OLEH :
MEI CITA SURI
1654111004
MANGROVE
Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu
tumbuhan (Odum. 1983). Di Suriname, kata mangro pada mulanya merupakan
kata yang umum dipakai untuk jenis Rhizophora mangle (Karsten
1890 dalamChapman 1976). Di Portugal, kata mangue digunakan untuk
menunjukkan suatu individu pohon dan kata mangal untuk komunitas pohon
tersebut. Di Perancis, padanan yang digunakan untuk mangrove adalah kata
menglier. MacNae (1968) menggunakan kata mangrove untuk individu tumbuhan
dan mangal untuk komunitasnya. Di lain pihak, Tomlinson
(1986) dalamWightman (1989) menggunakan kata mangrove baik untuk
tumbuhan maupun komunitasnya, dan Davis (1940) dalam Walsh (1974)
menyebutkan bahwa kata mangrove merupakan istilah umum untuk pohon yang
hidup di daerah yang berlumpur, basah dan terletak di perairan pasang surut
daerah tropis. Meskipun terdapat perbedaan dalam penggunaan kata, Mepham dan
Mepham (1985)dalamWightman (1989) menyatakan bahwa pada umumnya tidak
perlu dikacaukan dalam penggunaan kontekstual dari kata-kata tersebut.
Hutan mangrove adalah formasi dari tumbuhan yang spesifik dan biasanya dijumpai
tumbuh dan berkembang di sepanjang pesisir yang terlindungi dari pukulan
gelombang di daerah tropik dan subtropik yang dipengaruhi pasang surut air laut
dengan kondisi tanah yang anaerob. Mangrove juga didefenisikan sebagai hutan
yang tumbuh pada lumpur alluvial di daerah pantai dan muara sungai serta
keberadaannya selalu dipengaruhi pasang surut air laut (Kuriandewa, 2003).
Menurut Nybakken (1993), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan
untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan
untuk tumbuh dalam perairan asin. Menurut Bengen (2000), Hutan mangrove
meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili yang terdiri atas 12
genera tumbuhan berbunga yaitu: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera,
Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan
Conocarpus.
Menurut Soerianegara (1998), ciri-ciri hutan mangrove adalah sebagai berikut: tidak
dipengaruhi iklim, dipengaruhi pasang surut air laut, tanah tergenang air laut atau
berpasir dan tanah liat, tanah rendah pantai, hutan tidak mempunyai strata tajuk dan
tinggi mencapai 30 meter. Zonasi Mangrove Menurut Bengen (2001), penyebaran
dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan.
Serasah yang terdapat dipermukaan tanah merupakan bahan-bahan yang telah jatuh
dan mati. Serasah mengalami proses dekomposisi dan mineralisasi dimana laju dari
proses dekomposisi itu dapat ditentukan dari bobot yang terdekomposisi. Laju
dekomposisi serasah tergantung jenis serasah, jenis pohon dan penggenangan air
pada lantai hutan mangrove.
Selain itu ditentukan salinitas, suhu, pH dan mikroorganisme. Serasah yang kaya
nutrisi umumnya lebih cepat terdekomposisi dibandingkan dengan serasah yang
miskin hara (Rismunandar, 2000) Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai
penghancuran bahan organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi
maupun fisika yang dipandang sebagai reduksi komponen-komponen organik
menjadi berat molekul yang lebih rendah melalui mekanisme enzimatik.
Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana
oleh mikroorganisme tanah seperti bakteri, fungi atau hewan tanah lainnya.
Dekomposisi serasah sering disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran
bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi sengawa anorganik
sederhana ( Sutedjo dkk. 1991).
Menurut Nybakken (1993) terdapat tiga tahap proses dekomposisi serasah yaitu
1. proses leaching merupakan mekanisme hilangnya bahan-bahan
yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau
aliran air,
2. penghawaan (wathering) merupakan mekanisme pelapukan oleh
faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan
molekul air dan
3. aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh
makhluk hidup yang melakukan proses dekomposisi.
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa salah satu bagian tersebut adalah
daun yang mempunyai unsur hara karbon, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan
magnesium. Ketika gugur ke permukaan substrat, daun-daun yang banyak
mengandung unsur hara tersebut tidak langsung mengalami pelapukan atau
pembusukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang
disebut makrobentos. Makrobentos ini memiliki peranan yang sangat besar dalam
penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove
maupun bagi mangrove itu sendiri.
Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja mencacah-cacah
daun-daun menjadi bagianbagian kecil, yang kemudian akan dilanjutkan oleh
organisme yang lebih kecil lagi yaitu mikroorganisme. Pada umumnya keberadaan
makrobentos dapat mempercepat proses dekomposisi serasah daun tersebut .
Di Victoria, materi yang berasal dari mangrove api-api (A. marina) ternyata sangat
kaya unsur hara senyawa fosfat. Peranan mangrove begitu aktif dan penting dalam
proses daun-daun yang jatuh dan juga akar-akar selama satu tahun mempunyai
kadar nitrogen sebanyak empat kali lipat dan fosfat setengah dari kadar nitrat dan
fosfat dalam perairan di pantai itu sendiri.
Selama proses perombakan ini substansi organik terlarut yang berasal dari serasah
sebagian dilepas sebagai materi yang berguna bagi fitoplankton dan sebagian lagi
diabsorpsi oleh partikel sedimen yang menyokong rantai makanan. Fungi Hutan
Mangrove Fungi adalah organisme eukariot yang terdiri dari kapang dan khamir.
Pada dasarnya, tubuh fungi terdiri dari dua bagian yaitu miselium dan spora.
Miselium merupakan kumpulan dari beberapa filament yaitu hifa. Berdasarkan cara
dan ciri reproduksinya maka fungi dibagi atas empat kelas yaitu Zycomycota,
askomycota, basidiomycota dan deuteromycota. Bila fungi hidup pada benda mati
yang terlarut maka fungi akan bersifat saprofit (Pelczar dan Chan, 2005). Fungi
merupakan salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi
berbagai komponen serasah, yang terdiri atas daun, bunga, cabang, ranting dan
bagian-bagian tumbuhan lain.
Dari hasil penelitian Ito dan Nakagiri dalam Yunasfi (2008) diketahui bahwa pada
rizosfer Sonneratia alba terdapat 9 jenis fungi yang terdiri atas: Acremonium sp.,
Alternaria alternata, Cylindrocarpon destractans, Fusarium moniliforme,
Pestalotiopsis sp.1 Pencillium sp. 1, Trichoderma harzianum, dan 2 jenis tidak
teridentifikasi. Adapun pada rizosfer A. marina ditemukan 10 jenis fungi, yaitu :
Aspergillus aculeatus, Engyodontium album, Gliomastix murorum, Pencillium sp. 2,
Pencillium sp. 3, Pencillium sp. 4, Trichoderma aureoviride, Trichoderma harzianum,
Virgaria nigra, dan 1 jenis tidak teridentifikasi. Hyde (1990) menemukan 57 jenis
fungi yang terdapat pada Rhizophora apiculata di hutan mangrove Brunei.
Kebanyakan jenis-jenis fungi ini tumbuh di atas ketinggian pasang air laut rata-rata.
Hasil pengamatan Sadaba dkk., (1995) yang dilakukan di Mai Po, Hongkong pada
Acanthus ilicifolius yang mengalami senescen bagian atas (apical) banyak dikoloni
oleh jenis-jenis fungi terestrial, sedang bagian bawahnya banyak dikoloni oleh jenis-
jenis fungi laut.
Fungi- fungi yang berperan dalam dekomposisi serasah menurut Kurniawan (2010)
yaitu Aspergilllus, Trichoderma, Penicillium, Culvularia lunata, Mucor plumbeus dan
Arthrinium phaeospermum. Sedangkan menurut Silitonga (2010), pada serasah
Rhizopora mucronata yang mengalami dekomposisi di kawasan hutan mangrove
Belawan didapat 8 genus fungi yaitu: Aspergilllus, Trichoderma, Penicillium, Mucor,
Rhizopus, Gliocladium, Fusarium dan Epicoccum. Menurut Ayunasari (2009), salah
satu fungi yang memiliki kontribusi terbesar dalam proses dekomposisi serasah A.
marina adalah Aspergillus sp, Curvullaria sp, Penicillium sp dan Saccharomycess
BENTOS
PLANKTON
Plankton berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti mengapung, Plankton
biasanya mengalir bersama arus laut. Plankton juga biasanya disebut biota yang
hidup di mintakat pelagic dan mengapung, menghanyutkan atau berenang sangat
lincah, artinya mereka tidak dapat melawan arus.
Fitoplankton
Zooplankton
Zooplankton (dari zoon Yunani, atau hewan), protozoa atau metazoans kecil
(misalnya krustasea dan hewan lainnya) yang memakan plankton lain dan
telonemia. Beberapa telur dan larva hewan lebih besar, seperti ikan, krustasea, dan
Annelida, termasuk di sini. Zooplankton merupakan biota yang sangat penting
peranannya dalam rantai makanan dilautan. Mereka menjadi kunci utama dalam
transfer energi dari produsen utama ke konsumen pada tingkatan pertama dalam
tropik ecologi, seperti ikan laut, mamalia laut, penyu dan hewan terbesar dilaut
seperti halnya paus pemakan zooplankton ( Notji, 2002).
A. Cahaya
Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung,
yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang
menjadi tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga
merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan populasi
hewan laut. Laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan
cahaya di dalam perairan. Hubungan antara cahaya dan perpindahan hewan laut
ini banyak dipelajari, terutama pada plankton hewan (Romimohtarto dan Juwana,
1999).
Menurut Heyman dan Lundgren (1988), laju pertumbuhan maksimum
fitoplankton akan mengalami penurunan bila perairan berada pada kondisi
ketersediaan cahaya yang rendah.
B. Suhu
Suhu air dapat mempengaruhi sifat fisika kimia perairan maupun biologi, antara
lain kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta menaikkan daya
toksit yang ada dalam suatu perairan. Suhu air mempengaruhi kandungan oksigen
terlarut dalam air, semakin tinggi suhu maka semakin kurang kandungan oksigen
terlarut. Perkembangan plankton optimal terjadi dalam kisaran suhu antara 25oc
30oc (Mujib, 2010).
C. Kekeruhan/kecerahan
Kekeruhan sangat mempengaruhi perkembangan plankton, apabila kekeruhan
tinggi maka cahaya matahari tidak dapat menembus perairan dan menyebabkan
fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis (Mujib, 2010).
D. Pergerakan Air
Arus berpengaruh besar terhadap distribusi organisme perairan dan juga
meningkatkan terjadinya difusi oksigen dalam perairan. Arus juga membantu
penyebab plankton dari satu tempat ke tempat lainnya dan membantu menyuplai
bahan makanan yang dibutuhkan plankton (Mujib, 2010).
B. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut diperlukan oleh tumbuhan air, plankton dan fauna air untuk
bernapas serta diperlukan oleh bakteri untuk dekomposisi. Dengan adanya proses
dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri menyebabkan keadaan unsur hara tetap
tersedia di perairan. Hal ini snagat menunjang pertumbuhan air, plankton dan
perifiton (Mujib, 2010).
C. Salinitas
Salinitas berperanan penting dalam kehidupan organisme, misalnya distribusi
biota akuatik. Menyatakan bahwa pada daerah pesisir pantai merupakan perairan
dinamis, yang menyebabkan variasi salinitas tidak begitu besar. Organisme yang
hidup cenderung mempunyai toleransi terhadap perubahan salinitas sampai
dengan 15 (Nybakken 1992).
D. Nutrisi
Nutrisi sangat berperan penting untuk pertumbuhan plankton, nutrisi yang paling
penting dalam hal ini adalah nitrat ( NO3 ) dan phosphat ( PO4 ) phytoplankton
mengkonsumsi nitrogen dalam banyak bentuk, seperti nitrogen dari nitrat,
ammonia, urea, asam amino. Tetapi phytoplankton lebih cendrung mengkonsumsi
nitrat dan ammonia. Nitrat lebih banyak didapati di dasar yang banyak
mengandung unsur organik ketimbang dari air laut, nitrat juga bisa diperoleh dari
siklus nitrogen. Nitrogen dari nitrat adalah salah satu unsur penting untuk
pertumbuhan blue green alga dan phytoplankton lainnya (Mujib, 2010).
TERUMBU KARANG