Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PRAKTIKUM FITOKIMIA

SKRINING FITOKIMIA

Disusun oleh:
Nadya Anggi Anggraini 132210101037
Syafi Mirza 132210101084
Muhammad Iqbal M. H. 132210101104
Stevanus Ary Pratama 142210101002
Della Karissa Putri 142210101004
Nimatin Choiroh 142210101006
Alfia Septiana 142210101010
Devi Ayu Larasati 142210101014
Zahra Puspa Diani 142210101016
Liya Sanjaya 142210101018
Mochammad Rafli T. 142210101020
Sheila Aprillia Izzati 142210101022
Virgina Sekar Ayu 142210101026
Ulfatul Munawaroh 142210101030

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2016
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fitokimia atau kimia tumbuhan mempelajari aneka ragam senyawa
organik yang dibentuk dan ditimbun oleh tumbuhan yaitu mengenai struktur
kimianya, biosintesisnya, perubahan serta metabolismenya, penyebarannya secara
alamiah serta fungsi biologinya. Tumbuhan menghasilkan berbagai macam
senyawa kimia organik, senyawa kimia ini bias berupa metabolit primer maupun
metabolit sekunder. Kebanyakan tumbuhan menghasilkan metabolit sekunder,
metabolit sekunder juga dikenal sebagai hasil alamiah metabolisme. Hasil dari
metabolit sekunder lebih kompleks dibandingkan dengan metabolit primer.
Berdasarkan asal biosintetiknya, metabolit sekunder dapat dibagi ke dalam tiga
kelompok besar yakni terpenoid (triterpenoid, steroid, dan saponin) alkaloid dan
senyawa-senyawa fenol (flavonoid dan tanin) (Simbala, 2009).
Skrining fitokimia atau penapisan kimia adalah tahapan awal untuk
mengidentifikasi kandungan kimia yang terkandung dalam tumbuhan, krna pada
tahap ini kita bisa mengetahui golongan senyawa kimia yang dikandung
tumbuhan yang sedang kita uji/teliti. Untuk mengetahui kandungan kimia yang
berkhasiat obat pada bahan alam, maka perlu dilakukan analisis
kuantitatif/identifikasi terhadap senyawa-senyawa tersebut dengan uij pereaksi
kimia dan Kromatografi Lapis Tipis (KLT).
Kelompok atau golongan yang didapat dari skrining fitokimia adalah
golongan alkaloid, Flavonoid, saponin, terpenoid, polifenol, tannin, antrakinon
dan lainnya.
Alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau
lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari system siklik.
Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dan banyak mempunyai kegiatan
fisiologis yang menonjol, jadi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan.
Uji sederhana, tapi sama sekali tidak sempurna untuk alkaloid dalam daun atau
buah segar adalah rasa pahitnya di lidah. (Harborne, 1996).
Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida, golongan terbesar flavonoid
berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai karbon dengan salah

1
satu dari cincin benzene. Efek flavonoid terhadap macam-macam organism sangat
banyak macamnya dan dapat menjelaskan mengapa tumbuhan yang mengandung
flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional. Flavonoid tertentu merupakan
komponen aktif tumbuhan yang digunakan secara tradisional untuk mengobati
gangguan hati. (Robinson, 1995).
Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat menimbulkan busa
jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan
hemolisis sel darah merah. Saponin digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis
hormon steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan. Dua jenis saponin yang
sering dikenal yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid
tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis saponin ini larut
dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter (Robinson, 1995).
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik
yaitu skualena. Triterpenoid dapat digolongkan menjadi triterpena sebenarnya,
steroid, saponin dan glikosida jantung. (Harborne, 1996).
Polifenol adalah kelompok zat kimia yang ditemukan pada tumbuhan. Zat
ini memiliki tanda khas yakni memiliki banyak gugus fenol dalam molekulnya.
Fenol sendiri merupkan struktur yang terbentuk dari benzene tersubtitusi dengan
gugus -OH. Gugus -OH yang terkandung merupakan aktivator yang kuat dalam
reaksi subtitusi aromatik elektrofilik.
Antrakinon merupakan senyawa turunan antrasena yang diperoleh dari
reaksi oksidasi antrasena. Golongan ini memiliki aglikon yang sekerabat dengan
antrasena yang memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan
(atom C9 dan C10), larut dalam air panas atau alkohol encer. Antrakinon yang
mengandung gugus karboksilat dapat diekstraksi dengan penambahan basa,
misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi antrakinon adalah antron
denantranol terdapat bebas di alam atau sebagai glikosida.
Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae
terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi
dengan protein membentuk kepolumer mantap yang tidak larut dalam air. Secara
kimia terdapat dua jenis utama tanin yang tersebar tidak merata dalam dunia
tumbuhan. Tanin terkondensasi hampir terdapat di dalam paku pakuan dan

2
gimnospermae, serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis
tumbuhan berkayu. Sebaliknya tanin yang terhidrolisis penyebarannya terbatas
pada tumbuhan berkeping dua.

1.2 Rumusan Masalah


a. Bagaimana proses skrining fitokimia pada ekstrak simplisia?
b. Apa saja kandungan kimia yang terdapat pada ekstrak simplisia?
c. Bagaimana hasil perobaan yang didapat dibandingkan dengan literatur?

1.3 Tujuan Praktikum


Praktikum skrining fitokimia ini bertujuan untuk :
a. Mengetahui apa yang dimaksut dengan skrining fitokimia
b. Mengetahui proses dari skrining fitokimia pada ekstrak simplisia
c. Mengetahui kandungan kimia pada ekstrak simplisia
d. Membandingkan hasil percobaan yang dilakukan dengaan literatur.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan skrining fitokimia meliputi analisis kualitatif kandungan kimia


dalam tumbuhan atau bagian tumbuhan (akar, batang, daun, bunga, buah, biji) terutama
kandugan metabolit sekunder yang bioaktif yaitu alkaloid, antrakinon, flavonoid,
glikosida jantung, kumarin, saponin, tanin (polifenolat), minyak atsiri (terpenoid), dan
sebagainya. Adapun tujuan utama pendekatan skrining fitokimia adalah untuk
mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan yang
berguna untuk pengobatan (Robinson, 1995).
Pada proses skrining fitokimia, dilakukan sortasi basah artinya adalah pemisahan
kotoran-kotoran atu bahan-bahan asing lainnya yang terdapat dalam simplisia.
Contohnya pada simplisia yang dibuat dari suatu akar tanaman obat biasanya seperti
tanah, krikil, rumput, batang, daun, akar, yang sudah rusak dan pengotor lainnya harus
dibuang (Agoes, 2007).
Peneliti bahan alami yang bertujuan untuk mencari tumbuhan atau senyawa
kandungan melakukan dua pendekatan, yaitu :
1. Pendekatan fitofarmakologi
2. Pendekatan penapisan (skrining) fitokimia
Metode yang digunakan atau yang dipilih untuk melakukan skrining fitokimia
harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain :
1. Sederhana
2. Cepat
3. Dapat dilakukan dengan peralatan minimal
4. Selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari
5. Bersifat semikuantitatif, yaitu memiliki batas kepekaan untuk senyawa ynag
dipelajari
6. Dapat memberikan keterangan tambahanada/tidaknya suatu senyawa tertentu dari
golonga senyawa yang dipelajari (Robinson, 1995).
Pada identifikasi suatu kandungan tumbuhan, setelah kandungan itu diisolasi dan
dimurnikan. Pertama-tama harus ditentukan dahuu golongannya, kemudian barulah
ditentukan jenis senyawa dalam golongan tersebut. Identifikasi lengkap dalam
golongan senyawa dan pada pengukuran sifat/ciri lain yang kemudian dibandingkan

4
dengan data dalam pustaka. Pemisahan dan pemurnian kandungan tumbuhan terutama
dilakukan dengan menggunaka salah satu dari 4 teknik kromatografi atau gabungan
teknik tersebut. Keempat teknik tersebut adalah kromatografi kertas (KKT),
kromatografi gas cair (KGC), kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi cair kinerja
tinggi (KCKT). Pemilihan kromatografi sebagian besar bergantung pada sifat kelarutan
dan keatsirian senyawa yang akan dipisah (Harbone, 1987).
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar, fase
diamnya berupa lapisan seragam pada permukaan bidang datar yang didukung oleh
lempeng kaca, plat aluminium, atau plat plastik. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel
fase diam dan semakin sempit kisaran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam
hal efisiensinya dan resolusinya. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang
akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara
menaik atau kkarena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (Gandjar,
2009).
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaannya
maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Faktor-faktor yang berpengaruh
adalah: bahan baku simplisia, proses pembuatan dan cara penyimpanan, pada umumnya
tahapnya sebgai berikut: pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian,
peranjangan, sortasi kering, penyimpanan dan pemeriksaan mutu. Berbagai senyawa,
secara tradisional tidak dikelompokkan menjadi satu tetap biasanya dikelompokkan
kedalam minyak atsiri, steroid, alkaloid, pigmen, glikosida, dan lain-lain (Robinson,
1995).
Kromatografi adalah metode fisika untuk pemisahan, dimana komponen yang
akan dipisahkan didistribusikan antar dua fase salah satunya adalah lapisan stasioner.
Pada kromatografi lapis tipis, fase cair berupa lapisan tipis yang terdiri dari bahan padat
yang dilapiskan kepermukaan penyangga dasar yang biasanya terbuat dari kaca, tapi
dapat pula terbuat fdari plat polimer atau logam (Agoes, 2007).
Skrining fitokimia adalah metode analisis untuk menentukan jenis metabolit
sekunder yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan karena sifatnya yang dapat bereaksi
secara khas dengan pereaksi tertentu. Skrining fitokimia dilakukan melalui serangkaian
pengujian dengan menggunakan pereaksi tertentu. Beberapa jenis pereaksi yang dapat
digunakan untuk skrining fitokimia antara lain.
a. Alkaloid

5
Metoda klasifikasi alkaloid yang paling banyak digunakan adalah
berdasarkan struktur nitrogen yang dikandungnya. Secara umum senyawa alkaloid
diekstrak dari tumbuhan menggunakan beberapa pelarut untuk menghilangkan
lemak yang tercampur, kemudian ekstraknya dibasakan dengan larutan NH3 10%
dan Al2O3. Campuran ini selanjutnya dipisahkan secara kromatografi kolom dan
diidentifikasi. Identifikasi senyawa alkaloid dapat dilakukan dengan metoda fisika,
dengan cara penyinaran kromatogram di bawah sinar ultraviolet 254 nm dan 366
nm. Beberapa alkaloid memberikan warna fluoresensi biru atau kuning di bawah
sinar tersebut, serta metoda kimia dengan menggunakan pereaksi tertentu, seperti
pereaksi dragendorf membentuk endapan jingga-merah
Reaksi Mayer. Hasil positif alkaloid pada uji Mayer ditandai dengan
terbentuknya endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks
kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium(II) klorida
ditambah kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium(II)
iodida. Jika kalium iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk
kalium tetraiodomerkurat(II) (Svehla, 1990). Alkaloid mengandung atom nitrogen
yang mempunyai pasangan elektron bebas sehingga dapat digunakanuntuk
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam (Mc Murry, 2004). Pada uji
alkaloid dengan pereaksi Mayer, diperkirakan nitrogen pada alkaloid akan bereaksi
dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk kompleks
kalium-alkaloid yang mengendap. Perkiraan reaksi yang terjadi pada uji Mayer
ditunjukkan pada Gambar.

Reaksi Wagner.Hasil positif alkaloid pada uji Wagner ditandai dengan


terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan
tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Wagner, iodin bereaksi
dengan ion I- dari kalium iodida menghasilkan ion I3. yang berwarna coklat. Pada
6
uji Wagner, ion logam K+ akan membentuk ikatan kovalen koordinat dengan
nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks kalium-alkaloid yang mengendap.
Reaksi yang terjadi pada uji Wagner ditunjukkan pada Gambar.

7
KLT dengan pereaksi Degandorf. Hasil positif alkaloid pada uji
Dragendorff juga ditandai dengan terbentuknya endapan coklat muda sampai
kuning. Endapan tersebut adalah kalium-alkaloid. Pada pembuatan pereaksi
Dragendorff, bismut nitrat dilarutkan dalam HCl agar tidak terjadi reaksi hidrolisis
karena garam-garam bismut mudah terhidrolisis membentuk ion bismutil (BiO+),
yang reaksinya ditunjukkan pada Gambar.
3+ + +
Bi + H2O BiO + 2H

3+
Agar ion Bi tetap berada dalam larutan, maka larutan itu ditambah

3+
asam sehingga kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri. Selanjutnya ion Bi
dari bismut nitrat bereaksi dengan kalium iodida membentuk endapan hitam
Bismut(III) iodida yang kemudian melarut dalam kalium iodida berlebih
membentuk kalium tetraiodobismutat (Svehla, 1990). Pada uji alkaloid
dengan pereaksi Dragendorff, nitrogen digunakan untuk membentuk ikatan kovalen
koordinat dengan K+ yang merupakan ion logam. Reaksi pada uji Dragendorff
ditunjukkan pada Gambar (Miroslav, 1971). Untuk menegaskan hasil positif
alkaloid yang didapatkan,dilakukan uji Mayer, Wagner dan dragendorff pada fraksi
CHCl3 dan fraksi air dari sampel.

(Soerya, Venty, & Suyono, 2005)

8
b. Glikosida saponin, triterpenoid, dan steroid
Uji Buih.
Timbulnya busa pada uji Forth menunjukkan adanya glikosida yang
mempunyai kemampuan membentuk buih dalam air yang terhidrolisis menjadi
glukosa dan senyawa lainnya. Reaksi pembentukan busa pada uji saponin
ditunjukkan pada gambar. Selain uji Forth juga dilakukan uji Lieberman- Burchard
yang merupakan uji karakteristik untuk sterol tidak jenuh dan triterpen

c. Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada
tanaman hijau, kecuali alga. Flavonoid yang lazim ditemukan pada tumbuhan
tingkat tinggi (Angiospermae) adalah flavon dan flavonol dengan C- dan O-
glikosida, isoflavon C- dan Oglikosida, flavanon C- dan O-glikosida, khalkon
dengan C- dan O-glikosida, dan dihidrokhalkon, proantosianidin dan antosianin,
auron O-glikosida, dan hihidroflavonol O-glikosida. Golongan flavon, flavonol,
flavanon, isoflavon, dan khalkon juga sering ditemukan dalam bentuk aglikonnya
Menurut Markham (1988), flovonoid tersusun dari dua cincin aromatis yang dapat
atau tidak dapat membentuk cincin ketiga dengan susunan C6-C3-C6. Flavonoid
merupakan termasuk senyawa fenolik alam yang potensial sebagai antioksidan dan
mempunyai bioaktifitas sebagai obat. Struktur flavonoid dapat ditunjukkan pada
Gambar

9
10
Uji Wilstater cyanidin biasa digunakan untuk mendeteksi senyawa yang
mempunyai inti benzopyron. Warna orange yang terbentuk pada uji Bate Smith-
Mertcalf dan warna merah pada uji Wilstater disebabkan karena terbentuknya
garam flavilium (Achmad, 1986) seperti pada Gambar.

(Soerya, Venty, & Suyono, 2005)

d. Polifenol dan tanin


Tanin merupakan senyawa polifenol yang berarti termasuk dalam senyawa
fenolik. Tanin dapat bereaksi dengan protein membentuk kopolimer mantap yang
tak larut dalam air. Terdapat 2 jenis utama tanin yaitu tanin terkondensasi, tersebar
pada paku-pakuan, angiospermae dan gymnospermae; dan tanin terhidrolisis,
terdapat pada tumbuhan berkeping dua. Tanin dapat dideteksi dengan sinar UV
pendek berupa bercak lembayung yang bereaksi positif dengan setiap pereaksi fenol
baku. Elagitanin (tanin terhidrolisis) bereaksi khas dengan asam nitrit (NaNO 2
ditambah dengan asam asetat) membentuk warna merah cerah yang kian lama
berubah menjadi biru indigo (Harborne, 1987).
Adanya tanin akan mengendapkan protein pada gelatin. Tanin bereaksi
dengan gelatin membentuk kopolimer mantap yang tidak larut dalam air (Harborne,
1996). Reaksi ini lebih sensitif dengan penambahan NaCl untuk mempertinggi
penggaraman dari tanin-gelatin.

e. Antrakinon
Antrakinon (9,10-dioxoanthracene) merupakan senyawa organik aromatic
dan merupakan turunan dari antrasena. Glikosida antrakinon mempunyai efek
laksatif atau purgatif. Contoh dari glikosida antrakinon antara lain emodin (pada
11
Rhei radix, Rhamni frangulae), aloe emodin (pada Aloe folium), senosida A dan

senosida B (pada Sennae folium). Struktur antrakinon adalah sebagai berikut :


Antrakinon berfungsi sebagai stimulan katartika dengan cara meningkatkan
tekanan otot polos pada dinding usus besar. Aksinya akan terasa sekitar 6 jam
kemudian atau lebih lama. Mekanisme aksinya diduga bahwa antrakinon dan
antranol dan turunannya berpengaruh terhadap transpor ion dalam sel kolon dengan

-
menghambat kanal ion Cl

Masalah yang biasa terjadi adalah kesalahan menafsirkan hasil analisis


pengujian/skrining, seperti : reaksi positif palsu adalah hasil pengujian menyatakan
ada (positif), tapi sebenarnya tidak ada (negatif), hal ini bisa disebabkan kesalahan
alat, atau pengaruh senyawa yang memiliki kesamaan sifat maupun struktur atom
yang identik reaksi negatif palsu adalah hasil pengujian menyatakan tidak ada
(negatif), tapi sebenarnya ada (positif), hal ini bias disebabkan kurang
sensitifnya alat, atau karena kadar didalam bahan uji terlalu sedikit, atau bahan
ujinya (ekstrak simplisia) tidak memenuhi syarat, oleh karena itu senyawa yang
tadinya ada hilang/rusak karna reaksi enzimatik maupun hidrolisis.

12
BAB III
METODOLOGI DAN HASIL PRAKTIKUM

3.1 Alat
1. Skrining Fitokimia : magnetic stirrer, hot plate stirrer, rotary evaporator,
Erlenmeyer
2. Identifikasi senyawa golongan alkaloid : penangas air, lempeng KLT, penotol
mikro, kertas saring, gelas ukur, Erlenmeyer, cawan porselen, batang
pengaduk, corong kasa, tabung reaksi, pipet, chamber.
3. Identifikasi glikosida saponin, triterpenoid dan steroid : tabung reaksi, corong
berisi kapas, penangas air, penotol mikro, lempeng KLT, gelas ukur, pipet
tetes, Erlenmeyer, chamber.
4. Identifikasi senyawa golongan flavonoid : penangas air, tabung reaksi,
lempeng KLT, penotol mikro, pipet tetes, vortex, Erlenmeyer, gelas ukur,
chamber.
5. Identifikasi senyawa golongan polifenol dan tannin : pipet tetes, kertas saring,
lempeng KLT, penotol mikro, vortex, erlenmyer, chamber, gelas ukur, corong
kaca.
6. Identifikasi senyawa golongan antrakinon : corong pisah, tabung reaksi,
lempeng KLT, kertas saring, vortex, chamber, Erlenmeyer, penangas air,
penotol mikro, gelas ukur.

3.2 Bahan
1. Skrining fitokimia : simplisia X, etanol / methanol 80%
2. Identifikasi senyawa golongan alkaloid : ekstrak simplisia X, HCl 2N, NaCl,
pereaksi Mayer, pereaksi Wagner, NH4OH 28 %, kloroform bebas air,
methanol, kiesel gel GF 254, etil asetat, pereaksi dragendorf, air.
3. Identifikasi glikosida saponin, triterpenoid dan steroid : ekstrak simplisia X,
air suling, etanol, asam asetat anhidrat, H2SO4 pa, HCl 2N, etil asetat, n-
heksana, anisaldehida asam sulfat, antimon klorida.
4. Identifikasi senyawa golongan flavonoid : ekstrak simplisia X, n-heksana,
etanol, HCl pa, 4 potong magnesium, air suling, butanol, asam asetat glacial,
pereaksi sitrat borat / uap ammonia.
5. Identifikasi senyawa polifenol dan tannin : ekstrak simplisia X, aquadest
panas, NaCl 10%, FeCl3, larutan gelatin, kloroform, etil asetat.

13
6. Identifikasi senyawa golongan antrakinon : ekstrak simplisia X, air suling,
toluene, ammonia, KOH 5N, H2SO4 encer, asam asetat glacial, etil, larutan
10% KOH dalam methanol.

3.3 Cara Kerja


1 Skinning Fitokimia

Memasukkan 500 gram serbuk kering ke dalam Erlenmeyer yang telah


dilengkapi dengan pengaduk magnetic (magnetic stirrer)

Menambahkan etanol atau methanol 80% pada serbuk sebanyak 4,5x


bobot serbuk

Memanaskan serbuk yang telah terbasahi pelarut selama 2 jam pada


suhu 50-60oC dengan pengadukan diatas lempeng pemanas berpengaduk
(hot plate stirrer)

Memisahkan filtrate dari ampas dengan penyaringnya

Memekatkan filtrate yang diperoleh dengan penguap putar (rotary


evaporator) atau dipanaskan di atas penangas air hingga diperoleh
ekstrak kental yang siap digunakan untuk penapisan fitokimia.

2 Identifiksasi senyawa golongan alkaloid


a Penyiapan sampel

Menambah ekstrak sebanyak 0,3 gram dengan 5ml HCl 2N lalu


dipanaskan di atas penangas air selama 2-3 menit dan diaduk

Menambahkan 0,3 gram NaCl setelah dingin, diaduk rata kemudian


disaring

Mengambil filtrate yang diperoleh lalu ditambah 5 ml HCl 2N dan


dibagi menjadi tiga bagian yang disebut larutan IA, IB, dan IC

b Reaksi pengendapan

14
Menambah larutan IA dengan pereaksi mayer

Menambah larutan IB dengan pereaksi wagner dan larutan IC dipakai


sebagai blanko

Adanya kekeruhan / endapan menunjukkan adanya alkaloid


c Kromatografi lapis tipis

Menambah larutan IC dengan NH4OH 28% sampai larutan m,enjadi


basah dan didiamkan selama 30 menit

Mengekstraksi dengan 5 ml Klorofom bebas air lalu disaring

Menguatkan filtrate sampai kering, lalu dilarutkan dalam methanol dan


siap untuk pemeriksaan dengan KLT

Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkaloid dalm ekstrak

3 Identifiksasi glikosida saponin triterpenoid dan steroid


A Uji Buih

Memasukkan 0,3 gram ekstrak ke dalam tabung reaksi

Menambahkan air suling sebanyak 10 ml, dikocok kuat kuat selama 30


detik

Mengetes buih positif mengandung saponin bila terjadi buih yang stabil
selama lebih dari 30 menit dengan tinggi 3 cm diatas permukaan cairan

B Reaksi Warna

Melarutkan 0,3 gram ekstrak dalam 15 ml Etanol

Membagi larutan menjadi iga bagian masing-masing 15 ml, disebut


sebagai larutan IIA, IIB, dan IIC

15
a Uji Liebermann Burchard

Larutan IIA digunakan sebagai blanko

Menambah larutan IIB sebanyak 5 ml dengan 3 tetes asam asetat


anhidrat dan 1 tets H2SO4 pa

Menggojok perlahan larutan campuran dan diamati perubahan warnanya

Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya sapolin steroid, warna


merah-ungu menunjukkan adanya triterpen steroid, dan warna kuning
muda menunjukkan adanya saponin jenuh

b Uji Salkowski

Larutan IIA digunakan sebagai blanko

Menambah larutan IIC sebanyak 5 ml dengan 1-2 ml H2SO4 pa melalui


dinding tabung reaksi

Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin berwarna


merah

C Identifikasi sapogenin steroid / triterpenoid secara KLT

Menambah ekstrak 0,5 gram dengan 5 ml HCl 2N dididihkan dan


ditutup dengan corong berisi kapas basah selama 2 jam untuk
menghidrolisis sapolin

Menetralkan dengan ammonia setelah dingin, lalu ekstraksi dengan 3 ml


n-heksana sebanyak 3 kali

Menguapkan ekstrak sampai tinggal 0,5 ml, lalu totolkan pada KLT

16
Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinya warna merah ungu
(ungu) untuk anisaldehida asam sulfatdan merah muda untuk antimon
klorida

D Identifikasi terpenoid / steroid bebas secara KLT

Menambah sedikit ekstrak dengan beberapa tetes etanol

Mengaduk sampai larut, totolkan pada fase diam, lalu uji kromatografi
lapis tipis

Adanya steroid atau terpenoid ditunjukkan dengan terjadinya warna


merah ungu (ungu)

4 Identifikasi senyawa golongan Flavonoid


a Reaksi warna

Mengocok 0,3 gram ekstrak dengan 3 ml n-heksana berkali-kali sampai


ekstrak n-heksana tidak berwarna

Melarutkan residu dalam Etanol dan dibagi menjadi 4 bagian yang


disebut sebagai larutan IIIA, IIIB, IIIC, dan IIID

b Uji Bate-Smith dan Metcalf

Larutan IIIA sebagai blanko

Menambah larutan IIIB dengan 0,5 ml HCl pa dan diamati perubahan


warna yang terjadi

Memanaskan larutan diatas pemanas air dan diamati lagi perubahan


warna yang terjadi

Apabila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu


menunjukkan adanya senyawa Leukoantosianin (dibandingkan dengan
blanko)

c Uji Wilstater

17
Larutan IIIA sebagai blanko

Menambah larutan IIIC dengan 0,5 ml HCl pa dan 4 potong magnesium


lalu diamati warna yang terjadi

Mengencerkan dengan air suling lalu ditambahkan 1 ml Butanol


kemudian warna yang terjadi disetiap lapisan diamati

Perubahan warna merah-jingga menunjukkan adanya Flavon, merah-


pucat menujukkan adanya Flavonol, merah tua menunjukkan adanya
Flavonon

d Kromatografi lapis tipis

Menotolkan larutan IIID pada fase diam lalu dilakukan uji kromatografi
lapis tipis

Adanya flavonoid ditunjukkan dengan timbulnya noda berwarna kuning


intensif

5 Identifikasi senyawa golongan polifenol dan tannin


a Reaksi warna

Menambah 0,3 gram ekstrak dengan 10 ml aquadest panas diaduk dan


dibiarkan sampai temperature kamar

Menambahkan 3-4 tetes NaCl 10% ke dalam campuran ekstrak, diaduk


dan disaring

Membagi filtrate menji 3 bagian, masing-masing 4 ml dan disebut


larutan IVA, IVB, dan IVC

b Uji Feriklorida

Memberi larutan IVC beberapa tetes larutan FeCl3 lalu mengamati


perubahan warnanya

18
Jika terjadi warna hijau-kehitaman menunjukkan adanya tannin

Jika pada penambahan gelatin dan NaCl tidak timbul endapan tetapi
setelah ditambahkan dengan larutan FeCl3 terjadi perubahan warna
hijau-biru hingga hitam menunjukkan adanya senyawa Polifenol

c Uji Gelatin

Larutan IVA digunakan sebagai blanko

Menambah larutan IVB dengan sedikit larutan gelatin dan 5 ml larutan


NaCl 10%

Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tannin

FeCl3 (+), Uji gelatin (+) => tannin (+)


FeCl3 (+), Uji gelatin (-) => Polifenol (+)
FeCl3 (-),=> Polifenol (-), tannin (-)

d Kromatografi lapis tipis

Menggunakan sebagian larutan IVA untuk pemeriksaan KLT

Jika timbul warna hitam, menunjukkan adanya polifenol

6 Identifikasi senyawa golongan antrakinon


a Reaksi Warna
i Uji Borntrager

Mengekstraksi ekstrak 0,3 gram dengan 10 ml air suling, saring

Mengekstraksi filtrate dengan 3 ml toluena dalam corong pisah,


ekstraksi dilakukan sebanyak 2 kali

19
Mengumpulkan fase toluena dan dibagi menjadi 2 bagian yaitud larutan
VA dan VB

Larutan VA sebagai blanko

Menambah larutan VB dengan ammonia lalu dikocok

Warna merah menunjukkan adanya senyawa antrakinon

ii Uji modifikasi Borntrager

Menambah ekstrak sebanyak 0,3 gram dengan 1 ml KOH 5N dan 1 ml


H2SO4 encer

Memanaskan dan menyaring, filtrate ditambah asam asetat glacial lalu


diekstraksi dengan toluena

Mengambil fase toluene dan dibagi menjadi dua, sebagai larutan VIA
dan VIB

Larutan VIA sebag blanko

Menambah larutan VIB dengan amonia

Warna merah atau merah muda pada lapisan alkalis menunjukkan


adanya antrakinon

b Kromatografi lapis tipis

Menotolkan sample pada fase diam pada KLT

Timbulnya noda berwarna kuning-coklat,merah-ungu, atau hijau-ungu


menunjukkan adanya senyawa antrakinon

20
3.4 Hasil Praktikum
3.4.1 Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid
No Uji Hasil Keterangan
1 Reaksi Pengendapan
a. Mayer + Ada endapan
b. Wagner - Tidak terbentuk endapan
2 KLT - Noda tidak tampak

3.4.2 Identifikasi Glikosida Saponin, Triterpenoid dan Steroid


No Uji Hasil Keterangan
1 Uji Buih - Tinggi buih < 3 cm dan tidak
stabil
2 Reaksi Warna
a. Uji Liebermann- - Terbentuk warna kuning,
Burchard saponin jernih

b. Uji Salkwoski - Tidak terbentuk cincin merah


3 KLT sapogenin + Tampak noda
4 KLT Terpenoid + Tampak noda

3.4.3 Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid


No Uji Hasil Keterangan
1 Reaksi warna
a. Uji Bate-Smith dan + Tidak terjadi perubahan warna
Metcalf
b. Uji Wilstater - Mg hilang, tidak terbentuk
warna merah
2 KLT + Tampak noda kuning intensif

3.4.4 Identifikasi Senyawa Golongan Polifenol dan Tanin


No Uji Hasil Keterangan
1 Uji ferriklorida + Terjadi warna hijau kehitaman
2 Uji Gelatin + Tidak terbentuk endapan putih

21
3 KLT + Tampak noda kehitaman tidak
tegas

3.4.5 Identifikasi Senyawa Golongan Antrakinon


No Uji Hasil Keterangan
1 Uji Borntrager - Tidak terbentuk warna merah
2 Uji Modifikasi - Tidak terbentuk warna merah
Borntrager
3 KLT - Tidak tampak noda berwarna
kuning, kuning coklat, dan
hijau ungu

22
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Profil Daun Singkong


Klasifikasi Daun Singkong
Kerajaan: Plantae
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Ordo: Malpighiales
Famili: Euphorbiaceae
Upafamili: Crotonoideae
Bangsa: Manihoteae
Genus: Manihot
Spesies: M. esculenta
Nama binomial
Manihot esculenta
Crantz

Deksripsi Tumbuhan
- Habitat
Singkong dapat tumbuh subur di daerah yang ketinggiannya mencapai 1200
meter di atas permukaan air laut.
- Habitus
Singkong termasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau getas (mudah
patah).
- Akar
Sistem perakarannya yaitu tunggang atau dikotil.
- Batang
Batang pada singkong bulat dan bergerigi yang terjadi dari bekas pangkal
tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan tinggi.
- Daun
Daun singkong memiliki tangkai panjang dan helaian daunnya menyerupai
telapak tangan, dan tiap tangkai mempunyai daun sekitar 3-8 lembar. Selain itu
23
daun singkong juga bersifat cepat luruh yang berumur paling lama hanya
beberapa bulan. Tepi daun rata, dan susunan tulang daunnya yaitu menjari.
- Bunga
Tanaman singkong bunganya berumah satu (monoecus).
- Buah
Bentuk singkong bermacam-macam, dan meskipun kebanyakan berbentuk
silinder dan meruncing, beberapa diantaranya bercabang. Ubi yang terbentuk
merupakan akar yang berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat
penyimpanan makanan cadangan. Selain itu bentuk ubi biasanya bulat
memanjang. Daging ubi mengandung zat pati berwarna putih gelap dan tiap
tanaman menghasilkan 5-10 buah.
- Biji
Di dalam singkong terkotak-kotak berisi 3 butir biji.
- Manfaat
Manfaat singkong untuk kesehatan adalah dapat menyehatkan jantung dan
mengendalikan darah dan menambah darah. Selain itu, singkong juga dapat
digunakan untuk penyembuhan penyakit yaitu rhematik, sakit kepala, demam,
diare, cacingan, beri-beri, luka bernanah dan dapat menambah stamina.

4.2 Perbandingan Hasil yang Diperoleh dengan Literatur


4.2.1 Identifikasi Senyawa Golongan Alkaloid
Pada percobaan skrining fitokim dilakukan pengujian ekstrak simplisia
menggunakan reaksi pengendapan dan kromatografi lapis tipis.
Mula-mula sampel sebanyak 0,3 gram ekstrak simplisia X
ditambahkan 5 ml HCl 2 N, lalu dipanaskan diatas penangas air selama 2-3
menit, sambil diaduk. Setelah dingin ditambahkan 0,3 gram NaCl, diaduk
rata lalu disaring. Filtrat yang diperolehh ditambah 5 ml HCl 2 N dan dibagi
menjadi tiga bagian, yaitu sebagai larutan 1A, 1B dan 1C.
a. Reaksi pengendapan
Larutan 1A ditambahkan pereaksi Mayer, Larutan 1B ditambahkan
pereaksi Wagner dan Larutan IC dipakai sebagai blanko. Jika terjadi
kekeruhan atau endapan maka menunjukkan adanya alkaloid. Dari hasil
yang diperoleh pada larutan IA dan IB menunjukkan hasil negatif (-)

24
saponin, yaitu tidak adanya kekeruhan ataupun endapan pada larutan
tersebut.
b. Kromatografi Lapis Tipis
Pada analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT), larutan IC
ditambahkan NH4OH 28% sampai larutan menjadi basa, lalu
diekstraksi dengan 5ml kloroform bebas air, dan disaring. Filtrat
diuapkan sampai kering, lalu dilarutkan dalam metanol dan siap untuk
pemeriksaan dengan KLT.
Fase diam : Kiesel gel GF 254
Fase gerak : Etil asetat-metanol-air (9 : 2 : 2)
Penampak noda : Pereaksi Dragendorf
Jika timbul warna jingga menunjukkan adanya alkaloid dalam
ekstrak tersebut. Dari hasil yang diperoleh setelah disemprot dengan
pereaksi dragendorf, hasilnya negatif (-), yaitu tidak tampak/ timbul
warna.
Dari hasil praktikum kami dapat diketahui pada ekstrak sampel
setelah dilakukan reaksi pengendapan menunjukkan hal berikut :
No. Uji Pereaks Hasil
i
1. Reaksi Mayer Larutan IA + Pereaksi mayer
Pengendapan endapan (keruh)
2. Reaksi Wagner Larutan IB + perekasi wagner
Pengendapan tidak terbentuk endapan
(tidak keruh)

Sedangkan pada hasil uji KLT menunjukkan bahwa ekstrak A


sebelum dan sesudah diberi penampak noda tidak menunjukkan warna
jingga. Dapat disimpulkan bahwa pada uji reaksi pengendapan ekstrak
A (+) mengandung alkaloid dengan pereaksi mayer sedangkan pada
pereaksi wagner (-) mengandung alkaloid. Lalu pada uji KLT ekstrak A
(-) mengaandung alkaloid.
4.2.2 Identifikasi Glikosida Saponin, Triterpenoid, dan Steroid
1. Uji buih (-)
Pada identifikasi glikosida saponin dilakukan dengan uji buih.
Mula-mula sampel ekstrak sebanyak 0,3 gram dimasukkan ke tabung
25
reaksi, lalu ditambahkan air suling 10 ml, dikocok kuat-kuat selama
kira-kira 30 detik. Tes buih positif (+) mengandung saponin bila terjadi
buih yang stabil selama lebih dari 30 menit dengan tinggi 3 cm di atas
permukaan cairan. Dari hasil uji diperoleh tes buih negatif (-)
mengandung saponin, yaitu hanya terdapat buih setinggi kurang dari 3
cm dan terus menurun selama 30 menit diatas permukaan cairan.
Keterangan :
Setelah didiamkan selama 30 menit, larutan tidak mengandung buih

Buih tidak sampai


3 cm

2. Reaksi Warna (-)


Pada reaksi warna, mula-mula sampel ekstrak sebanyak 0,3
gram dilarutkan dalam 15 ml etanol, lalu dibagi menjadi tiga bagian
masing-masing 15 ml, yaitu sebagai larutan IIA, IIB dan IIC.
Pada uji Liebermann-Burchard, Larutan IIA digunakan sebagai
blanko, larutan IIB sebanyak 5 ml ditambah 3 tetes asam asetat anhidrat
dan 1 tetes H2SO4 pekat, lalu dikocok perlahan dan diamati terjadinya
perubahan warna. Adanya warna hijau biru menunjukkan adanya
saponin steroid, warna merah ungu menunjukkan adanya triterpen
steroid dan warna kuning muda menunjukkan adanya saponin jenuh.
Dari hasil uji diperoleh sampel menunjukkan hasil negatif (-) dimana
warna yang terbentuk warna hijau kecoklatan.
Pada uji salkowski, larutan IIA digunakan sebagai blanko,
larutan IIC sebanyak 5 ml ditambah 1-2 ml H2SO4 pekat. Adanya
steroid tak jenuh ditandai dengan timbulnya cincin berwarna merah.
Dari hasil uji diperoleh sampel menunjukkan hasil yang negative (-)

26
yaitu larutan bagian atas berwarna hijau, larutan tengah berwarna pekat,
dan larutan bawah berwarna merah.
Keterangan :

Larutan
berwarna
merah,
tidak
terbentuk
cincin

uji Liebermann-Burchard uji Salkowski

3. Identifikasi sapogenin steroid triterpenoid menggunakan KLT (+)


Mula-mula ekstrak sebanyak 0,5 gram ditambah 5 ml HCl 2N,
di didihkan dan ditutup dengan corong berisi kapas basah selama 2 jam
untuk menghidrolisis saponin. Setelah dingin, dinetralkan dengan
ammonia, lalu diekstraksi dengan 3 ml n-heksana sebanyak 3 kali, lalu
diuapkan sampai tinggal 0,5 ml dan ditotolkan pada pelat KLT.
Fase diam : Kiesel Gel GF 254
Fase gerak : n-heksana- etil asetat (4:1)
Penampak noda : - Anisaldehida asam sulfat (dipanaskan)
- Antimon klorida
Adanya sapogenin ditunjukkan dengan terjadinya warna merah
ungu (ungu) untuk anisaldehida asam sulfat dan merah muda untuk
antimony klorida. Hasil uji diperoleh hasil positif (+) sapogenin yaitu
noda berwarna merah ungu (ungu).
4. Identifikasi terpenoid atau steroid bebas menggunakan KLT (+)
Sedikit ekstrak ditambah beberapa tetes etanol, diaduk sampai
larut, di totolkan pada fase diam. Uji kromatografi lapis menggunakan :
Fase diam : Kiesel Gel GF 254
Fase gerak : n-heksana- etil asetat (4:1)
Penampak noda : Anisaldehida asam sulfat (dipanaskan)

27
Adanya terpenoid atau steroid ditunjukkan dengan adanya warna
merah ungu atau ungu. Hasil uji diperoleh hasil positif (+) terpenoid
atau steroid yaitu noda berwarna merah ungu (ungu).
Pada hasil pengujian antara reaksi warna dengan uji KLT
menunjukkan hasil yang berbeda, yakni pada pada uji Liebermann-
Burchard dan uji salkowski menunjukkan hasil (-) artinya tidak
mengandung saponin steroid, triterpenoid steroid maupun steroid tak
jenuh sedangkan pada uji KLT menunjukkan hasil positif (+) yang
artinya terdapat sapogenin steroid dan triterpenoid. Terdapat beberapa
faktor yang menyebabkan perbedaan tersebut :
1 Preparasi sampel
Hal ini disebabkan karena adanya kesalahan selama proses
preparasi sampel dan proses pengujian seperti penimbangan ekstrak
A yang tidak tepat, adanya kontaminasi silang dengan kotoran atau
zat asing lainnya.
2 Adanya positif palsu
Yang dikarenakan adanya pengganggu dalam percobaan dan
kesalahan dalam percobaan.
3 Kekuatan pengocokan
Kesalahan dalam hasil pengujian ini kemungkinan disebabkan
karena waktu pengocokan yang terlalu kuat, atau penambahan
jumlah reagen yang tidak tepat.
4 Pelarutan
Pada saat melarutkan, ekstrak tidak dapat larut dengan sempurna
dengan penambahan pelarut.

4.2.3 Identifikasi Senyawa Golongan Flavonoid Reaksi Warna


1. Reaksi Warna
a Uji Bate-Smith dan Metcalf
Pada uji Bate-Smith dan Metcalf, menggunakan larutan IIIB
yang sudah dibuat pada saat preparasi sampel. Larutan IIB yang dibuat
ditambahkan dengan 0.5 mL HCl pekat untuk menghidrolisis dan
memutus ikatan glikosida. Hidrolisis ini untuk menghidrolisis
antosianin menjadi aglikon antosianin, yaitu antosianidin. Adanya
28
antosianidin dapat diketahui dengan adanya perubahan warna yaitu
menjadi merah atau ungu pada larutan IIIB. Tetapi karena belum terjadi
perubahan warna yang terjadi, larutan tersebut kita panaskan diatas
penangas air untuk mempercepat terjadinya hidrolisis. Setelah itu, kita
amati lagi perubahan warna yang terjadi.
Berdasarkan hasil yang kami peroleh, setelah dibandingkan
dengan larutan IIIA sebagai blanko, warna larutan IIIB menunjukkan
warna hijau tua. Hal itu menunjukkan bahwa ekstrak A tidak
mengandung leukantosianin, dimana adanya leukantosianin ditunjukkan
dengan adanya warna merah terang atau ungu.
Warna orange atau merah intensif hingga ungu yang terbentuk
pada uji Bate Smith-Metcalf disebabkan karena terbentuknya garam
flavilium, yaitu leokantosianin. Sehingga pada larutan terjadi perubahan
warna. Berikut reaksi hidrolisis hingga terbentuk garam flavilium.
Pada reaksi Bate Smith-Metcalf untuk ekstrak A tidak terjadi

perubahan warna yang menunjukkan hasil positif dari reaksi tersebut,


artinya ekstrak yang kami uji tidak mengandung senyawa flavonoid
(leukantosianin). Sehingga warna larutan IIIB yang diuji cenderung
tetap ketika dibandingkan dengan larutan IIIA sebagai blanko.
b Uji Wilstater
Pada uji Wilstater yang bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya kandungan flavonoid flavon, flavonol dan flavonon pada
ekstrak A ini menghasilkan warna larutan merah jingga setelah
ditambah 1 butanol, terbentuk 2 lapisan, lapisan atas berwarna kuning
jernih dan larutan bawah berwarna coklat tua. Sebelum penambahan
butanol tidak terbentuk lapisan dan warnanya coklat tua. Hal ini
menujukkan bahwa pada ekstrak A tidak terdapat kandunga flavonoid.
29
Hal ini tidak sesuai dengan teori, yang menyatakan bahwa seharusnya
pada ekstrak A mengandung senyawa flavonoid yang ditunjukkan
adanya perubahan warna merah pucat (flavonol), merah jingga (flavon)
dan merah tua (flavonon). Namun pada senyawa flavon ekstrak A
memberikan hasil positif, sehinggan dapat disimpulkan ekstrak A
mengandung senyawa flavon. Sedangkan pada senyawa flavonol dan
flavonon memberikan hasil negatif.
Ketidaksesuaian antara hasil percobaan dengan teori ini dapat
disebabkan adanya senyawa flavonoid lain seperti antosianin dan
leukantosianin pada ekstrak A yang dapat menyebabkan terganggunya
reaksi antara sampel dan pereaksi sehingga menyebabkan terjadinya
perubahan warna yang berbeda dengan teori. Sehingga, saat seharusnya
menunjukkan perubahan warna merah, tetapi tidak menunjukkan warna
merah. Faktor lain yang mempengaruhi adalah adanya kontaminasi
dengan reagen lain.
2. Kromatografi Lapis Tipis
Untuk mengetahui kandungan kimia dan fraksi aktifnya digunakan
kromatografi lapis tipis (KLT). Pemilihan fase diam, fase gerak, dan metode
yang tepat akan membantu dalam memberikan profil kandungan kimia secara
kualitatif. Identifikasi ini berguna sebagai petunjuk kualitatif dalam
pemanfaatan selanjutnya.
Untuk penyari yang non polar di ambil suatu contoh sistem dengan
fase diam Kiesel Gel GF 254 dan fase geraknya ialah butanol:asam asetat
glasial:air (4:1:5) penampak noda yang digunakan adalah uap amonia.
Hasil KLT menunjukkan bahwa ekstrak A sebelum dan sesudah diberi
penampak noda uap murni amonia menunjukkan warna kuning intensif.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak A mengandung senyawa golongan
flavonoid.

4.2.4 Identifikasi Senyawa Golongan Polifenol dan Tanin


a. Reaksi Warna
Senyawa polifenol adalah suatu senyawa yang berasal dari tumbuhan,
yang mengandung cincin aromatik. Dimana cincin tersebut tersubstitusi oleh
dua atau lebih gugus fenol yang terhidrolisis dan terkondensasi terdiri dari
tanin yang merupakan suatu zat yang dapat menghaluskan kulit. Tanin dapat
30
berfungsi sebagai astringent dan memiliki kemampuan untuk menyamak /
melindungi kulit. Secara kimia, tanin adalah ester yang dapat dihidrolisis oleh
pemanasan dengan larutan asam sampai menghasilkan senyawa fenol,
biasanya merupakan derivate atau turunan dari asam garlic dan gula.
Untuk identifikasi senyawa golongan polifenol dan tanin dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara reaksi warna dan juga melalui
kromatografi lapis tipis. Pada identifikasi senyawa golongan polifenol dan
tanin yang pertama dilakukan adalah dengan mencampurkan 0,3 gram ekstrak
dengan 10 ml aquadest panas. Proses ini dilakukan untuk mempercepat reaksi
dengan adanya pemanasan. Kemudian larutan tersebut diaduk dan dibiarkan
sampai suhu kamar. Kemudian ditambahkan 3 - 4 tetes 10% NaCl, kemudian
diaduk dan disaring. Penambahan NaCl bertujuan untuk menghilangkan
pengotor dan protein, sehingga mencegah terjadinya negatif palsu pada uji
warna. Filtrat kemudian dibagi menjadi tiga bagian masing masing 4 ml
dan disebut sebagai larutan IVA, IVB, dan IVC. Larutan yang dihasilkan pada
proses ini berwarna coklat bening.
- Uji Ferriklorida
Larutan IVA digunakan sebagai blanko dan larutan IVC yang
ditambahkan dengan beberapa tetes ferriklorida (FeCl3) 2-3 tetes
maka akan terjadi perubahan warna menjadi warna hijau kehitaman.
Warna hijau kehitaman tersebut merupakan endapan tanin yang
dihasilkan oleh penambahan ferriklorida sehingga terjadi reaksi kimia
antara ferriklorida dan gugus fenol dari tanin. Oleh karena itu pada uji
ferriklorida ini menunjukkan hasil yang positif. Sehingga dapat
dikatakan bahwa dalam ekstrak Daun Singkong mengandung polifenol.
- Uji Gelatin
Untuk mengetahui lebih jelas apakah ekstrak Daun Singkong
mengandung tanin atau polifenol maka dilanjutkan dengan uji gelatin.
Larutan ditambahkan dengan sedikit larutan gelatin dan 5 ml larutan
NaCl 10%. Jika terjadi endapan putih menunjukkan adanya tanin. Hal
tersebut terjadi karena reagen garam-gelatin merupakan indikasi adanya
tanin. Dasar untuk reaksi ini adalah terbentuknya endapan antara
protein/ gelatin dan tanin, dimana reaksi menjadi lebih sensitif dengan
31
penambahan NaCl untuk meningkatkan salting out dari kompleks
protein-tanin. Tapi pada praktikum yang telah dilakukan, dengan uji
gelatin ini tidak menunjukkan adanya endapan berwarna putih.
Sehingga dapat dinyatakan bahwa ekstrak Daun Singkong positif
mengandung polifenol karena pada uji ferriklorida menunjukkan hasil
yang positif dan uji gelatin menunjukkan hasil yang negatif.
b. Kromatografi Lapis Tipis
Larutan IVA digunakan untuk pemeriksaan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Fase diam KLT yang digunakan adalah
kiesel gel GF 254, sedangkan fase geraknya adalah kloroform- etil asetat
(1:9). Larutan IVA ditotolkan pada pelat KLT, diperiksa dengan UV untuk
memastikan hasil penotolan sudah baik dan kemudian di eluasi sampai eluen
mencapai tanda batas. Penampak noda yang digunakan adalah pereaksi
FeCl_3. Pereaksi FeCl_3 merupakan larutan feri klorida 10% dalam air yang
berfungsi sebagai penampak noda untuk senyawa golongan polifenol. Apabila
hasilnya positif maka akan timbul warna noda hitam yang menunjukkan
adanya polifenol dalam sampel.
Berdasarkan hasil praktikum, setelah pelat disemprot penampak noda
pereaksi FeCl3, timbul noda warna hitam. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
ekstrak yang kami uji positif mengandung polifenol.

4.2.5 Identifikasi Senyawa Golongan Antrakinon


Pada praktikum kali ini dilakukan identifikasi simplisia X untuk
mengetahui adanya kandungan antrakuinon. Senyawa golongan antrakuinon diuji
dengan reaksi warna dan identifikasi menggunakan kromatografi lapis tipis.
Untuk uji warna dilakukan uji borntrager. Uji borntrager dilakukan dengan cara
megekstraksi ekstrak sebanyak 0,3 gram dengan air suling 10ml kemudian
disaring. Setelahnya diekstraksi dengan 3ml toluena dengan corong pisah
ekstraksi ini dilakukan sebanyak 2kali. Setelah memisah menjadi 2 fase kemudian
filtrat dibagi menjadi 2 sebagai blanko dan sebagai fase uji. Selanjutnya fase uji
ditambahkan amonia jika berwarna merah maka terdapat golongan antrakuinon di
dalamnya. Pada praktikum didapatkan hasil sebagai berikut :

32
a
(b)
Pada gambar tersebut tidak nampak warna merah atau pada lapisan alkalis,
sehingga dapat disimpulkan untuk uji warna borntrager (b) hasilnya negatif tidak
ditunjukkan adanya antrakuinon.

33
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
a. Ekstrak A(+) mengandung alkaloid dengan pereaksi mayer
b. Ekstrak A(+) mengandung flavonoid dengan uji wilsater
c. Ekstrak A (+) mengandung polifenol dengan uji feriklorida dan uji gelatin
d. Hasil uji KLT :

Ekstrak A(+) mengandung sapogenin, terpenoid, flavonoid, dan polifenol

34
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta : Universitas Terbuka


Agoes, G. (2007). Teknologi Bahan Alam. Bandung : Penerbit ITB Press.
Gandjar, I.G., dan Rohman, A. (2009). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Harborne. 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata, K. & I. Soediro (Penerjemah). Bandung: Penerbit
ITB.
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisa
Tumbuhan. Terbitan Kedua. Bandung: ITB.
McMurry, J. dan R.C. Fay. 2004. McMurry Fay Chemistry 4th Edition. Belmont:
Pearson Education International.
Miroslav, V. 1971. Detection and Identification of Organic Compound. New York:
Planum Publishing Corporation and SNTC Publishers of Technical
Literatur.
Robinson, Traver. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Bandung : ITB
Bandung.
Simbala, H.E.I. 2009. Analisis Senyawa Alkaloid Beberapa Jenis Tumbuhan Obat
Sebagai Bahan Aktif Fitofarmaka, Pasific Journal, Vol. 1(4) : 489-494
Soerya, D. M., Venty, S., & Suyono. 2005. Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Buah Labu Siam (Sechium
edule Jacq. Swartz.) dalam Ekstrak Etanol. Biofarmasi 3 ,
Svehla, G. 1990. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro
Edisi II. Jakarta: Kalman Media Pustaka.

35

Anda mungkin juga menyukai