. Namun bila jumlah yang masuk
cukup banyak dan ganas, bayi akan sakit. Dengan semakin berkembangnya teknologi
dunia kedokteran, sakit berat masih bisa ditanggulangi dengan obat-obatan. Namun
bagaimanapun juga pencegahan adalah jauh lebih baik dari pada pengobatan (Markum,
2005).

JENIS-JENIS PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI DPT

a. Difteri

Penyakit difteria disebabkan oleh sejenis bakteria yang disebut Corynebacterium


diphtheriae. Sifatnya sangat ganas dan mudah menular. Seorang anak akan terjangkit
difteria bila ia berhubungan langsung dengan anak lain sebagai penderita difteri atau
sebagai pembawa kuman (karier) : yaitu dengan terhisapnya percikan udara yang
mengandung kuman. Bila anak nyata menderita difteri dapat dengan mudah dipisahkan.
Tetapi seorang karier akan tetap berkeliaran dan bermain dengan temannya karena
memang ia sendiri tidak sakit. Jadi, ditinjau dari segi penularannya, anak karier ini
merupakan sumber penularan penyakit yang sulit diberantas. Dalam hal inilah perlunya
dilakukan imunisasi. Dengan imunisasi anak akan terhindar, sedangkan temannya yang
belum pernah mendapat imunisasi akan tertular penyakit difteri yang diperoleh dari
temannya sendiri yang menjadi karier.

Anak yang terjangkit difteri akan menderita demam tinggi. Selain pada tonsil (amandel)
atau tenggorok terlihat selaput putih kotor. Dengan cepat selaput ini meluas ke bagian
tenggorok sebelah dalam dan menutupi jalan nafas, sehingga anak seolah-olah tercekik
dan sukar bernafas. Kegawatan lain pada difteri adalah adanya racun yang dihasilkan
oleh kuman difteri. Racun ini dapat menyerang otot jantung, ginjal dan beberapa serabut
saraf. Kematian akibat difteri sangat tinggi biasanya disebabkan anak tercekik oleh
selaput putih pada tenggorok atau karena jantung akibat racun difteria yang merusak otot
jantung (Markum, 2005).

b. Pertusis

Pertusis atau batuk rejan, atau yang lebih dikenal dengan batuk seratus hari, disebabkan
oleh kuman Bordetella Pertusis. Penyakit ini cukup parah bila diderita anak balita,
bahkan dapat berakibat kematian pada anak usia kurang dari 1 tahun. Gejalanya sangat
khas, yaitu anak tiba-tiba batuk keras secara terus menerus, sukar berhenti, muka menjadi
merah atau kebiruan, keluar air mata dan kadang-kadang sampai muntah. Karena batuk
yang sangat keras, mungkin akan disertai dengan keluarnya sedikit darah. Batuk akan
berhenti setelah ada suara melengking pada waktu menarik nafas, kemudian akan tampak
letih dengan wajah yang lesu. Batuk semacam ini terutama terjadi pada malam hari.

Bila penyakit ini diderita oleh seorang bayi, terutama yang baru berumur beberapa bulan,
akan merupakan keadaan yang sangat berat dan dapat berakhir dengan kematian akibat
suatu komplikasi (Markum, 2005).

c. Tetanus
Penyakit Tetanus masih terdapat diseluruh dunia, karena kemungkinan anak untuk
mendapat luka tetap ada. Misalnya terjatuh, luka tusuk, luka bakar, koreng, gigitan
binatang, gigi bolong, radang telinga. Luka tersebut merupakan pintu masuk kuman
tetanus yang dikenal sebagai Clostridium tetani. Kuman ini akan berkembang biak dan
membentuk racun yang berbahaya. Racun inilah yang merusak sel susunan saraf pusat
tulang belakang yang menjadi dasar timbulnya gejala penyakit. Gejala tetanus yang khas
adalah kejang, dan kaku secara menyeluruh, otot dinding perut yang teraba keras dan
tegang seperti papan, mulut kaku dan sukar dibuka (Markum, 2005).

JADWAL PEMBERIAN IMUNISASI

Imunisasi dasar DPT diberikan tiga kali, karena saat imunisasi pertama belum memiliki
kadar antibody protektif terhadap difteri dan akan memiliki kadar antibody setelah
mendapatkan imunisasi 3 kali dengan interval 4 minggu.

Imunisasi DPT tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan anak yang
menderita penyakit kejang demam kompleks. Jika tidak boleh diberikan pada anak
dengan batuk yang diduga mungkin sedang menderita batuk rejan. Bila pada suntikan
DPT pertama terjadi reaksi yang berat maka sebaiknya suntikan berikut jangan diberikan
DPT lagi melainkan DT saja (tanpa P).

DPT biasanya tidak diberikan pada anak usia kurang dari 6 minggu, disebabkan respon
terhadap pertusis dianggap tidak optimal, sedangkan respon terhadap tetanus dan difteri
adalah cukup baik tanpa memperdulikan adanya antibody maternal (Markum, 2005).

Kekebalan terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian
vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan
ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan. Dosis penyuntikan 0,5 ml
diberikan secara subkutan atau intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan
sebanyak 3 kali dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah
penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan dan reaksi lokal tempat
penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti suhu yang terlalu tinggi, kejang,
kesadaran menurun, menangis yang berkepanjangan lebih dari 3 jam, hendaknya
pemberian vaksin DPT diganti dengan DT. (Depkes RI, 2005).

EFEK SAMPING IMUNISASI DPT

Kira-kira pada separuh penerima DPT akan terjadi kemerahan, bengkak dan nyeri pada
lokasi injeksi. Proporsi yang sama juga akan menderita demam ringan. Anak juga sering
gelisah dan menangis terus menerus selama beberapa jam pasca suntikan. Kadang-
kadang terdapat efek samping yang lebih berat seperti demam tinggi atau kejang yang
biasanya disebabkan oleh unsur pertusisnya (Markum, 2005).
Efek samping pada DPT mempunyai efek ringan dan efek berat, efek ringan seperti
pembengkakan dan nyeri pada tempat penyuntikan dan demam, sedangkan efek berat
dapat menangis hebat kesakitan kurang lebih empat jam, kesadaran menurun, terjadi
kejang, ensefalopati, dan shock (Alimul, 2008).

DAFTAR PUSTAKA

1. Alimul, Aziz. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta : Salemba
Medika.

2. Alimul, Aziz. 2008. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.

3. Azhali. (2008). Program Imunisasi. (http://www.nakita.com, diakses 16 Maret 2009).

4. Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

5. Azwar, S. 2008. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Jakarta : Pustaka Pelajar.

6. Dino. 2004. Masalah Imunisasi BGC. (http://www.nakita.com, diakses 16 Maret 2009.

7. Depkes RI. 2005. Jadwal Pemberian Imunisasi. (http://www.depkes.com, diakses 18


Maret 2009.

8. Depkes RI. 2006. Buku Kesehatan Ibu Dan Anak. Jakarta.

9. Depdiknas. 1996. Pelayanan Posyandu. (http://www.blogger.com, diakses 18 Mei 2009.

10. Dinkes Jatim. 2006. Cakupan Imunisasi. (http://www.dinkesjatim.com, diakses 16 Maret


2009.

11. Markum. 2005. Imunisasi DPT. (http://www.blogger.com, diakses 17 Maret 2009.

12. Nelson. 2000. Kendala Utama Imunisasi. (http://www.worpress.com, diakses 17 Maret


2009.

13. Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.

14. Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.

15. Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan :
Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.

16. Poerwadarminta, W.J.S. 2007. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai pustaka
cetakan 10.
17. Purwanto. 2000. Faktor-faktor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi.
(http://www.worpress.com, diakses 18 Mei 2009).

18. Sarwono. 2005. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka:Jakarta.

19. Sebastian. 2008. Keluarga Sehat Keluarga Bahagia. (http://www.worpress.com, diakses


17 Maret 2009).

20. Soekanto. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rineka Cipta.

21. Sugiyono. 2006. Statistika Untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

22. Suliha. 2001. Pelayanan Kesehatan Bagi Masyarakat. (http://www.worpress.com, diakses


18 Mei 2009.Suliswati, 2005. Kosep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. EGC. Jakarta.

23. Stuart, G. W. 2003. Principles and Practice Of Psychiatric. Nursing. USA. Mosby.

24. Stuart, G.W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta. EGC.

Anda mungkin juga menyukai