Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Haji pada hakekatnya merupakan aktifitas suci yang pelaksanaannya
diwajibkan oleh Allah kepada seluruh umat Islam yang telah mencapai
mampu, disebut aktifitas suci karena seluruh rangkaian kegiatan adalah
ibadah. Haji juga disebut sebagai ibadah puncak yang melambangkan
ketaatan serta penyerahan diri secara total kepada Allah baik secara fisik-
material maupun spiritual. Sebagaimana Allah berfirman di dalam (QS. Al-
Maidah:97) Allah telah menjadikan kabah, rumah suci itu sebagai pusat
(peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia.
Bagi setiap muslim, termasuk muslim di Indonesia ibadah haji memiliki
makna sangat penting. Dalam konteks Indonesia, ibadah haji tidak hanya
dilihat sebagai salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan kaum
muslim bagi mereka yang mampu tetapi juga memiliki makna sosiologis
dan historis sangat berarti. Secara sosiologis dan historis, dapat dikatakan
bahwa perkembangan Islam Indonesia tidak bias terlepas dari ibadah haji.
Dari tahun ke tahun jamaah haji semakin bertambah, sepanjang
sejarah pelaksanaan ibdah haji selalu mendapatkan perhatian
khusus.Banyak komponen dalam penyelenggaraan ibadah haji,
komponen itu mulai dari pendaftaran, transportasi, akomodasi, keamanan,
catering, dan kesehatan.Selain itu, seiring perkembangan dan
meningkatnya ekonimi Indonesia, meningkat pula jumlah jamaah haji dan
bahkan untuk saat ini pendaftaran melampaui kuota yang telah
ditetapkan.Sebagai konsekuensinya dari meningkatnya jumlah jamaah
haji maka komponen-komponen penyelenggaraan haji perlu ditingkatkan
seperti akomodasi.Catering, transportasi dan kesehatan.Pada proses
persiapan keberangkatan jamaah hajipun diperketat dengan adanya
penambahan pemeriksaan yakni pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak
Departmen Agama dan pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak
Departmen Kesehatan.

1
Pelayanan kesehatan adalah pemeriksaan, perawatan dan
pemeliharaan kesehatan jamaah haji untuk menjaga agar jamaah haji
tetap dalam keadaan sehat antara lain tidak menularkan atau ketularan
penyakit selama menjalankan ibadah haji.
Dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan, Departemen Agama
selalu melakukan koordinasi dengan Departemen Kesehatan seperti
peningkatan pelatihan petugas kesehatan dengan kurikulum, adanya
penyuluhan kesehatan kepada jamaah haji.Selain itu pemeriksaan
kesehatan bagi calon haji juga dilakukan pemeriksaan dalam beberapa
tahap sebelum jamaah meninggalkan tanah air untuk melakukan ibadah
haji.Semua hal ini dilakukan untuk mencapai upaya pencegahan dan
persiapan yang tepat.Persiapan sebelum keberangkatan mencakup
kekuatan fisik dan mental dalam keadaan prima, karena keadaan di Arab
Saudi berbeda dengan keadaan di Indonesia, yaitu cuaca dan iklim yang
lebih tinggi, keadaan lingkungan yang beraneka ragam, serta jenis
makanan yang berbeda.
Oleh karena itu, diperlukannya system manajemen pelayanan
kesehatan jamaah haji.Kini Dinas Kesehatan telah berperan aktif untuk
mempersiapkan dan upaya pencegahan dalam menjaga kesehatan
jamaah haji dari sebelum pemberangkatan ibadah haji. Persiapan
kesehatan yang optimal akan membantu kelancaran kegiatan ritual ibadah
yang akan dikerjakan nantinya. Sehingga jamaah akan lebih khusyuk
dalam melaksanakan ibadah haji.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan jamaah haji?
2. Bagaimanakah manajemen pelayanan kesehatan pada jamaah haji?
3. Apakah fungsi manajemen pelayanan kesehatan haji:
4. Bagaimanakah ruang lingkup manajemen pelayanan kesehatan
jamaah haji?

1.3 Manfaat
1. Mengetahui pengertian jamaah haji.
2. Mengetahui manajemen pelayanan kesehatan pada jamaah haji.
3. Mengetahui fungsi manajemen pelayanan kesehatan haji.
4. Mengetahui ruang lingkup manajemen pelayanan kesehatan jamaah
haji.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jamaah Haji


A. Pengertian Jamaah Haji
Jamaah adalah kata bahasa arab yang artinya kompak atau
bersama-sama, ungkapan shalat berjamaah berarti shalat yang
dikerjakan secara bersama-sama dibawah pimpinan seorang imam.
Jamaah juga berarti sekelompok manusia yang terikat oleh sikap,
pendirian, keyakinan, dan tugas serta tujuan yang sama. Islam
menganjurkan umat Islam menggalang kekompakan dan kebersamaan,
yaitu suatu masyarakat yang terdiri dari pribadi-pribadi muslim, yang
berpegang pada norma-norma islam, menegakkan prinsip taawun
(tolong-menolong) dan (kerjasama) untuk tegaknya kekuatan bersama
demi terciptanya tujuan yang sama.
Secara substansial haji merupakan bagian dari ritual keagamaan kaum
muslim yang bersifat personal. Meskipun demikian, sepanjang sejarahnya
pelaksanaan ibadah haji selalu mendapatkan perhatian negara.
Dalam buku fiqih empat Mazhab bagian ibadah (puasa, zakat, haji,
kurban), Abdurrahman al-Zaziri menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan Haji secara bahasa menuju kemuliaan, sedangkan pengertian
haji secara istilah adalah amalan-amalan tertentu dan cara tertentu pula.
Sebagai salah satu rukun islam, ibadah haji diwajibkan satu kali
sepanjang hidup setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat
utamanya yaitu memiliki kemampuan ekonomi maupun fisik. Factor-faktor
lain yang berhubungan dengan syarat tersebut adalah keamanan,
transportasi, dan akomodasi selama pelaksanaan haji. Seorang muslim
yang melakukan ibadah haji akan melaksanakan ihram, wuquf, thawaf dan
sebagainya, berikut larangan-larangan yang berkaitan dengan ibadah.

4
Sedangkan pengertian jamaah haji yaitu warga Negara Indonesia
beragama Islam yang telah mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah
haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

B. Klasifikasi Jamaah Haji


Adapun ruang lingkup jamaah haji adalah sebagai berikut:
a. Jamaah haji mandiri adalah jamaah haji yang memiliki kemampuan
mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa tergantung pada bantuan
alat/obat dan orang lain
b. Jamaah haji observasi adalah jamaah haji yang memiliki kemampuan
mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat dan atau obat.
c. Jamaah haji pengawasan adalah jamaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat
dan atau obat dan orang lain
d. Jamaah haji tunda adalah jamaah haji yang kondisi kesehatnnya tidak
memenuhi syarat untuk mengikuti perjalanan ibadah haji
e. Jamaah haji resiko tinggi adalah jamaah haji dengan kondisi
kesehatan yang secara epidemiologi berisiko sakit dan atau mati
selama perjalanan ibadah haji, meliputi :
1) Jamaah haji lanjut usia
2) Jamaah haji penderita penyakit menular tertentu yang tidak boleh
terbawa keluar dari indonesia berdasarkan perarturan kesehatan
yang berlaku
3) Jamaah haji wanita hamil
4) Jamaah haji dengan ketidakmampuan tertentu terkait penyakit
kronis dan atau penyakit tertentu lainnya

5
C. Makna Istithaah Pada Aspek Kesehatan

Istithaah secara etimologi berarti kemampuan dan kesanggupan


melakukan sesuatu. Istithaah dalam pengertian kebahasaan berasal dari
akar kata taa yaitu tauan, berarti taat patuh dan tunduk. Istithaah berarti
keadaan seseorang untuk melakukan sesuatu yang diperintahkan syara
sesuai dengan kondisinya. Semakin besar kemampuan seseorang
semakin besar tuntutan untuk mengerjakan suatu perbuatan. Kajian
tentang istithaah dibahas hampir ke semua furu cabang ibadah, pada
masalah shalat, puasa, kifarat, nikah dan lain-lain. Akan tetapi yang lebih
rinci dibicarakan adalah istithaah dalam ibadah haji. Hal itu disebabkan
karena dalam persoalan haji penghimpunan dua kemampuan,
kemampuan fisik dan materi sekaligus.
Kata istithaah sangat popular digunakan dalam kitab-kitab sumber
hukum islam seperti al-quran, hadis, dan fikih. Para ulama berbeda
pendapat dalam menentukan batasan-batasan istithaah. Misalnya pada
ayat yang artinya : mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap
allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke
baitullah (QS.Ali Imran: 97). Para ulama fikih berpendapat ketika
berbicara tentang batas-batasan dan aspek-aspek kemampuan itu.
Berdasarkan pemahaman di atas, mazhab hanafi menyatakan
bahwa makna istithaah terbagi atas tiga macam yaitu (1) istithaah
amaliyah (kemampuan biaya), (2) istithah badaniyyah (kemampuan
kesehatan) dan (3) istithaah amniyyah (kemampuan keamanan dalam
perjalanan). Seseorang yang memenuhi ketiga kemampuan ini wajib
melaksanakan haji. Kemampuan pertama mencakup kemampuan
menyiapkan biaya pergi-pulang untuk dirinya, biaya untuk keluarga yang
ditinggalkan dan biaya selama berada ditanah suci. Kemampuan kedua
mencakup kemampuan kesehatan badan. Oleh karena itu orang sakit,
tertimpa musibah, lumpuh, buta dan berusia lanjut yang tidak mungkin
berjalan sendiri tidak wajib melaksanakan ibadah haji. Kemampuan ketiga
mencakup keselamatan dan keamanan selama dalam perjalann dan
menunaikan ibadah haji termasuk dalam kemampuan ketiga ini ialah

6
adanya seorang mahmam yang balig, barakal, dan tidak fasik untuk
menemani wanita selama melaksanakan haji.
Menurut mazhab maliki istithaah ialah kemampuan untuk pergi dan
sampai di mekah baik dengan berjalan kaki atau memiliki kendaraan.
Kemampuan untuk kembali lagi ke negerinya tidak dipandang sebagai
istithaah kecuali apabila ia mungkin tinggal di mekah atau daerah
sekitarnya. Golongan ini membagi istithaah kepada tiga macam pula,
yaitu (1) kemampuan kesehatan jasmani, (2) kemampuan biaya dan (3)
emampuan tersedianya jalan untuk sampai di mekah.
Menurut mazhab syafiI ada tujuh syarat istithah yang harus
dipenuhi oleh orang yang akan menunaikan ibadah haji atau umrah. (1)
kemampuan dalam kesehatan jasmani yang dapat diukur dengan
kemampuan untuk duduk diatas kendaraan tanpa menumbulkan kesulitan
yang berarti, (2) kemampuan biaya untuk pergi pulang, (3) ada kendaraan
angkutan,(4) tersediannya bekal ditempat pelaksanaan hai, (5) aman, baik
dalam peralanan maupun selama berada ditanah suci, (6) wanita harus di
temani oleh suami dan mahramnya, (7) kemampuan untuk sampai
ditempat tujuan pada batas waktu yang ditentukan, yaitu sejak bulan
syawal sampai dengan tanggal 10 dzulhijjah
Mazhab hambali mensyaratkan 2 kemampuan yaitu kemampuan
menyiapkan bekal dan (ongkos) kendaraan. Hal ini berdasarkan hadis
riwayat daru gufni dari jabir, ibnu umar, ibnu amir, anas bin malik dan
aisyah yang menyatakan bahwa pernah seorang laki-laki datang kepada
rasullah Saw untuk bertanya tentang sesuatu yang mewajibkan haji itu
ialah bekal dan kendaraan

Istithaah dalam ibadah haji mempunyai pengertian lebih luas


dibanding istithaah didalam ibadah-ibadah lain seperti shalat, puasa, dan
lain-lain.

7
Para ulama menjelaskan makna istithaah mencakup dalam beberapa hal,
antara lain :
a. Istithaah harta yaitu adanya perbekalan untuk membayar ongkos naik
haji (ONH) pergi dan pulang serta biaya hidup, tempat tinggal,
makanan dan minuman yang cukup. Orang yang berangkat hai
dengan cara meminta-minta dan mengajukan proposal untuk
mendapatkan ongkos haji atau meminta jatah dari pemerintah atau
dari instansi tertentu. Sebenernya belum ada kewajiban haji bagi
mereka. Namun demikian, bila haji dilaksanakan dengan biaya
pemberian orang lain, hajinya tetap sah dan susah dianggap
melaksanakan rukun islam yang kelima
b. Istithah dalam kesehatan. Kemampuan fisik salah satu syarat wajib
mengerjakan haji karena pekerjaan ibadah haji berkaitan dengan
kemampuan badaniah, hampir semua rukun dan wajib haji berkaitan
erat dengan kemampuan fisik, terkecuali niat (adalah rukun qalbi).
Dalam hal ini seorang yang buta atau seorang yang bodoh (safih) atau
idiot jika mempunyai kemampuan harta, maka syarat wajib haji
baginya ada pemandu atau penuntun yang membimbing pelaksanaan
hajinya. Dan bagi seseorang lansia (lanjut usia) yang tidak
mempunyai untuk duduk lama di dalam kendaraan atau di perjalanan,
boleh mewakilan hajinya kepada orang lain. Diriwayatkan dalam sadis
shahih dari jamaah dari ibnu abbas ra. Bahwa ada seseorang
perempuan dan khatsam berkata : wahai rasulullah, sesungguhnya
ayahku punya kemampuan harta untuk mengerjakan haji, namun dia
sudah tua renta, tidak mampu duduk lama di dalam kendaraan
( diatas unta), maka rasulullah saw bersabda : hajikanlah dia, dan
peristiwa itu ditanyakan kepada rasullah pada haji wada. Berdasarkan
hadis ini, kemampuan fisik sangat menetukan dan tidak melihat
kepada umur. Oleh sebab itu rencana kerajaan arab Saudi untuk
memberlakukan batas umur 65 tahun tidak boleh haji, belum layak
untuk diberlakukan, karena ada sebagian orang meskipun umur sudah
lebih 65 tahun, akan tetapi masih mempunyai kemampuan fisik untuk
berhaji.

8
c. Kemampuan (istithaah) untuk mendapatkan kendaraan atau alat
transportasi sama ada dengan menyewa atau membeli tiketnya
merupakan syarat wajib haji. Jika seseorang sudah mendapatkan visa
haji akan tetapi tidak ada tiket pesawat reguler atau carter yang
membawa ke haji, maka kewajibannya telah gugur, dan demikian pula
bagi seorang wanita yang berangkat tanpa muhrim/mahram, maka
belum wajib melaksanakan haji. Rasul saw bersabda : wanita tidak
boleh berpergian lebih dari dua hari kecuali ditemani suami atau
mahramnya (HR Bukhari dam muslim) persoalan mahram ini,
kerajaan arab saudi telah memberi kemudahan bagi wanita usia lanjut
dan berombongan, tidak disyaratkan mahram untuk mendapatkan visa
haji dan umrah.
Akhirnya, istithaah dalam semua ibadah menjadi syarat terlaksananya
semua perintah allah swt, semakin tinggi kemampuan, semakin tinggi pula
tuntutan syara kepadannya. Sebaliknya, berkurangnya kemampuan,
berkurang pula tuntunan allah kepadanya. Dan allah swt tidak
membebankan seseorang melainkan sesuai kemampuan. Hikmah dari
semua itu agar ibadah terlaksana dengan iklas.
Menunaikan ibadah haji merupakan kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh setiap muslim yang mampu (istithoah) mengerjakannya
sekali seumur hidup. Kemampuan harus dipenuhi untuk melaksanakan
ibadah haji dapat digolongkan dalam dua pengertian, yaitu:
Pertama, kemampuan personal yang harus dipenuhi oleh masing-
masing kemampuan ekonomi yang cukup baik bagi dirinya maupun
keluarga yang ditinggalkan, dan didukung dengan pengetahuan agama
khususnya tentang manasik haji.
Kedua, kemampuan umum yang bersifat eksternal yang harus
dipenuhi oleh lingkungan-negara dan Pemerintah- mencakup antara lain
peraturan perundangan-undangan yang berlaku, keamanan dalam
perjalanan, fasilitas, transportasi, dan hubungan antar Negara baik
multilateral maupun bilateral antara Pemerintah Indonesia dengan
kerajaan Arab Saudi. Dengan terpenuhinya dua kemampuan tersebut,
maka perjalanan untuk menunaikan ibadah haji baru dapat terlaksana
dengan baik dan lancar.

9
Sebagai sebuah kewajiban, ibadah haji merupakan jalan menuju pada
pemenuhan nilai keagamaan untuk menjadi seorang muslim yang Kaffah.
Ali Shariati (1978), memandang semangat (motivasi) haji sebagai berikut:
Jika ditinjau dari sudut pandang yang praktis dan konseptual, maka
rukun-rukun Islam yang terpenting yang memberikan motivasi kepada
nation Muslim dan yang membuat warga-warganya sadar, merdeka
terhormat, serta memiliki tanggung jawab social adalah tauhid, jihad dan
haji.
Kesehatan ditinjau dari sisi agama yaitu kemampuan dalam ibadah
haji (istithaah) adalah kemampuan material, kemampuan kesehatan,
kemampuan keamanan. Haji adalah ibadah fisik hamper 90% kegiatan
ibadah haji menggunakan fisik yaitu: sholat, towaff, saI, lempar jumroh,
mabit dan perjalanan dari kemah ketempat ibadah, juga dari pondokan
ketempat ibadah. Semua itu memerlukan kondisi fisik yang prima dan
sehat.
Salah satu factor penting bagi jamaah dalam pelaksanaan rangkaian
ibadah haji adalah kondisi kesehatan yang prima bagi jamaah haji yang
sehat, dan kondisi kesehatan yang optimal bagi jamaah haji yang
memang telah mengidap sesuatu penyakit kronis tertentu, agar kegiatan
fisik yang merupakan inti dari ibadah haji itu dapat terlaksana dengan baik
dan benar.
Upaya menjaga kondisi fisik yang optimal ataupun prima sangat
dianjurkan mulai dari Tanah air, selama perjalanan, dan selama berada di
Tanah Suci. Pada prinsipnya, upaya menjaga kondisi kesehatan untuk
persiapan berangkat haji, tidaklah begitu berbeda dengan upaya
kesehatan umum yang selalu dianjurkan menurut ilmu kesehatan. Hanya
saja, sebagai tambahan dalam pelaksanaan haji adalah persiapan jamaah
dalam menghadapi perubahan alam/cuaca dan lingkungan di Negara Arab
Saudi yang jauh berbeda dengan keadaan di Negara kita Indonesia. Salah
satu aspek yang menentukan tingkat kesehatan untuk melaksanakan
perjalanan ibadah haji adalah gizi atau makanan selama persiapan di
daerah asal sebelum berangkat.

10
Konsultasi medic sebelum berangkat sebaiknya dilakukan beberapa
bulan sebelumnya, terutama bagi calon jamaah yang mempunyai
simpanan penyakit ataupun merasa ada keluhan pada tubuh yang
selama ini seht. Konsultasi medic minimal 4-6 minggu sebelum berangkat.
Konsulatasi medic disini adalah melakukan pemeriksaan yang lengkap
serta menceritakan semua keluhan yang ada kepada dokter yang
memeriksa atau yang merawat. Tidak perlu ada penyakit yang
disembunyikan atau dirahasiakan kepada dokter pemeriksa.
Dokter pemeriksa calon jamaah haji (dokter puskesmas) dan kedua
(Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten), cenderung untuk memberikan
panilaian klinis yang lebih baik dari yang ditemukannya dan para calon
jamaah, cenderung untuk mengaku sehat kepada dokter pemeriksa agar
proses pemeriksaannya berjalan lancer. Kedua hal ini sebenarnya tidak
perlu terjadi dan terulang lagi demi kebaikan dan kenyamanan perjalanan
haji.

D. Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji


Penyelenggaraan kesehatan haji adalah rangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan dan
penyuluhan kesehatan haji. Pelayanan kesehatan, imunisasi, surveilans,
dan respon KLB, penanggulangan KLB, dan musibah massal, kesehatan
lingkungan dan manajemen penyelenggaraan kesehatan haji.
Penyelenggaraan kesehatan haji bertujuan untuk memberikan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi
jamaah haji pada bidang kesehatan, sehingga Jemaah haji dapat
menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam.
Tujuan tersebut dicapai melalui upaya-upaya peningkatan kondisi
kesehatan sebelum keberangkatan, menjaga kondisi sehat selama
menunaikan ibadah sampai tiba kembali ke Indonesia, serta mencegah
transmisi penyakit menular yang mungkin terbawa keluar/masuk oleh
Jemaah haji.
Kesehatan adalah modal perjalanan ibadah haji, tanpa kondisi
kesehatan yang memadai, niscaya prosesi ritual peribadatan menjadi

11
tidak maksimal. Oleh karena itu setiap Jemaah haji perlu menyiapkan diri
agar memiliki status kesehatan optimal dan mempertahankannya. Untuk
itu, upaya pertama yang perlu ditempuh adalah pemeriksaan kesehatan.
Pemeriksaan kesehatan merupakan upaya identifikasi status
kesehatan sebagai landasan karakteristik, prediksi dan penentuan cara
eliminasi faktor resiko kesehatan. Dengan demikian, prosedur dan jenis-
jenis pemeriksaan mesti ditatalaksana secara holistic.
Pemeriksaan kesehatan jamaah haji adalah penilaian status kesehatan
bagi jamaah haji yang telah memiliki nomor porsi sebagai upaya
penyiapan kesehatan terstandar yang diselenggarakan secara kontinum
(berkesinambungan) dan komperhensif (menyeluruh). Yang dimaksud
kontinum dan komperhensif yaitu: bahwa proses dan hasil pemeriksaan
selaras dan bermanfaat bagi pelayanan kesehatan dalam rangka
perawatan dan pemeliharaan, serta upaya-upaya pembinaan dan
perlindungan jamaah haji.
Untuk memberikan pelayanan bagi jamaah haji yang mempunyai
kategori resiko tinggi yaitu kondisi/penyakit tertentu yng terdapat pada
Jemaah haji yang dapat memperburuk kesehatannya selama menjalankan
ibadah haji maka mulai tahun 1999 dibentuk kloter khusus bagi Jemaah
haji resiko tinggi. Kloter risti ini adalah kloter Jemaah haji biasa yang
dipersiapkan bagi Jemaah haji resiko tinggi dengan pelayanan khusus di
bidang pelayanan umum, ibadah dan kesehatan serta fasilitas lainnya
untuk menghindarkan lebih beresiko tinggi dengan mengarah kepada
terwujudnya ibadah yang sah, lancer dan selamat.

12
2.2 Manajemen Pelayanan Kesehatan
A. Pengertian Manajemen Pelayanan Kesehatan
Dalam kegiatan apa saja, agar kegiatan tersebut dapat mencapai
tujuannya secara efektif diperlukan pengaturan yang baik. Demikian juga
kegiatan dan atau pelayanan kesehatan masyarakat memerlukan
pengaturan yang baik. Agar tujuan tiap kegiatan atau program itu tercapai
dengan baik. Proses pengaturan kegiatan ilmiah ini di sebut manajemen,
sedangkan proses untuk mengatur kegiatan-krgiatan atau pelayanan
kesehatan masyarakat disebut Manajemen Pelayanan Kesehatan
Masyarakat
Ada beberapa definisi manajemen sebagai berikut: dalam kamus
manajemen, arti dari istilah manajemen adalah: manajemen, pengurusan,
kepemimpinan, ketatalaksanaan, dan kepengrusan, pengelolaan dan
sebagainya.
Dari segi etimologi, kata manajemen berasal dari bahasa inggris
yang diambil dari kata to manage yang sinonimnya antara lain to hand
berarti mengurus, to control berarti memeriksa, to guide berarti memimpin
atau membimbing.jadi apabila dililhat dari asal katanya, manajemen
berarti mengurus, mengendalikan, memimpin atau membimbing.
Dengan sangat bervariasi para ahli manajemen mendefinisikan
manajemen dari sudut pandang mereka. Dapat dikemukakan mengenai
batasan-batasan pengertian manajemen oleh Goerge R Terry, manajemen
merupakan proses yang khas, yang terdiri dari tindakan-tindakan
perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan dan pengawasan yang
dilakukan untuk menentukan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan
melalui pemanfaatan sumberdaya manusia dan sumber lainnya.
Manajemen adalah ilmu terapan yang dapat dimanfaatkan di dalam
berbagai jenis organisasi untuk membantu manajer memecahkan masalah
organisasi, atas dasar pemikiran tersebut, manajemen juga dapat
diterapkan dibidang kesehatan untuk para menejer organisasi kesehatan
memecahkan masalah kesehatan masyarakat. Tujuan umum sistem
kesehatan adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
atau mencapai suatu keadaan sehat bagi individu atau kelompok-
kelompok masyarakat.

13
Dari batasan-batasa tersebut dapat diambil suatu kesimpulan umum
bahwa manajemen adalah suatu kegiatan untuk mengatur orang lain guna
mencapai tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Seorang manajer dalam
mencapai tujuan adalah secara bersama-sama dengan orang lain atau
bawahannya. Apabila batasan ini diterapkan dalam bidang kesehatan
masyarakat dapat dikatakan sebagai berikut. Manajemen Keesehatan
adalah suatu kegiatan atau suatu seni untuk mengatur para petugas
kesehatan dan non-petugas kesehatan guna meningkatkan kesehatan
masyarakat melalui program kesehatan.
Pelayanan kesehatan merupakan rangkaian pelayan kesehatan yang
bersifat kontinum dan komprehensif dengan melaksanakan proses
pemerikasaan kesehatan, pengobatan dan pemaliharaan kesehatan
terhadap jemaah haji sesuai standart agar jemaah haji dapat
melaksanakan ibadah haji yang sebaik-baiknya. Pemeliharaan kesehatan
sendiri merupakan upaya menjaga kemandirian kesehatan jemaah haji
dengan persiapan obat dan cara-cara konsultasi kesehatan di perjalanan,
asupan makan dan gizi, konsultasi dan bimbingan kesehatan.
Pelaksanaan kegiatan pelayanan kesehatan terdiri dari pelayanan
kesehatan di daerah (pemeriksaan kesehatan sebelum keberangkatan/pra
haji dan pada saat kepulangan/pasca haji), pelayanan kesehatan di
embarkasi dan debarkasi, pelayan kesehatan selama di penerbangan,
pelayanan kesehatan selama di Arab Saudi, dan pelayanan kesehatan di
kelompok terbang. Pelayanan kesehatan tersebut satu dengan yang lain
meerupakan proses pelayanan yang berkesinambungan dan
komprehansif.
Kata lain manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan
manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat
sehingga yang menjadi objek atau sasaran manajemen adalah sistem
pelayanan kesehatan masyarakat.
Untuk dapat menyelenggarakan manajemen pelayanan dengan baik,
ada prinsip-prinsip manajemen pelayanan yang dapat di pakai sebagi
acuan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah sebagi berikut:
a. Identifikasi kebutuhan konsumen yang sesungguhnya
b. Sediakan pelayanan yang terpadu (one-stop-shop)
c. Buat sistem yang mendukung pelayan konsumen

14
d. Usahakan agar semua orang tau karyawan bertanggung jawab
terhadap kualitas pelayan
e. Layanilah keluhan konsumen secara baik
f. Terus berinofvasi
g. Karyawan adalah sama pentingnya dengan konsumen
h. Bersikap tegas tetapi ramah terhadap konsumen
i. Jalin komunikasi dan interaksi khusus dengan pelanggan
j. Selalu mengontrol kualitas

B. Fungsi Manajemen
Fungsi pertama pada manajemen adalah perencanaan yaitu
pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang
harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa, juga proses dasar
dimana manajemen memutuskan tujuan dan cara mencapainya. Adapun
perencanaan adalah tindakan menentukan sasaran yang ingin dicapai dan
tindakan yang seharusnya dilaksanakan.
Fungsi kedua pada manajemen adalah pengorganisasian atau
organizing. Setiap usaha mencapai tujuan apabila harus melibatkan
banyak orang maka mutlak diperlukan adanya organisasi. Organisasi
adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk pencapaian suatu tujuan
bersama. Untuk mencapai tujuan, maka diperlukan berbagai langkah dan
kegiatan, langkah-langkah dirumuskan dan disusun sebagai kegiatan
yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian
pengorganisasian mencakup usaha membagi-bagi pekerjaan untuk
mencapai tujuan.
Fungsi ketiga dalam manajemen adalah penggerakkan atau
actuating. Adapun istilah pergerakkan yaitu actuating (memberikan
bimbingan), motivating (memberikan motivasi), directing (memberikan
arah), influencing (mempengaruhi), commending (memberikan komando
atau perintah) Beberapa istilah dikemas untuk aktuasi karena beberapa
istilah tersebut dianggap mempunyai pengertian yang sama yaitu
menggerakkan dan mengarahkan pelaksanaan program.
Fungsi yang keempat adalah pengawasan atau controlling.
Pengawasan adalah suatu tindakan atau proses kegiatan untuk
mengetahui hasil pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk kemudian
dilakukan perbaikan dan mencegah terulang kembali kesalahan-

15
kesalahan itu, begitu pula agar pelaksanaan tidak berbeda dengan
rencana yang ditetapkan.
Dan fungsi kelima dalam manajamen adalah evaluasi atau
evaluating. Baik pengawasan maupun evaluasi selalu mengumpulkan
data untuk dimanfaatkan memperbaiki fungsi perencanaan. Keduanya
juga mempunyai orientasi masa depan.

C. Ruang Lingkup Manajemen Pelayanan Kesehatan


Seperti halnya manajemen perusahaan, dibidang kesehatan juga
dikenal berbagai jenis manajemen sesuai dengan ruang lingkup kegiatan
dan sumber daya yang dikelolanya. Ada bidang yang mengurus
personalia (manajemen personalia), keuangan (manajemen keuangan),
logistik-obat dan peralatan (manajemen logistik), pelayanan kesehatan
(manajemen pelayanan kesehatan dan sistem informasi manajemen) dan
sebagainya. Pembinaan dan pelayanan kesehatan bagi jamaah haji
dilaksanakan secara menyeluruh yang meliputi upaya promotif, preventif,
kuratif dan rehabilitatif, dan dalam pelaksanaannya perlu kerjasama
berbagai pihak terkait, sektor dan pemerintahan daerah, serta perlu
adanya pedoman yang dapat menjadi acuan penyelenggaraan kesehatan
haji di tanah air, di embarkasi dan debarkasi serta selama perjalanan di
Arab Saudi. Pedoman dimaksud telah disusun dan ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1394/Menkes/SK/2002 tentang
Penyelnggaraan Kesehatan Haji, yang dengan terbitnya Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2008 tentang Penyelnggaraan Ibadah Haji, perlu
dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian.
Bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehataan jamaah haji
merupakan rangkaian kegiatan terstruktur dalam uapaya meningkatkan
status kesehatan dan kemandirian jemaah haji. Kegiatan bimbingan,
penyuluhan dan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara bertahap atau
berkesinambungan sejak dari puskesmas, pemeriksaan, bimbingan dan
penyuluhan kesehatan di unit pelayanan di kabupaten/kota, bimbingan,
penyuluhan dan pelayanan kesehatan jemaah haji selama perjalanan dari
daerah asal, di asrama haji embarkasi, selama perjalanan Indonesia-Arab

16
Saudi, selama di Arab Saudi, di asrama haji debarkasi dan sampai dengan
14 hari pertama sekembalinya ke tanah air.

D. Ciri-Ciri Pelayanan yang Baik


Pengertian pelayanan yang baik adalah kemampuan perusahaan
dalam memberikan kepuasan kepada jamaah dengan standart yang
sudah ditetapkan. Kemampuan tersebut ditunjukkan oleh sumber daya
manusia dan sarana serta prasarana yang dimiliki. Banyak perusahaan
yang ingin dianggap selalu yang terbaik dimata jamaah. Karena jamaah
akan menjadi setia terhadap produk yang ditawarkan. Disamping itu,
perusahaan juga berharap pelayanan yang diberikan kepada jamaah
dapat ditularkan kepada calon jamaah lainnya. Hal ini merupakan promosi
tersendiri bagi perusahaan yang berjalan terus secara berantai dari mulut
kemulut. Dengan kata lain, pelayanan yang baik akan meningkatkan
image perusahaan dimata jamaahnya. Image ini harus selalu dibangun
agar citra perusahaan dapat selalu meningkat.
Dalam prakteknya pelayanan yang baik memiliki ciri-ciri tersendiri
dan hamper perusahaan menggunakan kriteria yang sama untuk
membentuk ciri-ciri pelayanan yang baik. Terdapat beberapa factor
pendukung yang berpengaruh langsung terhadap mutu pelayanan yang
diberikan.
Yang mempengaruhi pelayanan yang baik pertama adalah factor
manusia yang memberikan pelayanan tersebut. Manusia yang melayani
jamaah harus memiliki kemampuan melayani jamaah secara tepat dan
cepat.Disamping itu, karyawan harus memiliki kemampuan dalam
berkomunikasi, sopansantun, ramah, dan bertanggung jawab penuh
terhadap jamaahnya.
Kedua pelayanan yang baik juga harus diikuti oleh tersedianya
sarana dan prasarana yang mendukung kecepatan, ketepatan, dan
keakuratan pekerjaan. Sarana dan prasarana harus dilengkapi oleh
kemajuan teknologi terkini. Pada akhirnya, sarana dan prasarana yang
dimiliki juga harus dioperasikan oleh manusia yang berkualitas pula. Jadi

17
dapat dikatakan kedua factor tersebut saling menunjang satu sama
lainnya.
Parasuraman, Zeithaml, dan Berry sebagaimana dikutip oleh Philip
Kotler menyusun factor utama yang menjadi penentu dalam meningkatkan
mutu pelayanan, antara lain :
1. Akses
Pelayanan harus mudah dijangkau dalam lokasi yang mudah dicapai
pada saat yang tidak merepotkan dan cepat.
2. Komunikasi
Pelayanan harus diuraikan dengan jelas dalam bahasa yang mudah
dimengerti oleh jamaah.
3. Kompetisi
Pegawai atau karyawan harus memiliki ketrampilan dan pengetahuan
yang dibutuhkan.
4. Kesopanan
Pegawai atau karyawan yang bersikap ramah, penuh hormat dan
penuh perhatian.

18
5. Kredibilitas
Instansi dan pegawai harus bisa dipercaya dan memahami keinginan
utama yang diharapkan jamaah.
6. Reabilitas
Pelayanan harus dilaksanakan dengan konsisten dan cepat.
7. Cepat Tanggap
Pegawai harus memberikan tanggapan dengan cepat dan kreatifatas
permintaan dan masalah jamaah.
8. Kepastian
Pelayanan harus bebas dari bahaya, resiko, atau hal-hal yang
meragukan.
9. Hal-hal yang Berwujud
Hal-hal yang berwujud pada sebuah pelayanan harus dengan tepat
memproyeksikan mutu pelayanan yang akan diberikan.
10.Memahami atau Mengenali Masyarakat
Pegawai harus memahami kebutuhan masyarakat atau jamaah dengan
memberikan perhatian secara individu.

E. Pemeriksaan Jamaah Haji


Prosedur pemeriksaan tahap pertama
Prosedur pemeriksaan adalah tata cara pelaksanaan pemeriksaan
kesehatan bagi jemaah haji :
a. Jemaah haji mengajukan permintaan Pemeriksaan Kesehatan untuk
mendapatkan Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan bagi
kelengkapan pendaftaran haji.
b. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji di Puskesmas sesuai tempat
tinggal/domisilinya.
c. Pemeriksaan kesehatan dilakukan sesuai protokol standar profesi
kedokteran meliputi pemeriksaan medis dasar, sebagai berikut :
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
3. Pemeriksaan penunjang
4. Penilaian kemandirian
5. Tes kebugaran
d. Hasil pemeriksaan dan kesimpulannya dicatat dalam Catatan Medik
dan disimpan di sarana pemeriksaan.
Catatan Medik merupakan sumber data dan dasar pengisian Buku
Kesehatan Jemaah Haji (BKJH) setelah buku tersebut tersedia.
e. Hasil pemeriksaan kesehatan menjadi dasar penerbitan Surat
Keterangan Pemeriksaan Kesehatan oleh dokter pemeriksa

19
f. Surat Keterangan Pemeriksaan Kesehatan diserahkan oleh jemaah
sebagai kelengkapan dokumen perjalanan ibadah haji di Kantor
Kementerian Agama.
g. Jemaah haji yang memenuhi syarat dapat segera diberikan
imunisasi Meningitis meningokokus (MM). Pelaksanaannya diatur
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
h. Dokter mengeluarkan Surat Keterangan Vaksinasi atau Profilaksis
sebagai dasar penerbitan International Certificates of Vaccination
(ICV) oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP).
i. Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas pelaksanaan
Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama dan melaporkanhasilnya
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
j. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kota selanjutnya melaporkan
rekapitulasi hasil Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama kepada
Kepala Daerah dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
k. Pembiayaan Pemeriksaan Kesehatan diatur menurut kebijakan
daerah setempat.

20
STANDAR PEMERIKSAAN
Standar pemeriksaan adalah spesifikasi minimal yang harus dipenuhi
dalam pemeriksaan kesehatan agar dapat diperoleh manfaat pelayanan
kesehatan secara maksimal.
a. Pemeriksaan Kesehatan dilakukan oleh Tim Pemeriksa Kesehatan
yang memenuhi kualifikasi/standar pemeriksa.
b. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji dilakukan oleh dokter dan
didampingi seorang perawat. Pemeriksaan jemaah haji pria sedapat
mungkin oleh dokter pria, atau oleh dokter wanita dengan didampingi
perawat pria. Pemeriksaan jemaah haji wanita sedapat mungkin oleh
dokter wanita, atau oleh dokter pria dengan didampingi perawat
wanita.
c. Jenis pemeriksaan kesehatan bagi Jemaah Haji (JH) dapat
dikelompokkan menjadi pemeriksaan pokok, pemeriksaan lanjut dan
pemeriksaan khusus.
d. Pemeriksaan Pokok adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada
semua JH. Data yang diperoleh meliputi identitas, riwayat kesehatan,
pemeriksaan fisik (tanda vital, postur, syaraf kranial, toraks,
abdomen), kesehatan jiwa dan laboratorium klinik rutin.
e. Pemeriksaan Lanjut adalah pemeriksaan tambahan yang perlu
dilakukan pada JH WUS-PUS, memiliki indikasi gangguan metabolic
(metabolic syndrome), Lansia (usia 60 tahun) dan pendamping
jemaah uzur/sakit.
f. Pemeriksaan Khusus adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan atas
dasar indikasi medis pada JH yang menderita suatu penyakit, dimana
penyakit tersebut. belum dapat ditegakkan diagnosisnya dengan data
pemeriksaan pokok dan lanjut.
g. Pemeriksaan kesehatan dilakukan secara holistik dengan
pemeriksaan medis dasar sebagai berikut :
1. Identitas, terdiri dari :
a. Nama, dilengkapi dengan bin/binti
b. Tempat dan tanggal lahir
c. Alamat tempat tinggal/domisili
d. Pekerjaan
e. Pendidikan terakhir
f. Status perkawinan
2. Riwayat Kesehatan

21
a Riwayat Kesehatan Sekarang, meliputi :
b Riwayat Penyakit Dahulu, meliputi penyakit yang pernah diderita
(termasuk operasi yang pernah dijalani), ditulis secara
kronologis.
c Riwayat Penyakit Keluarga, meliputi jenis penyakit yang diderita
anggota keluarga yang berhubungan secara genetik.
3. Pemeriksaan fisik, meliputi :
a Tanda vital:
b Postur tubuh (termasuk tinggi badan, berat badan, dan indeks
massa tubuh).
c Pemeriksaan head to toe

22
4. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium, meliputi:
1. Urin
2. Glukosa urin
3. Protein urin
4. Tes kehamilan (dengan reagen beta-HCG) bagi jemaah haji
wanita pasangan usia subur atau jemaah haji wanita lainnya atas
indikasi)
b Elektrokradiografi (EKG), bagi Jemaah dengan indikasi gangguan
metabolic dan Lansia.
c Radiologi Dada, bagi Jemaah dengan indikasi gangguan metabolic
dan Lansia.

h Setiap jemaah haji wanita diinformasikan perihal ketentuan Surat


Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Kesehatan
tentang Calon Haji Wanita Hamil Untuk Melaksanakan Ibadah Haji.
i Setiap jemaah haji wanita pasangan usia subur diharuskan
menandatangani surat pernyataan di atas meterai tentang kesediaan
menunda keberangkatannya bila menjelang keberangkatannya
diketahui hamil dengan kondisi kehamilan di luar ketentuan yang
diperkenankan menurut SKB Menteri Agama dan Menteri Kesehatan.
j Dokter pemeriksa menuliskan diagnosis kesehatan jemaah haji dan
kesimpulan hasil pemeriksaan.
k Diagnosis berupa penyebutan nama dan kode. Kode diagnosis ditulis
sesuai dengan kode ICD-X .
l Kesimpulan hasil pemeriksaan dibuat dalam kategori Mandiri,
Observasi, Pengawasan atau Tunda.
m Dokter pemeriksa membuat Surat Keterangan Pemeriksaan
Kesehatan yang memuat kesimpulan hasil Pemeriksaan Kesehatan
Tahap Pertama dan diserahkan kepada jemaah haji.
n Ringkasan hasil pemeriksaan kesehatan ditulis dengan lengkap dan
benar dalam Buku Kesehatan Jemaah Haji,
o Bagi jemaah haji Non-Risiko Tinggi (risti), BKJH disimpan di sarana
Pemeriksaan Kesehatan sampai satu bulan sebelum dimulainya
operasional embarkasi haji tahun berjalan. BKJH tersebut selanjutnya
diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sebagai
kelengkapan dokumen penetapan kalaikan dan selanjutnya

23
diserahkan kepada jemaah haji sebelum keberangkatan ke embarkasi
(asrama) haji.
p Bagi jemaah haji Risiko Tinggi (risti), BKJH dapat digunakan sebagai
dokumen rujukan oleh Puskesmas ke rumah sakit rujukan untuk
mendapatkan pemeriksaan kesehatan lanjut dan atau khusus.
q Jemaah haji dibekali Surat Pengantar Rujukan Pemeriksaan yang
dibuat oleh dokter Pemeriksa Kesehatan Puskesmas untuk
mendatangi rumah sakit yang ditunjuk agar mendapatkan
Pemeriksaan Kesehatan.
r Untuk kepentingan penegakkan diagnosis, penentuan metode
perawatan dan pemeliharaan kesehatan, maka jenis pemeriksaan
dapat ditambah sesuai kebutuhan.
s Dokter Pemeriksa Kesehatan Puskesmas berhak mendapatkan hasil
pemeriksaan kesehatan oleh Dokter Pemeriksa Kesehatan Rumah
Sakit/Rujukan sebagai bahan informasi untuk melengkapi BKJH.
t Dokter Pemeriksa Kesehatan Puskesmas bertanggungjawab atas
kelengkapan isi BKJH.
u Dokter Pemeriksa melaporkan data hasil pemeriksaan dan
rekapitulasinya kepada Pusat Kesehatan Haji secara periodik, secara
langsung atau berjenjang melalui Dinas Kesehatan.
v Data Pemeriksaan Kesehatan Jemaah Haji dikompilasi dan
disampaikan melalui surat elektronik ke Pusat Kesehatan Haji up
Bidang yang ruang lingkupnya meliputi kegiatan pemeriksaan
kesehatan jemaah haji.

24
w Rekapitulasi hasil pemeriksaan kesehatan menggunakan format
formulir yang disediakan. Rekapitulasi disampaikan dapat
disampaikan kepada pihak-pihak tertentu sebagai informasi kesehatan
jemaah haji.
x Kepala Puskesmas bertanggung jawab atas pelaksanaan
Pemeriksaan Kesehatan Puskesmas dan melaporkan hasil akhir
pemeriksaan kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota selambat-lambatnya tiga minggu sebelum
operasional embarkasi haji dimulai.

STANDAR PEMERIKSA
Standar pemeriksa adalah rumusan kriteria ketenagaan minimal yang
harus tersedia untuk mencapai standar pemeriksaan yang ditetapkan.
Pemeriksa Kesehatan Tahap Pertama adalah Tim Pemeriksa Kesehatan
yang akan menjalankan fungsi Penilaian Kesehatan di Puskesmas.
Penetapan Tim Pemeriksa Kesehatan dilakukan dengan pertimbangan
sebagai berikut :
a Tim Pemeriksa berjumlah sekurang-kurangnya empat orang, yaitu :
1. satu orang dokter umum pria atau wanita,
2. satu orang perawat wanita,
3. satu orang perawat pria dan
4. satu orang analis laboratorium kesehatan.

b. Tenaga kesehatan yang ditetapkan sebagai Tim Pemeriksa Kesehatan


harus mempunyai legalitas untuk melaksanakan fungsi profesinya
(mempunyai SIP yang masih berlaku bagi dokter, dan SK Jabatan
Fungsional bagi tenaga kesehatan lain).

25
Prosedur pemeriksaan tahap kedua
a. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua dilakukan pada jemaah haji
berdasarkan hasil Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama dan atau
hasil pemeriksaan dalam rangka perawatan dan pemeliharaan
kesehatan.
b. Jemaah haji risti diarahkan untuk mendapatkan Pemeriksaan
Kesehatan rujukan di rumah sakit yang ditunjuk.
c. Pemeriksaan Kesehatan rujukan dilakukan segera setelah diketahui
sebagai risti melalui Pemeriksaan Kesehatan Tahap Pertama, dan
sudah selesai selambat-lambatnya satu bulan sebelum operasional
embarkasi haji dimulai.
d. Direktur rumah sakit yang ditunjuk bertanggungjawab atas
pelaksanaan Pemeriksaan Kesehatan Rujukan dan melaporkan hasil
pemeriksaan kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
e. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kota selanjutnya melaporkan
rekapitulasi hasil Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua kepada
Kepala Daerah dengan tembusan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.
f. Pembiayaan Pemeriksaan Kesehatan diatur menurut kebijakan
daerah setempat.

STANDAR PEMERIKSAAN
a. Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua dilakukan oleh Tim Pemeriksa
Kesehatan yang memenuhi kualifikasi/standar pemeriksa.
b. Pemeriksaan kesehatan jemaah haji dilakukan oleh dokter dan
didampingi seorang perawat. Pemeriksaan jemaah haji wanita
sedapat mungkin dilakukan oleh dokter wanita, atau oleh dokter pria
dengan didampingi perawat wanita. Pemeriksaan jemaah haji pria
sedapat mungkin dilakukan oleh dokter pria, atau dokter wanita
dengan didampingi perawat pria.
b

26
c. Dokter Pemeriksa melakukan pemeriksaan Kesehatan dengan
protokol standar profesi kedokteran sesuai baku emas
penatalaksanaan gangguan kesehatan yang ditemukan.
d. Pada jemaah haji risiko tinggi dilakukan pemeriksaan medis sesuai
kebutuhan (atas indikasi).
e. Jemaah haji yang memenuhi syarat, diberikan imunisasi Meningitis
meningokokus ACW135Y.
f. Bagi jemaah haji dengan diagnosis penyakit menular tertentu, pada
akhir masa Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua diharuskan telah
dinyatakan sembuh atau tidak menular, dengan menunjukkan Surat
Keterangan Pengobatan.
g. Bagi jemaah haji dengan diagnosis penyakit tidak menular diharapkan
telah mendapatkan perawatan dan pemeliharaan kesehatan yang
adekuat pada akhir masa Pemeriksaan Kesehatan Tahap Kedua, dan
dinyatakan laik untuk melaksanakan perjalanan ibadah haji dengan
catatan advis medik bagi dokter kloter jika perlu.
h. Dokter Pemeriksa menuliskan diagnosis sesuai dengan hasil
pemeriksaan kesehatan, pengobatan, dan kesimpulan pemeriksaan
dalam Catatan Medik. Catatan Medik ini menjadi dasar pengisian
BKJH.
i. Kode diagnosis ditulis sesuai dengan kode ICD-X .
j. Kesimpulan hasil pemeriksaan dibuat dalam kategori Mandiri,
Observasi, Pengawasan atau Tunda.
k. Untuk kepentingan diagnosis, perawatan dan pemeliharaan
kesehatan, jenis pemeriksaan dapat ditambah, dilengkapi atau
berulang sesuai dengan kebutuhan.
l. Pada jemaah haji yang perawatan dan pemeliharaan kesehatannya
memungkinkan ditata-laksana di Puskesmas, maka dilakukan rujukan
balik ke Puskesmas pengirim disertai Surat Rujukan Balik
Pemeriksaan Kesehatan.
m. Pada jemaah haji yang pemeliharaan kesehatannya tidak
memungkinkan ditata-laksana di Puskesmas, perawatan dan
pemeliharaan kesehatan dilakukan di sarana kesehatan berkompeten.
n. BKJH dapat disimpan di rumah sakit sampai satu bulan sebelum
dimulainya operasional embarkasi haji tahun berjalan. BKJH
selanjutnya diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

27
untuk diserahkan kepada jemaah haji sebelum keberangkatan ke
embarkasi (asrama) haji.
o. Direktur Rumah Sakit yang ditunjuk melaporkan hasil pemeriksaan
kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kota
selambat-lambatnya tiga minggu sebelum operasional embarkasi haji
dimulai.
p. Dinas Kesehatan wilayah setempat mengkoordinasikan kompilasi data
kesehatan jemaah haji secara periodik dan memastikan
pengirimannya ke Pusat Kesehatan Haji melalui media yang
ditentukan.
q. Data hasil pemeriksaan dan rekapitulasinya dapat disampaikan
melalui surat elektronik ke Pusat Kesehatan Haji up Bidang yang
ruang lingkupnya meliputi kegiatan pemeriksaan kesehatan jemaah
haji

28
STANDAR PEMERIKSA
Pemeriksa Kesehatan Tahap Kedua adalah Tim Pemeriksa Kesehatan
yang akan menjalankan fungsi Penilaian Kesehatan Tahap Kedua, yang
dapat meliputi Tim Pemeriksa Kesehatan Puskesmas dan Tim Pemeriksa
Kesehatan Rumah Sakit Rujukan. Penetapan Tim Pemeriksa Kesehatan
Tahap Kedua diatur oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan pertimbangan sebagai berikut :
a. Tim Pemeriksa Kesehatan Rujukan sekurang-kurangnya terdiri dari :
1. Dokter spesialis Penyakit Dalam, OBSGIN dan Bedah.
2. Dokter Umum berkemampuan melakukan pemeriksaan General
Check Up.
3. satu orang perawat wanita,
4. satu orang perawat pria,
5. satu orang analis laboratorium kesehatan,
b. Tenaga kesehatan yang ditetapkan sebagai Tim Pemeriksa Kesehatan
Tahap Kedua harus mempunyai legalitas untuk melaksanakan
fungsinya (mempunyai SIP yang masih berlaku bagi dokter, dan SK
Jabatan Fungsional bagi tenaga kesehatan lain.

29
2.3 Manajemen Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji

Model Pelayanan Kesehatan Jemaah Haji

Pada Matrik 1 di atas terlihat seluruh embarkasi melakukan


pemeriksaan kesehatan kepada seluruh jemaah dengan cara anamnese.
Tetapi tidak semua embarkasi melakukan pemeriksaan fisik kepada
seluruh jemaah berupa auskultasi, pengukuran tekanan darah dan
pemeriksaan laboratorium bila perlu. Dalam pedoman tupoksi
pemeriksaan fisik memang hanya bagi jemaah sakit dan jemaah risti
karena jemaah yang baru datang dari daerahnya perlu segera istirahat
dari kelelahan di perjalanan dan persiapan tenaga untuk berangkat
esoknya. Namun Embarkasi Medan, Padang, Lampung dan Makasar
melakukan pemeriksaan fisik pada seluruh jemaah meski dilakukan
secara cepat/terburu-buru. Alasan yang dikemukakan petugas karena
ingin lebih teliti memeriksa jangan sampai dibohongi jemaah yang
mengatakan tidak menderita sakit karena takut dibatalkan keberangkatan
ke Saudi Arabia. Menurut petugas adanya peraturan baru dimana
pemeriksaan kesehatan di Tingkat 2 hanya bagi jemaah risti maka besar
kemungkinan jemaah menderita sakit dalam jangka waktu yang cukup
lama menunggu keberangkatan setelah pemeriksaan di Tingkat 1.

30
Untuk menghindarkan terjadinya aborsi dan persalinan maka pada
seluruh jemaah WUS (Wanita Usia Subur 1550 tahun) dilakukan
tes/pemeriksaan kehamilan di semua embarkasi. Pemeriksaan kehamilan
di embarkasi dilakukan oleh bidan dan atau perawat. Apabila dalam
pemeriksaan urine atau palpasi dicurigai hamil maka petugas embarkasi
akan merujuk jemaah ke rumah sakit untuk dilakukan USG untuk
menentukan berapa minggu kehamilannya. Bagi jemaah yang hamil usia
di bawah 14 minggu dan di atas 26 minggu diperbolehkan berangkat,
tetapi kehamilan usia antara 1426 minggu tidak diperbolehkan.

Pada Matrik 2 di atas terlihat pemeriksaan hamil di embarkasi ada


dua metode yang jenisnya sama tetapi urutannya berbeda. Sepuluh
embarkasi yaitu: Palembang, Medan, Padang, Batam, Banda Aceh,
Balikpapan, Banjarmasin, Solo, Surabaya, dan Bekasi setelah anamnese
singkat tentang kehamilan maka dilakukan tes urine, setelah itu baru
dilakukan palpasi bagi yang hasil urinenya positif. Tetapi lima
embarkasiyaitu Lampung, Makassar, Mataram, Pondok Gede dan
Gorontalo setelah dilakukan anamnese singkat lalu palpasi, bila ada yang
dicurigai hamil baru dilakukan tes urine. Alasan dari 5 embarkasi tersebut

31
untuk melakukan palpasi dulu baru tes urine adalah supaya tidak semua
jemaah dilakukan tes urine yang cukup merepotkan karena harus antri
panjang ke kamar mandi dan dalam kesempatan itu sering dimanfaatkan
oleh jemaah yang hamil untuk mengganti urinenya dengan urine orang
lain.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Jemaah Haji
A. Pengertian Jamaah Haji
Jamaah adalah kata bahasa arab yang artinya kompak atau
bersama-sama, ungkapan shalat berjamaah berarti shalat yang
dikerjakan secara bersama-sama dibawah pimpinan seorang imam.
Dalam buku fiqih empat Mazhab bagian ibadah (puasa, zakat, haji,
kurban), Abdurrahman al-Zaziri menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan Haji secara bahasa menuju kemuliaan, sedangkan pengertian
haji secara istilah adalah amalan-amalan tertentu dan cara tertentu pula.
Sedangkan pengertian jamaah haji yaitu warga Negara Indonesia
beragama Islam yang telah mendaftarkan diri untuk menunaikan ibadah
haji sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

B. Klasifikasi Jamaah Haji


Adapun ruang lingkup jamaah haji adalah sebagai berikut:
f. Jamaah haji mandiri adalah jamaah haji yang memiliki kemampuan
mengikuti perjalanan ibadah haji tanpa tergantung pada bantuan
alat/obat dan orang lain
g. Jamaah haji observasi adalah jamaah haji yang memiliki kemampuan
mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat dan atau obat.
h. Jamaah haji pengawasan adalah jamaah haji yang memiliki
kemampuan mengikuti perjalanan ibadah haji dengan bantuan alat
dan atau obat dan orang lain

32
i. Jamaah haji tunda adalah jamaah haji yang kondisi kesehatnnya tidak
memenuhi syarat untuk mengikuti perjalanan ibadah haji

33
j. Jamaah haji resiko tinggi adalah jamaah haji dengan kondisi
kesehatan yang secara epidemiologi berisiko sakit dan atau mati
selama perjalanan ibadah haji, meliputi :
1) Jamaah haji lanjut usia
2) Jamaah haji penderita penyakit menular tertentu yang tidak boleh
terbawa keluar dari indonesia berdasarkan perarturan kesehatan
yang berlaku
3) Jamaah haji wanita hamil
4) Jamaah haji dengan ketidakmampuan tertentu terkait penyakit
kronis dan atau penyakit tertentu lainnya

C. Makna istithaah pada aspek kesehatan

Istithaah terbagi atas tiga macam yaitu (1) istithaah amaliyah


(kemampuan biaya), (2) istithah badaniyyah (kemampuan kesehatan) dan
(3) istithaah amniyyah (kemampuan keamanan dalam perjalanan).

Istithaah dalam ibadah haji mempunyai pengertian lebih luas


dibanding istithaah didalam ibadah-ibadah lain seperti shalat, puasa, dan
lain-lain.
a. Istithaah harta yaitu adanya perbekalan untuk membayar ongkos naik
haji (ONH) pergi dan pulang serta biaya hidup, tempat tinggal,
makanan dan minuman yang cukup. Orang yang berangkat hai
dengan cara meminta-minta dan mengajukan proposal untuk
mendapatkan ongkos haji atau meminta jatah dari pemerintah atau
dari instansi tertentu.
b. Istithah dalam kesehatan. Kemampuan fisik salah satu syarat wajib
mengerjakan haji karena pekerjaan ibadah haji berkaitan dengan
kemampuan badaniah, hampir semua rukun dan wajib haji berkaitan
erat dengan kemampuan fisik, terkecuali niat (adalah rukun qalbi).
c. Kemampuan (istithaah) untuk mendapatkan kendaraan atau alat
transportasi sama ada dengan menyewa atau membeli tiketnya
merupakan syarat wajib haji. Jika seseorang sudah mendapatkan visa
haji akan tetapi tidak ada tiket pesawat reguler atau carter yang
membawa ke haji, maka kewajibannya telah gugur, dan demikian pula

34
bagi seorang wanita yang berangkat tanpa muhrim/mahram, maka
belum wajib melaksanakan haji.
Akhirnya, istithaah dalam semua ibadah menjadi syarat
terlaksananya semua perintah allah swt, semakin tinggi kemampuan,
semakin tinggi pula tuntutan syara kepadannya. Sebaliknya,
berkurangnya kemampuan, berkurang pula tuntunan allah kepadanya.
Dan allah swt tidak membebankan seseorang melainkan sesuai
kemampuan. Hikmah dari semua itu agar ibadah terlaksana dengan iklas.

D. Pelayanan Kesehatan Jamaah Haji


Penyelenggaraan kesehatan haji adalah rangkaian kegiatan
pelayanan kesehatan haji meliputi pemeriksaan kesehatan, bimbingan
dan penyuluhan kesehatan haji.
Penyelenggaraan kesehatan haji bertujuan untuk memberikan
pembinaan, pelayanan, dan perlindungan yang sebaik-baiknya bagi
jamaah haji pada bidang kesehatan, sehingga Jemaah haji dapat
menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan ajaran agama Islam.
Pemeriksaan kesehatan jamaah haji adalah penilaian status
kesehatan bagi jamaah haji yang telah memiliki nomor porsi sebagai
upaya penyiapan kesehatan terstandar yang diselenggarakan secara
kontinum (berkesinambungan) dan komperhensif (menyeluruh).

2. Manajemen Pelayanan Kesehatan


A. Pengertian Manajemen Pelayanan Kesehatan
Manajemen adalah suatu kegiatan untuk mengatur orang lain guna
mencapai tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Pelayanan kesehatan
merupakan rangkaian pelayan kesehatan yang bersifat kontinum dan
komprehensif dengan melaksanakan proses pemerikasaan kesehatan,
pengobatan dan pemaliharaan kesehatan.
Untuk dapat menyelenggarakan manajemen pelayanan dengan baik,
ada prinsip-prinsip manajemen pelayanan yang dapat di pakai sebagi
acuan. Prinsip-prinsip tersebut antara lain adalah sebagi berikut:
k. Identifikasi kebutuhan konsumen yang sesungguhnya
l. Sediakan pelayanan yang terpadu (one-stop-shop)

35
m. Buat sistem yang mendukung pelayan konsumen
n. Usahakan agar semua orang tau karyawan bertanggung jawab
terhadap kualitas pelayan
o. Layanilah keluhan konsumen secara baik
p. Terus berinofvasi
q. Karyawan adalah sama pentingnya dengan konsumen
r. Bersikap tegas tetapi ramah terhadap konsumen
s. Jalin komunikasi dan interaksi khusus dengan pelanggan
t. Selalu mengontrol kualitas

B. Fungsi Manajemen
Fungsi pertama pada manajemen adalah perencanaan yaitu
pemilihan sekumpulan kegiatan dan pemutusan selanjutnya apa yang
harus dilakukan, kapan, bagaimana, dan oleh siapa, juga proses dasar
dimana manajemen memutuskan tujuan dan cara mencapainya. Fungsi
kedua pada manajemen adalah pengorganisasian atau organizing. Fungsi
ketiga dalam manajemen adalah penggerakkan atau actuating. Adapun
istilah pergerakkan yaitu actuating (memberikan bimbingan), motivating
(memberikan motivasi), directing (memberikan arah), influencing
(mempengaruhi), commending (memberikan komando atau perintah).
Fungsi yang keempat adalah pengawasan atau controlling. Dan fungsi
kelima dalam manajamen adalah evaluasi atau evaluating.

C. Ruang Lingkup Manajemen Pelayanan Kesehatan


Pembinaan dan pelayanan kesehatan bagi jamaah haji dilaksanakan
secara menyeluruh yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif, dan dalam pelaksanaannya perlu kerjasama berbagai pihak
terkait, sektor dan pemerintahan daerah, serta perlu adanya pedoman
yang dapat menjadi acuan penyelenggaraan kesehatan haji di tanah air, di
embarkasi dan debarkasi serta selama perjalanan di Arab Saudi.
Pedoman dimaksud telah disusun dan ditetapkan dengan Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 1394/Menkes/SK/2002 tentang
Penyelnggaraan Kesehatan Haji, yang dengan terbitnya Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2008 tentang Penyelnggaraan Ibadah Haji, perlu
dilakukan penyempurnaan dan penyesuaian.

36
Bimbingan, penyuluhan dan pelayanan kesehataan jamaah haji
merupakan rangkaian kegiatan terstruktur dalam uapaya meningkatkan
status kesehatan dan kemandirian jemaah haji.

D. Ciri-Ciri Pelayanan yang Baik


Parasuraman, Zeithaml, dan Berry sebagaimana dikutip oleh Philip
Kotler menyusun factor utama yang menjadi penentu dalam meningkatkan
mutu pelayanan, antara lain :
1. Akses
Pelayanan harus mudah dijangkau dalam lokasi yang mudah
dicapai pada saat yang tidak merepotkan dan cepat.
2. Komunikasi
Pelayanan harus diuraikan dengan jelas dalam bahasa yang
mudah dimengerti oleh jamaah.
3. Kompetisi
Pegawai atau karyawan harus memiliki ketrampilan dan
pengetahuan yang dibutuhkan.
4. Kesopanan
Pegawai atau karyawan yang bersikap ramah, penuh hormat dan
penuh perhatian.
5. Kredibilitas
Instansi dan pegawai harus bisa dipercaya dan memahami
keinginan utama yang diharapkan jamaah.

37
6. Reabilitas
Pelayanan harus dilaksanakan dengan konsisten dan cepat.
7. Cepat Tanggap
Pegawai harus memberikan tanggapan dengan cepat dan
kreatifatas permintaan dan masalah jamaah.
8. Kepastian
Pelayanan harus bebas dari bahaya, resiko, atau hal-hal yang
meragukan.
9. Hal-hal yang Berwujud
Hal-hal yang berwujud pada sebuah pelayanan harus dengan tepat
memproyeksikan mutu pelayanan yang akan diberikan.
10. Memahami atau Mengenali Masyarakat
Pegawai harus memahami kebutuhan masyarakat atau jamaah
dengan memberikan perhatian secara individu.

3.2 Saran
Semoga dengan dibuatnya makalah ini, pembaca dan penulis
terutama nya bisa memahami dan mengerti tentang manajemen
kesehatan haji. Dan mungkin penulis membutuhkan saran dan kritik untuk
membuat makalah yang lebih sempurna lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Basyuni, Muhammad M., Reformasi Manajemen Haji, Jakarta: FDK


PRESS 2008

Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji, Departemen Kesehatan RI :


2009

Pedoman Teknis Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Haji, Pusat Kesehatan


Haji Kementrian Kesehatan RI : 2010

38

Anda mungkin juga menyukai