Anda di halaman 1dari 18

BAB I

Pendahuluan

Neuritis optikus merupakan salah satu penyebab umum kehilangan penglihatan unilateral
pada orang dewasa. Berdasarkan kategori klinik dan pemeriksaan opthalmoskopis terbagi
menjadi papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah inflamasi yang mengenai serabut retina
nervus optikus yang masuk pada papil nervus optikus di dalam bola mata, dengan pemeriksaan
opthalmoskopis di diskus optikus akan tampak kelainannya sedangkan pada neuritis retrobulbar
inflamasinya mengenai nervus yang terletak di belakang bola mata dan terletak jauh dari diskus
optikus sehingga perubahan-perubahan dini di diskus optikus tidak tampak dengan pemeriksaan
opthamoskopis, ketajaman penglihatan dapat menurun.

Neuritis retrobulbaris biasanya berjalan akut yang mengenai satu atau kedua mata. Ia
dapat disebabkan oleh sklerosis multipel, penyakit mielin saraf, anemia pernisiosa, diabetes
melitus, dan intoksikasi. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit neuritis retrobulbaris sama
seperti neuritis optikus yaitu akan terdapat kehilangan penglihatan dalam beberapa jam sampai
hari yang mengenai satu atau kedua mata, dengan usia yang khusus 18-45 tahun, sakit pada
rongga orbita terutama pada pergerakkan mata, penglihatan warna terganggu, tanda Uhthoff
(penglihatan turun setelah olah raga atau suhu tubuh naik), dan gangguan lapangan pandang
sentral atau sekosentral, akan tetapi pada neuritis retrobulbaris gambaran fundus sama sekali
normal.

Insidensi neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000 sedangkan
prevalensinya 115 per 100.000. Sebagian besar mengenai usia 20 sampai dengan 40 tahun.
Wanita lebih umum terkena daripada pria. Berdasarkan data The Optic Neuritis Treatment Trial
(ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan usia rata-rata 32 7 tahun. Sebagian besar
kasus patogenesisnya disebabkan inflamasi demielinisasi dengan atau tanpa sklerosis multipel.
Pada sebagian besar kasus neuritis optikus monosimptomatik merupakan manifestasi awal
multiple sklerosis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Neuritis retrobulbaris adalah suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di belakang diskus
optikus sehingga perubahan-perubahan dini di diskus optikus tidak tampak dengan oftalmoskop;
namun ketajaman penglihatan sangat menurun. Sementara neuritis optikus adalah suatu
peradangan, infeksi atau dimielinisasi saraf optikus akibat berbagai macam penyakit.

2.2 Etiologi

Klasifikasi etiologik penyakit pada saraf optikus1:

1 Neuritis optikus idiopatik


2 Penyakit demielinisasi
a Sklerosis multipel
b Sindrom demielinisasi jarang lainnya, misalnya neuromielitis optika (penyakit Devic)
3 Infeksi virus
a Neuritis optikus virus (morbili, mumps, cacar air, influenza)
b Ensefalomielitis pascainfeksi
c Poliradikuloneuronitis (sindrom Guillain-Barre)
d Mononukleosis infeksiosa
e Herpes zozter
4 Perluasan lokal penyakit peradangan
a Sinusitis
b Penyakit intrakranium: meningitis, ensefalitis
c Penyakit orbita: selulitis, vaskulitis
d Penyakit intraokular: korioretinitis, endolfalmitis, iridosiklitis.
5 Infeksi dan peradangan sistemik
a Sifilis
b Tuberkulosis
c Triptokokosis
d Koksidiodomikosis
e Endokarditis infektif
f Sarkoidosis
6 Nutrisi dan metabolik
a Diabetes melitus
b Difisiensi vitamin: difisiensi vitamin B12, beriberi, pelagra
7 Toksik
a Ambliopia tembakau-alkohol
b Logam berat: arsen, timbal, talium
c Obat: etambutol, isoniazid, streptomisin, disulfiram, digitalis, kloramfenikol, klorokuin,
klorpropamid, hidroksikuinolin berhalogen (mis. iodoklor-hidroksikuin)
d Metanol
8 Atrofi optikus herediter
a Penyakit Leber
b Atrofi optikus dominan (juvenilis)
c Atrofi optikus resesif (infantilis)
d Penyakit heredodegeneratif
e Anomali saraf optikus
9 Panyakit vaskular
a Arteritis temporalis
b Arteriosklerosis (neuropati optikus iskemik anterior): diabetes melitus, hipertensi
c Poliarteritis nodosa
d Penyakit Takayasu
10 Penyakit neoplastik
a Infiltrasi langsung saraf optikus, leukimik atau maligna
b Neuropati tekanan: tumor, panyakit mata tiroid
c Sindrom paraneoplastik
11 Trauma
12 Neuropati radiasi

2.3. Patofisiologi
Mekanisme patofisiologi neuritis optikus dan sklerosis multipel (MS) adalah identik. MS
dan neuritis optikus diperkirakan memiliki mekanisme autoimun dicetuskan oleh faktor
lingkungan (seperti virus) pada orang yang rentan. Sel T-helper (CD4 +) adalah sel efektor
utama. Ini diaktifkan di perifer oleh faktor lingkungan dan melintasi barier saraf aliran darah
otak atau aliran darah optik. Di dalam SSP yang mereka hadapi saraf otomatis-antigen,
berkembang biak, mengaktifkan dan merekrut sel-sel inflamasi lainnya, dan merangsang sel-sel
kekebalan tubuh dan parenkim lokal seperti mikroglia dan astrosit untuk memproduksi sitokin
pro-inflamasi.
Kerusakan saraf melibatkan jalur kompleks juga melibatkan sel-sel CD8 +, sel B,
antibodi, dan komplemen. Hal ini menyebabkan fitur patologis kunci dari MS / neuritis optikus:
peradangan, demielinasi, kehilangan aksonal, dan gliosis. Sinyal untuk resolusi peradangan tidak
dikenal. Pemulihan saraf merupakan kombinasi resolusi peradangan, kembali mielinasi, dan
plastisitas saraf. Hilangnya akson, neuron, dan mielin dapat dinilai dengan menggunakan MRI
kuantitatif dan teknik tomografi koherensi optik. Kerusakan radikal bebas dan eksisotisiti
glutamat diperkirakan memainkan peran penting dalam kerusakan aksonal dan mielin, dan telah
dikaitkan dengan disfungsi mitokondria.2,3

2.4. Gejala Klinis

Neuritis retrobulbaris mempunyai gejala seperti neuritis akan tetapi dengan gambaran
fundus yang sama sekali normal2. Keluhan utama pada neuritis optikus yaitu:

1 Hilangnya penglihatan:
Kehilangan penglihatan akan terjadi secara akut, terjadi dalam beberapa jam sampai hari
yang mengenai satu atau kedua mata (biasanya pada anak-anak) 1,3. Tajam penglihatan akan
turun maksimal dalam 2 minggu. Pada sebagian besar neuritis optikus tajam penglihatan
akan kembali normal sesudah beberapa minggu

2 Penglihatan warna akan terganggu (Diskromatopsia):


Hal ini sering terjadi terutama terhadap warna merah, dan lebih menonjol dari penurunan
penglihatan1,5.

3 Nyeri di sekitar mata:


Nyeri bisa diperburuk dengan pergerakan mata tertentu. Rasa sakit mungkin mendahului
hilangnya penglihatan5.

4 Defek lapangan pandang sentral atau sekosentral2,3.

5 Tanda Uhthoff:
Penglihatan turun setelah olah raga atau suhu tubuh naik

Gambar 1. Defek lapangan pandang akibat berbagai lesi jalur optikus3

2.5. Diagnosis
Anamnesis
Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur, kesulitan membaca, adanya
bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna yang terganggu,
hilangnya persepsi dalam atau kaburnya visus untuk sementara. Pada anak, biasanya gejala
penurunan ketajaman penglihatan mendadak mengenai kedua mata. Sedangkan pada orang
dewasa, neuritis retrobulbar seringkali unilateral.
Terdapat riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung diagnosis. Pada
orang dewasa, terdapat faktor risiko sklerosis multipel yang lebih besar. Rasa sakit pada mata,
terutama ketika mata bergerak.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan ( 20 / 30), sedang ( 20 / 60),maupun


berat ( 20 / 70).
Pemeriksaan lapang pandang. Tipe-tipe gangguan lapang pandang dapat berupa:skotoma
sentrosecal, kerusakan gelendong saraf parasentral, kerusakan gelendongsaraf yang
meluas ke perifer, kerusakan gelendong saraf yang melibatkan fiksasidan perifer saja.
Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung yang menurun
atau hilang.
Penglihatan warna.

Pemeriksaan Penunjang

Neuritis retrobulbar adalah suatu neuritis optikus yang terjadi cukup jauh di belakang diskus
optikus sehingga perubahan-perubahan dini di diskus optikus tidak tampak dengan oftalmoskop;
namun ketajaman penglihatan sangat menurun

Pada neuritis retrobulbar, diskus optikus dapat tetap tampak normal selama 4-6 minggu.
Walaupun pada permulaan tidak terlihat kelainan fundus, lama kelamaan akan terlihat kekaburan
batas papil syaraf optik dan degenerasi syaraf optik akibat degenerasi serabut syaraf, disertai
atrofi descenden (secondary optic atrophy) akan terlihat papil pucat dengan batas yang tegas.4,5
Tes diagnostik seperti MRI, analisis cairan serebrospinal dan serologi, umumnya dipakai dengan
alasan sebagai berikut4:

Untuk menentukan penyebabnya apakah suatu proses inflamasi atau non inflamasi,
nonidiopathi, dan infeksi.
Untuk menentukan prognosisnya, apakah akan berkembang secara klinis menjadi
multipel sklerosis.

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI penting untuk memutuskan apakah daerah di otak telah terjadi kerusakan myelin, yang
mengindikasikan resiko tinggi berkembangnya sklerosis multipel. MRI juga dapat membantu
menyingkirkan kemungkinan tumor atau kondisi lain. Pada pasien yang dicurigai menderita
neuritis optikus, pemeriksaan MRI otak dan orbita dengan fat suppression dan gadolinium
sebaiknya dilakukan dengan tujuan untuk konfirmasi diagnosis dan menilai lesi white matter.
MRI dilakukan dalam dua minggu setelah gejala timbul. Pada pemeriksaan MRI otak dan orbita
dengan fat suppression dan gadolinium menunjukkan peningkatan dan pelebaran nervus optikus.

Lebih penting lagi, MRI dipakai dengan tujuan untuk memutuskan apakah terdapat lesi ke arah
sklerosis multipel. Ciri-ciri resiko tinggi mengarah ke sklerosis multipel adalah terdapat lesi
white matter dengan diameter 3 atau lebih, bulat, lokasinya di area periventrikular dan menyebar
ke ruangan ventrikular.4,5

Pemeriksaan Cairan Serebrospinal


(LCS)
Protein ologinal banding pada
cairan serebrospinal merupakan penentu sklerosis multipel. Terutama dilakukan terhadap pasien-
pasien dengan pemeriksaan MRI normal.

Visually evoked potentials test

Visually evoked potentials test adalah suatu test yang merekam sistem visual, auditorius dan
sensoris yang dapat mengidentifikasi lesi subklinis. Visually evoked potentials test menstimulasi
retina dengan pola papan catur, dapat mendeteksi konduksi sinyal elektrik yang lambat sebagai
hasil dari kerusakan daerah nervus.

Pemeriksaan darah

Pemeriksaan tes darah NMO-IgG untuk memeriksa antibodi neuromyelitis optica. Pasien dengan
neuritis optikus berat sebaiknya menjalani pemeriksaan ini untuk mendeteksi apakah
berkembang menjadi neuromyelitis optica. Pemeriksaan tingkat sedimen eritrosit (erythrocyte
sedimentation rate (ESR) dipakai untuk mendeteksi inflamasi pada tubuh, tes ini dapat
menentukan apakah neuritis optikus disebabkan oleh inflamasi arteri kranialis4

2.6. Diagnosa Banding1,4

1. Papilitis
Papilitis adalah inflamasi yang mengenai nervus optikus di dalam bola mata, merupakan
salah satu tipe neuritis optikus yang sering terjadi pada anak-anak, memiliki gejala yang
sama dengan neuritis retrobulbar tetapi pada pemeriksaan dengan opthalmoskopis dapat
ditemukan pembengkakan pada diskus optikus, hiperemi, tepi kabur dan semua pembuluh
darah dilatasi.
2. Compressive optic neuropathy
Terdapat kehilangan penglihatan akut. Pola kehilangan lapang pandang menunjukkan
penyebabnya non inflamasi, misalnya ditemukan kehilangan penglihatan pada mata
lainnya. CT Scan atau MRI dapat mengidentifikasi lesi kompresif pada orbita dan
khiasma. Pada compressive optic neuropathy tidak terdapat pemulihan penglihatan.
3. Nonarteritic anterior ischemic optic neuropathy.
Terdapatnya nyeri terutama pada pergerakan mata (meskipun tidak mutlak) secara klinis
dapat membedakan neuritis optikus dengan nonarteritic anterior ischemic optic
neuropathy.
4. Sindrom viral dan post viral
Parainfectious optic neuritis umumnya mengikuti onset infeksi virus selama 1-3 minggu,
tetapi dapat juga sebagai phenomena post vaksinasi. Umumnya mengenai anak-anak
daripada dewasa dan terjadi karena proses imunologi yang menghasilkan demielinisasi
nervus optikus. Post viral atau parainfeksius neuritis optikus dapat terjadi unilateral tetapi
sering bilateral. Diskus optikus dapat normal atau terjadi pembengkakan.

2.7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tergantung dari gangguan yang ditimbulkan, neuritis optik retrobulbar yang
mengakibatkan penurunan visus bisa diterapi dengan steroid dosis tinggi 1000 mg prednisolone
oral selama 3 hari dan 1 mg/kgBB untuk oral prednisolon untuk hari ke 4-14.
Pada keadaan akut, apabila visus sama atau lebih baik dari 20/40 dilakukan pengamatan saja dan
apabila visus sama atau kurang dari 20/50 dilakukan pengamatan dan metilprednisolon 250mg
intravena, disusul dengan prednisolon tablet.

2.8.Prognosis
Gangguan penglihatan yang disebabkan karena neuritis optik biasanya bersifat sementara.
Remisi (penyembuhan) spontan terjadi dalam dua hingga lima minggu. Saat masa pemulihan,
65% - 80% ketajaman penglihatan penderita menjadi lebih baik. Prognosis jangka panjang
tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Jika serangan ini ditimbulkan oleh infeksi virus
maka akan mengalami penyembuhan sendiri tanpa meninggalkan efek samping. Jika neuritis
optik dipicu oleh sklerosis multipel, maka serangan berikutnya harus dihindari. Tiga puluh tiga
persen penderita neuritis optik akan kambuh dalam lima tahun. Tiap kekambuhan menyebabkan
pemulihannya tidak sempurna bahkan memperburuk penglihatan seseorang. Ada hubungan yang
kuat antara neuritis optik dengan sklerosis multipel. Pada orang yang tidak mengalami sclerosis
multipel maka separuh dari mereka yang mengalami gangguan penglihatan akibat neuritis optik
akan menderita penyakit ini dalam 15 tahun.
BAB III
LAPORAN KASUS

Pasien laki-laki suku Kupang, 45 tahun, kinan rujukan dari RS Wangaya


dengan suspek Multiple Sclerosis. Pasien mengeluh nyeri pada mata kiri yang
terjadi sejak bulan November 2016. Nyeri dirasakan seperti tertusuk tusuk pada
bagian mata belakang mata dan nyeri menjalar hingga ke kepala. Nyari dirasakan
bertambah berat ketika menggerakkan bola mata dan nyeri akan berkurang jika
istirahat dan menutup mata. Nyeri dirasakan hilang timbul.

Awalnya bulan November 2016, Pasien hanya merasakan nyeri pada mata
kirinya kemudian pasien pergi ke dokter mata dan dikatakan mengalami mata plus
lalu Pasien disarankan untuk menggunakan kaca mata untuk mengatasi
keluhannya. Setelah menggunakan kacamata, pandangan tidak makin membaik
melainkan semakin lama semakin memberat sehingga saat bulan Januari hanya
dapat melihat cahaya dari bagian samping dalam. Keluhan ini dipengaruhi oleh
peningkatan suhu?

Pasien dirawat di RS Wangaya sebanyak 2x tanggal (9 Febuari dan 18 Febuari


2017), saat yang kedua kalinya Pasien dirujuk ke RSUP Sanglah. Saat berobat di RS
Wangaya Pasien masih dapat meihat cahaya dari sisis samping dalam, sedangkan
saat ini Pasien tidak dapat melihat cahaya sama sekali

Nyeri mata kiri juga disertai dengan demam, tetapi Pasien tidak mengukur suhu
tubuh. Saat pengelihatan kabur Pasien masih dapat membedakan warna dan kilatan
kilatan cahaya di mata kiri seperti kunang-kunang .

Pada pemeriksaan didapatkan GCS E4V5M6 dengan tekanan darah


110/70 mmHg, nadi 78 x/mnt, frekuensi nafas 18 x/mnt, suhu aksila 36,6 C.
Status general dalam batas normal. Pemeriksaan neurologi didapatkan lesi
NII okuli sinista, dengan Afferent Pupillary Deffect, Paresis NIII okuli sinistra,
paresis NVI okuli sinistra, cephalgia sekunder dengan nyeri alih dengan
funduskopi dalam batas normal okuli dextra dan sinistra.

Pemeriksaan penunjang menunjukkan hasil laboratorium didapatkan


peningkatan leukosit 13.35 dengan penyebaran limfosit 1.35% (0.18). MRI,
VEP, LCS

Diagnosis kerja pada pasien adalah neuritis retrobulbar et causa


autoimun (Multiple sclerosis)
Pasien mendapatkan terapi metil prednisolone tapering off 2x62.5 mg
iv, paracetamol 3x1000 mg io, ranitidine 2x 50 mg iv. Selama 14 hari
perawatan keluhan pasien membaik dan kelainan neurologis membaik.

Masukin CT Scan, MRI, VEP, LCS

BAB IV

PEMBAHASAN

Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optik akibat berbagai macam
1
penyakit. Insidensi neuritis optikus dalam populasi per tahun diperkirakan 5 per 100.000

sedangkan prevalensinya 115 per 100.000. Sebagian besar mengenai usia 20 sampai dengan 40

tahun. Wanita lebih umum terkena dari pada pria. Berdasarkan data The Optic Neuritis Treatment

Trial (ONTT) 77% adalah wanita, 85% kulit putih dan usia rata-rata 32 7 tahun. Pada Pasien

didapatkan laki-laki usia 45 tahun dengan ras Timor. Sebagian besar kasus patogenesisnya

disebabkan inflamasi demielinisasi dengan atau tanpa sklerosis multipel. Pada sebagian besar

kasus neuritis optikus monosimptomatik merupakan manifestasi awal sklerosis multipel.3

Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan nyeri pada mata kiri terutama ketika bola

mata digerakkan dan pengelihatan yang menurun perlahan-lahan.


Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan, papil dalam batas normal, yang sesuai dengan

neuritis retrobulbar. Pada neuritis gambaran fundus normal pada awal, namun lama kelamaan

akan terlihat kekaburan batas papil saraf optik dan degenerasi saraf optik akibat degenerasi

serabut saraf, disertai atrofi desenden akan terlihat papil pucat dengan batas tegas.2

The Optic Neuritis Treatment Trial (ONTT) telah meneliti secara komprehensif tentang

penatalaksanaan neuritis optikus dengan menggunakan steroid. Dalam penelitiannya ONTT

melibatkan sebanyak 457 pasien, usia 18-46 tahun dengan neuritis optikus akut unilateral. Data

follow up didapatkan dari kohort ONTT (Longitudinal Optic Neuritis Study (LONS))

menghasilkan informasi penting tentang gejala klinis, penglihatan jangka panjang, penglihatan

yang berkaitan dengan kualitas hidup dan peranan MRI otak dalam memutuskan resiko

berkembang menjadi Clinically Definite Multiple Sclerosis (CDMS).12

Pasien yang terlibat pada penelitian ini diacak menjadi 3 kelompok perlakuan terapi,

yaitu:12

a. Mendapatkan terapi prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari) selama 14 hari dengan 4 hari

tappering off ( 20 mg hari l, 10 mg hari ke 2 dan 4) (kelompok terapi oral).

b. Mendapatkan terapi dengan metilprednisolon sodium suksinat IV 250 mg tiap 6 jam selama 3

hari, diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/ hari) selama 11 hari dengan 4 hari

tappering off (kelompok terapi dengan metilprednisolon IV).

c. Mendapatkan terapi dengan placebo selama 14 hari.

Dalam penelitian ini yang dinilai terutama tajam penglihatan dan sensitifitas terhadap

kontras sedangkan berkembangnya menjadi CDMS adalah hal kedua yang dinilai.
MRI otak dan orbita dengan menggunakan gadolinium telah dilakukan untuk semua

pasien. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah: 12

a. Terapi dengan menggunakan metilprednisolon IV mempercepat pulihnya

penglihatan tetapi tidak untuk jangka panjang setelah 6 bulan sampai dengan 5 tahun bila

dibandingkan dengan terapi menggunakan placebo atau prednison oral. Keuntungan terapi

dengan menggunakan metilprednisolon IV ini baik dalam 15 hari pertama saja.

b. Pasien yang mendapatkan terapi dengan menggunakan prednison oral saja

didapatkan terjadi resiko rekurensi neuritis optiknya (30% setelah 2 tahun dibandingkan

dengan kelompok placebo 16% dan kelompok yang mendapatkan steroid IV 13%) sampai

dengan follow up 5 tahun.

c. Pasien dengan monosymptomatik yang mendapatkan terapi dengan menggunakan

metilprednisolon intra vena didapatkan penurunan tingkat perkembangan ke arah CDMS

selama 2 tahun pertama follow up, tetapi tidak bermanfaat setelah 2 tahun karena persentase

perkembangan menjadi CDMS hampir sama dengan kelompok prednison oral dan placebo.

1. Terapi jangka panjang

Di antara pasien dengan resiko tinggi berkembang menjadi CDMS yang ditetapkan

dengan kriteria MRI oleh ONTT (dua atau lebih lesi white matter), telah dilakukan penelitian

383 pasien oleh (The Controlled High-Risk Avonex MS Prevention Study (CHAMPS))

menunjukkan terapi dengan interferon 1a pada pasien acute monosymptomatic demyelinating

optic neuritis berkurang secara signifikan dalam 3 tahun dibandingkan dengan kelompok

placebo, juga terdapat pengurangan tingkat lesi baru pada MRI otak. Hasil yang sama juga

didapatkan pada pasien dengan neuritis optikus. Semua pasien kelompok terapi dengan
interferon -1a dan kelompok placebo juga mendapatkan terapi dengan metilprednisolon IV

selama 3 hari diikuti dengan prednison oral selama 11 hari sesuai dengan protokol ONTT.

Meskipun terapi dengan interferon -1a pada pasien neuritis optikus dan pada pasien yang

beresiko menurut pemeriksaan MRI manfaat jangka panjangnya tidak diketahui, tetapi hasil dari

CHAMPS memberikan suatu terapi awal yang rasional. Ini didukung oleh hasil penelitian dari

Early Treatment of Multiple Sclerosis Study, (ETOMS)) yang menghasilkan selama 2 tahun

follow up terjadi penurunan yang signifikan jumlah pasien yang berkembang menjadi CDMS

dengan terapi awal interferon 13-1a (34%) bila dibandingkan dengan kelompok placebo (45%).3

Pada model eksperimen sklerosis multipel, dengan menggunakan terapi immunoglobulin

intravena telah menunjukan terjadinya remielinisasi pada sistem syaraf sentral. Penelitian lain

(1992) menyarankan bahwa terapi dengan immunoglobulin bermanfaat pada pasien neuritis

optikus dengan penurunan penglihatan yang bermakna. Akan tetapi dalam penelitian terbaru

tentang immunoglobulin intravena dengan placebo pada 55 pasien sklerosis multipel dengan

kehilangan penglihatan tetap (20/40 atau lebih rendah) yang disertai neuritis optikus tidak

menunjukkan pemulihan yang signifikan terhadap tajam penglihatan.

Jika pada pemeriksaan dengan MRI ditemukan lesi white matter dua atau lebih (diameter

3 atau lebih) diterapi berdasarkan rekomendasi dari ONTT, CHAMPS, dan ETOMS, yaitu:3

1. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi selama 3 hari) diikuti

dengan prednison oral (1 mg/ kg BB/ hari selama 11 hari kemudian 4 hari tappering off).

2. Interferon -1a intramuskular satu kali seminggu.

Pada pasien monosymptomatik dengan lesi white matter pada MRI kurang dari 2, dan

yang telah didiagnosis CDMS, diberikan terapi metilprednisolon (diikuti prednison oral) dapat
dipertimbangkan untuk memulihkan penglihatan, tetapi ini tidak memperbaiki untuk jangka

panjang. Berdasarkan hasil penelitian dari ONTT, penggunaan prednison oral saja (sebelumnya

tidak diterapi dengan metilprednisolon IV ) dapat meningkatkan resiko rekurensi.

Prognosis pengelihatan Pasien dapat membaik, Sebagian besar pasien sembuh sempurna

atau mendekati sempurna setelah 6-12 minggu. Sembilan puluh lima persen penglihatan pasien

pulih mencapai visus 20/40 atau lebih baik. Dan sebagian besar pasien mencapai perbaikan

maksimal dalam 1-2 bulan, meskipun pemulihan dalam 1 tahun juga memungkinan. Derajat

keparahan kehilangan penglihatan awal menjadi penentu terhadap prognosis penglihatan.

Meskipun penglihatan dapat pulih menjadi 20/20 atau bahkan lebih baik, banyak pasien dengan

acute demyelinating optic neuritis berlanjut menjadi kelainan pada penglihatan yang

mempengaruhi fungsi harian dan kualitas hidupnya. Kelainan tajam penglihatan (15-30%),

sensitivitas kontras (63-100%), penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%),

stereopsis (89%), terang gelap (89-100%), reaksi pupil afferent (55-92%), diskus optikus (60-

80%), dan visual-evoked potensial (63-100%).12

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya Medika, 2000.Hall
274-287.
2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Edisi
ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hall 179-188.
3. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American
Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology. Basic and Clinical
Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of American Academy of
Ophtalmology, 2009-2010. P 28-31, 128-146.
4. Misbach Jusuf. Neuro-Oftalmologi Pemeriksaan Klinis dan Interpretasi. Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 1999. Hall 1-14, 18-23.
5. http:/www.google.co.id/images?hl=en&q=optic nerve branch (diakses tanggal 16
September 2015).
6. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta 1993. Hall 332-
342.
7. Mardjono Mahar, Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke sepuluh, Dian Rakyat.
Jakarta.2004. Hall 116-126.
8. Optic Nerve. Sumber: http://www.thebrain.mcgill.ca/splash/jpg. Diakses tanggal 16
September 2015.
9. Guyton AC, Hall JE. Neurofisiologi penglihatan sentral: Buku Ajar Fisiologi Kedokteran,
edisi 9. Jakarta 1997. Hall 825.
10. Saiful Muhammad, Neuroanatomi Fungsional. Bag. Ilmu Penyakit Syaraf FK. Unair.
Surabaya. 1996. Hall 54-57.
11. Lumbantobing S, Neurologi Klinis Pemeriksaan Fisik dan mental. Balai Penerbit FKUI
1006. Hall 25-46.
12. http://medlinux.blogspot.com/2007/08/neuritis-retrobulbar.html (diakses tanggal 16
September 2015).
13. http://www.djo.harvard.edu/site.php?url=/physicians/oa/390 (diakses tanggal 16
September 2015).
1 Ilyas S., Penglihatan Turun mendadak tanpa Mata Merah, Ilmu Penyakit Mata edisi 3,
Fakultas Kedokteran universitas Indonesia, 178-183
2 James B., Chew C., Bron A., Neuritis Optik, Lecture Notes Oftalmologi edisi 9, Penerbit
Erlangga, 151-152
3 Kline L.B., bajandas F.K., The Swollen Optic Disc, Neuro-Ophthalmology Review
Manual 5th Edition, Slack Incorporated, 143-145
4 Kaiser P.K., Pineda II R., Optic Neuritis, The Massachusetts Eye and Ear Infirmary
Illustrated Manual of Ophthalmology 3rd Edition, Sauders Elsevier, 486-487
5 Kanski J.J., Optic Neuritis, Clinical Ophthalmology 6th Edition, Elsevier, 788-792
6 Vaughan D.G., Asbury T., Riordan-Eva P., Neuro-Oftalmologi, Oftalmologi Umum edisi
14, widya Medika, 272-283

Anda mungkin juga menyukai