Anda di halaman 1dari 3

Kebiasaan Makan Abalone

Dalam suatu ekosistem, suatu organisme akan mencari cara agar dapat bertahan hidup
yaitu dengan mendapatkan makanan. Hewan akuatik menjadi penghuni perairan yang dapat
bertahan hidup dengan memakan pakan yang tersedia secara alami. Makanan merupakan
salah satu faktor penting bagi ikan untuk dapat bertahan hidup dan dapat menjadi pengontrol
besarnya suatu populasi serta dapat menentukan kapasitas reproduksi dan pertumbuhan.
Kebiasaan makan (food habits) ini menunjukkan kuantitas dan kualitas makanan yang
dimakan oleh ikan. Makanan ikan dapat dibagi menjadi dua, yaitu berupa pakan alami dan
pakan buatan. Pakan buatan biasanya digunakan dalam budidaya misalnya pelet. Di alam,
ikan mendapatkan makanan secara alami (pakan alami) berupa fitoplankton, zooplankton,
benthos, algae bahkan crustacea.
Dari jenis makanan tersebut dapat ditentukan kedudukannya apakah sebagai predator
atau kompetitor. Dengan mengetahui makanan ikan, maka dapat diketahui pula makanan
utamanya serta makanan tambahannya. Makanannya akan berbeda tergantung umur, habitat,
dan waktu. Berdasarkan hal tersebut maka artikel ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan
makan Abalone (Hallotis squamata) yang merujuk pada jurnal.
Abalone adalah kelompok mollusca laut yang tergolong dalam genus Hallotis, hidup
di zona intertidal, tersebar di daerah tropis dan sub-tropis. Abalone mempunyai nilai
ekonomis yang cukup tinggi karena mengandung nilai gizi yang baik untuk kesehatan
(protein 71,99%, lemak 3,2%, serat 5,6%, abu 11,11%, dan air 0,6%). Abalone menyukai
daerah bebatuan di pesisir pantai, terutama pada daerah yang banyak ditemukan alga.
Abalone dewasa lebih memilih hidup di tempat-tempat dimana banyak ditemukan
makroalga.
Menurut Latuihamallo (2014), abalone merupakan hewan nokturnal, yang beraktifitas
pada malam hari dan beristirahat pada siang hari. Kebiasaan makan abalone pada nokturnal
terjadi dimana sinyal dari fotoreseptor di ganglion otak menerima kondisi gelap dan
merangsang abalone untuk makan secara aktif. Berdasarkan habitat abalone yang menyukai
daerah-daerah yang banyak ditemukan alga, maka dapat diasumsikan bahwa abalone
termasuk hewan herbivora karena pakan alami abalone adalah alga dan bentik diatom.
Makanan abalone berbeda-beda antar spesies, tergantung habitat dan ketersediaan pakan
dilingkungannya.
Secara alami di laut, abalon memanfaatkan makroalga seperti Laminaria sp. (alga
coklat), Gracilaria sp. (alga merah), Ulva sp. (alga hijau), Eucheuma cottoni, dan alga makro
lainnya sebagai makanannya. Abalon dapat mencerna alga karena memiliki enzim yang dapat
melisis jaringan dinding sel alga seperti enzim selulase dan pektinase. Gracillaria verrucosa
sering digunakan sebagai makanan alami budidaya abalone untuk kandungan mineral dan
asam amino yang tinggi yang memberikan pertumbuhan yang lebih baik untuk budidaya
abalone.
Berdasarkan hasil penelitian, komposisi nutrisi makanan dari spesies E. cottonii
memiliki 5,68% protein dan 6,22% karbohidrat dan G. arkuata memiliki 6,11% protein dan
14,80%. Sementara G. verrucosa terkandung dari 13,85% - 30,59% protein bergantung pada
air dan kadar asam amino (Arginine, Histidin, Lysine, Metionin, Valin, dan Fenilalanin) dan
asam non-esensial amino (Alanine, Asam aspartat, sistin, Asam glutamat, Glycine, dan
Serine). Hal ini menunjukkan bahwa G. verrucosai memiliki protein lebih tinggi
dibandingkan dengan alga lain. Sehingga menjadi salah satu alasan mengapa G. verrucosa
memberikan pengaruh yang lebih cepat dalam pertumbuhan gonad.
Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian Pertumbuhan Abalone (Hallotis
squamata) pada Jaring Apung di Perairan Hulaliu, Kecamatan Molukas (Sahetapy &
Magdalena, 2014) yang menyatakan bahwa Ulva sp. mempengaruhi pertumbuhan abalone
lebih cepat dibandingkan dengan Gracillaria sp. Merujuk pada kedua jurnal tersebut, dapat
diasumsikan bahwa Abalone (Hallotis squamata) merupakan hewan nokturnal dengan
makanan utamanya yaitu Ulva sp. Ketersediaan makroalga yang cukup dan kontinu menjadi
perhatian tersendiri untuk pengembangan budidaya abalon. Dalam pengembangan budidaya,
abalone juga dapat memakan pakan buatan berupa pelet. Giri et al. (2015) melaporkan bahwa
respons pertumbuhan H. squamata yang diberi pakan pelet kering dari bahan baku rumput
laut masih lebih rendah dibandingkan dengan yang diberi pakan Gracilaria sp. segar asal
tambak. Namun demikian, juga dilaporkan bahwa pakan pelet kering dari campuran tepung
rumput laut Gracilaria sp. dengan Ulva sp. atau campuran Gracilaria sp. dengan Sargassum
sp. memberikan respons pertumbuhan yang baik. Beberapa faktor yang diduga menyebabkan
respons pertumbuhan abalon yang diberi pelet kering ini kurang baik di antaranya adalah
palatabilitas pelet dan komposisi nutrien pakan. Ulva sp. memiliki kandungan protein
tertinggi di antara rumput laut tersebut sehingga diharapkan dapat menjadi sumber protein
pakan abalon.
Namun menurut Sudaryono et al. (2015) mengatakan bahwa pakan alami menjadi
pilihan utama dalam memenuhi gizi. Keunggulan pakan alami dalam memenuhi kebutuhan
gizi adalah dengan ketersediaan enzim pencernaan dimana kombinasi efisien dari enzim
endogen dan eksogen akan menyebabkan adanya peningkatan kemampuan untuk mencerna
pakan.

Anda mungkin juga menyukai