Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Eskalasi komitmen terbukti menjadi masalah yang serius bagi organisasi.

Kecenderungan manajer melanjutkan proyek yang tidak memberikan keuntungan

bagi organisasi menyebabkan inefisiensi alokasi sumber daya dan merugikan bagi

organisasi (Slessman 2012). Fenomena eskalasi komitmen terjadi ketika seorang

manajer memiliki kecenderungan untuk melanjutkan proyek yang tidak

menguntungkan bagi organisasi, misalnya seorang manajer melanjutkan proyek yang

memiliki tingkat pengembalian di bawah rata-rata, penjualan yang tidak mencapai

target, periode pengembalian yang tidak sesuai target (Cheng dkk. 2003).

Penelitian yang menjelaskan determinan perilaku eskalasi komitmen telah banyak

dilakukan sebelumnya. Pelbagai teori mampu menjelaskan alasan seorang manajer

melakukan tindakan eskalasi komitmen. Pertama, Teori Keagenan yang menjelaskan

bahwa eskalasi komitmen terjadi akibat keberadaan kondisi adverse selection.

Manajer cenderung melanjutkan proyek yang tidak menguntungkan pada kondisi

asimetri informasi dan memiliki dorongan berbuat lalai (incentives to shirk) (Harrison

dan Harrell 1993; Harrell dan Harrison 1994; Eisenhardt 1989; Jensen dan Meckling

1976).

Kedua, Teori Pembenaran Diri menjelaskan bahwa manajer yang memiliki rasa

tanggung jawab tinggi terhadap konsekuensi negatif akan cenderung mengalokasikan

1
sumber daya terhadap keputusan investasi yang telah diambil sebelumnya (Staw

1976). Lebih lanjut, selaras dengan teori disonansi kognitif, eskalasi komitmen

manajer terjadi akibat keberadaan dua kognitif yang tidak konsisten atau disebut

sebagai disonansi kognitif.

Disonansi kognitif terjadi ketika seorang manajer menerima balikan yang tidak

sesuai dengan keyakinannya. Akibatnya, manajer akan berupaya untuk mengindari

situasi disonansi dengan cara mengubah salah satu kognitif yang dimiliki untuk

mencapai konsonansi (Metin dan Camgoz 2011). Beberapa teori lain seperti Teori

Prospek (Virginia 1991; Tversky dan Kahneman 1981), Teori Pendekatan

Penghindaran (Rubin dan Brocker 1975) dan Teori Atribusi (Huning dan Tompson

2011) banyak digunakan oleh peneliti untuk menjelaskan determinan dari eskalasi

komitmen.

Agenda penelitian lain terkait topik eskalasi komitmen bertujuan mengidentifikasi

cara memitigasi dan mencegah terjadinya eskalasi komitmen atau disebut dengan de-

eskalasi komitmen. Literatur saat ini menunjukkan pelbagai strategi de-eskalasi

komitmen terbukti mampu memitigasi eskalasi komitmen, misalnya pembatasan

pengeluaran (Teger 1980), evaluasi proses pengambilan keputusan manajer (Simoson

dan Staw 1992), menyediakan umpan balik yang tidak ambigu, pelaporan progres

kinerja, dan informasi tentang keuntungan di masa depan (Ghosh 1997), self hurdle

rates (Cheng dkk. 2003), penggunaan informasi akuntansi (Effriyanti 2005), real

options (Denison 2009), monitoring kontrol dan sistem kompensasi (Nayang 2012),

2
konfigurasi antara besaran kerugian, tingkat pengawasan, keberadaan alternatif

investasi (Buxton dan Rivers 2014).

Fenomena eskalasi komitmen banyak diamati pada konteks penganggaran modal.

Pada proses penganggaran modal, kinerja proyek dapat dievaluasi menggunakan

beberapa teknik seperti penggunaan Internal Rate Return (IRR), Net Present Value

(NPV), Accounting Rate Return atau biasa disebut dengan istilah hurdle rates (Cheng

dkk. 2003). Cheng dkk. (2003) menguji hurdle rates sebagai bentuk pengendalian

untuk mengurangi perilaku eskalasi komitmen manajer pada konteks penganggaran

modal. Penelitian tersebut menemukan bukti keberadaan hurdle rates mampu

meningkatkan balikan disonansi proyek dan mampu mengurangi kecenderungan

perilaku eskalasi komitmen manajer proyek. Cheng dkk. (2003) menyatakan bahwa

hurdle rates yang disusun oleh manajer proyek (self hurdle rates) akan lebih efektif

sebagai strategi de-eskalasi komitmen dibandingkan hurdle rates yang disusun oleh

manajemen (organisational hurdle rates).

Tujuan penelitian ini adalah menginvestigasi mekanisme dan prosedur yang

efektif sebagai strategi de-eskalasi komitmen. Penelitian ini termotivasi karena

beberapa alasan. Pertama, mekanisme hurdle rates yang diajukan oleh Cheng dkk.

(2003) masih meninggalkan masalah dan pertanyaan empiris terkait dengan potensi

keberadaan slack dalam self hurdle rates. Self hurdle rates efektif mende-eskalasi

komitmen manajer proyek karena mampu memunculkan efek kontrak psikologis

(Rousseau 1990) bagi manajer. Meskipun demikian, mekanisme self hurdle rates

3
berpotensi menimbulkan perilaku slack. Potensi perilaku slack dapat terjadi karena

asimetri informasi antara manajer proyek dan manajemen.

Lebih lanjut, pemberian wewenang penuh kepada manajer untuk menetapkan

target kinerja proyek berpotensi meningkatkan perilaku slack (Arya dkk. 1998).

Manajer mungkin menetapkan tingkat hurdle rates yang rendah agar mudah tercapai.

Jika ketercapaian hurdle rates bukan karena kinerja proyek yang baik melainkan

disebabkan penetapan tingkat yang terlalu rendah, maka proyek tersebut belum tentu

menguntungkan bagi perusahaan. Cheng dkk. (2003, 83) secara eksplisit menyatakan

bahwa:

penelitian selanjutnya dapat menginvestigasi interaksi antara hurdle


rates dan sistem insentif organisasi. Tingkat self hurdle rates mungkin
akan lebih rendah ketika organisasi memberikan reward secara langsung
atas pencapaian hurdle rates, hal itu mungkin disebabkan karena manajer
berusaha melakukan slack. Di sisi lain, penetapan hurdle rates yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan penghentian proyek yang masih
mencapai tingkat profitabilitas yang layak. Slack dapat berimplikasi
terhadap kinerja, kemudian merepresentasikan kerugian penggunaan self
set hurdle rates dibandingkan organisational hurdle rates.

Sejauh ini belum terdapat riset yang menindaklanjuti saran dan hasil penelitian

Cheng dkk. (2003). Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengisi kekosongan

celah riset tersebut dengan menginvestigasi hubungan antara hurdle rates dan sistem

insentif terhadap tingkat eskalasi komitmen.

4
Kedua, literatur yang membahas hubungan sistem insentif1 terhadap eskalasi

komitmen masih terbatas. Mengacu pada teori keagenan, penyediaan insentif

merupakan salah satu metode utama yang dapat mengatasi masalah keagenan serta

membantu menyelaraskan tujuan agen dan prinsipal (Harrison dan Harrel, 1993;

Harrell dan Harrison 1994; Eisenhardt 1989; Jansen dan Meckling 1976).

Beberapa penelitian yang menguji hubungan sistem insentif dan eskalasi

komitmen diantaranya (a) Virginia (1991), belum berhasil menemukan hubungan

yang signifikan antara mode pemberian insentif terhadap tingkat eskalasi komitmen.

(b) Yang dkk. (2009), berhasil menemukan bukti bahwa keberadaan punishment

mampu mereduksi perilaku eskalasi komitmen manajer, sedangkan insentif

menunjukkan hal yang sebaliknya. (c) Nayang (2012), berhasil menemukan bukti

bahwa pemberian kompensasi dan monitoring kontrol mampu memitigasi perilaku

eskalasi komitmen manajer proyek. Meskipun terdapat penelitian yang menunjukkan

bukti keefektifan insentif dalam memitigasi perilaku eskalasi komitmen, hasil tersebut

masih kurang kuat secara teoritis dan masih membutuhkan pembuktian lebih lanjut.

Ketiga, literatur yang menjelaskan hubungan antara sistem insentif dan eskalasi

komitmen masih inkonsisten dan kurang relevan dengan kondisi saat ini. Selain masih

kontradiktif, hasil penelitian masih belum menunjukkan kejelasan bagaimana

pengaruh sistem insentif terhadap eskalasi komitmen. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa sistem insentif tidak memengaruhi eskalasi komitmen (Virginia

1
Insentif dalam penelitian ini adalah insentif berupa bonus (insentif variabel) yang diberikan kepada
manajer proyek. Mekanisme yang digunakan untuk memberikan bonus kepada manajer proyek yang
dimaksud adalah mode insentif.

5
1991; Decker 1992). Sedangkan Yang (2009), menemukan bukti bahwa insentif

moneter semakin menguatkan perilaku eskalasi komitmen. Di sisi lain, Nayang

(2012) menemukan bukti bahwa keberadaan kompensasi memitigasi eskalasi

komitmen.

Sistem insentif merupakan fitur yang melekat pada organisasi (Berg dkk. 2009).

Insentif banyak digunakan sebagai mekanisme untuk mengatasi masalah keagenan.

Pertanyaan empiris yang masih belum terjawab adalah bagaimana pengaruh insentif

terhadap eskalasi komitmen? kemudian, mekanisme insentif seperti apa yang sesuai

untuk mengatasi masalah keagenan seperti eskalasi komitmen?

Beberapa penelitian memanipulasi variabel insentif dengan dua perlakuan yaitu

keberadaan insentif dan tidak ada insentif. Perlakuan tersebut tidak lagi relevan

terhadap kondisi yang ada saat ini. Realitas saat ini, mayoritas perusahaan selalu

menyediakan insentif bagi manajer mereka, sehingga perlakuan yang sesuai bagi

variabel sistem insentif adalah mode insentif. Perlakuan yang berbeda atas variabel

sistem insentif mungkin dapat menjelaskan lebih baik bagaimana pengaruh sistem

insentif terhadap eskalasi komitmen.

Berdasarkan paparan motivasi dan celah riset pada bagian sebelumnya, penelitian

ini bertujuan menginvestigasi hubungan antara hurdle rates dan sistem insentif

terhadap tingkat eskalasi komitmen. Penelitian ini menginvestigasi potensi pengaruh

interaksi atas sistem insentif dan hurdle rates terhadap tingkat eskalasi komitmen.

Lebih lanjut, penelitian ini mengidentifikasi kemungkinan keberadaan slack dalam

self hurdle rates yang mungkin muncul atas penggunaan mode insentif tertentu.

6
1.2 Rumusan Masalah

Merujuk pada uraian motivasi dan latar belakang penelitian yang telah

disampaikan pada bagian sebelumnya, maka secara spesifik pertanyaan penelitian

dirumuskan sebagai berikut.

1. Apakah hurdle rates (organisational hurdle rates dan self hurdle rates) efektif

sebagai strategi de-eskalasi komitmen manajer?

2. Apakah sistem insentif memengaruhi tingkat eskalasi komitmen manajer?

3. Apakah terdapat pengaruh interaksi antara hurdle rates dan sistem insentif

terhadap tingkat eskalasi komitmen manajer?

4. Apakah terdapat potensi perilaku slack yang dilakukan oleh manajer proyek

dalam proses penyusunan self hurdle rates?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh hurdle rates dan

sistem insentif terhadap tingkat eskalasi komitmen manajer pada kasus penganggaran

modal. Lebih spesifik tujuan penelitian ini sebagai berikut.

1. Menginvestigasi keefektifan hurdle rates (organisational hurdle rates dan self

hurdle rates) sebagai strategi de-eskalasi komitmen manajer.

2. Mengidentifikasi pengaruh mode pemberian insentif terhadap tingkat eskalasi

komitmen manajer.

3. Menguji keberadaan pengaruh gabungan antara hurdle rates dan sistem insentif

terhadap eskalasi komitmen manajer.

7
4. Mengidentifikasi potensi perilaku slack yang dilakukan oleh manajer proyek

dalam proses penyusunan self hurdle rates.

1.4 Kontribusi Penelitian

Penelitian ini memberikan kontribusi terkait penjelasan perilaku eskalasi

komitmen dan strategi yang dapat dilakukan untuk memitigasi eskalasi komitmen.

Penelitian ini mampu memberikan kontribusi secara teoritis yaitu memberikan bukti

valid tentang keefektifan hurdle rates dalam memitigasi perilaku eskalasi komitmen

manajer. Penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat potensi keberadaan slack

dalam proses penyusunan self hurdle rates khususnya pada konteks penganggaran

modal.

Secara praktis, penelitian ini memberikan gambaran kepada para eksekutif

perusahaan untuk mempertimbangkan desain pengendalian manajemen

organisasinya. Khususnya, penggunaan mekanisme hurdle rates dan mode sistem

insentif sebagai strategi untuk mencegah dan menurunkan tendensi perilaku eskalasi

komitmen.

1.5 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini meliputi: Bab 1 menguraikan isu terkait eskalasi

komitmen yang menyebabkan inefisiensi sumber daya. Inefisiensi menyebabkan

dampak negatif bagi perusahaan. Tujuan penelitian ini menguji hurdle rates dan

sistem insentif terhadap eskalasi komitmen. Bab 2 mendeskripsikan teori disonansi

koginitif dan teori keagenan dalam menjelaskan fenomena eskalasi komitmen.

8
Eskalasi komitmen adalah tindakan yang timbul akibat upaya pembenaran diri. Lebih

lanjut, Eskalasi komitmen banyak terjadi pada manajer yang mengalami kondisi

adverse selection. Penelitian ini memprediksi bahwa keberadaaan hurdle rates dan

sistem insentif berbasis pembagian keuntungan mampu memitigasi eskalasi

komitmen.

Bab 3 menjelaskan desain eksperimen penelitian. Desain faktorial 2x3

antarsubyek dirancang untuk memenuhi tujuan penelitian. Eksperimen menggunakan

mahasiswa bisnis sebagai penyulih manajer proyek. Skenario penelitian diadaptasi

dari penelitian Cheng dkk. (2003). Teknik statistik ANOVA dilakukan untuk

menganalisis data penelitian.

Bab 4 memaparkan hasil pengujian. Hasil pengujian menunjukkan bahwa

keberadaan hurdle rates mampu memitigasi eskalasi komitmen manajer proyek.

Namun, penelitian ini tidak menemukan bukti pengaruh sistem insentif terhadap

tingkat eskalasi komitmen. Temuan lain menunjukkan tidak ditemukan pengaruh

interaksi antara hurdle rates dan sistem insetif. Terakhir, potensi slack dalam self

hurdle rates relatif rendah.

Bab 5 menyimpulkan bahwa hurdle rates merupakan mekanisme yang efektif

untuk memitigasi eskalasi komitmen. Sistem insentif tidak memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap keputusan manajer untuk melajutkan proyek yang tidak

menguntungkan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengeksplorasi pengaruh

sistem insentif terhadap eskalasi komitmen, karena insentif merupakan fitur yang

melekat di organisasi/perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai