Anda di halaman 1dari 14

Tidak ada satupun dokter atau petugas kesehatan lainnya yang ingin

pasiennya celaka. Oleh karena itu, keselamatan pasien menjadi isu penting
dan terus menerus disosialisasikan dalam lingkungan fasilitas kesehatan.
Berbagai metode dan pendekatan diciptakan dan terus-menerus
disempurnakan untuk mencapai titik terendah angka kejadian tak diinginkan
yang masih mungkin untuk dicapai. Penggunaan teknologi dan sistem
keselamatan dimaksimalkan untuk meningkatkan outcome pelayanan.
Bagaimanapun juga, hambatan untuk melaksanakan pelayanan
yang safe justru ada pada para klinisi yang berinteraksi dengan pasien
selama mereka dirawat di RS. Hal ini disampaikan oleh Linda Butler,
MD, Chief Medical Officer di Rex Hospital, Raleigh.

Kerjasama antara Patient Safety Movement Foundation dengan The Joint


Commission Center for Transforming Healthcaretelah menghasilkan daftar isu
terpenting terkait keselamatan pasien yang harus diwaspadai di tahun 2014
mendatang, sebagaimana dilansir pada laman beckershospitalreview.com.
Susunan daftar ini tidak menunjukkan urutan kepentingan isu yang
bersangkutan.

1. Infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan

Menurut pusat pengendalian dan pencegahan penyakit, 5% dari seluruh


pasien rawat inap mengalami ini. Menurut The Association for Healthcare
Research and Quality, biaya rata-rata yang ditimbulkannya mencapai puluhan
ribu dolar. Kesulitan menurunkan angka infeksi ini terjadi karena
meningkatkan resistensi terhadap berbagai obat (multi-drugs), yang salah
satunya merupakan kontribusi dari peresepan dan penggunaan antibiotik
yang kurang terkendali. Maka, diperlukan solusi jangka panjang untuk
mengendalikan multi-drug resistance.

2. Komplikasi operasi

Meskipun kejadian tertinggalnya benda asing dalam tubuh pasca operasi,


serta operasi salah sisi atau salah orang sangat jarang terjadi, namun fatal
sekali bila betul-betul terjadi. Salah satu cara menghindari benda tertinggal
adalah menghitung seluruh peralatan yang digunakan sebelum dan sesudah
operasi. Adanya perencanaan dan perhatian yang baik dari semua anggota
tim bedah saat ini dipandang sebagai satu-satunya solusi terbaik untuk
menurunkan komplikasi pasca operasi.

3. Komunikasi hand off


Hand off yang dilakukan dengan buruk akan menghasilkan error mayor
maupun minor, yang berdampak pada meningkatnya LOS dan biaya. Menurut
The Joint Commission, sejak awal data dikumpulkan di tahun 1990-an, isu ini
telah menjadi akar penyebab utama malpraktik yang berakhir ke ranah
hukum. Memperbaiki sistem komunikasi perlu ditunjang oleh
budayasafety yang kuat dan hubungan kerja yang baik.

4. Diagnosis

Diagnosis yang tidak tepat dapat berakibat fatal bagi pasien, sebaik apapun
tindakan medis dilakukan. Kejadian salah diagnosis paling sering terjadi
pada congenital heart disease dan sepsis, yang berakibat fatal karena pasien
sulit diselamatkan jika terlambat dideteksi. Perlu ada perbaikan cara
mendiagnosis untuk mengurangi kesalahan ini.

5. Medication errors

Meningkatnya angka komorbiditas menyebabkan pasien perlu mengkonsumsi


obat lebih banyak dibandingkan satu dekade lalu. Hal ini tentu saja
meningkatkan risiko terjadinya efek samping obat yang buruk. Oleh karena
itu, penting untuk mengetahui detail riwayat pengobatan pasien, proses
rekonsiliasi saat pasien mengalami transisi (dari RS ke rumah, misalnya)
serta edukasi pasien untuk mengurangi risiko ini.

6. Kegagalan menerapkan budaya keselamatan

Budaya keselamatn pasien yang kuat akan memberi peluang terdeteksinya


dan dianalisisnya kesalahan lebih dini dan penyebab masalah diselesaikan
sampai ke akarnya. Sayangnya, masih sangat banyak klinisi yang lebih suka
tidak melaporkan kejadian tidak diinginkan. Model yang disarankan oleh The
Joint Commission meliputi empat langkah, yaitu: merencanakan perubahan,
menginspirasi orang-orang untuk berubah, mensosialisasikan framework dan
mendukung perubahan pada saat dimulai maupun setelahnya.

7. Ketiadaan interoperabilitas

Interoperabilitas adalah kapabilitas dari suatu produk atau sistem yang antar-
mukanya diungkapkan sepenuhnya untuk berinteraksi dan berfungsi dnegan
produk atau sistem lain, kini atau dimasa mendatang, tanpa batasan akses
atau implementasi (http://interoperability-definition.info/id/).

Definisi ini lebih mudah dipahami melalui gambar berikut.


Sumber: http://interoperability-definition.info/id/

Dalam hal ini, penerapan rekam medis elektronik yang canggih namun belum
sempurna untuk menghindari terjadinya kesalahan. Salah satu penyebabnya
adalah karena antar-vendor tidak saling berkomunikasi sehingga sulit untuk
melakukandata-sharing antar sistem yang dikembangkan oleh vendor yang
berbeda. Padahal, jika ada interoperabilitas yang tuntas, akan menghemat
anggaran hingga USD 30 miliar setahun. Mengingat kebutuhan untuk data-
sharing semakin meningkat, saat ini banyak vendor yang mulai melakukan
investasi pada platform yang memungkinkan terjadinya interoperabilitas yang
lebih baik.

8. Pasien jatuh

Kejadian pasien jatuh sering dialami oleh pasien lansia, meskipun pasien
pada usia yang lebih muda juga berisiko terhadap hal ini. Untuk mengurangi
kejadian ini, perlu ada screening pasien yang berisiko jatuh, misalnya pasien
demensia, tekanan darah rendah atau yang mobilitasnya sudah berkurang.
Seringkali keputusan investasi terkait hal ini dilematis; di satu sisi mengurangi
jumlah perawat untuk menghemat anggaran agar bisa dialokasikan di tempat
lain, namun ini berarti mengurangi pengawasan pada pasien yang dapat
meningkatkan risiko safety, salah satunya adalah pasien jatuh.

9. Adanya pilihan terapi yang lebih baik

Sering kali penggunaan pemeriksaan atau obat-obatan yang berlebihan


menjadi pangkal dari masalah keselamatan pasien. Contoh paling mudah dan
banyak terjadi akhir-akhir ini adalah penggunaan produk darah yang
berlebihan. Pilihan terapi yang lebih baik berpotensi untuk
mengurangi harm pada pasien dan juga mengurangi biaya yang harus
dikeluarkan oleh rumah sakit dalam merawat pasien.

10.Tanda kelelahan

Menurut The Joint Commission, 85-99% dari sinyal alarm (pada tubuh pasien)
tidak memerlukan intervensi klinis. Namun, antara Januari 2009 hingga Juni
2012 komisi ini mencatat setidaknya 98 sentinel events terkait dengan
kelelahan dalam mengamati alarm pasien, dan 80 diantaranya berakhir
dengan kematian pasien. Menurut The Joint Commission,
membuatguideline untuk untuk menyesuaikan settingan alarm dapat
mengurangi masalah ini.

Sebenarnya RS secara alamiah selalu berupaya untuk mengingkatkan


keselamatan pasien. Namun kenyataan berkata lain, dimana kematian pasien
yang sebenarnya dapat dicegah justru meningkat. Patient Safety Movement
Foundation menemukan bahwa para klinisi dan pihak lain dalam komunitas
pelayanan kesehatan sering mengingkari kenyataan bahwa medical
erroradalah bagian dari praktek kedokteran. Perbaikan keselamatan pasien
berarti menciptakan budaya keselamatan diseluruh bagian organisasi,
membangun komitmen yang terukur, menciptakan solusi dan membagikan
kesuksesan.

1. LATAR BELAKANG PATIENT SAFETY


Hampir setiap tindakan medic menyimpan potensi resiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan
prosedur, serta jumlah pasien dan staf Rumah Sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial
bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Menurut Institute of Medicine (1999), medical error
didefinisikan sebagai: The failure of a planned action to be completed as intended (i.e., error of
execusion) or the use of a wrong plan to achieve an aim (i.e., error of planning). Artinya kesalahan
medis didefinisikan sebagai: suatu Kegagalan tindakan medis yang telah direncanakan untuk
diselesaikan tidak seperti yang diharapkan (yaitu., kesalahan tindakan) atau perencanaan yang salah
untuk mencapai suatu tujuan (yaitu., kesalahan perencanaan). Kesalahan yang terjadi dalam proses
asuhan medis ini akan mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera pada pasien, bisa
berupa Near Miss atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD).

Near Miss atau Nyaris Cedera (NC) merupakan suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan
(commission) atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (omission), yang dapat
mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan (misalnya,pasien terima
suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi obat), pencegahan (suatu obat dengan overdosis
lethal akan diberikan, tetapi staf lain mengetahui dan membatalkannya sebelum obat diberikan), dan
peringanan (suatu obat dengan overdosis lethal diberikan, diketahui secara dini lalu diberikan
antidotenya).
Adverse Event atau Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) merupakan suatu kejadian yang mengakibatkan
cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commission) atau tidak mengambil
tindakan yang seharusnya diambil (omission), dan bukan karena underlying disease atau kondisi
pasien.
Kesalahan tersebut bisa terjadi dalam tahap diagnostic seperti kesalahan atau keterlambatan
diagnose, tidak menerapkan pemeriksaan yang sesuai, menggunakan cara pemeriksaan yang sudah
tidak dipakai atau tidak bertindak atas hasil pemeriksaan atau observasi; tahap pengobatan seperti
kesalahan pada prosedur pengobatan, pelaksanaan terapi, metode penggunaan obat, dan
keterlambatan merespon hasil pemeriksaan asuhan yang tidak layak; tahap preventive seperti tidak
memberikan terapi provilaktik serta monitor dan follow up yang tidak adekuat; atau pada hal teknis
yang lain seperti kegagalan berkomunikasi, kegagalan alat atau system yang lain.

Dalam kenyataannya masalah medical error dalam sistem pelayanan kesehatan mencerminkan
fenomena gunung es, karena yang terdeteksi umumnya adalah adverse event yang ditemukan secara
kebetulan saja. Sebagian besar yang lain cenderung tidak dilaporkan, tidak dicatat, atau justru luput
dari perhatian kita semua.

Pada November 1999, the American Hospital Asosiation (AHA) Board of Trustees mengidentifikasikan
bahwa keselamatan dan keamanan pasien (patient safety) merupakan sebuah prioritas strategik.
Mereka juga menetapkan capaian-capaian peningkatan yang terukur untuk medication safety sebagai
target utamanya. Tahun 2000, Institute of Medicine, Amerika Serikat dalam TO ERR IS HUMAN,
Building a Safer Health System melaporkan bahwa dalam pelayanan pasien rawat inap di rumah sakit
ada sekitar 3-16% Kejadian Tidak Diharapkan (KTD/Adverse Event). Menindaklanjuti penemuan ini,
tahun 2004, WHO mencanangkan World Alliance for Patient Safety, program bersama dengan berbagai
negara untuk meningkatkan keselamatan pasien di rumah sakit.
Di Indonesia, telah dikeluarkan pula Kepmen nomor 496/Menkes/SK/IV/2005 tentang Pedoman Audit
Medis di Rumah Sakit, yang tujuan utamanya adalah untuk tercapainya pelayanan medis prima di
rumah sakit yang jauh dari medical error dan memberikan keselamatan bagi pasien. Perkembangan ini
diikuti oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia(PERSI) yang berinisiatif melakukan
pertemuan dan mengajak semua stakeholder rumah sakit untuk lebih memperhatian keselamatan
pasien di rumah sakit.
Mempertimbangkan betapa pentingnya misi rumah sakit untuk mampu memberikan pelayanan
kesehatan yang terbaik terhadap pasien mengharuskan rumah sakit untuk berusaha
mengurangi medical error sebagai bagian dari penghargaannya terhadap kemanusiaan, maka
dikembangkan system Patient Safety yang dirancang mampu menjawab permasalahan yang ada.
2. PENGERTIAN PATIENT SAFETY
Patient Safety atau keselamatan pasien adalah suatu system yang membuat asuhan pasien di rumah
sakit menjadi lebih aman.
Sistem ini mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.

3. TUJUAN PATIENT SAFETY


Tujuan Patient safety adalah
1. Terciptanya budaya keselamatan pasien di RS
2. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit thdp pasien dan masyarakat;
3. Menurunnya KTD di RS
4. Terlaksananya program-program pencegahan shg tidak terjadi pengulangan KTD.
4. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PATIENT SAFETY
Pelaksanaan Patient safety meliputi
1. Sembilan solusi keselamatan Pasien di RS (WHO Collaborating Centre for Patient Safety,
2 May 2007), yaitu:
1) Perhatikan nama obat, rupa dan ucapan mirip (look-alike, sound-alike medication names)
2) Pastikan identifikasi pasien
3) Komunikasi secara benar saat serah terima pasien
4) Pastikan tindakan yang benar pada sisi tubuh yang benar
5) Kendalikan cairan elektrolit pekat
6) Pastikan akurasi pemberian obat pada pengalihan pelayanan
7) Hindari salah kateter dan salah sambung slang
8) Gunakan alat injeksi sekali pakai
9) Tingkatkan kebersihan tangan untuk pencegahan infeksi nosokomial.
2. Tujuh Standar Keselamatan Pasien (mengacu pada Hospital Patient Safety
Standards yang dikeluarkan oleh Joint Commision on Accreditation of Health
Organizations, Illinois, USA, tahun 2002),yaitu:
1. Hak pasien
Standarnya adalah
Pasien & keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana & hasil
pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya KTD (Kejadian Tidak Diharapkan).
Kriterianya adalah
1) Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
2) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
3) Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas dan benar
kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk
pasien termasuk kemungkinan terjadinya KTD
2. Mendidik pasien dan keluarga
Standarnya adalah
RS harus mendidik pasien & keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan
pasien.
Kriterianya adalah:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dgn keterlibatan pasien adalah partner
dalam proses pelayanan. Karena itu, di RS harus ada system dan mekanisme mendidik pasien &
keluarganya tentang kewajiban & tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.Dengan pendidikan
tersebut diharapkan pasien & keluarga dapat:
1) Memberikan info yg benar, jelas, lengkap dan jujur
2) Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab
3) Mengajukan pertanyaan untuk hal yg tdk dimengerti
4) Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan
5) Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan RS
6) Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa
7) Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati
3. Keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan
Standarnya adalah
RS menjamin kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit
pelayanan.
Kriterianya adalah:
1) koordinasi pelayanan secara menyeluruh
2) koordinasi pelayanan disesuaikan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya
3) koordinasi pelayanan mencakup peningkatan komunikasi
4) komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
4. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program
peningkatan keselamatan pasien
Standarnya adalah
RS harus mendesign proses baru atau memperbaiki proses yg ada, memonitor & mengevaluasi kinerja
melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif KTD, & melakukan perubahan untuk
meningkatkan kinerja serta KP.
Kriterianya adalah
1) Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (design) yang baik, sesuai dengan
Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
2) Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja
3) Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif
4) Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis
5. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) Pimpinan dorong & jamin implementasi progr KP melalui penerapan 7 Langkah Menuju KP RS .
2) Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif identifikasi risiko KP & program
mengurangi KTD.
3) Pimpinan dorong & tumbuhkan komunikasi & koordinasi antar unit & individu berkaitan dengan
pengambilan keputusan tentang KP
4) Pimpinan mengalokasikan sumber daya yg adekuat utk mengukur, mengkaji, & meningkatkan
kinerja RS serta tingkatkan KP.
5) Pimpinan mengukur & mengkaji efektifitas kontribusinyadalam meningkatkan kinerja RS & KP.
Kriterianya adalah
1) Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan
insiden,
3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi
dan berpartisipasi
4) Tersedia prosedur cepat-tanggap terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang
terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas
untuk keperluan analisis.
5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden,
6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden
7) Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola
pelayanan
8) Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan
9) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk
mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
Standarnya adalah
1) RS memiliki proses pendidikan, pelatihan & orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan
jabatan dengan KP secara jelas.
2) RS menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan &
memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien.
Kriterianya adalah
1) memiliki program diklat dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien
2) mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan inservice training dan
memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden.
3) menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisiplin dan kolaboratif dalam rangka melayani pasien.
7. Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan pasien.
Standarnya adalah
1) RS merencanakan & mendesain proses manajemen informasi KP untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal & eksternal.
2) Transmisi data & informasi harus tepat waktu & akurat.
Kriterianya adalah
1) disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk
memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien.
2) Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen
informasi yang ada

3. Tujuh langkah menuju keselamatan pasien RS (berdasarkan KKP-RS No.001-VIII-2005)


sebagai panduan bagi staf Rumah Sakit
1. Bangun kesadaran akan nilai keselamatan Pasien, ciptakan kepemimpinan & budaya yang
terbuka dan adil
Bagi Rumah sakit:

Kebijakan: tindakan staf segera setelah insiden, langkah kumpul fakta, dukungan kepada staf,
pasien, keluarga

Kebijakan: peran & akuntabilitas individual pada insiden

Tumbuhkan budaya pelaporan & belajar dari insiden

Lakukan asesmen dg menggunakan survei penilaian KP


Bagi Tim:

Anggota mampu berbicara, peduli & berani lapor bila ada insiden

Laporan terbuka & terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/solusi yg tepat
2. Pimpin dan dukung staf anda, bangunlah komitmen &focus yang kuat & jelas tentang KP di RS
anda
Bagi Rumah Sakit:

Ada anggota Direksi yg bertanggung jawab atas KP

Di bagian-2 ada orang yg dpt menjadi Penggerak (champion) KP

Prioritaskan KP dlm agenda rapat Direksi/Manajemen

Masukkan KP dlm semua program latihan staf


Bagi Tim:
Ada penggerak dlm tim utk memimpin Gerakan KP
Jelaskan relevansi & pentingnya, serta manfaat gerakan KP

Tumbuhkan sikap ksatria yg menghargai pelaporan insiden


3. Integrasikan aktivitas pengelolaan risiko, kembangkan sistem & proses pengelolaan risiko, serta
lakukan identifikasi & asesmen hal yg potensial brmasalah
Bagi Rumah Sakit:

Struktur & proses mjmn risiko klinis & non klinis, mencakup KP

Kembangkan indikator kinerja bagi sistem pengelolaan risiko

Gunakan informasi dr sistem pelaporan insiden & asesmen risiko & tingkatkan kepedulian thdp
pasien
Bagi Tim:

Diskusi isu KP dlm forum2, utk umpan balik kpd mjmn terkait

Penilaian risiko pd individu pasien

Proses asesmen risiko teratur, tentukan akseptabilitas tiap risiko, & langkah memperkecil risiko
tsb
4. Kembangkan sistem pelaporan, pastikan staf Anda agar dg mudah dpt melaporkan
kejadian/insiden serta RS mengatur pelaporan kpd KKP-RS
Bagi Rumah sakit:

Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden, ke dlm maupun ke luar yg hrs
dilaporkan ke KKPRS PERSI
Bagi Tim:

Dorong anggota utk melaporkan setiap insiden & insiden yg telah dicegah tetapi tetap terjadi
juga, sbg bahan pelajaran yg penting
5. Libatkan dan berkomunikasi dengan pasien, kembangkan cara-cara komunikasi yg terbuka
dg pasien
Bagi Rumah Sakit
Kebijakan : komunikasi terbuka ttg insiden dg pasien & keluarga

Pasien & keluarga mendpt informasi bila terjadi insiden


Dukungan,pelatihan & dorongan semangat kpd staf agar selalu terbuka kpd pasien & kel. (dlm
seluruh proses asuhan pasien
Bagi Tim:

Hargai & dukung keterlibatan pasien & kel. bila tlh terjadi insiden

Prioritaskan pemberitahuan kpd pasien & kel. bila terjadi insiden

Segera stlh kejadian, tunjukkan empati kpd pasien & kel.


6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan pasien, dorong staf anda utk melakukan
analisis akar masalah utk belajar bagaimana & mengapa kejadian itu timbul
Bagi Rumah Sakit:

Staf terlatih mengkaji insiden scr tepat, mengidentifikasi sebab


Kebijakan: kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/RCA) atau Failure
Modes & Effects Analysis (FMEA) atau metoda analisis lain, mencakup semua insiden & minimum 1 x
per tahun utk proses risiko tinggi
Bagi Tim:
Diskusikan dlm tim pengalaman dari hasil analisis insiden
Identifikasi bgn lain yg mungkin terkena dampak & bagi pengalaman tersebut
7. Cegah cedera melalui implementasi system Keselamatan pasien, Gunakan informasi yg ada ttg
kejadian/masalah utk melakukan perubahan pd sistem pelayanan
Bagi Rumah Sakit:
Tentukan solusi dg informasi dr sistem pelaporan, asesmen risiko, kajian insiden, audit serta
analisis
Solusi mencakup penjabaran ulang sistem, penyesuaian pelatihan staf & kegiatan klinis,
penggunaan instrumen yg menjamin KP
Asesmen risiko utk setiap perubahan

Sosialisasikan solusi yg dikembangkan oleh KKPRS-PERSI

Umpan balik kpd staf ttg setiap tindakan yg diambil atas insiden
Bagi Tim:

Kembangkan asuhan pasien menjadi lebih baik & lebih aman

Telaah perubahan yg dibuat tim & pastikan pelaksanaannya

Umpan balik atas setiap tindak lanjut ttg insiden yg dilaporkan

LANGKAH LANGKAH KEGIATAN PELAKSANAAN PATIENT SAFETY ADALAH


a. Di Rumah Sakit
1. Rumah sakit agar membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit, dengan susunan organisasi
sebagai berikut: Ketua: dokter, Anggota: dokter, dokter gigi, perawat, tenaga kefarmasian dan tenaga
kesehatan lainnya.
2. Rumah sakit agar mengembangkan sistem informasi pencatatan dan pelaporan internal tentang
insiden
3. Rumah sakit agar melakukan pelaporan insiden ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(KKPRS) secara rahasia
4. Rumah Sakit agar memenuhi standar keselamatan pasien rumah sakit dan menerapkan tujuh
langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit.
5. Rumah sakit pendidikan mengembangkan standar pelayanan medis berdasarkan hasil dari
analisis akar masalah dan sebagai tempat pelatihan standar-standar yang baru dikembangkan.
b. Di Provinsi/Kabupaten/Kota
1. Melakukan advokasi program keselamatan pasien ke rumah sakit-rumah sakit di wilayahnya
2. Melakukan advokasi ke pemerintah daerah agar tersedianya dukungan anggaran terkait dengan
program keselamatan pasien rumah sakit.
3. Melakukan pembinaan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit
c. Di Pusat
1. Membentuk komite keselamatan pasien Rumah Sakit dibawah Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia
2. Menyusun panduan nasional tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Melakukan sosialisasi dan advokasi program keselamatan pasien ke Dinas Kesehatan
Propinsi/Kabupaten/Kota, PERSI Daerah dan rumah sakit pendidikan dengan jejaring pendidikan.
4. Mengembangkan laboratorium uji coba program keselamatanpasien.

Selain itu, menurut Hasting G, 2006, ada delapan langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan
budaya Patient safety ini
1. Put the focus back on safety
Setiap staf yang bekerja di RS pasti ingin memberikan yang terbaik dan teraman untuk pasien. Tetapi
supaya keselamatan pasien ini bisa dikembangkan dan semua staf merasa mendapatkan
dukungan, patient safety ini harus menjadi prioritas strategis dari rumah sakit atau unit pelayanan
kesehatan lainnya. Empat CEO RS yang terlibat dalamsafer patient initiatives di Inggris mengatakan
bahwa tanggung jawab untuk keselamatan pasien tidak bisa didelegasikan dan mereka memegang
peran kunci dalam membangun dan mempertahankan fokus patient safety di dalam RS.
2. Think small and make the right thing easy to do
Memberikan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien mungkin membutuhkan langkah-langkah
yang agak kompleks. Tetapi dengan memecah kompleksitas ini dan membuat langkah-langkah yang
lebih mudah mungkin akan memberikan peningkatan yang lebih nyata.
3. Encourage open reporting
Belajar dari pengalaman, meskipun itu sesuatu yang salah adalah pengalaman yang berharga.
Koordinator patient safety dan manajer RS harus membuat budaya yang mendorong pelaporan.
Mencatat tindakan-tindakan yang membahayakan pasien sama pentingnya dengan mencatat
tindakan-tindakan yang menyelamatkan pasien. Diskusi terbuka mengenai insiden-insiden yang terjadi
bisa menjadi pembelajaran bagi semua staf.
4. Make data capture a priority
Dibutuhkan sistem pencatatan data yang lebih baik untuk mempelajari dan mengikuti perkembangan
kualitas dari waktu ke waktu. Misalnya saja data mortalitas. Dengan perubahan data mortalitas dari
tahun ke tahun, klinisi dan manajer bisa melihat bagaimana manfaat dari penerapan patient safety.
5. Use systems-wide approaches
Keselamatan pasien tidak bisa menjadi tanggung jawab individual. Pengembangan hanya bisa terjadi
jika ada sistem pendukung yang adekuat. Staf juga harus dilatih dan didorong untuk melakukan
peningkatan kualitas pelayanan dan keselamatan terhadap pasien. Tetapi jika pendekatan patient
safety tidak diintegrasikan secara utuh kedalam sistem yang berlaku di RS, maka peningkatan yang
terjadi hanya akan bersifat sementara.
6. Build implementation knowledge
Staf juga membutuhkan motivasi dan dukungan untuk mengembangkan metodologi, sistem berfikir,
dan implementasi program. Pemimpin sebagai pengarah jalannya program disini memegang peranan
kunci. Di Inggris, pengembangan mutu pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien sudah
dimasukkan ke dalam kurikulum kedokteran dan keperawatan, sehingga diharapkan sesudah lulus
kedua hal ini sudah menjadi bagian dalam budaya kerja.
7. Involve patients in safety efforts
Keterlibatan pasien dalam pengembangan patient safety terbukti dapat memberikan pengaruh yang
positif. Perannya saat ini mungkin masih kecil, tetapi akan terus berkembang. Dimasukkannya
perwakilan masyarakat umum dalam komite keselamatan pasien adalah salah satu bentuk kontribusi
aktif dari masyarakat (pasien). Secara sederhana pasien bisa diarahkan untuk menjawab ketiga
pertanyaan berikut: apa masalahnya? Apa yang bisa kubantu? Apa yang tidak boleh kukerjakan?
8. Develop top-class patient safety leaders
Prioritisasi keselamatan pasien, pembangunan sistem untuk pengumpulan data-data berkualitas tinggi,
mendorong budaya tidak saling menyalahkan, memotivasi staf, dan melibatkan pasien dalam
lingkungan kerja bukanlah sesuatu hal yang bisa tercapai dalam semalam. Diperlukan kepemimpinan
yang kuat, tim yang kompak, serta dedikasi dan komitmen yang tinggi untuk tercapainya tujuan
pengembangan budaya patient safety. Seringkali RS harus bekerja dengan konsultan leadership untuk
mengembangkan kerjasama tim dan keterampilan komunikasi staf. Dengan kepemimpinan yang baik,
masing-masing anggota tim dengan berbagai peran yang berbeda bisa saling melengkapi dengan
anggota tim lainnya melalui kolaborasi yang erat.

5. ASPEK HUKUM TERHADAP PATIENT SAFETY


Aspek hukum terhadap patient safety atau keselamatan pasien adalah sebagai berikut
UU Tentang Kesehatan & UU Tentang Rumah Sakit
1. Keselamatan Pasien sebagai Isu Hukum
a. Pasal 53 (3) UU No.36/2009
Pelaksanaan Pelayanan kesehatan harus mendahulukan keselamatan nyawa pasien.
b. Pasal 32n UU No.44/2009
Pasien berhak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah
Sakit.
c. Pasal 58 UU No.36/2009
1) Setiap orang berhak menuntut G.R terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam Pelkes
yang diterimanya.
2) ..tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan tindakan penyelamatan nyawa atau
pencegahan kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.

2. Tanggung jawab Hukum Rumah sakit


a. Pasal 29b UU No.44/2009
Memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan
mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit.
b. Pasal 46 UU No.44/2009
Rumah sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas
kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan di RS.
c. Pasal 45 (2) UU No.44/2009
Rumah sakit tidak dapat dituntut dalam melaksanakan tugas dalam rangka menyelamatkan nyawa
manusia.

3. Bukan tanggung jawab Rumah Sakit


Pasal 45 (1) UU No.44/2009 Tentang Rumah sakit
Rumah Sakit Tidak bertanggung jawab secara hukum apabila pasien dan/atau keluarganya menolak
atau menghentikan pengobatan yang dapat berakibat kematian pasien setelah adanya penjelasan
medis yang kompresehensif.

4. Hak Pasien
a. Pasal 32d UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar
profesi dan standar prosedur operasional
b. Pasal 32e UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien
terhindar dari kerugian fisik dan materi
c. Pasal 32j UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang
mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan
d. Pasal 32q UU No.44/2009
Setiap pasien mempunyai hak menggugat dan/atau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit
diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana

5. Kebijakan yang mendukung keselamatan pasien


Pasal 43 UU No.44/2009
1) RS wajib menerapkan standar keselamatan pasien
2) Standar keselamatan pasien dilaksanakan melalui pelaporan insiden, menganalisa, dan
menetapkan pemecahan masalah dalam rangka menurunkan angka kejadian yang tidak diharapkan.
3) RS melaporkan kegiatan keselamatan pasien kepada komite yang membidangi keselamatan
pasien yang ditetapkan oleh menteri
4) Pelaporan insiden keselamatan pasien dibuat secara anonym dan ditujukan untuk mengoreksi
system dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien.

Pemerintah bertanggung jawab mengeluarkan kebijakan tentang keselamatan pasien. Keselamatan


pasien yang dimaksud adalah suatu system dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
System tersebut meliputi:
a. Assessment risiko
b. Identifikasi dan pengelolaan yang terkait resiko pasien
c. Pelaporan dan analisis insiden
d. Kemampuan belajar dari insiden
e. Tindak lanjut dan implementasi solusi meminimalkan resiko

6. MANAJEMEN PATIENT SAFETY


Pelaksanaan Patient Safety ini dilakukan dengan system Pencacatan dan Pelaporan serta Monitoring
san Evaluasi

7. SISTEM PENCACATAN DAN PELAPORAN PADA PATIENT SAFETY


a. Di Rumah Sakit
1. Setiap unit kerja di rumah sakit mencatat semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien
(Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) pada formulir yang sudah
disediakan oleh rumah sakit.
2. Setiap unit kerja di rumah sakit melaporkan semua kejadian terkait dengan keselamatan pasien
(Kejadian Nyaris Cedera, Kejadian Tidak Diharapkan dan Kejadian Sentinel) kepada Tim Keselamatan
Pasien Rumah Sakit pada formulir yang sudah disediakan oleh rumah sakit.
3. Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit menganalisis akar penyebab masalah semua kejadian yang
dilaporkan oleh unit kerja
4. Berdasarkan hasil analisis akar masalah maka Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit
merekomendasikan solusi pemecahan dan mengirimkan hasil solusi pemecahan masalah kepada
Pimpinan rumah sakit.
5. Pimpinan rumah sakit melaporkan insiden dan hasil solusi masalah ke Komite Keselamatan
Pasien Rumah Sakit (KKPRS) setiap terjadinya insiden dan setelah melakukan analisis akar masalah
yang bersifat rahasia.

b. Di Propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah menerima produk-produk dari Komite Keselamatan Rumah
Sakit

c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) merekapitulasi laporan dari rumah sakit untuk
menjaga kerahasiaannya
2. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis yang telah dilakukan oleh
rumah sakit
3. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan analisis laporan insiden
bekerjasama dengan rumah sakit pendidikan dan rumah sakit yang ditunjuk sebagai laboratorium uji
coba keselamatan pasien rumah sakit
4. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) melakukan sosialisasi hasil analisis dan solusi
masalah ke Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah, rumah sakit terkait dan rumah sakit lainnya.

8. MONITORING DAN EVALUASI


a. Di Rumah sakit
Pimpinan Rumah sakit melakukan monitoring dan evaluasi pada unit-unit kerja di rumah sakit, terkait
dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja
b. Di propinsi
Dinas Kesehatan Propinsi dan PERSI Daerah melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program
Keselamatan Pasien Rumah Sakit di wilayah kerjanya
c. Di Pusat
1. Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan
Keselamatan Pasien Rumah Sakit di rumah sakit-rumah sakit
2. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan minimal satu tahan satu kali.
REFERENSI

1. Komalawati, Veronica. (2010) Community&Patient Safety Dalam Perspektif Hukum Kesehatan.


2. Lestari, Trisasi. Knteks Mikro dalam Implementasi Patient Safety: Delapan Langkah Untuk
Mengembangkan Budaya Patient Safety. Buletin IHQN Vol II/Nomor.04/2006 Hal.1-3
3. Pabuti, Aumas. (2011) Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien (KP) Rumah Sakit. Proceedings
of expert lecture of medical student of Block 21st of Andalas University, Indonesia

4. Panduang Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety). 2005


5. Tim keselamatan Pasien RS RSUD Panembahan Senopati. Patient Safety.
6. Yahya, Adib A. (2006) Konsep dan Program Patient Safety. Proceedings of National Convention
VI of The Hospital Quality Hotel Permata Bidakara, Bandung 14-15 November 2006.
7. Yahya, Adib A. (2007) Fraud & Patient Safety. Proceedings of PAMJAKI meeting Kecurangan
(Fraud) dalam Jaminan/Asuransi Kesehatan Hotel Bumi Karsa, Jakarta 13 December 2007.

Anda mungkin juga menyukai