Anda di halaman 1dari 13

http://www.facebook.

com/notes/greenlite-depkes-kanker-serviks/sekilas-mengenai-
kanker-serviks/158833994156762

AC Milan Official Facebook Page: live matches, exclusive photos, special videos and
much more! Share your red&black passion!

Sekilas mengenai KANKER SERVIKS


oleh GREENLite, DepKes & Kanker Serviks pada 26 Oktober 2010 jam 2:29

Kanker Serviks

Kanker servik adalah keganasan kedua yang paling sering terjadi pada wanita diseluruh dunia,
dan masih merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada wanita di negara negara
berkembang. Di Amerika Serikat, kanker servik merupakan neoplasma ganas nomer 4 yang
sering terjadi pada wanita., setelah Ca mammae, kolorektal, dan endometrium. Insidensi dari
kanker servik yang invasif telah menurun secara terus menerus di Amerika Serikat selama
beberapa dekade terakhir, namun terus meningkat di negara negara berkembang. Perubahan
tren epidemiologis ini di Amerika Serikat erat kaitannya dengan skrining besar besaran dengan
Papanicolaou tests (Pap smears).

Kanker serviks merupakan kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau
porsio). Setengah juta kasus dilaporkan setiap tahunnya dan insidensinya lebih tinggi di negara
sedang berkembang. Hal ini kemungkinan besar diakibatkan belum rutinnya program skrining
pap smear yang dilakukan. Di Amerika latin, gurun Sahara Afrika dan Asia tenggara termasuk
Indonesia kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara.

Di Indonesia dilaporkan jumlah kanker serviks baru adalah 100 per 100.000 penduduk per tahun
atau 180.000 kasus baru dengan usia antara 45-54 tahun dan menempati urutan teratas dari 10
kanker yang terbanyak pada wanita. Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu
model karsinogenesis yang melalui tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis yang
awal sampai terjadinya perubahan morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi
epidemiologi menunjukkan 90% lebih kanker serviks dihubungkan dengan jenis human
papilomma virus (HPV). Beberapa bukti menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan
pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan dengan prognosis yang buruk.

A. Definisi
Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel abnormal pada serviks. Kanker serviks merupakan
kanker yang primer berasal dari serviks (kanalis servikalis dan atau porsio). Serviks adalah
bagian ujung depan rahim yang menjulur ke vagina.

B. Angka Kejadian

Kanker leher rahim (serviks) atau karsinoma serviks uterus merupakan kanker pembunuh wanita
nomor dua di dunia setelah kanker payudara. Setiap tahunnya, terdapat kurang lebih 500 ribu
kasus baru kanker leher rahim (cervical cancer), sebanyak 80 persen terjadi pada wanita yang
hidup di negara berkembang. Sedikitnya 231.000 wanita di seluruh dunia meninggal akibat
kanker leher rahim. Dari jumlah itu, 50% kematian terjadi di negara-negara berkembang. Hal itu
terjadi karena pasien datang dalam stadium lanjut.

Menurut data Departemen Kesehatan RI, penyakit kanker leher rahim saat ini menempati urutan
pertama daftar kanker yang diderita kaum wanita Indonesia. saat ini ada sekitar 100 kasus per
100 ribu penduduk atau 200 ribu kasus setiap tahunnya Kanker serviks yang sudah masuk ke
stadium lanjut sering menyebabkan kematian dalam jangka waktu relatif cepat. Selain itu, lebih
dari 70 persen kasus yang datang ke rumah sakit ditemukan dalam keadaan stadium lanjut.

C. Etiologi dan Faktor Resiko

Perjalanan penyakit karsinoma serviks merupakan salah satu model karsinogenesis yang melalui
tahapan atau multistep, dimulai dari karsinogenesis yang awal sampai terjadinya perubahan
morfologi hingga menjadi kanker invasif. Studi-studi epidemiologi menunjukkan 90% lebih
kanker serviks dihubungkan dengan jenis human papilomma virus (HPV). Beberapa bukti
menunjukkan kanker dengan HPV negatif ditemukan pada wanita yang lebih tua dan dikaitkan
dengan prognosis yang buruk. HPV merupakan faktor inisiator kanker serviks. Oncoprotein E6
dan E7 yan berasal dari HPV merupakan penyebab terjadinya degenerasi keganasan.
Onkoprotein E6 akan mengikat p53 sehingga TSG p53 akan kehilangan fungsinya. Sedangkan
onkoprotein E7 akan mengikat TSG Rb, ikatan ini menyebabkan terlepasnya E2F yang
merupakan faktor transkripsi sehingga siklus sel dapat berjalan tanpa kontrol.

Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks, antara lain
adalah :

1. Hubungan seks pada usia muda atau pernikahan pada usia muda. Faktor ini
merupakan faktor risiko utama. Semakin muda seorang perempuan
melakukan hubungan seks, semakin besar risikonya untuk terkena kanker
serviks. Berdasarkan penelitian para ahli, perempuan yang melakukan
hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai resiko 3 kali lebih
besar daripada yang menikah pada usia lebih dari 20 tahun.
2. Berganti-ganti pasangan seksual. Perilaku seksual berupa gonta-ganti
pasangan seks akan meningkatkan penularan penyakit kelamin. Penyakit
yang ditularkan seperti infeksi human papilloma virus (HPV) telah terbukti
dapat meningkatkan timbulnya kanker serviks, penis dan vulva. Resiko
terkena kanker serviks menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai
partner seksual 6 orang atau lebih. Di samping itu, virus herpes simpleks
tipe-2 dapat menjadi faktor pendamping.

3. Merokok. Wanita perokok memiliki risiko 2 kali lebih besar terkena kanker
serviks dibandingkan dengan wanita yang tidak merokok. Penelitian
menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok mengandung nikotin dan
zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat tersebut akan menurunkan
daya tahan serviks di samping merupakan ko-karsinogen infeksi virus.

4. Defisiensi zat gizi. Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa


defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan
dan sedang, serta mungkin juga meningkatkan risiko terjadinya kanker
serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol
(vitamin A).

5. Trauma kronis pada serviks seperti persalinan, infeksi, dan iritasi menahun

6. Pemakaian DES (dietilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah


keguguran (banyak digunakan pada tahun 1940-1970)

7. Gangguan sistem kekebalan

8. Pemakaian pil KB

9. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamidia menahun

10.Golongan ekonomi lemah (karena tidak mampu melakukan Pap smear secara
rutin)

D. Klasifikasi

Klasifikasi histologik kanker serviks ada beberapa, di antaranya :

1. Squamous carcinoma

Keratinizing
Large cell non keratinizing

Small cell non keratinizing

Verrucous

2. Adeno carcinoma

Endocervical
Endometroid (adenocanthoma)

Clear cell - paramesonephric

Clear cell - mesonephric

Serous
Intestinal

3. Mixed carcinoma

Adenosquamous
Mucoepidermoid

Glossy cell

Adenoid cystic

4. Undifferentiated carcinoma

5. Carcinoma tumor

6. Malignant melanoma

7. Maliganant non-epithelial tumors

Sarcoma : mixed mullerian, leiomysarcoma, rhabdomyosarcoma


Lymphoma

Jenis skuamosa merupakan jenis yang paling sering ditemukan, yaitu 90%; adenokarsinoma
5%; sedang jenis lainnya 5%. Karsinoma skuamosa terlihat sebagai jalinan kelompok sel-sel
yang berasal dari skuamosa dengan pertandukan atau tidak, dan kadang-kadang tumor sendiri
dari sel-sel yang berdiferensiasi buruk atau dari sel-sel yang disebut small cell, berbentuk
kumparan atau kecil serta bulat dan batas tumor stroma tidakjelas. Sel ini berasal dari sel basal
atau reserved cell. Sedang adenokarsinoma terlihat sebagai sel-sel yang berasal dari epitel torak
endoserviks, atau dari kelenjar endoserviks yang mengeluarkan mukus.

E. Gejala Klinis

Pada fase prakanker, sering tidak ada gejala atau tanda-tanda yang khas. Namun, kadang bisa
ditemukan gejala-gejala sebagai berikut :

1. Keputihan atau keluar cairan encer dari vagina. Getah yang keluar dari
vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan
2. Perdarahan setelah sanggama (post coital bleeding) yang kemudian berlanjut
menjadi perdarahan yang abnormal.

3. Timbulnya perdarahan setelah masa menopause.

4. Pada fase invasif dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau


dan dapat bercampur dengan darah.

5. Timbul gejala-gejala anemia bila terjadi perdarahan kronis.


6. Timbul nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang
panggul. Bila nyeri terjadi di daerah pinggang ke bawah, kemungkinan terjadi
hidronefrosis. Selain itu, bisa juga timbul nyeri di tempat-tempat lainnya.

7. Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi, edema
kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian bawah
(rectum), terbentuknya fistel vesikovaginal atau rektovaginal, atau timbul
gejala-gejala akibat metastasis jauh.

F. Diagnosis dan Staging

Staging untuk kanker serviks berdasarkan pemeriksaan klinis, sehingga pemeriksaan yang lebih
teliti dan cermat dibutuhkan untuk penegakkan diagnosis. Stadium klinik seharusnya tidak
berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan pada stadiumnya maka
stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk membantu
penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, komposkopi, kuretase endoserviks, histeroskopi,
sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru dan
tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan
dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis.
Interpretasi dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan
MRI sampai saat ini belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi
penyebaran karsinoma karena hasilnya yang sangat subyektif.

Pemeriksaan patologi anatomi setelah prosedur operasi dapat menjadi data yang akurat untuk
penyebaran penyakit, tetapi penemuan ini tidak dianjurkan untuk menjadi perubahan diagnosis
staging sebelumnya. Nomenklatur TNM lebih sesuai untuk penemuan ini.

Tabel 1. Staging Karsinoma Serviks Menurut FIGO

G. Pentatalaksanaan

Manajemen Tumor Insitu

Manajemen yang tepat diperlukan pada karsinoma insitu. Biopsi dengan kolposkopi oleh
onkologis berpengalaman dibutuhkan untuk mengeksklusi kemungkinan invasi sebelum terapi
dilakukan. Pilihan terapi pada pasien dengan tumor insitu beragam bergantung pada usia,
kebutuhan fertilitas, dan kondisi medis lainnya. Hal penting yang harus diketahui juga adalah
penyebaran penyakitnya harus diidentifikasi dengan baik.

Karsinoma insitu digolongkan sebagai high grade skuamous intraepitelial lesion (HGSIL).
Beberapa terapi yang dapat digunakan adalah loop electrosurgical excision procedure (LEEP),
konisasi, krioterapi dengan bimbingan kolposkopi, dan vaporisasi laser. Pada seleksi kasus yang
ketat maka LEEP dapat dilakukan selain konisasi. LEEP memiliki keunggulan karena dapat
bertindak sebagai biopsi luas untuk pemeriksaan lebih lanjut. Keberhasilan eksisi LEEP
mencapai 90% sedangkan konisasi mencapai 70-92%. Teknik lain yang dapat dilakukan untuk
terapi karsinoma insitu adalah krioterapi yang keberhasilannya mencapai 80-90% bila lesi tidak
luas ( 2,5 cm). Evaporasi laser pada HGSIL memberikan kerbehasilan sampai 94% untuk lesi
tidak luas dan 92% untuk lesi luas. HGSIL yang disertai NIS III memberikan indikasi yang kuat
untuk dilakukan histerektomi. Pada 795 kasus HGSIL yang dilakukan konisasi didapatkan
adanyarisiko residif atau kegagalan 0,9-1,2% untuk terjadinya karsinoma invasif.

Manajemen Mikroinvasif

Diagnosis untuk stadium IA1 dan IA2 hanya dapat ditegakkan setelah biopsi cone dengan batas
sel-sel normal, trakelektomi, atau histerektomi. Bila biopsi cone positif menunjukkan CIN III
atau kanker invasif sebaiknya dilakukan biopsi cone ulangan karena kemungkinan stadium
penyakitnya lebih tinggi yaitu IB. Kolposkopi dianjurkan untuk menyingkirkan kemungkinan
adanya vaginal intraepithelial neoplasia (VAIN) sebelum dilakukan terapi definitif

Stadium serviks IA1 diterapi dengan histerektomi total baik abdominal maupun vaginal. Apabila
ada VAIN maka vagina yang berasosiasi harus ikut diangkat. Pertimbangan fertilitas pada pasien-
pasien dengan stadium ini mengarahkan terapi pada hanya biopsi cone diikuti dengan Paps
smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan, dan 12 bulan bila hasilnya negatif. Stadium serviks IA2
berasosiasi dengan penyebaran pada kelenjar limfe sampai dengan 10% sehingga terapinya
adalah modified radical hysterectomy diikuti dengan limfadenektomi. Pada stadium ini bila
kepentingan fertilitas masih dipertimbangkan atau tidak ditemukan bukti invasi ke kelenjar limfe
maka dapat dilakukan biopsi cone yang luas disertai limfadenektomi laparoskopi atau radikal
trakelektomi dengan limfadenektomi laparoskopi. Observasi selanjutnya dilakukan dengan Paps
smear dengan interval 4 bulan, 10 bulan dan 12 bulan.

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Awal

Pasien-pasien dengan tumor yang tampak harus dilakukan biopsi untuk konfirmasi diagnosis.
Apabila ditemukan gejala-gejala yang berhubungan dengan metastasis maka sebaiknya
dilakukan pemeriksaan seperti sistoskopi dan sigmoidoskopi. Pemeriksaan foto toraks dan
evaluasi fungsi ginjal sangat dianjurkan. Stadium awal karsinoma serviks invasif adalah stadium
IB sampai IIA (< 4cm). Stadium ini memiliki prognosis yang baik apabila diterapi dengan
operasi atau radioterapi. Angka kesembuhan dapat mencapai 85% sampai 90% pada pasien
dengan massa yang kecil. Ukuran tumor merupakan faktor prognostik yang penting untuk
kesembuhan atau angka harapan hidup 5 tahunnya.

Penelitian kontrol acak selama 5 tahun mendapatkan bahwa radioterapi atau operasi
menunjukkan angaka harapan hidup 5 tahunan yang sama dan tingkat kekambuhan yang sama-
sama kecil untuk terapi karsinoma serviks stadium dini. Morbiditas terutama meningkat apabila
operasi dan radiasi dilakukan bersama-sama. Namun, pemilihan pasien dengan penegakkan
stadium yang baik dibutuhkan untuk menentukan terapi operatif. Jenis operasi yang dianjurkan
untuk stadium IB dan IIA (dengan massa < 4cm) adalah modified radical hysterectomy atau
radical abdominal hysterectomy disertai limfadenektomi selektif. Setelah dilakukan pemeriksaan
patologi anatomi pada jaringan hasil operasi dan bila didapatkan penyebaran pada kelenjar limfe
paraaorta atau sekitar pelvis maka dilakukan radiasi pelvis dan paraaorta. Radiasi langsung
dilakukan apabila besar massa mencapai lebih dari 4 cm tanpa harus menunggu hasilpatologi
anatomi kelenjar limfe.
Penelitian kontrol acak menunjukkan bahwa pemberian terapi sisplatin yang bersamaan dengan
radioterapi setelah operasi yang memiliki invasi pada kelenjar limfe, parametrium, atau batas-
batas operatif menunjukkan keuntungan secara klinis. Penelitian dengan berbagai dosis dan
jadwal pemberian sisplatin yang diberikan bersamaan dengan radioterapi menunjukkan
penurunan risiko kematian karena kanker serviks sebanyak 30-50%. Risiko juga meningkat
apabila didapat ukuran massa yang lebih dari 4 cm walaupun tanpa invasi pada kelenjar-kelenjar
limfe,infiltrasi pada kapiler pembuluh darah, invasi di lebih dari 1/3 stroma serviks. Radioterapi
pelvis adjuvan akan meningkatkan kekambuhan lokal dan menurunkan angka progresifitas
dibandingkan tanpa radioterapi. 5, 10

Manajemen Karsinoma Invasif Stadium Lanjut

Ukuran tumor primer penting sebagai faktor prognostik dan harus dievaluasi dengan cermat
untuk memilih terapi optimal. Angka harapan hidup dan kontrol terhadap rekurensi lokal lebih
baik apabila didapatkan infiltrasi satu parametrium dibandingkan kedua parametrium.
Pengobatan terpilih adalah radioterapi lengkap, dilanjutkan penyinaran intrakaviter. Terapi
variasi yang diberikan biasanya beruapa pemberian kemoterapi seperti sisplatin, paclitaxel, 5-
fluorourasil, docetaxel, dan gemcitabine. Pengobatan bersifat paliatif bila stadium mencapai
staidum IVB dalam bentuk radiasi paliatif.

H. Pencegahan dan Skrining

Kematian pada kasus kanker serviks terjadi karena sebagian besar penderita yang berobat sudah
berada dalam stadium lanjut. Padahal, dengan ditemukannya kanker ini pada stadium dini,
kemungkinan penyakit ini dapat disembuhkan sampai hampir 100%. Malahan sebenarnya kanker
serviks ini sangat bisa dicegah. Menurut ahli obgyn dari New York University Medical Centre ,
dr. Steven R. Goldstein, kuncinya adalah deteksi dini .

Sekitar 90-99 persen jenis kanker serviks disebabkan oleh human papillomavirus (HPV). Virus
ini bisa ditransfer melalui hubungan seksual dan bisa hadir dalam berbagai variasi. Ada beberapa
kasus virus HPV yang reda dengan sendirinya, dan ada yang berlanjut menjadi kanker serviks,
sehingga cukup mengancam kesehatan anatomi wanita yang satu ini.

Salah satu problema yang timbul akibat infeksi HPV ini seringkali tidak ada gejala atau tanda
yang tampak mata. Menurut hasil studi National Institute of Allergy and Infectious Diseases ,
hampir separuh wanita yang terinfeksi dengan HPV tidak memiliki gejala-gejala yang jelas. Dan
lebih-lebih lagi, orang yang terinfeksi juga tidak tahu bahwa mereka bisa menularkan HPV ke
orang sehat lainnya.
Kini, 'senjata' terbaik untuk mencegah kanker ini adalah bentuk skrining yang dinamakan Pap
Smear , dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah suatu pemeriksaan sitologi yang
diperkenalkan oleh Dr. GN Papanicolaou pada tahun 1943 untuk mengetahui adanya keganasan
(kanker) dengan mikroskop. Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit.
Masalahnya, banyak wanita yang tidak mau menjalani pemeriksaan ini, dan kanker serviks ini
biasanya justru timbul pada wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau
melakukan pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker servik terjadi pada wanita yang sebelumnya
tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika para wanita mau melakukan
pemeriksaan ini, maka penyakit ini suatu hari bisa saja musnah, seperti halnya polio.2

Tabel 2. Kategorisasi diagnosis deskriptif Pap smear berdasarkan sistem Bethesda

Dalam perkembangannya, banyak ahli dalam the American Cancer Society, the American
College of Obstetricians and Gynecologists, the American Society for Colposcopy and Cervical
Pathology, dan the US Preventive Services Task Force menetapkan protokol skrining bersama-
sama, sebagai berikut :

1. Skrining awal. Skrining dilakukan sejak seorang wanita telah melakukan hubungan seksual
(vaginal intercourse) selama kurang lebih tiga tahun dan umurnya tidak kurang dari 21 tahun
saat pemeriksaan. Hal ini didasarkan pada karsinoma serviks berasal lebih banyak dari lesi
prekursornya yang berhubungan dengan infeksi HPV onkogenik dari hubungan seksual yang
akan berkembang lesinya setelah 3-5 tahun setelah paparan pertama dan biasanya sangat jarang
pada wanita di bawah usia 19 tahun.

2. Pemeriksaan DNA HPV juga dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps smear
untuk wanita dengan usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa
Paps smear negatif disertai DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3
sebanyak hampir 100%. Kombinasi pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas
30 tahun karena prevalensi infeksi HPV menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia
29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya 31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65%
pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang
aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA
HPV yang positif yang ditenukan kemudian lebih dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila
ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua maka akan terjadi peningkatan risiko kanker
serviks.
3. Skrining untuk wanita di bawah 30 tahun berisiko dianjurkan menggunakan Thinprep atau
sitologi serviks dengan liquid-base method setiap 1-3 tahun.

4. Skrining untuk wanita di atas 30 tahun menggunakan Paps smear dan pemeriksaan DNA
HPV. Bila keduanya negatif maka pemeriksaan diulang 3 tahun kemudian.

5. Skrining dihentikan bila usia mencapai 70 tahun atau telah dilakukan 3 kali pemeriksaan
berturut-turut dengan hasil negatif.

Tidak dapat dipungkiri, memang saat ini cara terbaik untuk mencegah kanker serviks adalah
dengan screening gynaecological dan jika dibutuhkan dilengkapi dengan treatment yang terkait
dengan kondisi pra-kanker. Namun demikian, dengan adanya biaya dan rumitnya proses
screening dan treatment, cara ini hanya memberikan manfaat yang sedikit di negara-negara yang
membutuhkan penanganan.

Beberapa hal lain yang dapat dilakukan dalam usaha pencegahan terjadinya kanker serviks antara
lain :

1. Vaksin HPV

Sebuah studi menyatakan bahwa kombinasi vaksinasi HPV dan screening dapat memberikan
manfaat yang besar dalam pencegahan penyakit ini. Vaksin HPV dapat berguna dan cost efective
untuk mengurangi kejadian kanker serviks dan kondisi pra-kanker, khususnya pada kasus yang
ringan. Vaksin HPV yang terdiri dari 2 jenis ini dapat melindungi tubuh dalam melawan kanker
yang disebabkan oleh HPV (tipe 16 dan 18). Salah satu vaksin dapat membantu menangkal
timbulnya kutil di daerah genital yang diakibatkan oleh HPV 6 dan 11, juga HPV 16 dan 18.
Manfaat tersebut telah diuji pada uji klinis tahap III dan harus dapat diwujudkan dalam waktu
dekat. Keyakinan hasil uji klinis tahap III ini menunjukan bahwa vaksin-vaksin tersebut dapat
membantu menangkal infeksi HPV dari tipe-tipe diatas dan mencegah lesi pra-kanker pada
wanita yang belum terinfeksi HPV sebelumnya.

2. Penggunaan kondom
Para ahli sebenarnya sudah lama meyakininya, tetapi kini mereka punya bukti pendukung bahwa
kondom benar-benar mengurangi risiko penularan virus penyebab kutil kelamin (genital warts)
dan banyak kasus kanker leher rahim. Hasil pengkajian atas 82 orang yang dipublikasikan di
New England Journal of Medicine memperlihatkan bahwa wanita yang mengaku pasangannya
selalu menggunakan kondom saat berhubungan seksual kemungkinannya 70 persen lebih kecil
untuk terkena infeksi human papillomavirus (HPV) dibanding wanita yang pasangannya sangat
jarang (tak sampai 5 persen dari seluruh jumlah hubungan seks) menggunakan kondom. Hasil
penelitian memperlihatkan efektivitas penggunaan kondom di Indonesia masih tergolong rendah.
Dari survei Demografi Kesehatan Indonesia pada 2003 (BPS-BKKBN) diketahui bahwa ternyata
penggunaan kondom pada pasangan usia subur di negara ini masih sekitar 0,9 persen.

3. Sirkumsisi pada pria

Sebuah studi menunjukkan bahwa sirkumsisi pada pria berhubungan dengan penurunan resiko
infeksi HPV pada penis dan pada kasus seorang pria dengan riwayat multiple sexual partners,
terjadi penurunan resiko kanker serviks pada pasangan wanita mereka yang sekarang.

I. Prognosis

Prognosis kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate
untuk stadium I lebih dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk
stadium IV kurang dari 30%.

1. Stadium 0

100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.

2. Stadium 1

Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi 2, IA dan IB. dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5-
years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada
limfonodi mereka.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2006, Kanker Leher Rahim, www.medicastore.com


2. Anonim, 2006, Bahaya Kanker Serviks Bagi wanita, www.kesrepro.info

3. DEPKES RI, 2005, Penanggulangan Kanker Serviks dengan Vaksin HPV,


Departemen Kesehatan RI.

4. Anonim, 2006, Kondom Cegah Kanker di Leher Rahim, Kompas Cyber Media,
www.kompas.com

1. Berkowitz RS, Goldstein DP. Chorionic Tumors. 1996; 335 : 1740 1748. Rose
PG, Bundy BN, Watkins ET, et.al. Concurrent cicplatin-based
radiotherapy and chemotherapy for locally advanced cervical cancer.
The New England Journal of Medicine 1999;49: 1144-53.
2. American Cancer Society, 2006, Cancer Facts and Figures 2006, American
Cancer Society Inc. Atlanta

3. Anonim, 2005, Cervical cancer Risk Factors, Mayo Research Foundation,


www.mayoclinic.com

4. Garcia , Agustin , 2006, Cervical Cancer, www.emedicine.com

5. Mardjikoen, 1999, Tumor ganas alat genital. dalam: Wiknjosastro H,


Saifuddin AB,Rachimhadi T. Ilmu kandungan. Edisi kedua. Jakarta:Yayasan
bina pustaka Sarwono Prawirohardjo.; p.367 405.

6. Putri, Henny., Manajemen Karsinoma Serviks, Referat, Bagian / SMF


Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UGM RS dr. Sardjito
Yogyakarta.

7. Henry M. Keys, M.D., Brian N. Bundy, Ph.D., Frederick B. Stehman, M.D., Laila
I. Muderspach, M.D., Weldon E. Chafe, M.D., Charles L. Suggs, M.D., Joan L.
Walker, M.D., and Deborah Gersell, M.D., 1999, Cisplatin, Radiation, and
Adjuvant Hysterectomy Compared with Radiation and Adjuvant
Hysterectomy for Bulky Stage IB Cervical Carcinoma., The New England
Journal of Medicine, www.nejm.org

8. Xavier Castellsagu, M.D., F. Xavier Bosch, M.D., Nubia Muoz, M.D., Chris
J.L.M. Meijer, Ph.D., Keerti V. Shah, Dr.P.H., Silvia de Sanjos, M.D., Jos Eluf-
Neto, M.D., Corazon A. Ngelangel, M.D., Saibua Chichareon, M.D., Jennifer S.
Smith, Ph.D., Rolando Herrero, M.D., Victor Moreno, M.D., Silvia Franceschi,
M.D , 2002, Male Circumcision, Penile Human Papillomavirus
Infection, and Cervical Cancer in Female Partners, The New England
Journal of Medicine, www.nejm.com

Aziz F, Nugroho K, dan Ratna S S., 1985, Karsinoma serviks Uterus, Bagian / SMF Obstetri
dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UI RS dr. Ciptomangunkusumo Jakarta.
Suka Bagikan

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah kasus kanker serviks atau leher rahim di Indonesia masih tinggi. Setiap
hari diperkirakan muncul 40-45 kasus baru dan sekitar 20-25 perempuan meninggal setiap harinya karena
kanker leher rahim. Terbatasnya akses informasi yang akurat diyakini menjadi salah satu penyebab tingginya
kasus kanker leher rahim di Indonesia.
Demikian dikemukakan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari
dalam acara Peringatan 1 Tahun Perempuan Peduli Kanker, Serviks Perangi Kanker Serviks , Senin
(25/1/2010), di Jakarta. Perempuan harus lebih waspada dan melindungi diri sendiri dengan mencari informasi
yang akurat tentang penyakit, deteksi, dan pencegahannya, kata Linda.
Ketua Umum Yayasan Kanker Indonesia (YKI) Adiati Arifin M Siregar menambahkan, kasus kanker leher rahim
tinggi karena minimnya kesadaran untuk melakukan deteksi dini. Akibatnya, sebagian besar kasus yang
ditemukan sudah masuk pada stadium lanjut dan menyebabkan kematian karena kanker leher rahim tidak
menunjukkan gejala. "Setiap perempuan berisiko terkena kanker leher rahim tanpa melihat kondisi sosial,
ekonomi dan status, usia, dan gaya hidup," ujarnya.
Kanker leher rahim merupakan jenis kanker terbanyak yang diderita perempuan Indonesia. Di Asia Pasifik,
setiap tahun ditemukan sekitar 266.000 kasus kanker leher rahim, 143 .000 di antaranya meninggal dunia di
usia produktif. Di seluruh dunia, setiap tahunnya terdapat kurang lebih 400.000 kasus baru kanker leher rahim,
80 persen di antaranya terjadi pada perempuan yang hidup di negara berkembang.
Meski penyebab utamanya virus yang bernama Human Papilloma Virus (HPV), kanker leher rahim berkaitan
erat dengan gaya hidup. Penyimpangan pola kehidupan seksual, berhubungan seks pada usia muda, dan
memiliki kebiasaan merokok juga merupakan faktor pencetus timbulnya kanker leher rahim.
Perempuan dewasa dan remaja putri baik yang sudah atau belum aktif secara seksual perlu diberikan
informasi mengenai pencegahan kanker leher rahim. Salah satu cara pencegahan bisa dilakukan dengan pap
smear secara rutin bagi yang telah berkeluarga dan imu nisasi HPV terutama bagi yang belum seksual aktif.
Rendahnya cakupan pap smear untuk mendeteksi penyakit ini secara dini menyebabkan angka insiden kanker
leher rahim belum dapat diturunkan. "Perlu dipikirkan bagaimana pelayanan pap smear dan imunisasi HPV
bisa terjangkau oleh perempuan di pedesaan hingga perkotaan," kata Linda.
Vaksin mahal Terjangkau dalam hal ini terkait dengan masalah biaya. Sebagai gambaran, biaya pengobatan
dan terapi pra-kanker/kanker leher rahim (meliputi pembedahan/pengangkatan rahim, radioterapi, kemoterapi,
kolposkopi, dan biopsi) membutuhkan biaya sekitar Rp 60 juta. Kanker leher rahim dapat dideteksi dini dengan
pap smear atau IVA (inspeksi visual dengan asam asetat) secara teratur dengan biaya sekitar Rp 50 ribu
hingga Rp 200 ribu.
Selain itu, kanker leher rahim juga dapat dicegah dengan vaksin yang relatif mahal dengan perkiraan harga
jual di pasaran hingga Rp 700 ribu. Ketua II Bidang Pelayanan Sosial YKI dr Melissa Luwia mengatakan meski
relatif mahal vaksinasi itu adalah c ara yang terbaik dan perlindungan paling aman bagi perempuan dari HPV
tipe 16 dan 18.
Memang mahal. Vaksin ini sifatnya individual dan tidak bisa dibuat murah apalagi cuma-cuma. Paling-paling
bisa minta harga khusus saja biar lebih murah sedikit. "Kalau di luar negeri seperti di Eropa, negara yang
mengeluarkan uang untuk vaksinasi itu. Tetapi di Indonesia kan tidak bisa seperti itu. Siapa yang akan
mengeluarkan uang untuk itu," tanya Melissa.
SUMBER :
http://kesehatan.kompas.com/read/2010/01/25/12525540/Informasi.Akurat.Kanker.Serviks.B
elum.Meluas.
Diposkan oleh BERSIHKAN NIKOTIN CANDU ROKOK di 17:22

Label: KANKER SERVIKS

0 komentar:

Poskan Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda

Langgan: Poskan Komentar (Atom)

Anda mungkin juga menyukai