Anda di halaman 1dari 9

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut Lehninger (1982), lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam
lemak jenuh bersifat padat. Lemak dapat larut dalam pelarut tersebut karena lemak mempunyai
polaritas yang sama dengan pelarut. Lemak merupakan salah satu sumber utama energi dan
mengandung lemak esensial.
Untuk mengetahui kadar lemak yang terdapat pada bahan pangan dapat dilakukan dengan
cara mengekstraksi lemak. Namun mengekstrak lemak secara murni sangat sulit dilakukan,
sebab pada waktu mengekstraksi lemak, akan terekstraksi pula zat-zat yang larut dalam lemak
seperti sterol, phospholipid, asam lemak bebas, pigmen karotenoid, khlorofil, dan lain-lain.
Pelarut yang digunakan harus bebas dari air (pelarut anhydrous) agar bahan-bahan yang larut
dalam air tidak terekstrak dan terhitung sebagai lemak dan keaktivan pelarut tersebut menjadi
berkurang.
Sifat-sifat dari lemak dapat diidentifikasi dengan beberapa metode Terdapat dua metode
untuk mengekstraksi lemak yaitu metode ekstraksi kering dan metode ekstraksi basah. Metode
kering pada ekstraksi lemak mempunyai prinsip bahwa mengeluarkan lemak dan zat yang
terlarut dalam lemak tersebut dari sampel yang telah kering benar dengan menggunakan
pelarut anhydrous. Pada praktikum penetapan kadar lemak ini digunakan metode ekstraksi
kering yaitu metode Soxhlet.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui cara analisis kadar lemak atau minyak pada bahan pangan dan hasil
pertanian dengan metode ekstraksi Soxhlet.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penjelasan Bahan Baku


2.1.1 Kacang Tanah
Kacang Tanah merupakan tanaman polong-polongan kedua terpenting setelah kedelai di
Indonesia. Tanaman ini sebetulnya bukanlah tanaman asli Indonesia, melainkan tanaman yang
berasal dari benua Amerika, tepatnya di daerah Brazil (Amerika Selatan)(Tim Bina Karya Tani,
2009). Kacang tanah adalah komoditas agrobisnis yang bernilai ekonomi cukup tinggi dan
merupakan salah satu sumber protein dalam pola pangan penduduk Indonesia. Kebutuhan kacang
tanah dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk,
kebutuhan gizi masyarakat, diversifikasi pangan, serta meningkatnya kapasitas industri makanan
di Indonesia (Adisarwanto, 2000).
Dilihat dari kandungan gizinya, kacang tanah memiliki nilai gizi yang tinggi. Kadar protein
mencapai 25 gram per 100 gram. Protein kacang merupakan protein nabati berkualitas tinggi
yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak, vegetarian dan orang yang mengkonsumsi
sedikit daging. Kadar lemak kacang tanah merupakan bahan pangan sumber minyak. Kadar
lemak kacang tanah mencapai 43 gram per 100 gram. Kacang tanah kaya akan asam lemak tidak
jenuh yang dapat menurunkan kolesterol darah.
Kacang tanah sebagai salah satu komoditi tanaman pangan memiliki nilai gizi yang tinggi
dan lezat rasanya. Kacang tanah dapat digunakan sebagai bahan pangan, makanan ternak dan
bahan minyak goreng. Selain itu, kacang tanah dapat diolah menjadi peanut butter. Sebagai
bahan pangan, kacang tanah mempunyai senyawa-senyawa tertentu yang sangat dibutuhkan
organ-organ tubuh untuk kelangsungan hidup, terutama kandungan protein, karbohidrat dan
lemak (Susanto dan Saneto, 1994). Adapun komposisi kimia kacang tanah dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

Tabel 1. Komposisi kimia kacang tanah (per 100 gram bahan kering)
Komposisi Jumlah
Kadar air (g) 4,0
Protein (g) 25,3
Lemak (g) 42,8
Karbohidrat (g) 21,1
Fosfor (mg) 334,0
Kabri (kal) 425,0
BDD (%) 100,0
Sumber : Departemen Kesehatan, RI, (1996)
2.1.2 Ikan Lemuru
Ikan lemuru (Sardinella longiceps) memiliki gigi pada langit-langit mulut sambungan
tulang rahang bawah dan lidah. Sisik-sisiknya lembut dan bertumpuk tidak teratur, jumlah sisik
didepan sirip punggung 13-15. Sisik duri terdapat pada lambung, 18 di depan sirip perut dan 14
lainnya di belakang sirip perut (Weber dan de Beaufort, 1965). Ikan lemuru berwarna biru
kehijauan pada bagian punggung dan putih keperakan pada bagian lambung, serta mempunyai
sirip-sirip transparan. Panjang tubuh dapat mencapai 23 cm tetapi pada umumnya hanya 10-15
cm. Menurut Whitehead (1985) ikan lemuru tersebar di lautan hindia bagian timur yaitu Phuket,
Thailand, di pantai-pantai sebelah selatan Jawa Timur dan Bali, Australia sebelah barat, lautan
Pasific sebelah barat (Laut Jawa ke utara sampai Philipina, Hongkong sampai Jepang bagian
selatan).
Ikan Lemuru termasuk ikan berlemak tinggi dengan kandungan lemak yang bervariasi.
Kandungan lemak yang berbeda ini tergantung pada ukuran ikan, kedewasaan, musim, makanan
dan sebagainya (Moeljanto, 1988). Menurut Stansby (1982), minyak ikan banyak mengandung
jenis asam lemak omega-3 yakni EPA (Eicosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic
Acid). Hasil penelitian Dewi (1996) menunjukkan bahwa kandungan EPA dan DHA pada
minyak ikan lemuru masing-masing sebesar 15 % dan 11 %. Minyak ikan lemuru ini merupakan
hasil samping dari industri pengalengan dan penepungan ikan lemuru yang banyak terdapat di
daerah Muncar Jawa Timur.
Tabel 2 . Komposisi kimia ikan lemuru (Sardinella lemuru)
Komposisi %
Kadar air 64,55 - 69,86
Kadar protein 20,36 - 23,01
Kadar lemak 4,48 - 11,86
Kadar abu 2,07 - 3,03
Kadar garam 0,11 - 0,17
Sumber : Hanafiah dan Murdinah, 1982
2.2.3 Daging Ayam
Daging ayam merupakan salah satu bahan makanan utama mayoritas masyarakat
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena harga daging ayam dapat dijangkau oleh masyarakat
luas. Daging ayam mengandung protein yang tinggi serta berlemak rendah. Murtidjo (2003)
memaparkan bahwa daging ayam juga memiliki tekstur yang lebih halus dan lebih lunak jika
dibandingkan dengan daging sapi dan ternak lain sehingga lebih mudah dicerna.Namun, sebelum
mendapatkan mutu daging ayam yang baik dan layak untuk dimakan oleh masyarakat, perlu
diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi mutu daging ayam tersebut. Beberapa faktor yang
berpengaruh dalam budidaya ayam pedaging komersil diantaranya pengelolaan pemeliharaan,
pemberian pakan, pencegahan dan penanggulangan terhadap penyakit, pengangkutan,
pemotongan, dan faktor-faktor lain. Nilai gizi serta komposisi asam amino pada daging ayam
dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3 . Komposisi kimia Daging ayam


Komposisi Jumlah
Protein (g) 18,20
Lemak (g) 25,00
Kalsium (mg) 14,00
Fosfor (mg) 200,00
Besi (mg) 1,50
Vitamin B1(mg) 0,08
Air (g) 55,90
Kalori (kkal) 302,00
Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1972)
2.1.4 Sosis
Sosis (dalam bahasa Inggris sausage) berasal dari bahasa Latin salsus yang artinya asin
adalah suatu makananyang terbuat dari daging cincang, lemak hewan dan rempah, serta bahan-
bahan lain. Sosis umumnya dibungkus dalam suatu pembungkus yang secara tradisional
menggunakan usus hewan, tapi sekarang sering kali menggunakan bahan sintetis, serta
diawetkan dengan suatu cara, misalnya dengan pengasapan. Komponen utama sosis terdiri dari
daging, lemak, dan air. Selain itu, pada sosis juga ditambahkan bahan tambahan seperti garam,
fosfat, pengawet (biasanya nitrit/nitrat), pewarna, asam askorbat, isolat protein, dan karbohidrat.
Sosis daging sapi dapat mengandung air sampai 60% (Soeparno, 1994). Menurut Standar
Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995), sosis yang baik harus mengandung protein minimal
13%, lemak maksimal 25% dan karbohidrat maksimal 8%.

2.2 Macam-Macam Analisa Lemak


2.2.1 Metode Soxhlet
Analisis kadar lemak dilakukan untuk mengetahui kandungan lemak dari masing-masing
sampel. Analisis kadar lemak dengan metode soxhlet menggunakan alat ekstraksi yang terdiri
atas kondensor dan pemanas listrik untuk mengekstrak kandungan lemak yang terdapat dalam
bahan. Untuk sampel dilakukan metode hidrolisis karena mengandung kadar air yang besar.
Hidrolisis ini bertujuan mempermudah mengekstrak lemak yang terikat dalam matriks-matriks
sampel. Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang sebanyak 1-2 g, dimasukkan ke dalam
selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Selongsong kertas yang berisi contoh tersebut
disumbat dengan kapas pada kedua ujungnya. Sebelum disuling, selongsong tersebut dikeringkan
dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80C selama kurang lebih 1 jam. Setelah dioven, sampel
tersebut dimasukkan ke dalam alat penyulingan soxhlet yang telah dirangkai dengan labu lemak
berisi labu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel tersebut diekstrak
dengan pelarut heksan selama kurang lebih 6 jam. Setelah selesai di suling selama 6 jam, heksan
disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 105C. Selesai di
oven, ekstrak tersebut didinginkan di dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Pengeringan ini
diulangi terus hingga tercapai bobot yang relatif tetap. Pengukuran kadar lemak dilakukan
dengan tiga ulangan.
Kadar lemak dapat dihitung dengan persamaan berikut Kadar lemak (% bb) = (W1-
W2)/W0 x 100 Kadar lemak (% bk) = (kadar lemak (bb))/((100-kadar air (bb))) x 100 dimana:
W0 = Bobot contoh dalam gram (g) W1 = Bobot labu + lemak hasil ekstraksi (g) W2 = Bobot labu
lemak kosong (g) Metode Soxhlet termasuk jenis ekstraksi menggunakan pelarut semikontinu.
Ekstraksi dengan pelarut semikontinu memenuhi ruang ekstraksi selama 5 sampai dengan 10
menit dan secara menyeluruh memenuhi sampel. Kemudian kembali ke tabung pendidihan.
Kandungan lemak diukur melalui berat yang hilang dari contoh atau berat lemak yang
dipindahkan. Metode ini menggunakan efek perendaman contoh dan tidak menyebablan
penyaluran (Nielsen, 1998).
2.2.2 Metode Babcock
Bahan yang berbentuk cair, penentuan lemaknya dapat menggunakan botol Babcock.
Penentuan lemak dengan Babcock sangatlah sederhana. Sampel yang telah ditimbang dengan
teliti dimasukan kedalam botol Babcock. Pada lehernya telah dilengkapi dengan skala ukuran
volume. Sampel yang dianalisa ditambah asam sulfat pekat untuk merusak emulsi lemak
sehingga lemak akan terkumpul menjadi satu pada bagian atas cairan. Pemisahan lemak dari
cairannya dapat lebih sempurna bila dilakukan sentrifugasi. Rusaknya emulsi lemak dikarenakan
asam sulfat dapat merusak lapisan film yang menyelimuti globula lemak yang biasanya terdiri
dari senyawa protein. Dengan rusaknya protein (denaturasi ataupun koagulasi) maka
nenubgkinkan globula lemak yang satu akan bergabung dengan golula lemak yang lain dan
akhirnya menjadi kumpulan lemak yang lebih besar dan akan mengapung di atas cairan. Setelah
disentrifugasi lemak akan semakin jelas terpisah dengan cairannya dan agar dapat dibaca
banyaknya lemak kedalam botol ditambahkan akuades panas sampai lemak atau minyak tepat
pada tanda skala bagian atas (Sudarmadji, 1996).
2.2.2. Metode Goldfish
Metode Goldfish adalah ekstraksi dengan alat Goldfish sangat praktis. Bahan sampel
yang telah dihaluskan dimasukan kedalam thimbel dan dipasang dalam tabung penyangga yang
pada bagian bawahnya berlubang. Bahan pelarut yang digunakan ditempatkan dalam bekerglas
di bawah tabung penyangga. Bila bekerglas dipanaskanuap pelarut akan naik dan didinginkan
oleh kondensor sehingga akan mengembun dan menetes pada sampel demikian terus menerus
sehingga bahan akan dibasahi oleh pelarut dan akan terekstraksi, selanjutnya akan tertampung ke
dalam bekerglas kembali. Setelah ekstraksi selesai, sampel berikut penyangganya diambil dan
diganti dengan bekerglas yang ukurannya sama dengan tabung penyangga. Pemanas dihidupkan
kembali sehingga pelarut akan diuapkan lagi dan diembunkan serta tertampung ke dalam
bekerglas yang terpasang di bawah kondensor, dengan demikian pelarut yang tertampung dapat
dimanfaatkan untuk ekstraksi yang lain (Sudarmadji, 1996).

2.3 Prinsip analisa


Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan dan
perendaman sampel. Hal itu menyebabkan terjadinya pemecahan dinding dan membran sel
akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan diluar sel. Dengan demikian, metabolit sekunder
yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut ke dalam pelarut organik. Larutan itu kemudian
menguap ke atas dan melewati pendingin udara yang akan mengembunkan uap tersebut menjadi
tetesan yang akan terkumpul kembali. Bila larutan melewati batas lubang pipa samping soxhlet
maka akan terjadi sirkulasi. Sirkulasi yang berulang itulah yang menghasilkan ekstrak yang baik
(Harborne, 1987).
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
Soxhlet terdiri dari pengaduk atau granul antibumping, still pot (wadah penyuling, bypass
sidearm, thimble selulosa, extraction liquid, syphon arm inlet, syphon arm outlet, expansion
adapter, condenser (pendingin), cooling water in, dan cooling water out (Darmasih, 1997).

2.4 Penyebab kerusakan lemak


2.4.1 Oksidasi dan ketengikan
Ketengikan disebabkan oleh adanya autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam
lipid. Autooksidasi ini dimulai dengan pembentukan radikal-radikal bebas yang disebabkan oleh
faktor, seperti oksigen, panas, enzim lipoksidase, cahaya, hidroperoksida, logam berat Cu, Fe,
Mn, Co, dan logam porfirin. Radikal asam lemak tidak jenuh yang kontak dengan oksigen dari
udara akan membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat
sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon lebih pendek, seperti
aldehid, asam lemak, dan keton yang bersifat volatil sehingga dapat menimbulkan bau tengik
pada lipid (Winarno, 2004).
2.4.2 Hidrolisis
Lipid dapat terhidrolisis menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis ini
berlangsung karena adanya air dan dipercepat oleh adanya kondisi basa, kondisi asam, maupun
enzim lipase. Jumlah asam lemak bebas yang meningkat pada bahan dapat memudahkan
terjadinya oksidasi sehingga akan menghasilkan citarasa dan bau tengik yang tidak dikehendaki
(Winarno, 2004).
2.4.3 Penyerapan bau Lipid mudah sekali menyerap bau.
Jika bahan pembungkus bahan dapat menyerap lipid, maka lipid yang terserap dapat
teroksidasi oleh udara sehingga rusak dan berbau. Bau dari lipid yang rusak ini akan mudah
terserap oleh lipid lain yang ada dalam bungkusan sehingga seluruh lipid akan menjadi rusak
(Winarno, 2004).

BAB 3. METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
a. Eksikator
b. Penjepit
c. Oven
d. Mortar
e. Penggoreng
f. Spatula
g. Kompor
h. Neraca Analitis
i. Labu Soxhlet
j. Alat Soxhlet
k. Kamera
l. Serbet
3.1.2 Bahan
a. Kacang Tanah
b. Minyak Goreng
c. Kertas Saring
d. Tali
e. Aluminium Foil
f. Protolium Benzena
3.2 Prosedur Analisa
3.2.1 Preparasi Sampel
Pertama, persiapan bahan. Bahan yang digunakan sebagai contoh untuk dianalisa yaitu
kacang tanah. Sebelumnya, kacang tanah digoreng untuk membedakan kadar lemak antara
kacang tanah goreng dan kacang tanah tanpa goreng. Kemudian kacang tanah ditumbuk agar
lebih mudah untuk mengekstraksi. Lalu timbang bahan 4 gram sebanyak 4 kali. Setelah itu
dibungkus dengan menggunakan kertas saring dan diikat menggunakan benang. Kertas saring
dan benang yang akan digunakan untuk membungkus sebelumnya dioven terebih dahulu selama
24 jam untuk menghilangkan air dan untuk mndapatkan berat yang konstan. Setelah itu
dieksikator selama 15 menit tujuannya untuk menstabilkan kelembapan dan kemudian ditimbang
sebagai a gram. Bahan + kertas saring dan benang ditimbang sebagai b gram yang kemudian
dioven selama kurang lebih 20 jam untuk mengurangi kadar air pada bahan sebelum di Soxhlet.
3.2.2 Prosedur Kerja
Bahan yang telah dioven selama 20 jam kemudian dikeluarkan. Lalu ditimbang sebagai c
gram. Labu soxhlet yang digunakan untuk analisis kadar lemak sebelumnya dioven terlebih
dahulu selama 1 jam untuk mendapatkan berat yang konstan. Setelah itu dieksikator selama 5
menit untuk menstabilkan kelembapan dan ditimbang. Masukkan bahan yang telah dioven
tersebut kedalam soxhlet dan dilakukan pengekstrakan lemak selama kurang lebih 4-6 jam.
Tujuannya untuk memperoleh kadar lemak. Setelah diperoleh lemak hasil dari kedua soxhlet,
bahan yang ada pada soxhlet modifikasi dikeluarkan dan dioven selama 24 jam. Lemak yang ada
pada labu hasil ekstraksi soxhlet biasa juga dioven selama 24 jam. Setelah 24 jam, bahan dan
lemak hasil eksraksi soxhlet dieksikator selama 15 menit kemudian ditimbang sebagai d gram.
Dan terakhir timbang labu soxhlet.

BAB 4. PEMBAHASAN

Pada praktikum analisa lemak/minyak didapatkan hasil dengan data seperti di atas. Pada
saat praktikum untuk ikan lemuru di lakukan 2 perlakuan yang berbeda dengan tujuan agar
mengetahui perbedaan kadar lemak/minyak yang terkandung dalam ikan lemuru segar dan ikan
lemuru kukus. Hasil yang didapat paling tinggi kadar lemaknya pada ikan lemuru segar. Hal ini
di karenakan ikan lemuru masih segar dan kandungan lemaknya masih cukup tinggi. Kadar
lemak menurut Hanafiah dan Murdinah (1982) adalah 4,48-11,86 %, sedangkan pada praktikum
52,395%. Hal ini berbeda, dikarenakan berat bahan yang digunakan berbeda. Yang kedua ikan
lemuru kukus (49,204%) berbeda dengan ikan segar, hal ini kemungkinan disebabkan karena
perlakuannya sehingga kandungan yang ada pada ikan lemuru kukus berkurang.
Kadar kacang tanah pada praktikum yaitu 36,44% sedangkan menurutDepartemen
Kesehatan RI (1996) adalah 42,8%. Hal ini berbeda karena komposisi kacang tanah dipengaruhi
oleh varietas, lokasi geografis dan kondisi pertumbuhan serta bisa juga di sebakan karena berat
bahan yang berbeda. Dan yang ke empat pada daging ayam (25,759%), daging ayam memiliki
kandungan lemak yang rendah daripada ikan lemuru. Hal ini disebabkan pada daging ayam,
sebagian besar lemak berada pada bagian bawah kulit dan setelah proses pemasakan hanya
mengandung 1,3 % lemak. Yang terakhir pada sosis (14,65%) pada ssat praktikum
sedangkanmenurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3820-1995) jumlah lemak maksimal
25,0%, hal ini menunjukan perbedaan pada saat praktikum dan literatur. Hal ini terjadi karena
pada sosis ada bahan tambahan seperti garam.

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa :
a. Lemak merupakan bagian dari lipid yang mengandung asam lemak jenuh bersifat padat
b. Metode ekstraksi soxhlet adalah metode ekstraksi dengan prinsip pemanasan dan
perendaman sampel.
c. Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya
sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya pendingin balik.
d. Jumlah kadar lemak ikan lemuru berbeda dengan ikan segar kemungkinan disebabkan
oleh perlakuannya sehingga kandungan yang ada pada ikan lemuru kukus berkurang.
5.2 Saran
a. Pada saat menjelaskan teori lebih jelas agar praktikan lebih paham
b. Selesai meggunakan alat laboratorium, segera dicuci dan kembalaik ke tempat semula.

DAFTAR PUSTAKA

Adisarwanto, T. 2000. Meningkatkan Produksi Kacang Tanah di Lahan Sawah dan Lahan kering.
Jakarta: Penebar Swadaya
BeMiller, JN. 1998. Carbohydrate analysis. Di dalam: S. Nielsen (eds). 2010. Food Analysis. New
York: Springer Science
Darmasih. 1997. Prinsip Soxhlet. peternakan.litbang.deptan.go.id/user/ptek97-24.pdf.
Departemen Kesehatan. 1996. Pedoman Praktis Pemantauan Gizi Orang Dewasa. Jakarta: Depkes.
Dewi, UN. 1996. Isolasi Asam Lemak Omega-3 Dari Minyak Hasil Limbah Penepungan dan
Pengalengan Ikan Lemuru (Sardinella Longiceps). Skripsi. Bogor: FTP IPB
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharat. Jakarta.
57pp.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan. 1972. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharat. Jakarta.
57pp
Hanafiah, Murdinah. 1982. Evaluasi mutu pada penanganan lemuru di Muncar. Prosiding Seminar
Perikanan Lemuru. Banyuwangi, 18- 21 Januari 1982. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan. Departemen Pertanian, hal 187-198
Harborne, J. B. 1987. Metode Fitokimia. Bandung: Penerbit ITB
Lehninger AL. 1982. Dasar-Dasar Biokimia Jilid I. Jakarta: Maggy Thenawijaya, penerjemah
Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Moeljanto, R. 1988. Hubungan Kandungan Lemak Ikan Lemuru Dengan Beberapa Sifat
Biologinya.Jakarta: Liberty
Murtidjo, B. A. 2003. Pedoman Beternak Ayam Broiler. Yogyakarta : Kanisius.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Stansby. 1982. Cured Fisheri product.s, in Industrial Fisheri Technology. Reinold Pub. Co. New York.
Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi.1996. Analisa bahan Makanan dan Pertanian. Yogyakarta:
Liberty dan PAU Pangan dan Gizi UGM
Susanto, T. dan B. Saneto, 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina Ilmu, Surabaya
Tim Bina Karya Tani. 2009. Pedoman Bertanam Kelapa Sawit. Bandung: Yrama Widya.
Weber, Mand L.F De Beaufort. 1965. The Fishes of Indo-Australian Archipelago. E.J Brill Ltd. Leiden
Whitehead, P.J.P. 1985. FAO Species Catalogue. Vol. 7. Clupeid fishes of the world. An annotated and
illustrated catalogue of the Herrings, Sardines, Pilchards, Sprats, Anchovies, and Wolf Herrings.
Part 1. Chirocentridae, Clupeidae and Pristigasteridae. FAO Fish. Synop., 7(25).
Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai