Anda di halaman 1dari 24

BIBIR SUMBING

Jeffry Rulyanto Simamora

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida


Wacana, Jakarta

Alamat Korespondensi :

Jeffry Rulyanto Simamora (102011414-A4), Mahasiswa Fakultas


Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara
No. 6 Kebon Jeruk- Jakarta Barat 11510,
E-mail: fasterthanvelocity@yahoo.com
1
Pendahuluan

Latar belakang

Labioschisis atau biasa disebut bibir sumbing adalah cacat bawaan yang
menjadi masalah tersendiri di kalangan masyarakat, terutama penduduk dengan
status sosial ekonomi yang lemah. Akibatnya operasi dilakukan terlambat dan
malah dibiarkan sampai dewasa.

Bibir sumbing dengan atau tanpa celah pada langit-langit, merupakan


kelainan kongenital yang paling umum pada kepala dan leher di dunia. Penelitian
epidemiologi untuk pencegahan terjadinya bibir sumbing masih sedikit namun
teknik bedah untuk mengobatinya banyak dilakukan. (6)

Sumbing memiliki frekuensi yang berbeda-beda pada berbagai budaya dan


ras serta negara. Diperkirakan 45% dari populasi adalah non-Kaukasia. (6) Fogh
Andersen di Denmark melaporkan kasus bibir sumbing dan celah langit-langit
1,47/1000 kelahiran hidup. Hasil yang hampir sama juga dilaporkan oleh Woolf
dan Broadbent di Amerika Serikat serta Wilson untuk daerah Inggris. Neel
menemukan insiden 2,1/1000 penduduk di Jepang.(3)

2
Insiden bibir sumbing di Indonesia belum diketahui diketahui secara pasti, hanya
disebutkan terjadi satu kejadian setiap 1000 kelahiran. Hidayat dan kawan-kawan
di propinsi Nusa Tenggara Timur antara April 1986 sampai Nopember 1987
melakukan operasi pada 1004 kasus bibir sumbing atau celah langit-langit pada
bayi, anak maupun dewasa di antara 3 juta penduduk. (6)

Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah, untuk mengetahui dan
mempelajari mengenai cacat kongenital , penyebab, diagnosis banding, serta cara
tatalaksananya

3
Anamnesis
Anamnesis merupakan kumpulan informasi subjektif yang diperoleh dari
apa yang dipaparkan oleh pasien terkait dengan keluhan utama yang menyebabkan
pasien mengadakan kunjungan ke dokter. Anamnesis diperoleh dari komunikasi
aktif antara dokter dan pasien atau keluarga pasien. Anamnesis yang baik untuk
seorang dewasa mencakupi keluhan utama, informasi mengenai kelainan yang
dialami sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat keluarga, dan informasi
mengenai keadaan tiap sistem tubuh pasien.3
Keluhan utama; yaitu gangguan atau keluhan yang terpenting, yang
dirasakan penderita sehingga mendorong ia untuk datang berobat
dan memerlukan pertolongan serta menjelaskan tentang lamamnya
keluhan tersebut. Keluhan utama merupakan dasar untuk memulai
evaluasi pasien.3
Informasi mengenai kelainan yang dialami sekarang; ialah
penyakit yang bermula pada saat pertama kali penderita merasakan
keluhan itu. Tentang sifat keluhan itu yang harus diketahui adalah:
tempat, kulaitas penyaakit, kuantitas penyakit, urutan waktu,
situasi,faktor yang memperberat atau yang mengurangi, gejala-
gejala yang berhubungan.3
Riwayat penyakit terdahulu; riwayat penyakit yang pernah
diderita di masa lampau yang mungkin berhubungan dengan
penyakit yang dialaminya sekarang.3
Riwayat keluarga; segala hal yang berhubungan dengan peranan
herediter dan kontak antar anggota keluarga mengenai penyakit yang
dialami pasien. Dalam hal ini faktor-faktor sosial keluarga turut
mempengaruhi kesehatan keluarga penderita.3
4
Riwayat pribadi; segala hal yang menyangkut pribadi pasien.
Mengenai peristiwa penting pasien dimulai dari keterangan
kelahiran, serta sikap pasien terhadap keluarga dekat. Termasuk
dalam riwayat pribadi adalah riwayat kelahiran, riwayat imunisasi,
riwayat makan, riwayat pendidikan dan masalah keluarga.3

Gejala klinis

Manifestasi klinis dari kelainan labioschisis antara lain : (1), (2), (4)

- Masalah asupan makanan

Merupakan masalah pertama yang terjadi pada bayi penderita labioschisis.


Adanya labioschisis memberikan kesulitan pada bayi untuk melakukan hisapan
pada payudara ibu atau dot. Tekanan lembut pada pipi bayi dengan labioschisis
mungkin dapat meningkatkan kemampuan hisapan oral. Keadaan tambahan yang
ditemukan adalah reflex hisap dan reflek menelan pada bayi dengan labioschisis
tidak sebaik bayi normal, dan bayi dapat menghisap lebih banyak udara pada saat
menyusu. Memegang bayi dengan posisi tegak lurus mungkin dapat membantu
proses menyusu bayi. Menepuk-nepuk punggung bayi secara berkala juga daapt
membantu. Bayi yang hanya menderita labioschisis atau dengan celah kecil pada
palatum biasanya dapat menyusui, namun pada bayi dengan labioplatoschisis
biasanya membutuhkan penggunaan dot khusus. Dot khusus (cairan dalam dot ini
dapat keluar dengan tenaga hisapan kecil) ini dibuat untuk bayi dengan labio-
palatoschisis dan bayi dengan masalah pemberian makan/ asupan makanan
tertentu.

- Masalah Dental

Anak yang lahir dengan labioschisis mungkin mempunyai masalah tertentu


yang berhubungan dengan kehilangan, malformasi, dan malposisi dari gigi geligi
pada arean dari celah bibir yang terbentuk.

5
- Infeksi telinga

Anak dengan labio-palatoschisis lebih mudah untuk menderita infeksi


telinga karena terdapatnya abnormalitas perkembangan dari otot-otot yang
mengontrol pembukaan dan penutupan tuba eustachius.

- Gangguan berbicara

Pada bayi dengan labio-palatoschisis biasanya juga memiliki abnormalitas


pada perkembangan otot-otot yang mengurus palatum mole. Saat palatum mole
tidak dapat menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara, maka didapatkan suara
dengan kualitas nada yang lebih tinggi (hypernasal quality of 6 speech). Meskipun
telah dilakukan reparasi palatum, kemampuan otot-otot tersebut diatas untuk
menutup ruang/ rongga nasal pada saat bicara mungkin tidak dapat kembali
sepenuhnya normal. Penderita celah palatum memiliki kesulitan bicara, sebagian
karena palatum lunak cenderung pendek dan kurang dapat bergerak sehingga
selama berbicara udara keluar dari hidung. (6) Anak mungkin mempunyai kesulitan
untuk menproduksi suara/ kata "p, b, d, t, h, k, g, s, sh, dan ch", dan terapi bicara
(speech therapy) biasanya sangat membantu.

Etiologi

Penyebab terjadinya labioschisis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan


ilmuwan berpendapat bahwa labioschisis muncul sebagai akibat dari kombinasi
faktor genetik dan factor-faktor lingkungan. Di Amerika Serikat dan bagian barat
Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat
keluarga labioschisis akan mengalami labioschisis. Kemungkinan seorang bayi
dilahirkan dengan labioschisis meningkat bila keturunan garis pertama (ibu, ayah,
saudara kandung) mempunyai riwayat labioschisis. Ibu yang mengkonsumsi
alcohol dan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama trimester
pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung melahirkan bayi/
anak dengan labioschisis. (4)

6
Menurut Mansjoer dan kawan-kawan, hipotesis yang diajukan antara lain: (4)
Insufisiensi zat untuk tumbuh kembang organ selama masa embrional dalam hal
kuantitas (pada gangguan sirkulasi feto-maternal) dan kualitas (defisiensi asam
folat, vitamin C, dan Zn)
Penggunaan obat teratologik, termasuk jamu dan kontrasepsi hormonal
Infeksi, terutama pada infeksi toxoplasma dan klamidia.
Faktor genetik

Kelainan ini terjadi pada trimester pertama kehamilan, prosesnya karena


tidak terbentuknya mesoderm pada daerah tersebut sehingga bagian yang telah
menyatu (prosesus nasalis dan maksilaris) pecah kembali. (4)

Pada hewan percobaan vitamin A dikenal sebagai "teratogen universal". Namun


kemungkinan teratogenitas pada manusia yang mengkonsumsi suplemen vitamin A
masih kontroversi.(5)

Vitamin B-6 memiliki peran vital dalam metabolisme asam amino.


Defisiensi vitamin B-6 tunggal telah terbukti dapat menyebabkan langit-langit
mulut sumbing dan kelainan defek lahior lainnya pada tikus percobaan. Dan Miller
(1972) menunjukkan bahwa pemberian vitamin B-6 dapat mencegah terjadinya
celah orofasial. (5)
Salah satu penyebab terjadinya celah orofasial ialah heterogenitas, sebanyak
sekitar 20% menyertai sindrom yang disebabkan mutasi yang spesifik. Namun juga
terjadinya celah orofasil juga berhubungan dengan asam folat dan multivitamin
lainnya. Beberapa mungkin memiliki etiologi karena asam folat namun sebagian
lagi tidak, sehingga menyulitkan untuk mencari efeknya.(5)

Epidemiologi

Labioschisis atau cleft lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana
terdapatnya celah pada bibir atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat
berupa takik kecil pada bahagian bibir yang berwarna samapai pada pemisahan
komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung. Celah pada satu

7
sisi disebut labioschisis unilateral, dan jika celah terdapat pada kedua sisi disebut
labioschisis bilateral. (1)

Apabila coba kita campurkan kedua pengertian di atas maka epidemiologi


bibir sumbing ialah ilmu yang mempelajari tentang sifat, penyebab, pengendalian
dan factor-faktor yang mempengaruhi frekuensi dan distribusi penyakit, kecacatan,
dan kematian akibat bibir sumbing dalam populasi manusia.

Pada epidemiologi terdapat sejumlah pertanyaan penting yang harus selalu


diingat, yaitu sebagai berikut :
What : Apakah sebenarnya yang terjadi (atau kejadian apa)?
Where : Di mana kasus bibir sumbing terjadi atau berlangsung? Lokasinya
dimana?
When : Kapan penyakit bibir sumbing tersebut terjadi? Apakah insidental,
sepanjang tahun, atau pada waktu-waktu tertentu?
Who : Siapakah yang terkena kecelakaan tersebut? Bagaimana dengan umur dan
jenis kelaminnya? Apakah ia pejalan kaki, pengemudi atau
penumpang kendaraan?
Why : Mengapa kasus vivir sumbing dapat terjadi ?
How : Bagaimana cara menanggulangi penyakit bibir sumbing tersebut?
Bagaimana cara pencegahannya ? Dan lain sebagainya.

Prevalensi Bibir dan Langit-Langit Sumbing

Bibir sumbing langit-langit (palatum) secara rutin terkait dengan lebih dari
200 sindrom / malformasi. Insidensinya bervariasi antar kelompok etnis sebagai
berikut: American Indian (3.6:10,000), Asia (3:1000), dan Amerika Afrika
(0.3:1000).(2)

Bibir sumbing dan / atau dengan langit-langit terbelah adalah kelainan


bawaan yang sering dilihat di seluruh dunia. Rata-rata, sekitar 1 dalam setiap 500-
750 kelahiran hidup menghasilkan sumbing. Selain itu, di Amerika Serikat,
prevalensi untuk bibir sumbing dengan atau tanpa langit-langit terbelah adalah 2,2-
8
11,7 per 10.000 kelahiran. Sumbing langit-langit saja menghasilkan tingkat
prevalensi 5,5-6,6 per 10.000 kelahiran. (2) Bibir sumbing, langit-langit mulut, atau
keduanya adalah salah satu kelainan bawaan yang paling umum dan memiliki
tingkat kelahiran prevalensi berkisar dari 1 / 1000 sampai 2.69/1000 antara
berbagai belahan dunia.(2)

Orang Afrika Atau Afrika Amerika

Satu per 2.500 Afrika Amerika dilahirkan dengan sumbing. (2) Afrika-
Amerika memiliki tingkat prevalensi yang lebih rendah dari bibir dan/atau langit-
langit sumbing bila dibandingkan dengan orang Kaukasia. Tingkat prevalensi
sebesar 0,61 per 1.000 dan 1,05 per 1.000 kelahiran hidup masing-masing
dilaporkan oleh Croen, Shaw, Wasserman dan Tolarova (1998). (2) Di Malawi
dilaporkan terdapat tingkat prevalensi yang rendah untuk bibir sumbing dan / atau
langit-langit, 0,7 per 1.000 kelahiran hidup.(2)

Amerika Latin Dan Penduduk Latin Asli

Amerika Latin berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan Amerika Selatan,
dan Karibia. Prevalensi Amerika Latin lebih rendah daripada Kaukasia dan
penduduk asli Amerika, namun masih lebih tinggi daripada Afrika Amerika. (2)
Orang latin memiliki prevalensi sumbing sebesar 9,7 per 10.000 kelahiran hidup. (15)
Dalam Sucre, tingkat prevalensi bibir dan/atau langit-langit sumbing di Bolivia
adalah 1,23 per 1.000 kelahiran hidup. (2)

Yordania

Al Omari et al. (2004) meneliti prevalensi sumbing selama periode sebelas


tahun di Yordania dan menemukan tingkat keseluruhan sebesar 1,39 per 1.000
kelahiran hidup untuk bibir dan/atau langit-langit sumbing .(2)

Amerika Serikat

Hawaii adalah negara bagian Amerika Serikat yang memiliki populasi yang
sangat beragam yang terdiri dari 73% orang Asia dan Kepulauan Pasifik keturunan.
Forrester & Merz (2004) menemukan bahwa tingkat prevalensi bibir dan/atau
langit-langit sumbing per 10.000 kelahiran hidup di Hawaii adalah: 10 pada orang
9
Kaukasia, 16 pada orang-orang keturunan Asia Timur Jauh, 11 pada orang-orang
keturunan Kepulauan Pasifik, dan 14,5 pada orang keturunan Filipina.(2)

Indonesia

Berdasarkan Pikiran Rakyat On Line tanggal 1 Juni 2009, disebutkan bahwa


jumlah penderita bibir sumbing atau celah bibir di Indonesia bertambah 3.000-
6.000 orang setiap tahun atau satu bayi setiap 1.000 kelahiran adalah penderita
bibir sumbing.(6)

Berdasarkan data dari Yayasan Pembina Penderita Celah Bibir dan Langit-
Langit (YPPCBL) kepada Radar Bandung tahun 2008, bahwa sejak tahun 1979
sampai tahun 2008 operasi dan perawatan bibir sumbing mencapai 11.472 di
seluruh Indonesia atau 395 orang per tahun.RADARBANDUNG Sedangkan pada
tahun 2009 Ketua Pengurus YPPCBL kepada harian Kompas menyatakan bahwa
saat ini diperkirakan jumlah penderita bertambah 6.000-7.000 kasus per tahun.
Namun, karena berbagai macam kendala, jumlah penderita yang bisa dioperasi
jauh dari ideal. Hanya 1.000-1.500 pasien per tahun yang mendapat kesempatan
menjalani operasi. (6)

2.4 Pengaruh Lingkungan

Pengaruh lingkungan juga dapat menyebabkan, atau berinteraksi dengan


genetika untuk memproduksi, celah orofacial. Sebuah contoh bagaimana faktor
lingkungan dapat dihubungkan dengan genetika berasal dari penelitian tentang
mutasi pada gen PHF8 yang menyebabkan celah bibir / langit-langit. Ditemukan
bahwa PHF8 mengkodekan demethylase lisin histone, (7) dan terlibat dalam
regulasi epigenetik. Aktivitas katalitik PHF8 tergantung pada oksigen molekuler, (7)
fakta yang dianggap penting sehubungan dengan laporan mengenai kejadian
peningkatan celah bibir / langit-langit pada tikus yang telah terkena hipoksia dini
selama kehamilan. (7) Pada manusia, bibir sumbing janin dan kelainan bawaan lain
juga telah dihubungkan dengan hipoksia ibu, seperti yang disebabkan oleh

10
misalnya ibu merokok, (7) ibu penyalahgunaan alkohol atau beberapa bentuk
pengobatan hipertensi ibu (7) faktor lingkungan lain yang telah dipelajari meliputi:
penyebab musiman (seperti eksposur pestisida);. diet ibu dan asupan vitamin;
retinoid - yang merupakan anggota vitamin A keluarga; obat-obatan antikonvulsan,
alkohol, penggunaan rokok; senyawa nitrat, pelarut organik, paparan orangtua
untuk memimpin, dan obat-obatan terlarang (kokain, heroin, dll).

2.5 Pengaruh Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi memiliki variabel-variabel yang berkaitan dengan


kontribusi terhadap terjadinya bibir dan/atau langit-langit sumbing , seperti gizi,
merokok, alkohol,penyakit dan infeksi. Faktor-faktor tersebut cenderung telah
diteliti secara retrospektif pada beberapa negara di dunia dan studi tersebut
sekarang dilakukan secara prospektif di Denmark dan Norwegia yang berhubungan
dengan hasil reproduksi. Aspek lain dari gizi yang belum secara baik dipelajari
adalah efek dari obesitas / kelaparan dan hal tersebut mungkin berguna untuk studi
di masa depan untuk menilai tinggi dan berat badan untuk mendapatkan ukuran
indeks massa tubuh sehingga diperoleh kaitannya dengan celah orofacial.

Bukti untuk prevalensi celah orofasial yang lebih banyak terjadi pada
masyarakat kelas sosial ekonomi rendah masih samar-samar.

2.6 Aspek Psikologis Terhadap Individu Bibir Sumbing

Memiliki bibir dan/atau langit-langit sumbing mengakibatkan masalah


psikososial. Sebagian besar anak yang telah dioperasi celahnya dapat memiliki
masa anak-anak yang bahagia dan kehidupan sosial yang sehat. Namun, penting
untuk diingat bahwa pada remaja dengan bibir dan/atau langit-langit sumbing
dapat meningkatkan risiko adanya masalah psikososial khususnya yang berkaitan
dengan konsep diri, romantika, dan penampilan. Hal ini penting bagi orang tua
untuk menyadari permasalahan psikososial anak remaja mereka agar dapat
menghadapi masalahnya dan mengetahui di mana mencari bantuan tenaga
profesional jika masalah timbul.

11
Bukti-bukti menunjukkan bahwa masalah komunikasi berhubungan dengan
bibir dan langit-langit sumbing yang tampak pada masa anak-anak. Penelitian
perkembangan anak pada bibir dan langit-langit sumbing pada infant dan toddler
(anak baru bisa berdiri dan berjalan), atau sejak lahir sampai usia 3 tahun,
menyatakan bahwa bibir sumbing pada todler memiliki penundaan atau
keterlambatan perkembangan dalam daerah bahasa ekspresif pada usia 36 bulan.
Respon negatif dari orang lain, secara nyata atau hanya perasaan saja, dapat
mempengaruhi kesan terhadap diri sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa pilihan
untuk menarik secara individual mempengaruhi harga diri, kompentensi sosial, dan
penilaian terhadap daya tarik di masa depan. Daya tarik fisik menunjukkan peran
yang signifikan dalam kehidupan sosial seperti membangun hubungan kekerabatan
dalam setiap tahap kehidupan, sekolah, romantika, kerja dan lain-lain. Penerimaan
sosial seringkali tergantung pada fisik seseorang. Hubungan tersebut antara
kecantikan secara fisik dan penerimaan sosial merupakan hambatan pada orang
dengan bibir dan langit-langit sumbing dalam berkomunikasi. (7)

Sudah menjadi bukti bahwa terdapat keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki


orang dengan bibir dan langit-langit sumbing mengalami berbagai kesulitan. Oleh
karena itu, keterbatasan tersebut dibangun dalam banyak periode waktu karena
masalah psikologis yang dihadapi. Sebagai contoh, gangguan komunikasi pada
individu dengan bibir dan langit-langit sumbing tidak dihasilkan dari gangguan
bicaranya (fonasinya) namun dari masalah psikologis yang dapat mempengaruhi
keseluruhan perkembangan anak. Gangguan kecemasan dan depresi dilaporkan
mempunyai prevalensi dua kali lebih besar pada orang dewasa bibir dan langit-
langit sumbing dibandingkan kontrol normal. Kecemasan, depresi dan palpitasi
dilaporkan dua kali lebih sering pada orang bibir dan langit-langit sumbing
dibandingkan dengan kontrol, dan masalah psikologis ini memiliki hubungan yang
kuat dengan hal-hal menyangkut penampilan, pertumbuhan gigi, dialog, dan hasrat
untuk pengobatan lebih lanjut. Masalah psikologis yang didapat oleh anak dengan
bibir dan langit-langit sumbing tidak hanya terbatas pada anak/individualnya saja,
tetapi juga pada orang tuanya. Penelitian menunjukkan orang tuanya dapat
mengalami krisis mental, disebabkan latar belakang orang tuanya, juga stres ketika
membawa anak dengan bibir sumbing. (7)

12
Patofisiologi

Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai


langit-langit. Berbeda pada kelainan bibir yg terlihat jelas secara
estetik, kelainan sumbing langit2 lebih berefek kepada fungsi
mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara. Pada kondisi
normal, langit2 menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada
bayi yang langit2nya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada
saat menelan bayi bisa tersedak.Kemampuan menghisap bayi
juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap,
keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk
menjadi kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan
perkembangannya selain juga mudah terkena infeksi saluran
nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara
hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke
telinga. (2)

13
Manifestasi Klinis

Pada labio Skisis:


1.Distorsi pada hidung
2.Tampak sebagian atau keduanya
3.Adanya celah pada bibir
Pada palato skisis:
1.Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras
dan atau foramen incisive
2.Adanya rongga pada hidung
3.Distorsi hidung
4.Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa
dengan jari
5.Kesukaran dalam menghisap atau makan (2)

14
Penatalaksanaan

Idealnya, anak dengan labioschisis ditatalaksana oleh tim labio-


palatoschisis yang terdiri dari spesialistik bedah, maksilofasial, terapis bicara dan
bahasa, dokter gigi, ortodonsi, psikoloog, dan perawat spesialis. Perawatan dan
dukungan pada bayi dan keluarganya diberikan sejak bayi tersebut lahir sampai
berhenti tumbuh pada usia kira-kira 18 tahun. Tindakan pembedahan dapat
dilakukan pada saat usia anak 3 bulan. Penatalaksanaan tergantung pada kecacatan.
Prioritas pertama antara lain pada tekhnik pemberian nutrisi yang adekuat untuk
mencegah komplikasi, fasilitas pertumbuhan dan perkembangan. Labio plasty
dilakukan apabila sudah tercapai rules of overten yaitu : umur diatas 10 minggu,
BB diatas 10 ponds ( 5 kg), tidak ada infeksi mulut dan saluran pernafasan. Untuk
mendapatkan bibir dan hidung yang baik, koreksi hidung dilakukan pada operasi
yang pertama. Palato plasty dilakukan pada umur 12-18 bulan. Pada usia 7-8 tahun
dilakukan bone skingraft, dan koreksi dengan flap pharing. Pada usia 15 tahun
dilakukan terapi dengan koreksi-koreksi bedah plastik. (1)

Ada tiga tahap penatalaksanaan labioschisis yaitu : (4)

1. Tahap sebelum operasi

Pada tahap sebelum operasi yang dipersiapkan adalah ketahanan tubuh bayi
menerima tindakan operasi, asupan gizi yang cukup dilihat dari keseimbangan
berat badan yang dicapai dan usia yang memadai. Patokan yang biasa dipakai
adalah rule of ten meliputi berat badan lebih dari 10 pounds atau sekitar 4-5 kg ,
Hb lebih dari 10 gr % dan usia lebih dari 10 minggu , jika bayi belum mencapai
rule of ten ada beberapa nasehat yang harus diberikan pada orang tua agar kelainan
dan komplikasi yang terjadi tidak bertambah parah. Misalnya memberi minum
harus dengan dot khusus dimana ketika dot dibalik susu dapat memancar keluar
sendiri dengan jumlah yang optimal artinya tidak terlalu besar sehingga membuat
bayi tersedak atau terlalu kecil sehingga

membuat asupan gizi menjadi tidak cukup, jika dot dengan besar lubang khusus ini
tidak tersedia bayi cukup diberi minum dengan bantuan sendok secara perlahan
dalam posisi setengah duduk atau tegak untuk menghindari masuknya susu
melewati langit-langit yang terbelah.

15
Selain itu celah pada bibir harus direkatkan dengan menggunakan plester
khusus non alergenik untuk menjaga agar celah pada bibir menjadi tidak terlalu
jauh akibat proses tumbuh kembang yang menyebabkan menonjolnya gusi kearah
depan (protrusio pre maxilla) akibat dorongan lidah pada prolabium , karena jika
hal ini terjadi tindakan koreksi pada saat operasi akan menjadi sulit dan secara
kosmetika hasil akhir yang didapat tidak sempurna. Plester non alergenik tadi harus
tetap direkatkan sampai waktu operasi tiba. (4)

2. Tahap sewaktu operasi

Tahapan selanjutnya adalah tahapan operasi, pada saat ini yang diperhatikan
adalah soal kesiapan tubuh si bayi menerima perlakuan operasi, hal ini hanya bisa
diputuskan oleh seorang ahli bedah Usia optimal untuk operasi bibir sumbing
(labioplasty) adalah usia 3 bulan. Usia ini dipilih mengingat pengucapan bahasa
bibir dimulai pada usia 5-6 bulan sehingga jika koreksi pada bibir lebih dari usia
tersebut maka pengucapan huruf bibir sudah terlanjur salah sehingga kalau
dilakukan operasi pengucapan huruf bibir tetap menjadi kurang sempurna.

Operasi untuk langit-langit (palatoplasty) optimal pada usia 18 20 bulan


mengingat anak aktif bicara usia 2 tahun dan sebelum anak masuk sekolah.
Palatoplasty dilakukan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum anak mulai bicara
lengkap sehingga pusat bicara di otak belum membentuk cara bicara. Kalau operasi
dikerjakan terlambat, sering hasil operasi dalam hal kemampuan mengeluarkan
suara normal atau tidak sengau sulit dicapai. (4) Operasi yang dilakukan sesudah
usia 2 tahun harus diikuti dengan tindakan speech teraphy karena jika tidak, setelah
operasi suara sengau pada saat bicara tetap terjadi karena anak sudah terbiasa
melafalkan suara yang salah, sudah ada mekanisme kompensasi memposisikan
lidah pada posisi yang salah. Bila gusi juga terbelah (gnatoschizis) kelainannya
menjadi labiognatopalatoschizis, koreksi untuk gusi dilakukan pada saat usia 89
tahun bekerja sama dengan dokter gigi ahli ortodonsi.(4)

Gambar 2.2 Reparasi labioschisis (labioplasti). (A and B) pemotongan sudut celah


pada bibir dan hidung. (C) bagian bawah nostril disatukan dengan sutura. (D)
bagian atas bibir disatukan, dan (E) jahitan memanjang sampai kebawah untuk
menutup celah secara keseluruhan. (4)

16
3. Tahap setelah operasi.

Tahap selanjutnya adalah tahap setelah operasi, penatalaksanaanya


tergantung dari tiap-tiap jenis operasi yang dilakukan, biasanya dokter bedah yang
menangani akan memberikan instruksi pada orang tua pasien misalnya setelah
operasi bibir sumbing luka bekas operasi dibiarkan terbuka dan tetap menggunakan
sendok atau dot khusus untuk memberikan minum bayi. Banyaknya penderita bibir
sumbing yang datang ketika usia sudah melebihi batas usia optimal untuk operasi
membuat operasi hanya untuk keperluan kosmetika saja sedangkan secara
fisiologis tidak tercapai, fungsi bicara tetap terganggu seperti sengau dan lafalisasi
beberapa huruf tetap tidak sempurna, tindakan speech teraphy pun tidak banyak
bermanfaat. (4)

Cara menyusui bagi ibu yang memiliki anak dengan bibir sumbing:
a. Memberi tahu ibu kepentingan ASI untuk bayinya,
b. Usaha untuk menutup celah atau sumbing bibir agar bayi dapat memegang
puting dan areola dalam mulutnya waktu menyusui (jari ibu atau plak gigi yg
khusus atau obturator), kadang-kadang payudara ibu menutup celah itu.
c. Memerah susu dan memberikan kepada anaknya menggunakan cangkir atau
sendok teh.(6)

Preventif

1. Menghindari merokok

Ibu yang merokok mungkin merupakan faktor risiko lingkungan terbaik yang
telah dipelajari untuk terjadinya celah orofacial. Ibu yang menggunakan tembakau
selama kehamilan secara konsisten terkait dengan peningkatan resiko terjadinya
celah-celah orofacial. Mengingat frekuensi kebiasaan kalangan perempuan di
Amerika Serikat, merokok dapat menjelaskan sebanyak 20% dari celah orofacial
yang terjadi pada populasi negara itu. (3)

Lebih dari satu miliar orang merokok di seluruh dunia dan hampir tiga
perempatnya tinggal di negara berkembang, sering kali dengan adanya dukungan
public dan politik tingkat yang relatif rendah untuk upaya pengendalian tembakau.
17
(Aghi et al.,2002). Banyak laporan telah mendokumentasikan bahwa tingkat
prevalensi merokok pada kalangan perempuan berusia 15-25 tahun terus
meningkat secara global pada dekade terakhir (Windsor, 2002). Diperkirakan
bahwa pada tahun 1995, 12-14 juta perempuan di seluruh dunia merokok selama
kehamilan mereka dan, ketika merokok secara pasif juga dicatat, 50 juta
perempuan hamil, dari total 130 juta terpapar asap tembakau selama kehamilan
mereka . (2)

2. Menghindari alkohol

Peminum alkohol berat selama kehamilan diketahui dapat mempengaruhi


tumbuh kembang embrio, dan langit-langit mulut sumbing telah dijelaskan
memiliki hubungan dengan terjadinya defek sebanyak 10% kasus pada sindrom
alkohol fetal (fetal alcohol syndrome). Pada tinjauan yang dipresentasikan di Utah
Amerika Serikat pada acara pertemuan konsensus WHO (bulan Mei 2001),
diketahui bahwa interpretasi hubungan antara alkohol dan celah orofasial
dirumitkan oleh bias yang terjadi di masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang
merokok, alkohol diketemukan juga sebagai pendamping, namun tidak ada hasil
yang benar-benar disebabkan murni karena alkohol. (7)

3. Memperbaiki Nutrisi Ibu

Nutrisi yang adekuat dari ibu hamil saat konsepsi dan trimester I kehamilan
sangat penting bagi tumbuh kembang bibir, palatum dan struktur kraniofasial yang
normal dari fetus.

a. Asam Folat

Peran asupan folat pada ibu dalam kaitannya enan celah orofasial sulit untuk
ditentukan dalam studi kasus-kontrol manusia karena folat dari sumber makanan
memiliki bioavaibilitas yang luas dan suplemen asam folat biasanya diambil
dengan vitamin, mineral dan elemen-elemen lainnya yang juga mungkin memiliki
efek protektif terhadap terjadinya celah orofasial.

Folat merupakan bentuk poliglutamat alami dan asam folat ialah bentuk
monoglutamat sintetis. Pemberian asam folat pada ibu hamil sangat penting pada

18
setiap tahap kehamilan sejak konsepsi sampai persalinan. Asam folat memiliki dua
peran dalam menentukan hasil kehamilan. Satu, ialah dalam proses maturasi janin
jangka panjang untuk mencegah anemia pada kehamilan lanjut. Kedua, ialah dalam
mencegah defek kongenital selama tumbuh kembang embrionik. Telah disarankan
bahwa suplemen asam folat pada ibu hamil memiliki peran dalam mencegah celah
orofasial yang non sindromik seperti bibir dan/atau langit-langit sumbing. (7)

b. Vitamin B-6

Vitamin B-6 diketahui dapat melindungi terhadap induksi terjadinya celah


orofasial secara laboratorium pada binatang oleh sifat teratogennya demikian juga
kortikosteroid, kelebihan vitamin A, dan siklofosfamid. Deoksipiridin, atau
antagonis vitamin B-6, diketahui menginduksi celah orofasial dan defisiensi
vitamin B-6 sendiri cukup untuk membuktikan terjadinya langit-langit mulut
sumbing dan defek lahir lainnya pada binatang percoban. Namun penelitian pada
manusia masih kurang untuk membuktikan peran vitamin B-6 dalam terjadinya
vitamin B-6. (3)

c. Vitamin A

Asupan vitamn A yang kurang atau berlebih dikaitkan dengan peningkatan


resiko terjadinya celah orofasial dan kelainan kraniofasial lainnya. Hale adalah
peneliti pertama yang menemukan bahwa defisiensi vitamin A pada ibu
menyebabkan defek pada mata, celah orofasial, dan defek kelahiran lainya pada
babi. Penelitian klinis manusia menyatakan bahwa paparan fetus terhadap retinoid
dan diet tinggi vitamin A jugadapat menghasilkan kelainan kraniofasial yang
gawat. Pada penelitian prospektif lebih dari 22.000 kelahiran pada wanita di
Amerika Serikat, kelainan kraniofasial dan malformasi lainnya umum terjadi pada
wanita yang mengkonsumsi lebih dari 10.000 IU vitamin A pada masa
perikonsepsional. (3)

19
4. Modifikasi Pekerjaan

Dari data-data yang ada dan penelitian skala besar menyerankan bahwa ada
hubungan antara celah orofasial dengan pekerjaan ibu hamil (pegawai kesehatan,
industri reparasi, pegawai agrikulutur). Teratogenesis karena trichloroethylene dan
tetrachloroethylene pada air yang diketahui berhubungan dengan pekerjaan bertani
mengindikasikan adanya peran dari pestisida, hal ini diketahui dari beberapa
penelitian. namun tidak semua.(5) Maka sebaiknya pada wanita hamil lebih baik
mengurangi jenis pekerjaan yang terkait.

Pekerjaan ayah dalam industri cetak, seperti pabrik cat, operator motor,
pemadam kebakaran atau bertani telah diketahui meningkatkan resiko terjadinya
celah orofasial. (6)

5. Suplemen Nutrisi

Beberapa usaha telah dilakukan untuk merangsang percobaan pada manusia


untuk mengevaluasi suplementasi vitamin pada ibu selama kehamilan yang
dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan. Hal ini dimotivasi oleh hasil baik yang
dilakukan pada percobaan pada binatang. Usaha pertama dilakukan tahun 1958 di
Amerika Serikat namun penelitiannya kecil, metodenya sedikit dan tidak ada
analisis statistik yang dilaporkan. Penelitian lainnya dalam usaha memberikan
suplemen multivitamin dalam mencegah celah orofasial dilakukan di Eropa dan
penelitinya mengklaim bahwa hasil pemberian suplemen nutrisi adalah efektif,
namun penelitian tersebut memiliki data yang tidak mencukupi untuk
mengevaluasi hasilnya.Salah satu tantangan terbesar dalam penelitian pencegahan
terjadinya celah orofasial adalah mengikutsertakan banyak wanita dengan resiko
tinggi pada masa produktifnya. (7)

20
Komplikasi

1.Gangguan bicara dan pendengaran


2.Terjadinya otitis media
3.Asirasi
4.Distress pernafasan
5.Risisko infeksi saluran nafas
6.Pertumbuhan dan perkembangan terhambat

Prognosis

Kelainan labioschisis merupakan kelainan bawaan yang dapat dimodifikasi/


disembuhkan. Kebanyakan anak yang lahir dengan kondisi ini melakukan operasi
saat usia masih dini, dan hal ini sangat memperbaiki penampilan wajah secara
signifikan. Dengan adanya teknik pembedahan yang makin berkembang, 80% anak
dengan labioschisis yang telah ditatalaksana mempunyai perkembangan
kemampuan bicara yang baik. Terapi bicara yang berkesinambungan menunjukkan
hasil peningkatan yang baik pada masalah-masalah berbicara pada anak
labioschisis.

21
KESIMPULAN

Bibir sumbing merupakan penyakit cacat bawaan. Penyebabnya terjadinya


bibir sumbing ialah multifaktorial, seperti genetik, nutrisi, lingkungan, bahkan
sosial ekonomi. Jumlah penderita bibir sumbing di Indonesia bertambah 3.000-
6.000 setiap tahun atau 1 bayi setiap 1.000 kelahiran. Namun, jumlah total
penderita bibir sumbing di Indonesia belum diketahui secara pasti. Penderita bibir
sumbing dapat diperbaiki dengan jalan operasi, namun memerlukan biaya yang
besar, sedangkan kesempatan penderita yang menjalani operasi setiap tahunnya
hanya sekitar 1.500 orang, angka ini masih jauh dari idealnya sehingga tindakan-
tindakan pencegahan sebaiknya lebih diutamakan.

22
Daftar Pustaka

1. Syamsuhidayat, de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Penerbit: EGC.


Jakarta. 2005

2. Converse JM, Hogan VM, Mc Carthy JG. Cleft Lip and Palate, Introduc
tion. Dalam: Reconstructive Plastic Surgery, Ed. 11, vol. 4. Pbiladelphia:
WB Saunders Co, 1977, hal. 1937.

3. Santoso, Mardi. Pemeriksaan Fisik Diagnosis. Penerbit: FK UKRIDA.


Jakarta. 2004.

4. Millard DR. Cleft Lips. Dalam: Plastic Surgery, Grabb and Smith. Boston:
Little Brown Co, 1976.

5. Avery GB Neonatology. Pathophysiology and management of the newborn.


Toronto: LB Lippincot Co. ;1975

6. Hidayat dkk. Defisiensi Seng (Zn) Maternal dan Tingginya Prevalensi


Sumbing Bibir/Langit-langit di Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa
Tenggara Timur (Laporan Pendahuluan), MOGI 1991; 17(2): 79-92.

7. Gardner M. Endocrine and genetic disease of childhood and adolescence.


Philadelphia Saunders; 1975

23
24

Anda mungkin juga menyukai