Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PERANAN DAN SUMBANGAN ANTROPOLOGI DALAM BIDANG


PELAYANAN KESEHATAN

Oleh:

DEWI SRI
ENDAH NURHALIMAH
YUHELVA DESTRI

PASCA SARJANA MAGISTER KESEHATAN


UNIVERSITAS MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG

1
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Peranan dan Sumbangan Antropologi dalam
Bidang Pelayanan Kesehatan dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosioanthropologi.
Pembuatan makalah ini dapat diselesaikan dengan baik karena bantuan dan dukungan dari
semua pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr.
Syarifudin B. Drs., M.Pd, selaku dosen pengampu mata kuliah Sosioanthropologi .
Penulis menyadari dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis
khususnya.

Bandar Lampung, Maret 2016

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL....................................................................................... 1
KATA PENGANTAR.................................................................................... 2
DAFTAR ISI.................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang................................................................................. 4
1.2 Tujuan ............................................................................................. 5
1.3 Rumusan Masalah............................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Sehat dan Sakit................................................................. 6
2.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Manusia............... 7
2.3 Faktor-Faktor Perilaku Manusia dan Inovasi Kesehatan............... 10
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi
budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya. Antropologi adalah istilah kata
bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos dan logos. Anthropos berarti manusia
dan logos memiliki arti cerita atau kata.

Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat suku bangsa, kebudayaan
dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki tujuan untuk mempelajari
manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku dan berkebudayaan untuk
membangun masyarakat itu sendiri.

Antropologi Kesehatan adalah disiplin yang memberi perhatian pada aspek-aspek


biologis dan sosio-budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang cara-cara
interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia, yang mempengaruhi
kesehatan dan penyakit pada manusia.

Antropologi Kesehatan menjelaskan secara komprehensif dan interpretasi berbagai


macam masalah tentang hubungan timbal-balik biobudaya, antara tingkah laku manusia
dimasa lalu dan masa kini dengan derajat kesehatan dan penyakit, tanpa
mengutamakan perhatian pada penggunaan praktis dari pengetahuan tersebut. Partisipasi
profesional antropolog dalam program-program yang bertujuan memperbaiki derajat
kesehatan melalui pemahaman yang lebih besar tentang hubungan antara gejala bio-
sosial-budaya dengan kesehatan, serta melalui perubahan tingkah laku sehat kearah
yang diyakini akan meningkatkan kesehatan yang lebih baik.

Antropologi kesehatan membantu mempelajari sosio-kultural dari semua masyarakat


yang berhubungan dengan sakit dan sehat sebagai pusat dari budaya. Secara umum
antropologi kesehatan senantiasa memberikan sumbangan pada ilmu kesehatan lain
sebagai berikut memberikan cara untuk memandang masyarakat secara keseluruhan
termasuk individunya, dimana cara pandang yang tepat akan memberikan kontribusi
yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan suatu masyarakat dengan bertumpu pada

4
akar kepribadian masyarakat yang membangun. Contoh pendekatan sistem, holistik,
emik, relativisme, yang menjadi dasar pemikiran antropologi dapat digunakan untuk
menyelasaikan suatu masalah dan mengembangkan situasi masyarakat menjadi lebih
baik. Memberikan suatu model yang secara operasional berguna untuk menguraikan
proses sosial budaya bidang kesehatan. Sumbangan terhadap metode penelitian dan hasil
penelitian. Baik dalam merumuskan suatu pendekatan yang tepat maupun membantu
analisis dan interpretasi hasil tentang suatu kondisi yang ada di masyarakat.

1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep sehat dan sakit
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia
3. Untuk mengetahui faktor-faktor perilaku manusia dan inovasi kesehatan

1.3 Rumusan Masalah


1. Apakah pengertian dari konsep sehat dan sakit?
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia?
3. Apakah faktor-faktor perilaku manusia dan inovasi kesehatan?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep Sehat dan Sakit

5
Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang sempurna baik fisik mental dan
sosial tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Bauman ( 1985 ) sakit adalah
ketidakseimbangan dari kondisi normal tubuh manuasia diantaranya system biologic dan
kondisi penyesuaian. Dasar untuk membicarakan faktor-faktor perilaku dari kesehatan
dan penyakit adalah pengertian mengenai sehat. Kalangan ahli ilmu sosial umumnya dan
banyak ahli ilmu kedokteran tidak menerima rumusan konsep sehat menurut WHO
karena dianggap mengandung kelemahan prinsipil, tidak memberi ruang bagi kenyataan-
kenyataan yang menunjukkan keragaman atau perbedaan, padahal secara budaya kondisi
sehat atau sakit tertentu bagi suatu masyarakat tidak selalu dianggap demikian oleh
masyarakat lain.

Dunn dan Audy (Dunn 1976a, 1976b; Audy 1971; Audy dan Dunn 1974) menjelaskan
konsep sehat dan sakit sebagai suatu kondisi individu dan kelompok sosial yang dinamis,
selalu dalam keadaan berubah-ubah. Sifat berubah-ubah ini bukan hanya dapat diamati
dan dirasakan dalam suatu masa tertentu yang relatif panjang (seperti masa bayi atu masa
lansia) tetpi juga dalam periode singkat (seperti sehari atau seminggu).

Pendekatan penjelasn ini menekankn pada gagasan bahwa tingkat kesehatan dalam
waktu tertentu dapat berubah dari satu titik kondisi tertentu ke titik yang lain, dan bahwa
kualitas dan kuantitas kesehatan turut berubah mengikuti perubahan tingkat ini. Karena
itu kesehatan dipandang sebagai suatu kuantitas dalam skala yang dapat diukur (Audy
1971). Rata-rata tingkat kondisi seseorang adalah secara psikologis dan sosiobudaya
dianggap normal karena peranan-peranan setiap hari tidak terganggu. Frekuensi
meningkatnya kondisi kesehatan melampaui batas atas dan menurunnya kondisi
kesehatan melampaui batas bawah tergantung pada kuantitas dan kualitas faktor-faktor
yang mempengaruhi (menguntungkan dan merusak) kesehatan.

Konsep kesehatan menjelaskan pula reaksi adaptif yang terjadi karena organisma
manusia (atau kelompok) mengalami dan mengadakan respon terhadap serangkaian
gangguan kesehatan (penyakit) secara berturut-turut sehingga menimbulkan imunitas
terhadap infeksi penyakit itu. Demikian pula kita dapat belajar menghadapi berbagai
bentuk stres psikologis dan sosial karena kita sering mengalaminya. Pengalaman ini
menghasilkan kemampuan imunitas untuk mengatasinya.

Kesehatan adalah merupakan kenyataan bahwa seseorang dapat menentukan kondisi


kesehatan baik (sehat) bilamana ia tidak merasakan terjadinya suatu kelainan fisik
maupun psikis. Ataupun, sekalipun ia menyadari akan adanya kelainan tetapi tidak
terlalu menimbulkan perasaan sakit dan/atau tidak dipersepsikan sebagai kelainaan yang
memerlukan perhatian medis secara khusus (karena dapat sembuh dengan sendirinya),
atau kelainan ini sama sekali tidak dianggap sebagai suatu penyakit. Demikian pula
halnya dengan adanya anggapan bahwa suatu kelainan yang begitu umum atau sering
terjadi tetapi tidak dianggap gawat dapat dianggap bukan penyakit, atau kalau dianggap
penyakit ini tergolong sebagi penyakit ringan.

6
Dasar utama dari penentuan tersebut (bahwa ia sehat atau hanya mengidap suatu suatu
penyakit ringan yang tidak perlu diperhatikan) adalah bahwa ia tetap dapat menjalankan
peranan-peranan sosialnya sehari-hari seperti biasa. Nanti pada saat kegiatan
menjalankan peranan-peranan mulai terganggu barulah pengakuan bahwa ia tidak sehat
(sakit) dinyatakan serta diikuti dengan usaha mencari pengobatan.

Persepsi seseorang terhadap kondisi kesehatannya tidak hanya dilakukan oleh yang
bersangkutan secara pribadi tetapi berlangsung dalam jaringan sosialnya dengan
komponen-komponen perkelompokan, seperti kekerabatan, persahabatan, tetangga,
pekerjaan, dan komunitas. Proses ini berlaku pula dalam mengambil keputusan
perawatan medis yang harus diusahakan pada saat seseorang jatuh sakit. Sebelum
keputusan dibuat saran-saran dan pendapat diperoleh, diminta atau tidak, dari orang-
orang dari berbagai kelompok sosial ini. Keputusan dibuat bersama oleh yang
bersangkutan (kalau ia sudah dewasa) dan orang-orang dewasa lainnya, terutama istri
atau suami dan orang tuanya.

Dalam keadaan sakit, aspek sosial mengikuti urutan waktu; tingkat permulaan
(kesadaran akan adanya simptom-simptom pertama), tingkat perkembangan penuh dari
penyakit (proses-proses sosial dan fisiologis yang terjadi), dan tingkat akhir (sembuh
atau meninggal). Pada setiap tingkat dalam episoda ini, harus diadakan keputusan medis
dan sosial oleh atau bagi si penderita, pengaturan kembali akan perannya, dan perubahan
sikap diperlukan untuk dapat menyesuaikan dirinya dengan realitas situasi lain
(terkecuali kalau akhir dari episoda ini adalah kematian).

2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Manusia

Ada empat faktor yang menyebabkan tingkat kesehatan individu atau masyarakat
menurun atau meningkat yaitu eksogen, endogen, perilaku manusia dan kepadatan
penduduk.

Faktor eksogen adalah merupakan sumber-sumber penyakit di luar individu atau


penduduk manusia yang mencakup yaitu agen-agen penyakit baik berupa biotik maupun
nonbiotik, bentuk-bentuk transmisi dan reservoir (lubuk) penyakit.

Perlu dinyatakan bahwa faktor eksogen itu sendiri harus dilihat sebagai suatu jaringan
yang kompleks yang mencakup organisme, penyakit,vektor, dan lubuk penyakit. Dan,
bahwa kehidupan dan pembiakan organisme-organisme ini berlangsung dalam, dan
tergantung pada ekosistem. Faktor-faktor lingkungan alam, seperti iklim, curah hujan,
struktur tanah, biomasa flora dan fauna juga memberi pengaruh atas manusia sebagai host
dan olehnya mempengaruhi juga faktor endogen atau kerentanan terhadap penyakit.

Tabel 1
Faktor-faktor Eksogen yang Membahayakan Kesehatan Manusia

Agen Transmisi Reservoir


Artropoda Udara Mamalia

7
Bakteri Kontak Burung dan vertebrata lain
Chlamydia Vektor Manusi
Fungi Ingesti Invertebrata
Helminth injeksi Tanah
Predator air
Protosoa
Rickettsia
Toxin
virus

Seperti kita ketaahui bersama dalam merencanakan penelitian, fokus perhatian


terhadap agen-agen penyakit ini tidak dapat diletakkan secara sama. Seleksi selalu
diadakan berdasarkan beberapa kriteria, seperti tes-tes diagnostik endemisitas,
epidemisitas, kronisitas dan spesifitas. Kemudian survei dilakukan untuk mengetahui
pola-pola penyakit aktual, bukan teoritis, dan menentukan penyakit-penyakit yang secara
epidemiologis sangat penting.

Faktor endogen, antara lainnya mencakup gejala-gejala yang berturut-turut akan kami
sebutkan dibawah ini. Polimorfisme darah yang terwujud secara genetik dalam suatu
populasi manusia karena mengalami atau terbuka terhadap suatu organisme penyakit
tertentu untuk masa yang sangat lama (adaptasi genetik), seperti gejala sickling trait,
thalassemia, dan kekurangan glucose-6-phosphate dehydrogenase (Motulsky 1960).

Daya tolak (resisten) adalah kemampuan host dengan perantara sel-sel phagocyte
untuk membasmi organisme-organisme penyakit yang masuk tubuh. Asumsi dasarnya
adalah bahwa daya ini terbentuk secara genetis.Sebaliknya hasil penelitian epidemiologis
menunjukkan bahwa faktor-faktor sosiobudaya memainkan peranan utama dalam hal
morbiditas dan normalitas (Berkam dan Syme 1979). Berhubungan dengan ini
permasalahan lain telah dikemukakan oleh Antonovsky (1972) yaitu dengan cara tidak
menanyakan pertanyaan mengapa ada orang yang jatuh sakit (pertanyaan yang
umum/biasa diajukan sebelumnya) tetapi mananyakan mengapa ada orang-orang yang
tidak sering atau tidak mudah jatuh sakit. Ini menunjukkan bahwa penelitian faktor-
faktor sosiobudaya dapat menambah penjelasan mengenai masalah resistensi ini.

Nutrisi memegang pula peranan penting sebagai suatu gejala endogen dari perspektif
kerentanan maupun akibat penyakit (Chandler 1956; Scrishaw dan Gordon 1968).
Masalah-masalah khusus berhubungan dengan nutrisi yang umum dibicarakan adalah
berbagai penyakit defisiensi vitamin dan mineral. Penelitian masalah-masalah gizi
merupakan bagian yang penting dalam penelitian kesehatan. Dalam penelitian, selain
tetap menerapkan pendekatan biobudaya, telah pula dikembangkan pendekatan
ekosistem dimana variabel-variabel psikososiobudaya (faktor-faktor prilaku) merupakan
perhatian pokok (Sims, Paolucci, dan Morris 1972).

Penyakit endemik dapat pula merupakan faktor endogen yang mengganggu


pertumbuhan tubuh suatu populasi manusia. Penyakit malaria yang umum terdapat di
banyak populasi di daerah-daerah tropis merupakan suatu penyebab dari kematian bayi.

8
Dalam suatu populasi dimana malaria adalah endemik, infeksi pertama dalam hidup
seseorang terjadi pada tingkat usia bayi atau anak-anak dan ini mengakibatkan
pertumbuhan tinggi badan, dari mereka yang dapat melanjutkan hidup , terganggu
(UNESCO 1978). Memang ukuran badan yang pendek dapat pula disebabkan karena
mutu nutrisi yang buruk, sebaliknya pada populasi yang dapat menikmati makanan yang
bermutu pertumbuhan tinggi badan dapat dipengaruhi secara genetik. Namun demikian,
kenyataan menunjukkan pula bahwa suatu penyakit endemik, seperti malaria dapat pula
mengganggu pertumbuhan fisik manusia.

Konsekuensi kekuatan yang tidak dapat dihindari oleh kalangan orang yang sempat
masuk dalam periode usia lanjut adalah terganggunya kesehatan oleh berbagai penyakit
degeneratif. Akibat usia yang sudah lanjut adalah terjadinya deteriorasi organ-organ
penting dalam tubuh, seperti jantung, hati dan ginjal, menyebabkan penyakit-penyakit ini
tidak terelakkan. Suatu kelompok dari penyakit seperti ini, seperti berbagai bentuk
sclerosis yang herediter maupun yang nonherediter, menyerang sistem saraf
mengakibatkan kelumpuhan pada banyak bagian tubuh. Penelitian faktor-faktor
sosiobudaya yang mempengaruhi kondisi kesehatan maupun berbagai masalah sosial dari
golongan orang usia lanjut ini bukan lagi merupakan suatu hal yang baru bagi kalangan
antropologi kesehatan.

Faktor kepadatan penduduk dan struktur penduduk turut mempengaruhi pola-pola


penyakit. Bagi penyakit yang ditransmisikan oleh vektor yang lubuknya adalah non
manusia, kepadatan penduduk yang tinggi bukan merupakan syarat kriteria ia dapat
bertahan hidup dalam sejumlah populasi manusia yang kecil dan terpencar. Sebaliknya
penyakit yang proses infeksinya memerlukan waktu yang singkat serta berkembang
melalui transmisi yang cepat dari seorang ke orang lain, memerlukan sejumlah populasi
manusia yang cukup besar untuk memungkinkan organisme penyakit dapat
mempertahankan kehidupannya dalam host manusia, dengan demikian rantai transmisi
dapat terpelihara (Cockburn 1971). Kepadatan penduduk yang tinggi memperlancar
penyebarannya, apalagi kalau cara-cara dan pengetahuan medis (modern maupun
tradisional) untuk mencegah penyebarannya dalam masyarakat dan perkembangannya
dalam tubuh manusia, belum berkembang. Kecuali itu, kita pula mengetahui masalah-
masalah kesehatan lainnya yang parah (seperti sanitasi lingkungan yang tidak sehat,
perumahan yang tidak layak, kekurangan makanan, dan berbagai patologi sosial yang
berderajat tinggi) sebagai akibat dari kehidupan dalam lingkungan fisik yang penuh
sesak.

Masalah-masalah dari faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan yang baru saja


dikemukakan, bukan hanya merupakan lapangan penelitian dengan penggunaan
pendekatan biologis tetapi juga biobudaya dan sosiobudaya.

2.3 Faktor-faktor Perilaku Manusia dan Inovasi Kesehatan

Kondisi sehat dan sakit bukan hanya dipengaruhi oleh ketiga faktor yang baru saja
dikemukakan diatas, seperti faktor eksogen, endogen dan kepadatan penduduk tetapi juga

9
oleh faktor prilaku. Secara epidemiologis, keempat faktor ini menentukan insiden,
prevalensi, dan distribusi penyakit dan gangguan kesehatan lainnya.

Faktor-faktor prilaku manusia yang mempengaruhi kesehatan dapat digolongkan


dalam dua kategori yaitu perilaku yang terwujud secara sengaja atau sadar dan perilaku
yang terwujud secara tidak sengaja atau tidak sadar. Ada perilaku-perilaku yang disengaja
atau tidak disengaja membawa manfaat bagi kesehatan individu atau kelompok
kemasyarakatan, sebaliknya ada yang disengaja atau tidak disengaja berdampak
merugikan kesehatan.

Sadar/Tahu(S) Tidak sadar/


Tidak Tahu(TS)

Menguntungka 1 4 Potensi
n (Stimulan)
(U)
2 3 Kendala
Merugikan
(R)

Gambar 1. Model Alternatif Perilaku Kesehatan

Kotak 1 menunjukkan kegiatan manusia yang secara sengaja ditujukan untuk


menjaga, meningkatkan kesehatan, dan menyembuhkan diri dari penyakit atau gangguan
kesehatan. Kegiatan ini berupa segi-segi preventif, promotif dan kuratif. Segi-segi ini
mencakup baik tradisional maupun moderen atau formal atau biomedis.

Kotak 2 mencakup semua bentuk prilaku baik merugikan atau merusak kesehatan
bahkan berdampak kematian, yang secara sadar atau sengaja dilakukan. Termasuk dalam
kategori ini adalah seperti, berbagai jenis pembunuhan sesama manusia, peperangan,
alkoholisme, merokok, bekerja secara berlebih-lebihan, dan lain-lain.

Kotak 3 berhubungan dengan semua tindakan yang tidak disadari, sedikit atau banyak
berakibat mengganggu kesehatan individu atau kelompok sosial. Contohnya penyakit
echinococcosis yang terjadi di Kenya: turkana, yang disebabkan oleh karena
menggunakan anjing untuk menjilat anus bayi sesuadah membuang air besar, anjing
bebas bermain dan menjaga bayi.

Kotak 4 adalah kegiatan-kegiatan atau gejala-gejala yang secara tidak disadari atau
tidak disengaja membawa manfaat bagi kesehatan individu atau kelompok sosial.
Perhatian peneliti-peneliti belum banyak dicurahkan pada banyak kenyataan sosial
budaya ini. Beberapa contoh yang banyak dikemukakan adalah detoksifikasi singkong
dengan teknik tradisional tertentu (Oke, 1966) dan kebiasaan mencat tubuh yang secara
tidak sengaja berfungsi sebagai penolak vektor (Smole, 1976).

Bagian dari alternatif 1 (kotak 1) yaitu sistem-sistem medis tradisional merupakan


lapangan perhatian dari kalangan ahli antropologi sejak waktu yang lama, dikenal sebagai
10
etnomedisin. Perkembangan dari antropologi kesehatan menempatkan etnomedisine
hanya sebagai suatu lapangan perhatian. Lapangan-lapangan perhatian lainnya meliputi
masalah sosiobudaya dalam sistem medis kedokteran, alternatif-alternatif perilaku
kesehatan lainnya dan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan manusia dalam ruang
lingkup biobudaya, ekobudaya, dan sosiobudaya.

Dalam kerangka perilaku ini suatu sistem medis mencakup pola-pola pranata sosial,
pengetahuan, dan tradisi budaya yang berkembang dari prilaku sengaja yang bertujuan
untuk menjaga dan meningkatkan kondisi kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan diri
dari penyakit atau gangguan kesehatan lainnya (cf Dunn 1976a:135). Dengan sendirinya
pengertian ini tidak hanya mencakup sistem-sistem medis tradisional (kedukunan dan
lain-lain yang sejenis dengannya, dan sistem medis rumah tangga) tetapi juga sistem-
sistem medis modern atau formal.

Sekalipun kegiatan-kegiatan dari setiap sistem medis dilakukan secara sengaja untuk
memenuhi kebutuhan kesehatan seseorang atau masyarakat, tidak jarang pula usaha
medis ini justru menimbulkan akibat yang berlawanan dengan tujuan yang dikehendaki
(Dunn 1976a: 135); seperti cara-cara pemeliharaan kesehatan tertentu, kegagalan dalam
pengobatan karena kelalaian pasien atau praktisi medis, pengobatan yang menimbulkan
efek samping yang merugikan, ketidakpatuhan pasien dalam menjalankan kewajiban
medis dan sebagainya. Kenyataan-kenyataan ini menunjukkan bahwa sistem medis tidak
dapat dipisahkan dari alternatif-alternatif 2 dan 3. Demikian pula dengan kenyataan-
kenyataan alternatif 4 justru dapat membantu usaha-usaha medis, berfungsi sebagai faktor
stimulan.

Kalau kita melihat secara khusus akan pranata-pranata pencegahan dan


pemberantasan penyakit, dan perawatan kuratif formal yang juga tergolong pada
alternatif 1, maka masalah-masalah yang dihadapi merupakan hambatan-hambatan
budaya, sosial dan psikologis yang sebenarnya berbentuk perilaku-perilaku yang
merugikan atau merusak kesehatan baik disadari (alternatif 3) maupun tidak disadari
(alternatif 4). Tidaklah mengherankan kalau perhatian penelitian banyak diarahkan
kepada usaha-usaha mencari jalan untuk mengatasi hambatan-hambatan ini.
Namun demikian, penelitian-penelitian seperti ini pada pihak lain harus pula
didampingi dengan penelitian mengenai perilaku-perilaku disadari (alternatif 1) dan tidak
disadari (alternatif 2) yang bermanfaat bagi kesehatan atau yang merupakan faktor
stimulan terhadap usaha ini.

Dalam rangka mengklarifikasi perilaku kesehatan sesuai dengan 4 bidang alternatif


tersebut kita perlu membedakan dua hal yaitu perilaku dari dan seperti yang dirumuskan
oleh komunitas atau populasi yang menjadi sasaran program inovasi kesehatan dan
perilaku dari dan seperti dirumuskan oleh orang luar (seperti perencanaan, pelaksanaan
dan praktisioner medis dari program inovasi kesehatan). Dalam antropologi segi pertama
dikenal sebagai pendekatan emic, dan segi kedua dikenal dengan pendekatan etic.
Dengan demikian, kita akan memperoleh 8 subklasifikasi perilaku dasar yang merupakan
aspek-aspek penelitian suatu program inovasi kesehatan.

11
Setiap aspek penelitian ini perlu mendapat perhatian secara sungguh-sungguh untuk
memperoleh pengertian yang menyeluruh mengenai pola-pola perilaku yang relevan
terhadap penyebaran suatu penyakit serta usaha pemberantasannya.

Dalam kenyataannya, masalah-masalah perilaku yang relevan terhadap kesehatan


manusia yang perlu mendapatkan perhatian untuk diteliti adalah kompleks. Sebagai
contoh yang dapat dikemukakan adalah masalah kontak manusia dengan air sebagai
suatu unsur penting dalam epidemiologi schistosomiasis. Studi mengenai segi apa saja
untuk mempelajari dan memecahkan masalah ini, sekurang-kurangnya harus mencakup
aspek-aspek sebagai berikut: pola konsumsi air untuk makan, minum dan lain-lain;
kebiasaan membuang berbagai jenis kotoran manusia dalam air atau di tempat lain;
mandi sebagai praktek ritual; penangkapan ikan dan cara mempersiapkannya; praktek
pertanian dengan menggunakan air; pemeliharaan ikan; penggunaan air untuk ternak;
transportasi sungai atau danau; penggunaan jembatan (untuk menyeberangi sungai,
selokan atau parit) atau tanpa jembatan. Kecuali itu, golongan masalah lain adalah
metode pendidikan kesehatan yang tepat untuk dapat mengurangi frekuensi kontak air
melalui perubahan perilaku-prilaku tertentu; usaha-usaha teknis untuk mengurangi
kontak air dengan menyediakan alternatif-alternatif, seperti jembatan, tempat mencuci
pakaian dan lain-lain yang sehat, jamban dan sebagainya.

Studi yang teliti mengenai aspek-aspek ini akan menghasilkan deskripsi


lengkap/mendalam tetapi yang relevan dari suatu pola perilaku tentang kontak manusia
dengan air. Hanya dengan memiliki deskripsi seperti ini suatu program nasional yang
bertujuan untuk mengurangi frekuensi kontak air dalam suatu lingkungan ekobudaya
dapat disusun. Namun demikian, pada pihak lain, seperti halnya dengan semua program
inovasi kesehatan yang terarah kepada menciptakan perubahan perilaku, maka deskripsi
ini tentulah belum mencukupi. Masih diperlukan penelitian lebih lanjut yang pada
dasarnya adalah penelitian sosiobudaya dan psikologis yang hasilnya akan dapat
menjelaskan mengapa penduduk sasaran program berperilaku seperti yang mereka
lakukan atau perlihatkan pada tempat, dan dalam waktu dan situasi yang berlainan.
Penelitian ini bertujuan mempelajari faktor-faktor sosial, budaya dan psikologis baik
yang berfungsi sebagai penghambat maupun pendorong (stimulan) usaha-usaha inovasi
kesehatan. Kecuali itu, penelitian ini juga dapat menjelaskan berbagai masalah
perubahan sosial dan budaya, termasuk dampaknya dalam kehidupan sehari-hari serta
sifat dasar dari proses-proses perubahan ini yang berlangsung dalam masyarakat resipien
program inovasi kesehatan.

Dapat dinyatakan bahwa tanpa studi seperti ini tidaklah dapat dijamin bahwa jamban,
tempat-tempat pencucian, tempat mandi, dan lain-lain gagasan dan praktek kesehatan
baru (sekalipun sudah disampaikan dan diadakan) akan diterima dan dipraktekkan secara
semestinya sesuai dengan tujuan program. Kita mengetahui dari pengalaman berbagai
program inovasi kesehatan bahwa fasilitas-fasilitas seperti ini tidak dipergunakan
(sekalipunanggota-anggota masyarakat resipien mengatakan bahwa mereka
menerimanya) atau justru menimbulkan masalah-masalah lain.

12
Berbagai masalah dan aspek-aspeknya dari setiap faktor yang mempengaruhi
kesehatan semuanya bersumber pada lingkungan ekologis dan sistem sosiobudaya dari
masyarakat atau komunitas resipien program inovasi kesehatan. Kecuali itu, semua
keberhasilan atau kelancaran suatu program inovasi banyak pula ditentukan oleh
kesadaran para perencana dan pelaksana program akan berbagai hambatan komunikasi
inovasi yang bersumber di dalam organisasi inovasi dan di kalangan mereka sendiri.

Hambatan-hambatan ini antara lain, mencakup asumsi-asumsi keprofesionalan dan


birokrasi yang seringkali menjadi dasar, atau yang mempengaruhi sikap dan kelakuan
mereka dalam interaksi mereka dengan resipien program. Asumsi-asumsi
keprofesionalan sering menimbulkan masalah-masalah hubungan antar golongan-
golongan profesional. Misalnya, suatu golongan profesional dapat menganggap lebih
berwewenang, karena itu harus berperan dalam menentukan rencana, strategi
pelaksanaan, keputusan dan memegang pimpinan dari suatu program. Kecuali itu,
asumsi-asumsi ini menimbulkan pula masalah-masalah komunikasi dalam interaksi
antara profesional dan resipien program. Ini dapat lahir antara lain karena masing-masing
memiliki sistem sosiobudaya yang berbeda, akan tetapi dapat bertentangan secara
diametris, tetapi ukuran-ukuran yang dipergunakan untuk menilai berbagai masalah
inovasi (yang terdapat atau bersumber pada masyarakat resipien) adalah nilai dan norma
dari pihak profesional. Perwujudan asumsi-asumsi ini pada derajat yang tinggi adalah
merupakan etnosentrisme profesional.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Model mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan yang dijadikan dasar


dalam peranan dan sumbangan antropolgi (terutama antropologi kesehatan) adalah
menyeluruh dan terintegrasi, dan dapat dioperasionalisasikan dalam usaha pemecahan
masalah-masalah kesehatan secara praktis di negara kita. Model ini dapat digunakan
untuk merencanakan berbagai penelitian. Karena kemampuan akademis perorangan yang
terbatas, mengharuskan suatu program penelitian yang meluas dijalankan oleh suatu tim
peneliti yang bukan hanya terdiri dari ahli-ahli antropolgi tetapi juga ahli-ahli dari
berbagai ilmu perilaku dan kesehatan. Tentu penelitian yang dapat dilakukan secara
perorangan untuk suatu masalah yang ruang lingkupnya terbatas tetap perlu
dikembangkan.

13
Faktor perilaku sangat besar mempengaruhi kesehatan perorangan dan masyarakat.
Keempat alternatif perilaku perilaku kesehatan merupakan lapangan-lapangan yang
fundamentil untuk dipelajari. Dari segi lainnya alternatif-alternatif perilaku ini dapat pula
merupakan suatu kerangka untuk mempelajari aspek-aspek sosiobudaya dari suatu
penyakit pada suatu komunitas tertentu. Secara tersendiri dan khusus setiap alternatif
bahkan setiap aspek dari setiap alternatif dapat merupakan lapangan atau masalah
penelitian tersendiri.

Hasil dari setiap penelitian, baik yang beruang lingkup besar maupun yang khusus,
sangat berguna dan merupakan data utama bagi perencanaan program kesehatan. Untuk
mencapai hasil yang lebih memuaskan seyogianyalah apabila penyusunan rencana-
rencana penelitian ini, baik yang berjangka waktu panjang maupun singkat mulai
dikembangkan secara antarbidang antar kalangan ahli kedokteran dan kalangan ahli
ilmu-ilmu perilaku manusia.

Dalam rangka inovasi kesehatan, hasil-hasil dari setiap penelitian ini akan menjadi
dasar dari strategi-strategi pemecahan praktis yang ditujukan kepada masyarakat
resipien, dalam bidang-bidang pemberantasan penyakit, pencegahan penyakit, promosi
kesehatan, dan perawatan klinis. Berhasilnya kegiatan-kegiatan ini sangat ditentukan
oleh strategi-strategi komunikasi inovasi dan implementasinya dalam proses-proses
interaksi, dalam usaha mangadopsi kepercayaan, nilai, ide dan praktek kesehatan yang
sekaligus menuntut pula perubahan perilaku-perilaku tertentu. Dalam latar inilah peranan
faktor-faktor etnosentrisme profesional, birokrasi, kepribadian individual dan lain-lain
yang bersumber dalam organisasi inovasi dan di kalangan profesional serta pelaksana
lainnya turut mempengaruhi pelaksanaan program inovasi.

Seringkali kita mendengar orang mengatakan bahwa banyak program inovasi yang
kurang berhasil disebabkan masyarakat resipien tidak atau kurang berpartisipasi.
Mungkin kenyataan ini, antara lain dapat dilihat dari segi pola sikap dan perilaku kita
sebagai pelaksana program itu sendiri yang sebaliknya (pendekatan partisipasi sosial atau
pendekatan dari bawah) atau suatu bentuk gabungan dari kedua-duanya. Kenyataan ini
pula yang menyebabkan ada yang melihat persoalannya dari segi masyarakat resipien
semata-mata dengan menekankan bahwa mereka adalah buta huruf, tradisional, percaya
ketakhayulan, acuh tak acuh mengenai kesukaran hidup dan kesehatan, tidak mau maju,
kotor dan lain-lain. Sekalipun ini merupakan kenyataan, namun harus pula kita akui
bahwa tidak jarang suatu program tidak sampai pada hasil yang diharapkan disebabkan
oleh masalah-masalah dalam organisasi dan di kalangan pelaksana sendiri seperti
tersebut diatas.

Setiap uasaha inovasi yang dengan sendirinya menuntut perubahan perilaku, sedikit
atau banyak seharusnyalah mendasarkan strategi intervensi inovasinya pada hasil-hasil
penelitian dari masalah-masalah yang menjadi sasaran pemecahan serta kesadaran akan
masalah-masalah komunikasi yang akan dihadapi dalam setting inteksi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Foster, G.M.
1976 Medical Anthropology and Internasional Health Planning. Medical Anthropolgy
Newsletter, 7: 12-18
Antonovsky, A.
1972 Breakdown: A Needed Fourth Step in the Conceptual Armamentorum of
ModernMidicine. Social Science and Medicine 6:537-544
Audy, J.R.
1965 Types of Human Influence on Natural Foci of Disease. Dalam Proceeding of a
Symposium on Theoretical Questions of Natural Foci of Disease. B. Rosicky and
K. Heyberger, eds. Hlm. 245-253. Czech. Acad. Scis.
1971 Health and Disease (Bab 15), dan Community Health (Bab 16). Dalam Human
Ecology. F. Sargent, ed. Amsterdam: North Holland Publishing Co.
Bennett, F.J., I.G. Kagan, N.A. Barnicot, & J.C Woodburn.
1970 Helminth and Protozoal Parasites of the Hazda of Tanzania. Trans. Royal Soc.
Trop. Med. Hyg. 64:857-888
Berkman, L.F. dan S.L. Syme.
1979 Social Network Host Resistance and Mortality: A Nine Year Follow Up Study of
Alameda County Residents. American Journal of Epidemiology 109: 186-204.
Chandler, A.C.

15
1927 The Distribution of Hymenolepis Infections in India with a Discussion of its
Epidemiological Significance. Indian J. Med. Hyg. 21: 663-667.
1956 Interrelations between Nutrition and Infectious Disease in the Tropics.
Presidential Address Delivered at the Annual Meeting of the American Society of
Tropical Medicine and Hygiene, New Orleans.
Cockburn, T. Aidan
1971 Infectious Disease in Ancient Populations. Current Anthropology 12: 45-62
Cort, W. W
1942 Human Factors in Parasite Ecology. The Amer Naturalist LXXVI: 113-128
Dunn, F.L.
1976a Traditional Asian Medicine and Cosmopolitan Medicine as Adaptive Systems.
Dalam Asian Medical Systems: A Comparative Study. Charles Leslie, ed. Hlm.
133-158. Berkeley: University of California.
1976b Human Behavioral Studies in Parasitic Disease Research and Control.
Assignment Report. World Health Organization.
1976c Human Behavior Factors in the Epidemiology and Control of Wucheria and
Brugia Infections. Bulletin of the Public Health Society, Malaysia 10: 34-44.
1979 Behavioral Aspects of the Control of Parasitic Diseases. Bulletin of the World
Health Organization 57: 499-512.
Faust, E. C., dan O.K. Khan
1927 Studies on Clonorchis Sinensis (Cobbold). Amer. Hygiene, Ser.8.
Faust, E. C., P.F. Russell, dan R.C. Jung
1970 Craig and Fausts Clinical Parasitology, 8th ed. Philadelphia: Lea and Febiger.
Forrester, A.T.T., G.S. Nelson, dan G. Sander
1961 The First Record of an Outbreak of Trichinosis in africa, South of the Sahara.
Trans. Royal Soc. Trop. Med. Hyg. 55: 503-513.
Foster, George M.
1973 Traditional Sosieties and Technological Change.
New York: Harper & Row
Foster, George M., dan Barbara G. Anderson
1978 Medical Anthropology. New York: John Wiley.
Heyneman, D. Dan B.L. Lim
1977 Parasitic Disease in Relation to Environment, Customs, and Geography. Dalam
Parasites Their World and Ours. A. M. Fall, ed. Proceedings of 18th Symposium
of the Royal Society of Canada.
June 23-24. Ottawa, Ontario: The Royal Society of Canada.
Kochar, V.K., G.A. Schad, A. B. Chowdhury, C.G. Dean dan T. Nawalinski.
1973 An emerging Approach to the study of Human Factors in the Regulation of
Paracitic Infections: Cultural Ecology of Hookworm Populations in Rural Bengal,
Unpublished Report.
Kuntz, R.E.
1952 Schistosoma Mansoni and S. Haematobium in the Yemen, South-West Arabia:
With a Report of an Unusual Factor in Epidemiology of Schistosomiasis
Mansoni, J. Parasit 38: 24-28
May, J.M.
1954 Cultural Aspects of Tropical Disease. Amer. Jnl. Trop. Med. And Hyg. 3: 422-430
Millard, A.V.
(t.t) Aspects of the Ecology of Trypanosoma Cruzi. 1973.

16
Motulsky, A.G.
1960 Metabolic Polymorphisme and the Role of Infectious Disease in Human
Evolution. Human Biology 32: 28-62.
Nelson, G.S.
1972 Human Behavior in the Transmission of Parasitic Diseases. Dalam Behavioral
Aspects of Disease Transmission. Canning, ed. London: Academic Press for the
Linnean Society.
Nelson, G.S., dan R.L. Rausch
1963 Echinococcus Infections in Man and Animals in Kenya. Ann. Trop. Med. Parasit.
57: 137-149.
Oke, O.L.
1966 Chemical Studies of Some Nigerian Foodstuffs Gari. Nature 212-1055.
Rabinovich, J.E.
1972 Vital Statistics of Triatominae (Hemiptera: Reduviidae) under Laboratory
Conditions I. Traitoma infestans Klug. J. Med. Ent. 9: 351-370.
Schwabe, C.W.
1968 Interaction of Nutrition and Infection. Geneva: WHO Monograph Series.
Sims, L.S., B. Paolucci, dan P.M. Morris
1972 A Theoretical Model for the Study of Nutri-tional Status: An Ecosystem
Approach. Ecology of Food and Nutrition 1: 197-205.
Smole, W.J.
1976 The Yanoama Indians: A Cultural Geography. Austin: University of Texas Press.
UNESCO
1978 Tropical Forest Ecosystems: A State-of-Knowledge Report Prepered by
UNESCO/UNDP/FAO. Paris, France.
Walton, G.A.
1962 The Ornithodorus Moubata Superspecies Problem in Relation to Human
Relapsing Fever Epidemiology. Symposia Zool. Soc. London 6: 83-156.
Wilson, R.N.
1970 The Sociology of Health: An Introduction. New York: Studies in Sociology,
Random House.
Wray, J.R.
1958 Note on Human Hydatid Disease in Kenya. E. African Med. Jnl. 35: 37-39.

17

Anda mungkin juga menyukai