Anda di halaman 1dari 14

ORGANISME AKUATIK

(TUGAS MAKALAH BIOLOGI AKUATIK )

OLEH :
MEI CITA SURI
1654111004

MANGROVE
Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu
tumbuhan (Odum. 1983). Di Suriname, kata mangro pada mulanya merupakan
kata yang umum dipakai untuk jenis Rhizophora mangle (Karsten
1890 dalamChapman 1976). Di Portugal, kata mangue digunakan untuk
menunjukkan suatu individu pohon dan kata mangal untuk komunitas pohon
tersebut. Di Perancis, padanan yang digunakan untuk mangrove adalah kata
menglier. MacNae (1968) menggunakan kata mangrove untuk individu tumbuhan
dan mangal untuk komunitasnya. Di lain pihak, Tomlinson
(1986) dalamWightman (1989) menggunakan kata mangrove baik untuk
tumbuhan maupun komunitasnya, dan Davis (1940) dalam Walsh (1974)
menyebutkan bahwa kata mangrove merupakan istilah umum untuk pohon yang
hidup di daerah yang berlumpur, basah dan terletak di perairan pasang surut
daerah tropis. Meskipun terdapat perbedaan dalam penggunaan kata, Mepham dan
Mepham (1985)dalamWightman (1989) menyatakan bahwa pada umumnya tidak
perlu dikacaukan dalam penggunaan kontekstual dari kata-kata tersebut.

Beberapa ahli mengemukakan definisi hutan mangrove, seperti


Soerianegara dan Indrawan (1982) menyatakan bahwa hutan mangrove adalah
hutan yang tumbuh di daerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di
muara sungai yang dicirikan oleh:
(1) tidak terpengaruh iklim;
(2) dipengaruhi pasang surut;
(3) tanah tergenang air laut;
(4) tanah rendah pantai;
(5) hutan tidak mempunyai struktur tajuk;
(6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api
(Avicenia Sp), pedada(Sonneratia), bakau (Rhizophora Sp), lacang
(Bruguiera Sp), nyirih (Xylocarpus Sp), nipah (Nypa Sp) dan lain-lain.

Kusmana (2002), mengemukakan bahwa mangrove adalah suatu


komunitas tumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk
komunitas tersebut di daerah pasang surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan
yang secara alami dipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat
pasang naik dan bebas dari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem
mangrove adalah suatu sistem yang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang
saling berinteraksi di dalam suatu habitat mangrove.Menurut Steenis (1978), yang
dimaksud dengan mangrove adalah vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis
pasang surut.
Nybakken (1988), menyatakan hutan mangrove adalah sebutan umum
yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang
didominasi oleh beberapa species pohon yang khas atau semak-semak yang
mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove
disebut juga Coastal Woodland (hutan pantai) atau Tidal Forest (hutan
surut)/hutan bakau, yang merupakan formasi tumbuhan litoral yang
karakteristiknya terdapat di daerah tropika (Saenger,1983)

Hutan mangrove adalah formasi dari tumbuhan yang spesifik dan biasanya dijumpai
tumbuh dan berkembang di sepanjang pesisir yang terlindungi dari pukulan
gelombang di daerah tropik dan subtropik yang dipengaruhi pasang surut air laut
dengan kondisi tanah yang anaerob. Mangrove juga didefenisikan sebagai hutan
yang tumbuh pada lumpur alluvial di daerah pantai dan muara sungai serta
keberadaannya selalu dipengaruhi pasang surut air laut (Kuriandewa, 2003).

Menurut Nybakken (1993), hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan
untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa
spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan
untuk tumbuh dalam perairan asin. Menurut Bengen (2000), Hutan mangrove
meliputi pohon dan semak yang tergolong ke dalam 8 famili yang terdiri atas 12
genera tumbuhan berbunga yaitu: Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera,
Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda dan
Conocarpus.

Ekosistem hutan mangrove adalah suatu sistem di alam tempat berlangsungnya


kehidupan yang mencerminkan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan
lingkungannya dan diantara makhluk hidup itu sendiri, terdapat pada wilayah pesisir,
dipengaruhi pasang surut air laut, dan didominasi oleh spesis pohon atau semak
yang khas dan mampu tumbuh dalam perairan asin atau payau ( Santoso, 2000).

Menurut Soerianegara (1998), ciri-ciri hutan mangrove adalah sebagai berikut: tidak
dipengaruhi iklim, dipengaruhi pasang surut air laut, tanah tergenang air laut atau
berpasir dan tanah liat, tanah rendah pantai, hutan tidak mempunyai strata tajuk dan
tinggi mencapai 30 meter. Zonasi Mangrove Menurut Bengen (2001), penyebaran
dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan.

Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia :


Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak
berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa
berasosiasi Sonneratia spp yang dominan tumbuh pada lumpur
dalam yang kaya bahan organik.
Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh
Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan
Xylocarpus spp.
Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah
biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem
lainnya.
Fungsi Hutan Mangrove Hutan mangrove di kebanyakan pesisir pantai di Sumatera
Utara merupakan daerah pinggiran yang berguna dan produktif, dan juga melindungi
pesisir dari ombak dan perembesan air asin. Secara garis besar fungsi hutan
mangrove dapat dibagi tiga aspek: Aspek fisik, Aspek Biologi dan Aspek ekonomi.

Secara ekologis fungsi hutan mangrove dalam melindungi dan melestarikan


kawasan pesisir adalah ( Alikondra, 2003):
1. Melindungi garis pantai dan kehidupan di belakangnya dari
gempuran tsunami dan angin, karena kondisi tajuknya yang relatif
rapat, dan kondisi perakarannya yang kuat dan rapat mampu
mencengkeram dan menstabilkan tanah habitat tumbuhnya, dan
sekaligus mencegah terjadinya salinisasi pada wilayah-wilayah di
belakangnya.
2. Melindungi terumbu karang, karena sistem perakarannya mampu
menahan lumpur sungai dan menyerap berbagai bahan polutan
yang secara ekologis pada akhirnya akan dapat melindungi
kehidupan berbagai jenis flora dan fauna yang berasosiasi dengan
padang lamun dan terumbu karang.
3. Melindungi tempat buaya dan berpijahnya berbagai jenis ikan dan
udang komersial, termasuk melindungi tempat tinggal, baik tetap
maupun sementara berbagai jenis burung, mamalia, ikan, kepiting,
udang, dan reptilia, yang banyak diantaranya termasuk jenis
binatang yang dilindungi undang-undang.
Secara sosial, hutan mangrove juga dapat melestarikan adanya keterkaitan
hubungan sosial dengan masyarakat setempat karena banyak di antara mereka
yang membutuhkan mangrove sebagai tempat mencari ikan, kepiting, udang,
maupun mendapatkan kayu dan bahan untuk obat-obatan. Di samping itu, secara
ekonomi hutan mangrove secara luas akan dapat melindungi nilai ekonomi maritim
karena kemampuannya sebagai tempat berpijah berbagai jenis ikan dan udang
komersial, ataupun habitat kepiting bakau (Alikodra, 2002).

Taksonomi dan Morfologi Avicennia marina


Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales Famili : Acanthaceae
Genus : Avicennia
Avicennia marina atau yang sering disebut api-api biasanya tumbuh ditepi atau dekat
laut sebagai bagian dari komunitas tumbuhan mangrove. Pohon dengan tinggi 30 m,
dengan tajuk yang agak renggang. Akar nafas muncul10-30 cm dari permukaan
substrat, berupa paku jari-jari rapat, diameter akar lebih kurang 0,5-1 cm dekat
ujungnya. Pepagan (kulit batang) halus keputihan sampai dengan abuabu kecoklatan
dan retak-retak. Ranting dengan buku-buku bekas daun yang menonjol serupa
sendi-sendi tulang.

Daun tunggal, bertangkai, berhadapan, bertepi rata, berujung runcing atau


membulat; helai daun seperti kulit, hijau mengkilap di atas, abu-abu atau keputihan di
sisi bawahnya, sering dengan kristal garam yang terasa asin (Noor dan Syahputra,
2006). Dekomposisi Serasah Serasah dalam ekologi digunakan untuk dua
pengertian yaitu sebagai lapisan bahan tumbuhan mati yang terdapat pada
permukaan tanah dan bahanbahan tumbuhan mati yang tidak terikat lagi pada
tumbuhan. Serasah merupakan bahan organik yang mengalami beberapa tahap
proses dekomposisi dapat menghasilkan zat yang penting bagi kehidupan dan
produktivitas perairan terutama dalam peristiwa rantai makanan (Arif, 2007).

Serasah yang terdapat dipermukaan tanah merupakan bahan-bahan yang telah jatuh
dan mati. Serasah mengalami proses dekomposisi dan mineralisasi dimana laju dari
proses dekomposisi itu dapat ditentukan dari bobot yang terdekomposisi. Laju
dekomposisi serasah tergantung jenis serasah, jenis pohon dan penggenangan air
pada lantai hutan mangrove.

Selain itu ditentukan salinitas, suhu, pH dan mikroorganisme. Serasah yang kaya
nutrisi umumnya lebih cepat terdekomposisi dibandingkan dengan serasah yang
miskin hara (Rismunandar, 2000) Dekomposisi dapat didefinisikan sebagai
penghancuran bahan organik mati secara gradual yang dilakukan oleh agen biologi
maupun fisika yang dipandang sebagai reduksi komponen-komponen organik
menjadi berat molekul yang lebih rendah melalui mekanisme enzimatik.

Dekomposer mengeluarkan enzim protease, selulase, ligninase yang


menghancurkan molekul-molekul organik kompleks seperti protein dan karbohidrat
dari tumbuhan yang telah mati (Sunarto, 2003). Odum (1993) menyatakan bahwa
serasah daun mangrove di estuaria sebagai penyumbang unsur hara yang penting
bagi jaringan makanan dan juga merupakan sumber makanan bagi ikan dan
invertebrata yang penting. Kecepatan proses dekomposisi serasah tidak hanya
dipengaruhi oleh mikroorganisme pengurai tetapi juga dipengaruhi iklim seperti curah
hujan, kelembaban, intensitas cahaya, suhu udara disekitar kawasan mangrove dan
kondisi lingkungan tempat tumbuh organisme seperti suhu air, pH, salinitas,
kandungan oksigen terlarut, kandungan hara organik dan lain-lain.

Dekomposisi serasah adalah perubahan secara fisik maupun kimia yang sederhana
oleh mikroorganisme tanah seperti bakteri, fungi atau hewan tanah lainnya.
Dekomposisi serasah sering disebut juga mineralisasi yaitu proses penghancuran
bahan organik yang berasal dari hewan dan tanaman menjadi sengawa anorganik
sederhana ( Sutedjo dkk. 1991).

Menurut Nybakken (1993) terdapat tiga tahap proses dekomposisi serasah yaitu
1. proses leaching merupakan mekanisme hilangnya bahan-bahan
yang terdapat pada serasah atau detritus akibat curah hujan atau
aliran air,
2. penghawaan (wathering) merupakan mekanisme pelapukan oleh
faktor-faktor fisik seperti pengikisan oleh angin atau pergerakan
molekul air dan
3. aktivitas biologi yang menghasilkan pecahan-pecahan organik oleh
makhluk hidup yang melakukan proses dekomposisi.
Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa salah satu bagian tersebut adalah
daun yang mempunyai unsur hara karbon, nitrogen, fosfor, kalium, kalsium, dan
magnesium. Ketika gugur ke permukaan substrat, daun-daun yang banyak
mengandung unsur hara tersebut tidak langsung mengalami pelapukan atau
pembusukan oleh mikroorganisme, tetapi memerlukan bantuan hewan-hewan yang
disebut makrobentos. Makrobentos ini memiliki peranan yang sangat besar dalam
penyediaan hara bagi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon mangrove
maupun bagi mangrove itu sendiri.
Makrobentos berperan sebagai dekomposer awal yang bekerja mencacah-cacah
daun-daun menjadi bagianbagian kecil, yang kemudian akan dilanjutkan oleh
organisme yang lebih kecil lagi yaitu mikroorganisme. Pada umumnya keberadaan
makrobentos dapat mempercepat proses dekomposisi serasah daun tersebut .

Di Victoria, materi yang berasal dari mangrove api-api (A. marina) ternyata sangat
kaya unsur hara senyawa fosfat. Peranan mangrove begitu aktif dan penting dalam
proses daun-daun yang jatuh dan juga akar-akar selama satu tahun mempunyai
kadar nitrogen sebanyak empat kali lipat dan fosfat setengah dari kadar nitrat dan
fosfat dalam perairan di pantai itu sendiri.

Penguraian senyawa mangrove menurut Swift et all (1979) dipengaruhi oleh


beberapa faktor yaitu:
1. Alam dan komunitas pengurai (binatang dan mikroorganisme).
2. Kualitas sumber (jenis serasah)
3. Faktor iklim, kualitas suhu dan kelembapan tanah.
Menurut Lear dan Turner (1977), bagian terbesar dari serasah mangrove merupakan
bahan yang pokok untuk tempat berkumpulnya bakteri dan fungi. Kemudian bahan-
bahan tersebut mengalami penguraian yang merupakan mata rantai dari hewan-
hewan laut. Bagian-bagian partikel daun yang kaya akan protein dirombak oleh
koloni-koloni bakteri dan seterusnya dimakan oleh ikan-ikan kecil. Perombakan
partikel daun ini akan berlanjut terus sampai menjadi partikel yang berukuran sangat
kecil (detritus) dan akhirnya dimakan oleh hewan-hewan pemakan detritus, seperti
molusca dan crustacea kecil.

Selama proses perombakan ini substansi organik terlarut yang berasal dari serasah
sebagian dilepas sebagai materi yang berguna bagi fitoplankton dan sebagian lagi
diabsorpsi oleh partikel sedimen yang menyokong rantai makanan. Fungi Hutan
Mangrove Fungi adalah organisme eukariot yang terdiri dari kapang dan khamir.
Pada dasarnya, tubuh fungi terdiri dari dua bagian yaitu miselium dan spora.

Miselium merupakan kumpulan dari beberapa filament yaitu hifa. Berdasarkan cara
dan ciri reproduksinya maka fungi dibagi atas empat kelas yaitu Zycomycota,
askomycota, basidiomycota dan deuteromycota. Bila fungi hidup pada benda mati
yang terlarut maka fungi akan bersifat saprofit (Pelczar dan Chan, 2005). Fungi
merupakan salah satu mikroorganisme yang berperan dalam proses dekomposisi
berbagai komponen serasah, yang terdiri atas daun, bunga, cabang, ranting dan
bagian-bagian tumbuhan lain.

Fungi detritus bukanlah dekomposer awal yang berperan di dalam pembusukan


serasah mangrove. Arif (2007) menyatakan makrobentos seperti fauna kelas
Gastropoda, Crustacea, Bivalvia, Hirudinae, Polichaeta dan Ampibi sangat
menunjang keberadaan unsur hara. Selain mengkonsumsi zat hara yang berupa
detritus, diantara berbagai fauna ini ada yang berperan sebagai dekomposer awal
yang bekerja dengan cara mencacahcacah daun menjadi bagian-bagian kecil
kemudian akan dilanjutkan oleh organisme yang lebih kecil yaitu mikroorganisme
(MacNae, 1978).

Serasah yang jatuh akan mengalami proses dekomposisi oleh mikroorganisme


menjadi detritus. Semakin banyak serasah yang dihasilkan dalam suatu kawasan
mangrove maka semakin banyak pula detritus yang dihasilkan. Detritus inilah yang
akan menjadi sumber makanan bernutrisi tinggi untuk berbagai jenis organisme
perairan yang selanjutnya dapat dimanfaatkan organisme tingkat tinggi dalam jaring
makanan. Jenis-jenis fungi yang bersifat asosiatif dalam proses degradasi serasah
mangrove adalah Aspergillus, Trichoderma, Penicillium, Paecilomyces, Gliocladium,
Gonatobotryum dan Syncephalastrum ( Affandi et ll , 2001 dalam Zamroni dan Immy,
2008)

Dari hasil penelitian Ito dan Nakagiri dalam Yunasfi (2008) diketahui bahwa pada
rizosfer Sonneratia alba terdapat 9 jenis fungi yang terdiri atas: Acremonium sp.,
Alternaria alternata, Cylindrocarpon destractans, Fusarium moniliforme,
Pestalotiopsis sp.1 Pencillium sp. 1, Trichoderma harzianum, dan 2 jenis tidak
teridentifikasi. Adapun pada rizosfer A. marina ditemukan 10 jenis fungi, yaitu :
Aspergillus aculeatus, Engyodontium album, Gliomastix murorum, Pencillium sp. 2,
Pencillium sp. 3, Pencillium sp. 4, Trichoderma aureoviride, Trichoderma harzianum,
Virgaria nigra, dan 1 jenis tidak teridentifikasi. Hyde (1990) menemukan 57 jenis
fungi yang terdapat pada Rhizophora apiculata di hutan mangrove Brunei.
Kebanyakan jenis-jenis fungi ini tumbuh di atas ketinggian pasang air laut rata-rata.
Hasil pengamatan Sadaba dkk., (1995) yang dilakukan di Mai Po, Hongkong pada
Acanthus ilicifolius yang mengalami senescen bagian atas (apical) banyak dikoloni
oleh jenis-jenis fungi terestrial, sedang bagian bawahnya banyak dikoloni oleh jenis-
jenis fungi laut.

Pada hutan mangrove Malaysia terdapat 30 jenis fungi lignocolous.


Keanekaragaman jenis dan kelimpahan terbesar berbagai jenis fungi tersebut
terdapat pada kayu A. marina. Menurut Gandjar dkk ( 2006), para peneliti Jepang
telah mengisolasi fungi dari lumpur hutan mangrove yang terdapat di Pulau Okinawa
dan menemukan Penicillium purpurogenum, Aspergillus terreus, Trichoderma
harzianum, Penicillium cristosum, Acremonium alabamense, Talaromyces flavus dan
Phialophor fastigiata.

Fungi- fungi yang berperan dalam dekomposisi serasah menurut Kurniawan (2010)
yaitu Aspergilllus, Trichoderma, Penicillium, Culvularia lunata, Mucor plumbeus dan
Arthrinium phaeospermum. Sedangkan menurut Silitonga (2010), pada serasah
Rhizopora mucronata yang mengalami dekomposisi di kawasan hutan mangrove
Belawan didapat 8 genus fungi yaitu: Aspergilllus, Trichoderma, Penicillium, Mucor,
Rhizopus, Gliocladium, Fusarium dan Epicoccum. Menurut Ayunasari (2009), salah
satu fungi yang memiliki kontribusi terbesar dalam proses dekomposisi serasah A.
marina adalah Aspergillus sp, Curvullaria sp, Penicillium sp dan Saccharomycess
BENTOS
PLANKTON

Plankton berasal dari bahasa Yunani yang mempunyai arti mengapung, Plankton
biasanya mengalir bersama arus laut. Plankton juga biasanya disebut biota yang
hidup di mintakat pelagic dan mengapung, menghanyutkan atau berenang sangat
lincah, artinya mereka tidak dapat melawan arus.

Plankton adalah setiap organisme hanyut ( hewan, tumbuhan, archaea, atau


bakteri ) yang menempati zona pelagik samudera, laut, atau air tawar. Plankton
ditentukan oleh niche ekologi mereka dari pada taksonomi filogenetik atau
klasifikasi. Mereka menyediakan sumber makanan penting yang lebih besar, lebih
dikenal organisme akuatik seperti ikan dan cetacea. Meskipun banyak spesies
planktik ( atau bagian plankton lihat di Terminologi ) berukuran mikro dalam
ukuran, plankton termasuk organisme meliputi berbagai ukuran, termasuk
organisme besar seperti ubur-ubur (Sidiq. 2008).

Plankton memiliki peranan ekologis sangat penting dalam menunjang kehidupan


di perairan. Tapi jika pertumbuhannya tidak terkendali akan merugikan. Plankton
di Indonesia harus dapat dikendalikan mengingat lautan Indonesia sangat luas dan
sulit terjangkau, ujar ahli ekologi laut, Dr Ir Ngurah Nyoman Wiadyana dalam
orasi pengukuhan ahli peneliti utama bidang ekologi laut di LIPI Jakarta, beberapa
waktu yang lalu. Meskipun berukuran relatif sangat kecil plankton memiliki
peranan ekologis sangat penting dalam menunjang kehidupan di perairan. Sebab
berkat fitoplanktonyang dapat memproduksi bahan organik melalui
proses fotosintesa,kehidupan di perairan dimulai dan terus berlanjut ke tingkat
kehidupan yang lebih tinggi dari tingkatan zooplankton sampai ikan-ikan yang
berukuran besar, dan tingkatan terakhir sampailah pada ikan paus atau manusia
yang memanfaatkan ikan sebagai bahan makanan (Ariviyanti, 2010)..

Fitoplankton

Fitoplankton (dari phyton Yunani, atau tumbuhan), autotrophic, prokariotik atau


eukariotik alga yang hidup dekat permukaan air di mana ada cahaya yang cukup
untuk dukungan fotosintesis. Di antara kelompok-kelompok lebih penting adalah
diatom, cyanobacteria, dinoflagellates dan coccolithophores (Sunarto. 2010).
Fitoplankton menurut Davis (1951) adalah mikroorganisme nabati yang hidup
melayang-layang di dalam air, relatif tidak mempunyai daya gerak sehingga
keberadaanya dipengaruhi oleh gerakan air serta mampu berfotosintesis (Samawi,
2002).

Fitoplankton disebut juga plankton nabati, adalah tumbuhan yang hidupnya


mengapung atau melayang dilaut. Ukurannya sangat kecil sehingga tidak dapat
dilihat oleh mata telanjang. Umumnya fitoplankton berukuran 2 200m (1 m =
0,001mm). fitoplankton umumnya berupa individu bersel tunggal, tetapi juga ada
yang berbentuk rantai. Fitoplankton merupakan organisme autotroph utama dalam
kehidupan di laut. Melalui proses fotosisntesis yang dilakukannya, fitoplankton
mampu menjadi sumber energi bagi seluruh biota laut lewat mekanisme rantai
makanan. Walaupun memiliki ukuran yang kecil namun memiliki jumlah yang
tinggi sehingga mampu menjadi pondasi dalam piramida makanan di laut
( Sunarto, 2010).

Karena kemampuannya yang dapat membuat makanan sendiri fitoplanton


mempunyai kedudukan yang sebagai produsen primer. Tanpa fitoplankton
diperkirakan laut yang sangat luas tidak akan dihuni oleh beberapa jenis biota
yang mampu hidup dari rantai kehidupan lainnya (Notji, 2002).

Zooplankton
Zooplankton (dari zoon Yunani, atau hewan), protozoa atau metazoans kecil
(misalnya krustasea dan hewan lainnya) yang memakan plankton lain dan
telonemia. Beberapa telur dan larva hewan lebih besar, seperti ikan, krustasea, dan
Annelida, termasuk di sini. Zooplankton merupakan biota yang sangat penting
peranannya dalam rantai makanan dilautan. Mereka menjadi kunci utama dalam
transfer energi dari produsen utama ke konsumen pada tingkatan pertama dalam
tropik ecologi, seperti ikan laut, mamalia laut, penyu dan hewan terbesar dilaut
seperti halnya paus pemakan zooplankton ( Notji, 2002).

Faktor Pembatas Plankton


Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan plankton dibagi dalam dua kelompok,
yaitu faktor fisik dan faktor kimia :

1. Faktor fisik : cahaya, temperatur air, kekeruhan/kecerahan, pergerakan


air

A. Cahaya
Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung,
yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang
menjadi tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga
merupakan faktor penting dalam hubungannya dengan perpindahan populasi
hewan laut. Laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan
cahaya di dalam perairan. Hubungan antara cahaya dan perpindahan hewan laut
ini banyak dipelajari, terutama pada plankton hewan (Romimohtarto dan Juwana,
1999).
Menurut Heyman dan Lundgren (1988), laju pertumbuhan maksimum
fitoplankton akan mengalami penurunan bila perairan berada pada kondisi
ketersediaan cahaya yang rendah.

B. Suhu
Suhu air dapat mempengaruhi sifat fisika kimia perairan maupun biologi, antara
lain kenaikan suhu dapat menurunkan kandungan oksigen serta menaikkan daya
toksit yang ada dalam suatu perairan. Suhu air mempengaruhi kandungan oksigen
terlarut dalam air, semakin tinggi suhu maka semakin kurang kandungan oksigen
terlarut. Perkembangan plankton optimal terjadi dalam kisaran suhu antara 25oc
30oc (Mujib, 2010).

C. Kekeruhan/kecerahan
Kekeruhan sangat mempengaruhi perkembangan plankton, apabila kekeruhan
tinggi maka cahaya matahari tidak dapat menembus perairan dan menyebabkan
fitoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis (Mujib, 2010).

D. Pergerakan Air
Arus berpengaruh besar terhadap distribusi organisme perairan dan juga
meningkatkan terjadinya difusi oksigen dalam perairan. Arus juga membantu
penyebab plankton dari satu tempat ke tempat lainnya dan membantu menyuplai
bahan makanan yang dibutuhkan plankton (Mujib, 2010).

2. Faktor kimia : oksigen terlarut, ph, salinitas, nutrisi

A. Derajat Keasaman (ph)


Derajat keasaman (ph) berpengaruh sangat besar terhadap tumbuh-tumbuhan dan
hewan air sehingga sering digunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik
atau tidaknya kondisi air sebagai media hidup. Apabila derajat keasaman tinggi
apakah itu asam atau basa menyebabkan proses fisiologis pada plankton
terganggu (Mujib, 2010).

B. Oksigen Terlarut
Oksigen terlarut diperlukan oleh tumbuhan air, plankton dan fauna air untuk
bernapas serta diperlukan oleh bakteri untuk dekomposisi. Dengan adanya proses
dekomposisi yang dilakukan oleh bakteri menyebabkan keadaan unsur hara tetap
tersedia di perairan. Hal ini snagat menunjang pertumbuhan air, plankton dan
perifiton (Mujib, 2010).

C. Salinitas
Salinitas berperanan penting dalam kehidupan organisme, misalnya distribusi
biota akuatik. Menyatakan bahwa pada daerah pesisir pantai merupakan perairan
dinamis, yang menyebabkan variasi salinitas tidak begitu besar. Organisme yang
hidup cenderung mempunyai toleransi terhadap perubahan salinitas sampai
dengan 15 (Nybakken 1992).

D. Nutrisi
Nutrisi sangat berperan penting untuk pertumbuhan plankton, nutrisi yang paling
penting dalam hal ini adalah nitrat ( NO3 ) dan phosphat ( PO4 ) phytoplankton
mengkonsumsi nitrogen dalam banyak bentuk, seperti nitrogen dari nitrat,
ammonia, urea, asam amino. Tetapi phytoplankton lebih cendrung mengkonsumsi
nitrat dan ammonia. Nitrat lebih banyak didapati di dasar yang banyak
mengandung unsur organik ketimbang dari air laut, nitrat juga bisa diperoleh dari
siklus nitrogen. Nitrogen dari nitrat adalah salah satu unsur penting untuk
pertumbuhan blue green alga dan phytoplankton lainnya (Mujib, 2010).
TERUMBU KARANG

Terumbu karang adalah struktur di dasar laut berupa deposit kalsiumkarbonat di


laut yang dihasilkan terutama oleh hewan karang (Timotius, 2003).Terumbu
karang terdiri dari organisme yang hidup pada batuan kapur yangdihasilkan oleh
beberapa organisme anggota komunitas tersebut, hal ini dianggapsebagai suatu
keunikan terumbu karang.Sedangkan menurut Nybakken (1992),bahwa terumbu
karang merupakan keunikan di antara asosiasi atau komunitaslautan yang
seluruhnya dibentuk oleh aktivitas biologis.Terumbu adalah endapan-endapan masif
yang penting dari kalsium karbonat yang terutama dihasilkan olehkarang (filum
Cnidaria, Kelas Anthozoa, Ordo Madreporaria) dengan sedikittambahan dari alga
berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkankalsium
karbonat.Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam
filumCoelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria. Yang disebut sebagai
karang (Coral) mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas
Octocorallia (kelas Anthozoa)maupun kelas Hydrozoa (Timotius,
2003).Karang adalah anggota filum Cnidaria,yang termasuk mempunyai
bermacam-macam bentuk seperti ubur-ubur, hidroid,hydra air tawar dan anemon
laut. Karang dan anemon laut adalah anggotataksonomi kelas yang sama yaitu
Anthozoa. Perbedaan yang utama adalah terumbukarang menghasilkan
kerangka luar kalsium karbonat (Nybakken, 1992).Terumbu karang
(coral reef)
sepert pada Gambar 1., merupakan suatuekosistem yang khas terdapat di
dasar perairan laut dangkal terutama di daerahtropis, di susun oleh
karang-karang jenis Anthozoa dari klas scleratinia, ekosistem inimerupakan
karang
hermatipik
atau jenis karang yang mampu membuat bangunanatau kerangka kapur dari
kalsium karbonat (Vaughan dan Wells, 1943).Terumbu karang (
coral reef
) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuniutama karang batu mempunyai
arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk olehribuan hewan kecil yang disebut polip.Dalam
bentuk sederhananya, karang terdiridari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh
seperti tabung dengan mulut yangterletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel.
Namun pada kebanyakanspesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi
banyak individu yangdisebut koloni (Sorokin, 1993).

Gambar 1. Kompleksitas ekosistem terumbu karang (Foto : Syafyudin


Yusuf,Ceningan Wall Nusa Lembongan Bali)Terumbu karang adalah suatu ekosistem
di laut tropis yang mempunyaiproduktivitas tinggi (Sukarno
et al
., 1983). Terumbu karang merupakan ekosistemyang khas di daerah tropis dan
sering digunakan untuk menentukan bataslingkungan perairan laut tropis dengan laut
sub tropis maupun kutub (Nybakken,1992). Ekosistem ini mempunyai sifat yang menonjol
karena produktivitas dankeaneka- ragaman jenis biotanya yang tinggi.Berdasarkan
kepada kemampuan memproduksi kapur maka karangdibedakan menjadi dua
kelompok yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik.Karang hermatifik adalah
karang yang dapat membentuk bangunan karang yangdikenal menghasilkan terumbu dan
penyebarannya hanya ditemukan didaerahtropis.Karang ahermatipik tidak menghasilkan
terumbu dan ini merupakan kelompokyang tersebar luas diseluruh dunia. Perbedaan
utama karang Hermatipik dan karangahermatipik adalah adanya simbiosis
mutualisme antara karang hermatipik denganzooxanthellae, yaitu sejenis algae unisular
(
Dinoflagellata unisular
), seperti
Gymnodinium microadriatum
, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatangkarang dan melaksanakan fotosistesis

Anda mungkin juga menyukai