Anda di halaman 1dari 21

BAB I.

DASAR FISIK HERIDITAS

1.1. Pengertian Genetika

Genetika adalah cabang ilmu dalam biologi yang mempelajari pewarisan sifat
(hereditas) dari orangtua kepada keturunannya. Sifat atau sifat beda tetap ada (kekal)
selama organisma yang memiliki sifat beda tersebut ada, tetapi penampakan sifat beda
tidak selalu sama (beragam) dari satu generasi ke generasi berikutnya, bahkan dari satu
individu ke individu lainnya meskipun termasuk dalam satu spesies, bahkan dalam satu
keluarga. Contoh Sifat atau sifat beda adalah warna bunga, timggi badan, golongan
darah, warna kulit, bentuk daun, bentuk wajah, tinggi tanaman,, dll. Sifat beda ditentukan
oleh suatu molekul kimia yang terdapat di dalam inti sel organisma yang disebut gen
atau gene. Dalam hal ini, gen merupakan satuan fungsi yang menentukan proses
metabolisme, yaitu sintesa protein dan enzim. Gen inilah bahan yang diwariskan,
sehingga gen merupakan unit-unit herediter yang ditransminikan dan digunakan untuk
alat memelihara sifat beda dari satu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu ilmu
yang mempelajari pewarisan sifat beda disebut dengan genetika.

Gambar 1.1. Ilustrasi gen dalam kromosom


(Sumber: http://id.wikipwdia.org/wiki/genetika)
Gen tersusun dari satu segmen tertentu dari DNA (Deoxyribonucleotic acid) atau
ADN (asam dioksiribonukleat). Satu unit penyusun DNA mengandung Deoksiribosa
(ribosa yang kehilangan satu atom oksigen pada molekul karbon nomor 2), basa nitrogen
(purin dan pirimidin), dan fosfat. Basa purin terdiri dari adenin dan guanin, sedangkan
basa pirimidin terdiri dari sitosin dan timin. Di dalam struktur molekul DNA, sitosin
selalu berikatan dengan guanin, dan timin selalu berikatan dengan adenin ( Gambar 1.2).
Gambar 1.2. Struktur molekul DNA (Sumber: Campbell,dkk., 2002, hal 301)
Di dalam inti sel yang tidak sedang membelah, molekul DNA merupakan untaian
benang heliks ganda (Double helix strand) yang sangat tipis di dalam kapsul protein yang
disebut kromatin (Gambar 1.3). Pada saat sel akan membelah kromatin akan memadat
membentuk struktur yang disebut kromosom. Urutan basa nitrogen di dalam kromosom
(kromatin) berfungsi sebagai kode (kodon) yang menentukan urutan asam-asam amino
pada saat berlangsungnya sintesis protein, yaitu satu asam amino penyusun protein
ditentukan oleh satu atau lebih kodon. Setiap kodon terdiri dari tiga basa nitrogen yang
bersisian.

Gambar 1.3. Strukturr DNA heliks ganda (Sumber: Campbell,dkk., 2002, hal 303)

Fungsi protein di dalam sel adalah sebagai katalis (enzim) dari berbagai reaksi
kimia, pertahanan (antibodi), cadangan makanan (pada tumbuhan), penyusun sel, dll.
Berbagai sifat beda dalam organisma terbentuk melalui berbagai proses reaksi biokimia.
Setiap reaksi biokimia dapat berlangsung karena adanya enzim sebagai katalis (protein).
Kegagalan/kelainan atau perubahan pada sintesis protein dapat mengakibatkan kelainan
atau perubahan pada penampakan sifat beda. Dengan demikian, gen adalah urutan basa
nitrogen pada segmen tertentudari suatu DNA yang menentukan sintesis suatu protein
fungsional.
1.2. Peristilahan dalam Genetika

Lokus adalah letak gen (sifat beda) di dalam kromosom. Di dalam sel setiap jenis
kromosom selalu berpasangan ( 2n atau diploid). Ploidi (n) adalah satu set kromosom
dari suatu organisma. Contoh: pada manusia terdapat 23 jenis kromosom ( 1 set
kromosom manusia terdiri dari 23 jenis kromosom), dengan demikian pada setiap sel
somatik manusia normal selalu terdapat 2 set kromosom (2n atau diploid) sehingga
jumlah keseluruhan kromosom pada sel somatik manusia adalah 46 kromosom ( 2n=46).
Karena sifat beda (gen) terdapat dalam kromosom (Lokus), maka gen di dalam sel
somatik organisma selalu dalam keadaan berpasangan. Pasangan gen-gen dalam
kromosom tidak selalu identik satu sama lain (karena setiap gen ditentukan oleh urutan
basa nitrogenya), akibatnya penampakannya pun tidak selalu sama. Pasangan gen
ditandai dengan huruf. Huruf-huruf yang menandai gen atau sifat beda disebut alel.
Penampakan gen/sifat beda yang selalu muncul pada setiap keturunannya diberi tanda
huruf besar, dan alel ini bersifat dominan. Sebaliknya penampakan gen yang tidak selalu
muncul pada keturunannya diberi tanda huruf kecil, dan alel ini bersifat resesif. Alel-alel
yang tidak pernah bisa menampakan gen pada keturunannya dan penampakannya tersebut
merupakan gabungan sifat dominan dan resesif, maka alel ini bersifat intermediet. Letak
gen dalam kromosom (lokus) dan alel-alel berlawanan pada suatu gen dapat dilihat dari
gambar berikut ini:
Gambar 1.4. Alel-alel dari suatu gen pada sepasang kromosom homolog
(Sumber: Campbell,dkk., 2002, hal 258)

Sifat beda apapun yang dimiliki oleh suatu organisma disebut Fenotif. Sifat
tersebut mungkin bisa dilihat dengan mudah oleh mata, misalnya warna bunga atau
bentuk wajah, dan ada yang memerlukan cara-cara khusus agar bisa diidentifikasi, seperti
uji serologi untuk mengetahui golongan darah. Fenotif adalah hasil produk-produk gen
yang diekspresikan dalam lingkungan tertentu. Semua alel yang dimiliki oleh suatu
organisma menyusun genotifnya. Selanjutnya bila pasangan alel (gen) sama dan identik
(AA atau aa) maka pasangan alel tersebut disebut pasangan yang homosigot, sedangkan
pasangan alel yang tidak sama (Aa) disebut pasangan yang heterosigot. Pasangan alel ini
tidak kekal, pasangan alel induk (parental) tidak selalu sama dengan pasangan
keturunannya (filial). Hal ini disebabkan alel-alel yang terdapat pada keturunan
merupakan gabungan dari alel-alel induk jantan dan induk betina pada peristiwa
persilangan/perkawinan (hibridisasi). Pengertian-pengertian tersebut lebih jelas dapat
dilihat dalam skema berikut ini:
Gambar 1.5. Contoh fenotif dan genotif (Sumber: Campbell,dkk., 2002, hal 261)

1.3. Ruang Lingkup dan Manfaat Genetika


Perkembangan genetika tidak terlepas dari perkembangan ilmu lainnya, seperti
sitologi, mikrobiologi, matematika, botani, zoologi dan biokimia. Sebagai contoh,
hukum-hukum Mendel tentang pewarisan sifat sesungguhnya baru diterima kebenarannya
setelah diperoleh hasil analisis sitologi, yaitu perilaku kromosom pada meiosis.
Pada perkembangan selanjutnya, virus dan bakteri yang sebelumnya selalu
dipandang sebagai penyebab penyakit ternyata menyimpan potensi besar dalam kemajuan
genetika. Kesederhanaan material genetiknya, kemudahan dalam memanipulasi di
laboratorium memjadikan virus dan bakteri sebagai objek ideal untuk studi genetika.
Molekul DNA virus dan bateri telah berhasil diisolasi secara utuh dan dipelajari secara in
vitro. Didukung tehnik laboratorium yang terus berkembang, struktur kimia gen serta
peranan gen dalam mensintesis protein dan enzim sehingga memungkinkan manusia
dapat mensintesis gen. Gen-gen buatan ini kemudian dicangkokkan ke dalam sel hidup
dan selanjutnya dilibatkan dalam metabolisme dari sel-sel tersebut. Teknik ini disebut
rekombinan DNA. Penerapan teknologi ini dalam industri telah dilakukan untuk
menghasilkan bahan-bahan penting yang langka dan sulit diproduksi dalam jumlah besar
secara alami, contohnya insulin. Dengan teknik rekombinan DNA, runtutan DNA gen
yang menyandikan insulin dicangkokkan ke molekul DNA bakteri, maka dapat diperoleh
bakteri dalam jumlah besar yang mampu menghasilkan insulin di laboratorium.
Teknologi ini kemudian dikenal sebagai bioteknologi.
Berbagai proses kehidupan yang berkaitan dengan sifat yang baik dan/atau
sifat yang buruk pada semua organisma merupakan objek kajian genetika yang terus
berkembang dari waktu ke waktu. Penampakan sifat-sifat organisma tertentu ada
kalanya selalu diinginkan/dipertahankan muncul, misalnya: rasa buah yang manis, padi
dengan kandungan protein tinggi, sapi penghasil daging tinggi, dll. Sebaliknya ada pula
penampakan sifat yang tidak diinginkan kemunculannya, seperti: darah yang sulit
membeku, rambut cepat rontok, tulang sumsum yang tidak dapat menghasilkan sel darah
merah, bibir sumbing, dll. Berdasarkan hal tersebut menjadi sangat wajar jika
pengetahuan genetika dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan genetika,
petani dapat memperoleh bibit tanaman/ternak yang mempunyai sifat-sifat unggul.
Dalam bidang medis, genetika memberi sumbangan yang tidak kecil, misalnya: dengan
mengetahui pola pewarisan sifat kita dapat mencegah timbulnya peyakit/kelainan cacat
bawaan dan mental, aspek penurunan kanker, diagnosa penyakit/kelainan pranatal
(Gambar 1.6), dan bahkan kita dapat menditeksi kemungkinan resiko memperoleh anak
dengan penyakit/kelainan genetis. Demikian juga dalam bidang hukum, genetika
menyumbang bagi identifikasi bayi tertukar, menentukan ayah biologis seorang anak,
atau membantu mengungkapkan tindak pidana perkosaan/pembunuhan dengan analisis
DNA dari rambut tersangka.
Gambar 1.6. Cara diagnosis pranatal (sebelum kelahiran) (Sumber: Campbell,dkk.
2002, hal 274)

1.4. Daur Sel dan Reproduksi Sel


1.4.1. Daur Sel
Proses pewarisan sifat beda (heriditas) berlangsung melalui proses pembelahan
sel, yaitu mitosis (untuk sel somatik) dan meiosis (untuk sel-sel reproduksi, ovum dan
sperma). Seluruh sel somatik pada organisma multiseluler adalah keturunan dari satu sel
awal, yaitu telur yang dibuahi sperma (zigot) melalui proses mitosis. Mitosis
sesungguhnya hanya merupakan satu bagian dari siklus sel (daur sel) untuk menghasilkan
sel-sel anakan yang identik dengan sel induknya (Gambar 6). Dengan demikian fungsi
mitosis yang pertama adalah membuat salinan (copy) yang persis sama dari setiap
kromosom, lalu membagi set identik kromosom kepada masing-masing dari kedua sel
keturunan atau sel anakan, melalui pembelahan sel awal (sel induk). Fase M (Mitotik)
adalah mencakup mitosis dan sitokinesis, sebenarnya merupakan bagian yang tersingkat
dari daur sel. Interfase adalah peride di antara dua mitosis yang berurutan dan terdiri dari
tiga subfase, yaitu: G1, S, dan G2 (Gambar1.7). Interfase merupakan periode yang jauh
lebih lama dimana pada fase inilah sel tumbuh dan menyalin kromosom dalam persiapan
untuk pembelahan sel (fase M) sehingga seringkali meliputi 90 % dari siklus ini. Selama
ketiga subfase tersebut, sel tumbuh dengan menghasilkan protein dan organel dalam
sitoplasma. Kromosom diduplikasi hanya selama fase S (singkatan untuk sintesis DNA).
Dengan demikian, suatu sel tumbuh (G1), terus tumbuh begitu sel tersebut sudah
menyalin kromosomnya (S), dan tumbuh lagi sampai sel tersebut menyelesaikan
persiapannya untuk pembelahan sel (G2), dan membelah (M). Selanjutnya sel anakan
yang terbentuk dapat mengulang siklus ini.
Waktu dan laju pembelahan sel (M) pada tumbuhan dan hewan berbeda-beda, dan
hal ini penting untuk pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan yang normal.
Frekuensi pembelahan sel berbeda-beda sesuai tipe selnya. Misalnya, sel kulit manusia
membelah sepanjang hidupnya, sel hati mempertahankan kemampuan nya membelah
pada saat tertentu saja (penyembuhan luka), atau sel saraf dan sel otot yang tidak
membelah sama sekali pada manusia dewasa. Perbedaan siklus sel ini dikontrol oleh
pengaturan pada tingkat molekuler (sinyal kimiawi) yang ada dalam sitoplasma.

Gambar 1.7. Daur sel (Sumber: http://id.wikipwdia.org/wiki/genetika)


1.4.2. Mitosis
Pada tumbuhan dan hewan, mitosis terjadi pada sel-sel somatik (sel tubuh),
terutama pada jaringan embrional, seperti: ujung akar, ujung batang dan kambium pada
tumbuhan. Mitosis terdiri dari empat fase, yaitu: profase, metafase, anafase, dan telofase
(Gambar 1.8). Mitosis biasanya merupakan fase terpendek dalam daur sel, hanya
berlangsung selama 1 jam dari waktu total daur sel sepanjang 8 24 jamdalam sebuah sel
hewan normal. Fase-fase lainnya membutuhkan waktu yang beragam tetapi umumnya
Fase G1 berlangsung selama 6 12 jam, fase S selama 6 8 jam, dan fase G2 3 4 jam.
Demikian juga, masing-masing fase dalam mitosis membutuhkan waktu yang berbeda-
beda, profase biasanya memerlukan waktu yang jauh lebih lama daripada fase-fase
lainnya, sedangkan yang paling singkat adalah metafase.
(a) Profase. Pada profase, benang-benang kromatin yang tipis secara
progresif memendek dan menebal atau berkondensasi karena mengumpar di sekeliling
protein-protein histon, kemudian mengumpar terpilin (supercoil) pada dirinya sendiri
sehingga dapat dilihat di bawah mikroskop cahaya, keadaan inilah yang disebut
kromosom.
Pada akhir profase, sebuah kromosom yang telah cukup terkondensasi terlihat
sebagai struktur yang terdiri dari dua kromatid yang dihubungkan oleh sentomernya.
Sentomer terdiri dari sepasang sentriol dan merupkan tempat dimana mikrotubulus
(tersusun atas dua protein tubulin yang berbeda) berorganisasi membentuk gelendong
mitosis. Selanjutnya masing-masing sentriol mengalami replikasi dan bermigrasi ke arah
kutub yang berlawanan pada sel. Kemudian sentriol membentuk pusat pengorganisasian
mikrotubulus (microtubule organizing centre, MTOC). Dari MTOC-lah, berkembang
sebuah jaringan berbentuk benang yang tersusun dari mikrotubulus yang disebut
gelendong atau spindle. Mikrotubulus ini membentang dari MTOC sampai kinetokor,
yaitu sebuah struktur multiprotein yang melekat ke DNA sentromik pada masing-masing
kromosom. Pada sebagian besar tumbuhan, fungi, dan sebagian algae tidak memiliki
sentriol tetapi mampu membentuk serabut-serabut gelendong, dengan demikian sentriol
tidak selalu diperlukan untuk pembentukan spindle pada semua organisma.
Pada profase akhir, gelendong telah terbentuk sepenuhnya, dan membran nukleus
menghilang. Periode inilah waktu yang tepat untuk mempelajari dan menghitung
kromosom, karena kromosom sangat terkondensasi dan tidak dikelilingi membran
nukleus. Mitosis dapat dihentikan pada tahapan ini dengan cara memajankan sel pada
sejenis zat kimiaawi alkaloid, kolkisin, yang mengaggu perakitan serabut gelendong. Sel-
sel yang diberi perlakuan semacam itu tidak dapat melanjutkan ke metafase sampai
kolkisin dihilangkan.
(b) Metafase. Fase ini ditandai dengan serabut-serabut kinotokor dari MTOC
yang bersebrangan akan mendorong dan menarik sentromer-sentromer yang menjadi satu
dengan kromatid-kromatid saudari. Akibatnya, kromosom akan bergerak ke bidang
tengah sel atau disebut bidang metafase (metaphase plate). Kromosom-kromosom dijaga
pada posisi tersebut oleh tekanan dari serabut-serabut MTOC yang bersebrangan.
(c) Anafase. Kromatid-kromatid saudari memisah di bagian sentromer dan
tertarik ke kutub-kutub yang berlawanan. Lengan kromatid bergerak lambat di belakang
sentromernya seiring bergeraknya masing-masing kromatid melalui sitosol yang kental,
sehingga memberikan bentuk yang khas pada kromatid tersebut, tergantung pada letak
sentromernya. Kromosom-kromosom metasentrik tampak berbentuk V, submetasentrik
berbentuk J, dan telosentrik berbentuk seperti batang.
(d) Telofase. Masing-masing dari set kromatid-kromatid (yang kini disebut lagi
sebagai kromosom) yang memisah berkumpul pada kedua kutub sel. Kromosom-
kromosom mulai membuka kumparannya dan kembali ke keadaan interfase. Gelendong
berdegenerasi, membran nukleus terbentuk kembali, dan sitoplasmamembelah dalam
proses yang disebut sitokinesis. Pada sel hewan, sitokinesis berlangsung melalui
pembentukan lekukan penyibakan (Cleavage furrow) yang bergerak dari arah membran
luar sel semakin ke dalam dan akhirnya membagi sel menjadi dua. Pada sel tumbuhan,
sitokinesis melibatkan pembentukan lempeng sel dari pektin yang berawal dari bagian
tengah sel bergerak meyebar secara lateral ke dinding sel. Selanjutnya, selulosa dan
materi-materi penguat lainnya ditambahkan ke lempeng sel dan mengubah lempengen
tersebut menjadi dinding sel baru.
Gambar 1.8. Mitosis pada sel hewan dan tumbuhan
(Sumber: http://id.wikipwdia.org/wiki/genetika)

1.4.3. Meiosis
Meiosis terdiri dari dua pembelahan sel terspesialisasiyang berurutan, yaitu:
meiosis I dan meiosis II (Gambar 1.9). Pada meiosis I, jumlah kromosom dari sel-sel
yang dihasilkan dikurangi dari jumlah diploid (2n) menjadi haploid (n) atau dikenal
pembelahan reduksional. Pengurangan tersebut bertujuan agar jumlah kromosom khas
suatu spesies tetap terjaga setelah fertilisasi. Sedangkan pada meiosis II adalah
pembelahan berimbang yang mirip dengan mitosis dalam hal pemisahan kromatid-
kromatid saudari dari sel-sel haploid. Pembelahan meiosis I dan II masing-masing terdiri
atas empat fase utama (dirinci di bawah). DNA bereplikasi saat interfase sebelum meiosis
I, dan DNA tidak bereplikasi di antara telofase I dan profase II.
(a) Meiosis I. Tahapan ini dibagi dalam empat fase utama, yaitu: Profase I
merupakan periode yang kompleks dengan ditandai kondensasi kromosom yang telah
bereplikasi sehingga didapatkan struktur yang pendek dan tebal. Ciri lainnya adalah
adanya peristiwa perpasangan (disebut sinapsis) kromosom-kromosom homolog yang
berada sebelah-meyebelah. Sepasang kromosom yang bersinapsis ini selanjutnya disebut
bivalen (dua kromosom) atau tetrad (empat kromosom). Masing-masing kromatid
(tetrad) berasal dari satu set kromosom dari induk betina dan satu set lainnya dari induk
jantan. Terbentuknya tetrad ini yang membedakan profase I meiosis dari profase mitosis.
Profase I dibagi menjadi lima subfase, Yaitu: (1) Leptonema (Leptoten atau tahap
benang tipis). Pada tahap ini muncul struktur seperti benang dalam materi kromatin yang
semula amorfus di nukleus kemudian berkondensasi menjadi kromosom yang panjang
dan tipis. (2) Zygonema (Zigoten atau tahap benang-berganda). Tahap ini merupakan
awal sinapsis, dimana pasangan-pasangan kromosom homolog bertemu dan digabungkan
oleh sebuah struktur protein seperti pita yang disebut kompleks sinaptonema. Sinapsis
diperkirakan terjadi di sepanjang kromosom berpasangan yang mempunyai kemiripan
informasi genetik dari kedua kromosom homolog tersebut. Dari beberapa kasus jika
kompleks sinaptonema tidak terbentuk maka sinapsis tidak akan lengkap dan pindah
silang menjadi sangat tereduksi atau tidak terjadi sama sekali. (3) Pakinema (Pakiten
atau tahap benang-tebal). Semua kromosom yang telah mempunyai pasangan akan terus
memendek sehingga sehingga setiap kromosom terlihat tebal dan terpisah dari pasangan
yang baru. Pasangan dua kromosom homolog disebut bivalen, dan disebut tetrad bila
empat kromosom. Terbentuknya dua kromatid merupakan tanda memasuki tahapan
berikutnya, yaitu (4) Diplonema (Diploten atau tahap benang-ganda). Nodul-nodul
rekombinan mulai muncul di sepanjang kromosom yang bersinapsis. Di tempat tersebut,
kromatid-kromatid nonsaudari dari tetrad mengalami pindah silang, berpisah, bertukar
untaian DNA, dan bergabung kembali sehingga terjadi pertukaran materi genetik. Titik
pertukaran antara dua kromatid bersaudara disebut kiasma (jamak kiasmata). (5)
Diakinesis (tahap pergerakan-ganda). Kromosom mencapai kondensasi maksimal,
kromatid yang saling melilit (akibat pindah silang) mulai terurai, kiasma hilang satu per
satu, mulai dari arah sentromer menuju ujung kromosom. Proses selanjutnya nukleolus
dan membran nukleus menghilang, aparatur gelondong mulai terbentuk, dan tahap
profase I yang kompleks ini berakhir. Profase I ini dapat berlangsung sampai beberapa
hari atau bahkan lebih lama, biasanya memakan lebih dari 90 % waktu yang dibutuhkan
untuk meiosis.
Pada periode metafase I, tetrad menyusun diri pada bidang ekuator dan sentomer
diikat oleh benang gelendong pada sentriol. Anafase I dimulai dengan memendeknya
benag gelendong dan menarik belahan tetrad (diad) ke kutub yang berlawanan.
Perbedaan dengan mitosis, yang berpisah adalah kromosom homolog sedangkan dua
kromatid bersaudara masih tetap terikat pada sentromernya. Aberasi (penyimpangan)
genetik dapat terjadi pada fase ini, yaitu jika terjadi kesalahan-kesalahan saat kromosom
kromosom homolog berpisah. Pada telofase I, kromosom yang bermigrasi tiba di kutub,
membran sel membentuk sekat sehingga terbentuk dua sel anak.
(b) Meiosis II. Pada profase II, benang gelendong akan muncul kembali dan
kromosom-kromosom berkondensasi. Metafase II, benang gelendong yang terbentuk
akan mengikat kromosom pada sentromer dan akibat tarikan yang seimbang maka
kromosom akan terletak di bidang ekuator. Pada anafase II, sentromer masing-masing
kromosom, benang gelendong memendek dan menarik belahan diad (kromatid) ke arah
berlawanan dalam suatu pembelahan berimbang (seperti mitosis). Telofase II, kromosom
kromosom telah sampai pada kutub berlawanan, memran nukleus terbentuk kembali,
selanjutnya masing-masing sel membelah melalui sitokinesis dan menghasilkan empat sel
anakan yang hapoid.
Gambar 1.9. Meiosis I dan II (Sumber: http://id.wikipwdia.org/wiki/genetika)

Perbedaan mitosis dan meiosis dapat dilihat dari tahap-tahap utama dari kedua
pembelahan tersebut (Gambar1.10), dan dari ciri-ciri tersebut dapat secara ringkas
dirangkum dalam Tabel 1.1. berikut ini:
Tabel 1.1. Rangkuman Mitosis dan meiosis
Mitosis Meiosis
Pembelahan berimang yang memisahkan Meiosis I : pembelahan reduksional
kromatid-kromatid saudari Meiosis II: pembelahan berimbang
Kromosom homolog tidak bersinapsis, Kromosom-kromosom bersinapsis dan
tidak terbentuk kiasmata terbentuk kiasmata
Tidak terjadi pertukaran materi genetik Terjadi pertukaran materi genetik antar
antar kromosom homolog kromosom homolog
Kandungan genetik sel anakan sama Kandungan genetik sel anakan berbeda satu
dengan sel induk sama lain dan berbeda dengan sel induk
Jumlah kromosom sel anakan sama Jumlah kromosom sel anakan separuh
dengan sel induk jumlah kromosom sel induk
Dihasilkan dua sel anakan per siklus Dihasilkan empat sel anakan (disebut
gamet) per siklus
Terjadi pada sel somatik Terjadi pada sel nutfah (sel germinal)

Gambar 1.10. Perbedaan Mitosis dan Meiosis (Sumber: Campbell,dkk., 2002, hal 250)

1.5. Gametogenesis
Gamet-gamet sebagai produk akhir meiosis sesungguhnya belum sepenuhnya
berkembang. Dibutuhkan suatu periode pematangan setelah meiosis sampai menjadi
gamet yang siap berfungsi dalam fertilisasi. Pada tumbuhan, satu atau lebih pembelahan
mitosis diperlukan untuk menghasilkan spora-spora yang reproduktif Mikrospora dan
megspora). Sedangkan pada hewan, melalui pertumbuhan dan/atau diferensiasi produk-
produk meiosis langsung berkembang menjadi gamet. Proses penghasilan gamet-gamet
atau spora-spora matang disebut gametogenesis.
Gametogenesis pada hewan jantan disebut spermatogenesis, yaitu terbentuknya
sel sperma atau spermazoan (n) dari spermatogonium di dalam gonad jantan (testis).
Sedangkan gametogenesis pada hewan betina disebut oogenesis, yaitu terbentuknya sel
telur atau ovum (n) dari oogonium di dalam gonad betina (ovarium). Peristiwa
gametogenesis pada hewan lebih jelas dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 1.11. Gametogenesis pada hewan


(Sumber: Klug, dkk., 2007 hal. 22)

Pada tumbuhan berbunga (Angiospermae), mikrosporogenesis merupakan


gametogenesis pada bagian jantan bunga (anter) yang menghasilkan serbuk sari atau
polen (n) dari sel induk mikrospora (2n). Dan megasporogenesis adalah gametogenesis
pada bagian betina bunga (ovarium), yaitu sel induk megaspora (2n) setelah mengalami
meiosis menghasilkan empat megaspora (n) yang mengelompok secara linier. Tiga
megaspora mengalami degenerasi dan satu megaspora mengalami tiga kali mitosis
kromosom tanpa diselingi sitokinesis (disebut kariokinesis) menghasilkan sebuah sel
besar dengan delapan nukleus haploid (kantong embrio belum matang). Selanjutnya ke
delapan inti akan menyusun diri dalam tiga kelompok, tiga inti mengorientasikan diri di
dekat ujung tempat mikropil berada, terdiri atas dua inti (sinergid) dan satu inti telur.
Sekelompok lainnya yang beranggotakan tiga inti bergerak ke ujung kantong yang
berlawanan dengan mikropil dan berdegenerasi (antipodal). Sedangkan dua inti yang
tersisa (inti polar) menyatu di dekat pusat kantong membentuk nukleus fusi tunggal yang
diploid. Dalam kondisi demikian, kantong embrio dikatakan telah matang dan siap
dibuahi. Proses gametogenesis pada tumbuhan berbunga secara lengkap dapat dilihat
pada gambar 1.12. dan gambar 1.13. berikut ini:

Gambar 1.12. Mikrosporogenesis pada tumbuhan berbunga (Angiospermae)


(Sumber: Elrod dan Stansfield, 2007., hal 12)
Gambar 1.13. Megasporogenesis pada tumbuhan berbunga (Angiospermae)
(Sumber: Elrod dan Stansfield, 2007., hal 13)

1.6. Fertilisasi
Proses fertilisasi berlangsung bilaman sel sperma membuahi ovum dan
kondisi diploid organisma dipulihkan selanjutnya mulailah suatu generasi baru. Pada
hewan, fertilisasi dapat terjadi di luar tubuh (fertilisasi eksternal) seperti pada bangsa
katak, dan di dalam tubuh (fertilisasi internal) seperti pada mamalia, aves, dan reptilia.
Dari sekian banyak sel sperma (ratusan juta) yang dikeluarkan hewan jantan, biasanya
hanya satu yang dapat menembus selaput sel telur dan diikuti peleburan inti dari kedua
sel tersebut. Peleburan inti ini menghasilkan suatu sel dengan kromosom 2n yang disebut
zigot. Meskipun ukurannya berbeda, sel telur dan sel sperma keduanya menyumbangkan
kromosom dengan gen-gen yang sama kepada individu baru.
Pada tumbuhan, sebelum terjadi pembuahan (fertilisasi) didahului oleh proses
jatuhnya serbuk sari di atas kepala putik (polinasi atau penyerbukan). Polen selanjutnya
akan berkecambah (membentuk tabung polen), dan fertilisasi terjadi setelah tabung polen
mencapai ovul. Pada tumbuhan lazim dijumpai fertilisasi ganda, yaitu melibatkan fusinya
satu inti sperma dengan inti telur menghasilkan zigot (calon tumbuhan baru) dan fusi
kedua melibatkan dua inti polar dengan inti sperma membentuk sel triploid (endosperm).

REFERENSI
1. Campbell, N.A., J.B. Reece, dan L.W. Mitchell. 2002. biologi, edisi kelima. Penerbit
Erlangga. Hal: 223, 250, 258, 261, 274, 301, dan 303.

2. Crowder.L.V. 1987. Genetika Tumbuhan. Lilik Koediarti (penerjemah). Gadjah Mada


Univeristy Press. Yogyakarta. Hal 1 27.

3. Elrod, S. dan W. Stansfield. 2007. Genetika, edisi keempat. Penerbit Erlangga. Hal 1
15.

4. Hartana, A. 1992. Genetika Tumbuhan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan


Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi , PAU Ilmu Hayat, Institute Pertanian Bogor.
Hal 31 40.

5. Tjan Kiauw Nio. 1990. Genetika Dasar. FMIPA ITB. Bandung. Hal 1 22.

6. Yusuf, M. 1988. Genetika Dasar I, Ekspresi Gen. PAU IPB dan Lembaga
Sumberdaya Informasi IPB. Bogor. Hal 1 24.

7. Klug, W.S., M.R. Cummings, dan C.A. Spencer. 2007. Essentials of Genetics. Sixth
edt. Pearson Education International. New Jersey, USA.

Anda mungkin juga menyukai