Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

Kesehatan mulut adalah keadaan rongga mulut, termasuk gigi geligi dan struktur serta
jaringan pendukungnya bebas dari penyakit dan rasa sakit secara optimal. Kesehatan rongga
mulut memegang peranan penting dalam mendapatkan kesehatan umum dan kualitas hidup
lansia. Keadaan mulut yang buruk akan menganggu fungsi dan aktivitas rongga mulut,
sehingga akan mempengaruhi status gizi serta akan mempunyai dampak pada kualitas hidup.
Tahap awal asupan makanan melalui rongga mulut tempat proses pencernaan dimulai,
makanan dikunyah menjadi ukuran yang lebih kecil dan halus, kemudian dibasahi dengan
saliva untuk ditelan. Makanan yang tidak dicerna secara sempurna tidak akan terserap dengan
baik oleh tubuh dan juga dapat mempengaruhi fungsi pencernaan tubuh. Kehilangan gigi
geligi dalam jumlah banyak tentu akan mengganggu proses tersebut sehingga mempengaruhi
asupan zat gizi yang dibutuhkan tubuh.1

Usia lanjut adalah fenomena alamiah akibat proses menua, oleh karena itu fenomena
ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan yang wajar dan bersifat universal.
Lansia adalah orang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Bertambahnya usia maka
secara perlahan beberapa fungsi biologis juga akan mengalami kemunduran. Hal ini
disebabkan karena adanya proses penuaan yang disebut dengan aging process. Menua
(aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau menggantikan sel-sel yang rusak dan mempertahankan struktur dan
fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan
memperbaiki kerusakan yang diderita.1,2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
Menurut WHO kesehatan rongga mulut saling berhubungan dengan kesehatan umum
dan kesadaran untuk menjaga kesehatan rongga mulut berperan penting dalam menentukan
kesehatan rongga mulut seorang individu. Penuaan pada manusia mempengaruhi perubahan
fungsional, psikologis dan sosial dalam berbagai proses multidimensi. Kehilangan seluruh
gigi atau edentulus pada lansia sering mengurangi kualitas hidup secara substantial.2
Kehilangan seluruh gigi juga berdampak pada penurunan fungsional, psikologis dan
sosial. Kondisi kehilangan seluruh gigi mempunyai dampak negatif terhadap kualitas hidup
mencakup fungsi pengunyahan, penampilan, kemampuan berbicara dan percaya diri.2

2.1 Lansia
2.1.1 Pengertian
Lansia merupakan suatu kejadian yang akan dialami oleh semua orang dan tidak dapat
dihindari oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk memperlambat penuaan.
Lansia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah memasuki tahapan akhir dari
fase kehidupannya. Pada kelompok yang dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses
yang disebut Aging Process.
Penuaan adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan
untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normal sehingga tidak
dapat bertahan terhadap infeksi sertamemperbaiki kerusakan yang dialami.
Proses menua sudah berlangsung sejak seseorang lahir sehingga mencapai dewasa dan
selanjutnya. Fungsi fisiologis tubuh pada setiap orang sangat berbeda, baik dalam pencapaian
puncak maupun saat menurunnya, namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai
puncaknya pada umur 20-30 tahun, setelah itu fungsinya menurun.2,3

2.1.2 Klasifikasi 3
Lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.
Lansia dibagi menjadi lima klasifikasi:
a) Pralansia yang berusia antara 4559 tahun,
b) Lansia berusia 60 tahun atau lebih,
c) Lansia resiko tinggi berusia 70 tahun atau lebih,
d) Lansia potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa,
e) Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain.

2
Klasifikasi WHO mengelompokkan usia lanjut atas tiga kelompok yaitu:
a) Middle age (45-59)
b) Eldery age (60-74)
c) Old age (75-90)

2.2 Kesehatan Rongga Mulut 1,2,3


Kesehatan rongga mulut merupakan bagian integral dari kesehatan tubuh dan tidak
dapat dipisahkan dengan kesehatan tubuh secara umum karena saling terkait antara satu sama
lain. Kesehatan rongga mulut merupakan hal penting yang perlu terus dijaga oleh karena
rongga mulut merupakan salah satu cara bakteri masuk ke dalam tubuh. Kesehatan rongga
mulut merupakan hal penting untuk kesehatan umum dan kualitas hidup. Kesehatan rongga
mulut yang buruk akan mempengaruhi diet, nutrisi, tidur, status psikologis dan interaksi
sosial. Menurut WHO, pengertian kesehatan rongga mulut adalah keadaan bebas dari nyeri
wajah dan mulut, kanker oral dan tenggorokkan, infeksi dan luka oral, penyakit periodontal,
karies gigi, kehilangan gigi dan penyakit-penyakit serta gangguan oral lain yang membatasi
kapasitas individu untuk menggigit, mengunyah, tersenyum, berbicara dan kesejahteraan
psikososial.

2.3 Fungsi Gigi Geligi 3


Kehilangan gigi merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terganggunya
kesehatan rongga mulut dan dapat mempengaruhi kualitas hidup. Kehilangan seluruh gigi
dapat mengakibatkan terganggunya beberapa fungsi seperti:
a) Pengunyahan,
b) Penampilan,
c) Bicara
d) Percaya diri

2.3.1 Pengunyahan
Gigi berperan penting untuk menghaluskan makanan agar lebih mudah ditelan serta
meringankan kerja proses pencernaan. Setiap gigi memiliki fungsi masing-masing dalam
proses pengunyahan yaitu:

3
a) Gigi Insisivus, gigi anterior yang tajam, digunakan unutk menggigit dan memotong
makanan.
b) Gigi Kaninus, gigi anterior yang runcing dan tajam, digunakan untuk mengoyak
makanan.
c) Gigi Premolar, gigi posterior yang lebar dan tumpul, digunakan untuk menghancurkan
dan menggiling makanan.
d) Gigi Molar, posterior yang lebar dari premolar dengan empat tonjolan (cusp),
digunakan untuk menghancurkan makanan. Lansia yang kehilangan seluruh gigi akan
mengalami gangguan pengunyahan.

2.3.2 Penampilan
Senyum tidak akan lengkap tanpa adanya sederetan gigi yang rapi dan
bersih.Penampilan atau estetis yang diperoleh merupakan hal yang lebih penting daripada
fungsinya. Umumnya kekhawatiran pasien tentang estetis muncul apabila mengalami
kehilangan gigi anterior, tetapi gigi posterior seperti premolar dan juga jaringan lunak
merupakan faktor yang mempengaruhi estetis karena berada dalam zona estetis atau zona
senyum pada pasien yang memiliki senyum yang lebar.
Faktor yang dipertimbangkan dalam mengevaluasi aspek estetis pada pasien gigi
tiruan penuh (GTP) adalah:
a) Dukungan bibir
b) Dukungan pipi
c) Tinggi vertikal dimensi
d) Garis bibir bawah
e) Garis bibir atas
f) Garis senyum

2.3.3 Bicara
Kemampuan berbicara merupakan salah satu fungsi yang penting bagi setiap orang.
Pengucapan huruf-huruf yang dihasilkan melalui bantuan gigi, bibir dan lidah adalah:
a) Bilabial (b, p, m) didukung oleh kedua bibir atas dan bawah
b) Labiodental (f, v) didukung oleh gigi insisivus atas dan bibir bawah
c) Linguoalveolar (t, d, s, z, v, j, l) didukung oleh lidah dengan bagian anterior palatum
d) Linguodental (th, ch, sh) didukung oleh lidah di antara gigi anterior atas dan bawah.
Kehilangan seluruh gigi akan mengganggu kemampuan untuk berbicara dan secara
langsung mempengaruhi interaksi sosial dan aktivitas sehari-hari.

4
2.3.4 Percaya Diri
Setiap orang tentunya menginginkan memiliki gigi yang sehat dan kuat, karena
senyum kita lebih menarik dan lebih percaya diri dengan memiliki gigi yang sehat dan
terawat. Kehilangan gigi mempengaruhi percaya diri seseorang. Percaya diri akan semakin
menurun apabila seseorang merasa kurang menarik secara fisik dan sadar bahwa wajah
mengalami perubahan dengan hilangnya gigi karena memiliki pipi dan mulut yang cekung.
Pada umumnya, masyarakat yang telah menggunakan GTP akan merasa lebih percaya diri.

2.4 Perubahan Jaringan Rongga Mulut Pada Pasien Lansia1,2


Perubahan pada struktur orofasial akibat pertambahan usia mempunyai peranan yang
penting dalam perawatan pasien lansia. Beberapa perubahan ini membuat prosedur klinis
tertentu menjadi lebih sulit dan akan mempengaruhi prognosisnya, terutama berlaku pada
perawatan prostodonsia. Beberapa perubahan jaringan rongga mulut yang diakibatkan oleh
penuaan diantaranya:

a. Perubahan t ulang rahang dan tulang alveolar


Pada lansia terutama wanita makin banyak proporsi tulang kortikal yang dipenuhi
oleh pusat resorpsi, terutama dekat permukaan endosteum. Faktor tambahan pada kerusakan
tulang karena usia, hal ini disebabkan ketidakseimbangan antara resorpsi dan penggantian
tulang pada sistem Haversian. Penuaan juga mempengaruhi struktur internal tulang yaitu
terjadi penurunan ketebalan kortikal yang lebih besar pada wanita daripada pria. Selain itu
tulang biasanya lebih rapuh dengan meningkatnya jumlah fraktur mikro dari trabekula yang
tipis yang sembuh dengan lambat karena remodeling yang melemah. Juga ada peningkatan
porositas tulang yang terutama diakibatkan oleh meningkatnya ruangan vascular. Tulang
alveolar juga mengalami perubahan berupa hilangnya mineral tulang secara umum oleh
karena usia melalui resorpsi matriks tulang. Proses ini dapat dipercepat oleh tanggalnya gigi,
penyakit periodontal, protesa yang tidak adekuat, dan karena menderita penyakit sistemik.
Penurunan yang hebat dari tinggi alveolar seringkali merupakan akibat pemakaian
gigi tiruan lengkap dalam jangka waktu yang panjang. Di duga bahwa resorpsi alveolar
merupakan akibat yang tidak bisa dihindari dari pemakaian gigi tiruan. Pemakaian gigi tiruan
mempunyai potensi untuk membebani dan merusak tulang alveolar di bawahnya. Resorbsi
yang berlebihan dari tulang alveolar mandibula menyebabkan foramen mentale mendekati
puncak linggir alveolar. Puncak tulang alveolar yang mengalami resorbsi berbentuk konkaf

5
atau datar dengan akhir seperti ujung pisau. Resorbsi berlebihan pada puncak tulang alveolar
mengakibatkan bentuk linggir yang datar akibat hilangnya lapisan kortikalis tulang. Secara
umum bentuk tulang alveolar ada tiga macam, yaitu bentuk U bila permukaan labial atau
bukal sejajar dengan permukaan lingual atau palatal, bentuk V bila puncak tulang sempit
dan tajam seperti pisau dan bentuk bulbous bila melebar pada puncak dan berleher
sehingga dapat menimbulkan kerukan cekung.

Gambar 2.1. Bentuk tulang alveolar U: (kiri), bentuk tulang alveolar V (tengah) dan bentuk tulan
alveolar bulbous (kanan)

Resorbsi paling besar terjadi pada enam bulan pertama sesudah pencabutan gigi
anterior atas dan bawah. Pada rahang atas, sesudah 3 tahun, resorbsi lebih kecil dibandingkan
rahang bawah.

b. Perubahan pada sendi temporomandibula (TMJ)


Penelitian tentang otot-otot penutupan mulut menunjukan perpanjangan fase kontraksi
sejalan dengan usia, menunjukan perubahan umum dari otot atau hilangnya serabut otot
untuk pergerakan mandibula berkaitan dengan pertambahan usia. Hal ini dapat menyebabkan
munculnya gangguan TMJ yang biasanya ditandai dengan adanya suara kliking saat
membuka rahang, rasa nyeri pada saat membuka mulut, adanya rasa tidak nyaman ketika
mengunyah, kepala terasa sakit dan adanya pergeseran deviasi pembukaan mulut. Disamping
itu adanya reduksi lebih lanjut pada ketebalan otot rahang yang lebih banyak ditemukan pada
orang yang tidak bergigi dibandingkan dengan yang masih bergigi, juga membuktikan bahwa
tingkat tekanan kunyah berkurang pada pasien yang gigi geligi aslinya sudah diganti dengan
gigi tiruan.

c. Perubahan kelenjar saliva dan aliran saliva


Kelenjar saliva berfungsi memproduksi saliva untuk mempertahankan kesehatan
mulut. Pertambahan usia menyebabkan perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva.

6
Fungsi kelenjar saliva yang mengalami penurunan tersebut merupakan suatu keadaaan
normal pada proses penuaan manusia. Lansia mengeluarkan jumlah saliva yang lebih sedikit
pada keadaan istirahat, saat berbicara, maupun saat makan. Keluhan berupa xerostomia atau
mulut kering sering ditemukan pada orang tua daripada orang muda yang disebabkan oleh
perubahan karena usia pada kelenjar itu sendiri. Berdasarkan penelitian terjadinya degenerasi
epitel saliva, atrofi, hilangnya asini dan fibrosis terjadi dengan frekuensi dan keparahan yang
meningkat dengan meningkatnya usia. Secara umum dapat dikatakan bahwa saliva
nonstimulasi (istirahat) secara keseluruhan berkurang volumenya pada usia tua.
Xerostomia juga dapat disebabkan oleh pemakaian obat-obatan oleh pasien, biasanya
untuk mengatasi keluhan pencernaan, depresi, atau insomnia. Pengurangan aliran saliva ini
juga akan mengganggu retensi jika dibuatkan gigi tiruan, karena mengurangi ikatan adhesi
saliva diantara dasar gigi tiruan dan jaringan lunak dan menyebabkan iritasi mukosa.
Keadaan ini menyebabkan kemampuan pemakaian gigi tiruan berkurang sehingga
kemampuan mengunyah berkurang, kecekatan gigi tiruan berkurang, kepekaan pasien
terhadap gesekan-gesekan dari gigi tiruan bertambah.

d. Perubahan mukosa mulut


Pertambahan usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut mengalami penipisan,
berkurangnya keratinisasi, berkurangnya kapiler dan suplai darah, penebalan serabut kolagen
pada lamina propia. Berkurangnya ketebalan mukosa bervariasi, hal ini juga akan
menyebabkan berkurangnya kemampuan mukosa dalam menerima tekanan. Secara umum
mukosa memiliki kompresibilitas normal sebesar 2 mm. Akibat dari klinis mukosa mulut
tersebut terlihat kondisi yang lebih pucat, tipis kering, dengan proses penyembuhan yang
melambat. Hal ini menyebabkan mukosa mulut lebih mudah mengalami iritasi mekanis,
kemis dan bakteri. Atropi umum dapat dikaitkan dengan menurunnya output estrogen karena
menopause.
Mukosa yang sehat memiliki warna merah muda, namun adanya warna kemerahan
yang mencolok pada mukosa menandakan terjadinya suatu inflamasi. Hal ini bisa saja
disebabkan oleh merokok, adanya infeksi atau penyakit sistemik dan bisa juga disebabkan
oleh karena rasa sakit dari pemakaian gigitiruan pada lansia. Radang mukosa dapat dikaitkan
dengan kekurangan vit. B12, riboflavin dan zat besi pada diet pasien lanjut usia. Kekurangan
vit. C dapat menyebabkan lambatnya penyembuhan luka, kerapuhan kapiler dan perdarahan
serta pembengkakan pada gingiva. Perubahan mukosa akibat proses penuaan pada
penggunaan gigi tiruan digambarkan sebagai batas patologis tetapi tanpa peradangan klinis

7
yang nyata, penurunan ketebalan mukosa biasa terjadi pada mukosa pendukung gigi tiruan.
Wanita pemakai gigi tiruan mempunyai mukosa yang lebih tipis daripada pria pemakai gigi
tiruan dan menunjukkan predisposisi yang lebih besar terhadap kerusakan mukosa.

e. Perubahan pengecapan
Adanya atrofi lidah pada lansia menyebabkan lidah menjadi halus karena kehilangan
papila, mengkilat atau merah dan meradang. Bermacam-macam gejala dapat terjadi pada
mukosa lidah dengan keluhan-keluhan nyeri, panas atau sensasi rasa yang berkurang. Sensasi
ini biasanya pada orang usia lanjut dan pada wanita pasca menopause. Besarnya lidah
mungkin tidak kaitannya dengan usia, tetapi hilangnya gigi dapat menyebabkan lidah melebar
karena perkembangan yang berlebihan dari bagian otot intrinsik lidah. Munculnya kebiasaan
mendorong lidah yang berkaitan dengan ketegangan saraf dan dengan upaya pengendalian
gigi tiruan juga menyebabkan nyeri pada lidah.

2.5 Kehilangan Gigi Keseluruhan6,3


Kehilangan seluruh gigi (edentulous) merupakan masalah yang paling umum dialami
oleh lansia. Edentulus berdampak pada struktur orofasial , seperti jaringan tulang, sistim
persyarafan, reseptor dan otot-otot. Edentulus juga memberi dampak negatif pada mastikasi,
estetik dan oral health related quality of life (OHRQoL). Jumlah kehilangan gigi yang
banyak akan menyebabkan penurunan kemampuan pengunyahan dan pemilihan jenis
makanan tertentu. Keadaan edentulus mempengaruhi penurunan berat badan karena masalah
pengunyahan, lebih lanjut menyebabkan gangguan psikologis dan sosial karena gangguan
estetik dan bicara.

2.6 Gigi Tiruan Penuh 2,3


Gigi Tiruan Penuh (GTP) merupakan gigi tiruan yang menggantikan kehilangan
seluruh gigi pada rahang atas dan rahan bawah (edentulus) serta jaringan pendukung atau
mukosa serta memperbaiki sistem stomatogonasi. Pada keadaan lansia yang edentulous, GTP
menjadi suatu kebutuhan untuk mengatasi masalah yang berhubungan dengan fungsi
mastikasi, estetik, sosial dan psikologis.

2.6.1 Indikasi Pemakaian Gigi Tiruan Penuh


Beberapa indikasi pemakaian GTP di antaranya:
a. Pasien dengan kehilangan seluruh gigi

8
b. Pasien yang masih memiliki beberapa gigi yang harus dicabut karena kerusakan gigi yang
tidak mungkin diperbaiki dan apabila dibuatkan gigi tiruan sebagian lepasan, gigi yang
masih ada akan mengganggu keberhasilannya.
c. Keadaan umum dan kondisi rongga mulut pasien sehat.
d. Ada persetujuan mengenai waktu, biaya dan prognosis yang akan diperoleh.

2.6.2 Fungsi Gigi Tiruan Penuh


Beberapa fungsi dari GTP adalah :
a. Memperbaiki fungsi pengunyahan
Gigi tiruan penuh harus memiliki keseimbangan oklusi yang tepat untuk memperoleh
stabilitas GTP yang optimum pada saat menerima beban pengunyahan.
b. Memperbaiki fungsi estetis
Anasir pada GTP dapat memperbaiki vertikal dimensi, memberi dukungan pada bibir dan
pipi, serta mengembalikan kontur wajah yang hilang.
c. Memperbaiki fungsi bicara
Gigi tiruan penuh dapat mengembalikan pengucapan huruf-huruf yang dihasilkan melalui
bantuan gigi, bibir dan lidah seperti: bilabial (b, p, m) didukung oleh bibir atas dan bawah,
labiodental (f, v) didukung oleh gigi insisivus atas dan bibir bawah, linguoalveolar (t, d, s,
z, v, j, l) didukung oleh lidah dan bagian anterior palatum dan linguodental (th, ch,sh)
didukung oleh lidah diantara gigi anterior atas dan bawah.

2.7 Masalah Rongga Mulut pada Lansia 3,6,7


Penyakit gigi dapat berupa kerusakan gigi (karies) dan penyakit gusi. Secara teknis,
penyakit gusi dibagi menjadi dua kategori yaitu radang gusi (bentuk awal dan ringan dari
penyakit gusi), dan periodontitis (infeksi pada jaringan lunak dan tulang di sekitarnya).
Sedangkan penyebab dasar dari kerusakan gigi dan penyakit gusi adalah kebersihan mulut
yang buruk dan faktor-faktor lain misalnya diet, merokok, kekurangan vitamin, dan zat
beracun seperti merkuri. Diantara dua penyakit tersebut, penyakit gusi merupakan penyakit
gigi yang paling berbahaya bagi kesehatan umum penyakit gigi dapat menyebabkan penyakit
gusi, perdarahan, abses, kerusakan gigi, kehilangan gigi, dan bau nafas.
Penyakit gigi mengakibatkan stres sehingga dapat menciptakan ketakutan, kecemasan,
nyeri, dan ketidaknyamanan. Hal ini bisa menjadi sangat mahal, terutama ketika biaya
pengobatannya seumur hidup. Banyak yang beranggapan, termasuk di kalangan profesional
kesehatan, efek merusak dari penyakit gigi hanya terbatas pada gigi dan gusi. Pemahaman ini

9
terbentuk karena kebanyakan orang cenderung berpikir bahwa mulut tidak benar-benar
bagian dari tubuh. Namun, setiap profesional kesehatan sependapat bahwa infeksi kronis
dalam setiap bagian tubuh akan selalu berpengaruh negatif pada seluruh tubuh.

2.7.1 Penyakit Gigi dan Hubungannya dengan Penyakit Lain7


Sejumlah penelitian menunjukkan hubungan antara penyakit gigi dan penyakit tubuh
lainnya. Berikut adalah penyakit sistemik yang berkaitan dengan penyakit gigi :

2.7.1.1 Jantung7
Dalam sebuah penelitian ditemukan hubungan antara penyakit gigi dan risiko
kematian. Penelitian ini dilakukan di Amerika Serikat dengan responden sebanyak 9.760
orang. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa seseorang dengan periodontitis (peradangan
pada jaringan penyangga gigi) memiliki risiko menderita penyakit jantung koroner sebesar
25% dibandingkan dengan responden dengan penyakit periodontal yang ringan (penyakit
gusi).
Pada pria di bawah usia 50 tahun, penyakit periodontal merupakan faktor risiko
penyakit jantung koroner. Dalam kelompok ini, pria dengan periodontitis hampir dua kali
berisiko menderita penyakit jantung koroner dibanding pria yang memiliki penyakit
periodontal ringan atau yang tidak menderita penyakit tersebut. Dalam total populasi (pria
dan wanita dari segala usia) plak gigi dan kalkulus (karang gigi) merupakan faktor risiko kuat
terjadinya penyakit jantung koroner.

2.7.1.2 Stroke7
Terdapat hubungan antara infeksi gigi dengan infark cerebral (stroke) pada laki-laki.
Semua infeksi gigi dan periodontal berasal dari bakteri. Perawatan gigi dapat menyebabkan
bakteremia transien (adanya bakteri dalam darah), bahkan mengunyah dapat menginduksi
peningkatan bakteri dalam darah seseorang dengan kesehatan mulut buruk. Peneliti juga
menemukan bahwa faktor yang terkait dengan penyakit gusi dapat berkontribusi pada
penyebab aterosklerosis. Diketahui infeksi bronkus kronis dan kesehatan gigi yang buruk
(terutama dari infeksi gusi kronis) dapat meningkatkan risiko stroke (iskemia
serebrovaskular).
Penyakit gusi dan infeksi saluran akar merupakan kontributor utama dalam penyakit
gigi kronis. Infeksi pada tulang rahang sebagai akibat infeksi saluran akar juga merupakan
faktor risiko stroke. Saluran akar dapat menyebabkan masalah kesehatan bukanlah hal baru.

10
Konsep ini disebut teori fokal infeksi. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa perawatan
saluran akar secara tradisional tidak dapat mensterilkan saluran akar dan ribuan tubulus
secara efektif. Teori ini menjelaskan bahwa infeksi yang ada di saluran akar dapat ditransfer
melalui sistem peredaran darah ke bagian lain dari tubuh.
Kerusakan sel endotelium, migrasi vascular smooth muscle dan jaringan protein
matriks merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan proses aterosklerosis yang juga
mempunyai hubungan positif dengan penyakit jaringan periodontal.

Hubungan penyakit jaringan periodontal dengan aterosklerosis adalah:7

1. Jalur langsung
Mikroorganisme di rongga mulut dan produk yang dilepaskan dengan menyebar
secara sistemik melalui sistem sirkulasi. Mengunyah pelan-pelan dapat menyebabkan
endotoksemia, dan meningkatkan risiko seiring dengan tingkat keparahan periodontal.
Pada penyebaran sistemik, bakteri rongga mulut mempunyai pengaruh langsung
sebagai mediator penyakit vaskuler.
2. Jalur tidak langsung
Pada aterosklerosis didapatkan komponen inflamasi kuat dan peningkatan tingkat
inflamasi sistemik. Terdapat banyak faktor pencetus peningkatan respon inflamasi
sistemik, salah satunya adalah bakteremia dan pelepasan produk bakteri yaitu
lipopolisakarida. Mekanisme lainnya yang menghubungkan infeksi rongga mulut
dengan iskemik adalah target antibodi menuju ke bakteri, termasuk yang di jaringan
periodontal bereaksi silang dengan sel-sel induknya. Pada inflamasi akut gingiva,
tindakan tidak membahayakan seperti menggosok gigi atau mengunyah, dapat
menyebabkan masuknya bakteri jaringan periodontal beserta endotoksinnya ke
sirkulasi sistemik. Bakteri patogen di jaringan periodontal dapat terdeteksi di plak
karotis dan berperan pada aterogenesis dengan cara merusak endotelium dan
menstimulasi proses inflamasi arteri-arteri besar.

Tatalaksana pembersihan rongga mulut dapat dilakukan dengan efektif, yaitu:

a. Sikat gigi
Sikat gigi secara teratur serta pemilihan pasta gigi yang sesuai. Teknik menyikat gigi
secara horizontal adalah salah karena akan menimbulkan resesi gingival dan abrasi
gigi, sehingga penyakit jaringan periodontal akan lebih mudah terjadi. Pemilihan bulu
sikat yang halus penting agar tidak melukai gusi, sikat gigi harus diganti minimal tiap

11
bulan. Pilih pasta gigi yang mengandung fluoride karena dapat menurunkan angka
karies dan terhindar dari penyakit jaringan periodontal.
b. Berkumur dengan antiseptik
Yang cukup murah dan efektif adalah dengan air hangat di campur garam.
c. Pembersihan dengan benang gigi
Benang gigi cukup baik untuk membersihkan plak di sela-sela gigi
d. Penggunaan pembersih lidah
Untuk membersihakn dorsum lingual. Tumpukan debris di dorsum lingual
mengandung bakteri oportunis dan kandida sebagai flora normal maupun patogenik.

2.7.1.3 Diabetes Melitus 4,5


Diabetes Melitus adalah penyakit gangguan metabolisme tubuh di mana hormon
insulin tidak bekerja sebagai mana mestinya. Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh
kelenjar pankreas dan berfungsi untuk mengontrol kadar gula dalam darah dengan mengubah
karbohidrat, lemak dan protein menjadi energi. Diabetes Melitus (DM) atau penyakit kencing
manis merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar gula glukosa darah
(gula darah) melebihi nilai normal yaitu kadar gula darah darah sewaktu sama atau lebih dari
200 mg/dl, dan kadar gula darah puasa diatas atau sama dengan 126 mg/dl.
Diabetes dapat mempengaruhi penyakit periodontal, bahkan penelitian baru
menunjukkan bahwa penyakit periodontal dapat mempengaruhi diabetes juga. Tingkat
keparahan penyakit gusi dapat meningkatkan resiko kontrol glikemik yang buruk. Bila
dibandingkan pasien diabetes dengan penyakit gusi yang ringan, maka orang-orang dengan
penyakit gusi parah memiliki prevalensi protein dalam urin (proteinuria) yang signifikan dan
sejumlah komplikasi kardiovaskular. Oleh karena itu, dibutuhkan perhatian dan kerjasama
yang erat antara dokter dan dokter gigi. Mengobati komplikasi periodontal dapat
meningkatkan kontrol metabolik dari penyakit diabetes. Manifestasi diabetes melitus pada
rongga mulut:

1. Xerostomia (Mulut Kering)4


Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air liur),
sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, di mana alirannya
dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi
bila aliran saliva menurun maka akan menyebabkan timbulnya rasa tak nyaman, lebih
rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang gigi, dan bisa menjadi ladang subur bagi
bakteri untuk tumbuh dan berkembang.

12
Pada penderita diabetes salah satu tandanya adalah Poliuria, dimana penderita
banyak buang air kecil sehingga cairan di dalam tubuh berkurang yang dapat
mengakibatkan jumlah saliva berkurang dan mulut terasa kering, sehingga disarankan
pada penderita untuk mengkonsumsi buah yang asam sehingga dapat merangsang
kelenjar air liur untuk mengeluarkan air liur.

Gambar 2.2. Xerostomia

2. Gingivitis dan Periodontitis4,5


Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang). Selain
merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes adalah menebalnya pembuluh
darah sehingga memperlambat aliran nutrisi dan produk sisa dari tubuh. Lambatnya aliran
darah ini menurunkan kemampuan tubuh untuk memerangi infeksi, sedangkan
periodontitis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Dan hal ini menjadi
lebih berat dikarenakan infeksi bakteri pada penderita diabetes lebih berat.
Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis, di
antaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh
secara umum. Rusaknya jaringan periodontal membuat gusi tidak lagi melekat ke gigi,
tulang menjadi rusak, dan lama kelamaan gigi menjadi goyang. Angka kasus penyakit
periodontal di masyarakat cukup tinggi meski banyak yang tidak menyadarinya, dan
penyakit ini merupakan penyebab utama hilangnya gigi pada orang dewasa.
Dari seluruh komplikasi diabetes melitus, periodontitis merupakan komplikasi
nomor enam terbesar di antara berbagai macam penyakit dan diabetes melitus adalah
komplikasi nomor satu terbesar khusus di rongga mulut. Hampir sekitar 80 % pasien
diabetes melitus gusinya bermasalah.
Tanda-tanda periodontitis antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah,
warna gusi menjadi mengkilat, tekstur kulit jeruknya (stippling) hilang, kantong gusi

13
menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang di sekitar gigi, pasien mengeluh giginya goyah
sehingga mudah lepas. Hal tersebut diakibatkan berkurangnya jumlah air liur, sehingga
terjadi penumpukan sisa makanan yang melekat pada permukaan gigi dan mengakibatkan
gusi menjadi infeksi dan mudah berdarah.

Gambar 3. Periodontitis pada pasien diabetes melitus

3. Stomatitis Apthosa (Sariawan)5


Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang, namun penyakit ini bisa
menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita diabetes
sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang kemudian menimbulkan
penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh jamur yang berkembang seiring
naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur penderita diabetes.

4. Rasa mulut terbakar4


Penderita diabetes biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati rasa pada
mulutnya. Biasanya, penderita diabetes juga dapat mengalami mati rasa pada bagian
wajah.

5. Oral thrush4
Penderita diabetes yang sering mengkonsumsi antibiotik untuk memerangi infeksi
sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi penderita diabetes
yang merokok, risiko terjadinya infeksi jamur jauh lebih besar. Oral thrush atau oral
candida adalah infeksi di dalam mulut yang disebabkan oleh jamur, sejumlah kecil jamur
candida ada di dalam mulut. Pada penderita diabetes melites kronis dimana tubuh rentan
terhadap infeksi sehingga sering menggunakan antibiotik dapat mengganggu
keseimbangan kuman didalam mulut yang mengakibat kan jamur candida berkembang

14
tidak terkontrol sehingga menyebabkan thrush. Adanya lapisan putih kekuningan pada
lidah, tonsil maupun kerongkongan.

6. Dental Caries (Karies Gigi) 5


Diabetes mellitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya dan
jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada diabetes aliran cairan
darah mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai substrat kariogenik. Karies
gigi dapat terjadi karena interaksi dari 4 faktor yaitu gigi, substrat , kuman dan waktu.
Pada penderita diabetes melitus telah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang sehingga
makanan melekat pada permukaan gigi, dan bila yang melekat adalah makanan dari
golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang ada pada permukaan gigi dan tidak
langsung dibersihkan dapat mengakibatkan keasaman didalam mulut menurun, sehingga
dapat mengakibatkan terjadinya lubang atau caries gigi.

Terjadi penurunan kesehatan gigi pada penderita diabetes melitus


Pada diabetes melitus dengan kondisi kebersihan mulut yang jelek dan adanya
angiopati diabetik menyebabkan suplai oksigen berkurang sehingga bakteri anaerob mudah
berkembang. Karies gigi terjadi oleh karena bakteri-bakteri tertentu yang mempunyai sifat
membentuk asam, sehingga pH rendah dapat menyebabkan pelarutan progresif mineral
enamel secara perlahan dan membentuk fokus perlubangan.
Pasien dengan Diabetes Mellitus lama yang tidak terkontrol akan berpengaruh pada
karies gigi, karena bertambahnya karbohidrat yang dapat difermentasikan di dalam saliva
penderita dan merupakan medium yang sesuai untuk pembentukan asam sehingga
memudahkan terjadinya karies. Karena di mulut ada jutaan bakteri yang dibutuhkan (flora
normal). Tetapi ada bakteri-bakteri tertentu yang disebut bakteri periodonpatik, karena bakteri
ini khas terdapat pada jaringan periodontal atau disebut bakteri gram negatif yang anaerob
(bakteri yang mampu hidup tanpa oksigen). Penderita diabetes melitus bila mengalami
periodontitis lebih parah daripada orang yang sehat, dikarenakan Pertama, daya tahan tubuh
penderita diabetes melitus rendah dibandingkan orang sehat. Sel-sel pertahanan tubuh
(monocyt, neutrophil, dan makrofag) juga lemah fungsinya.
Pada saat mulut mengalami periodontitis sel-sel pertahanan tubuh akan mengeluarkan
TNF-alfa (Tumor Necrosis Factor). Protein ini berfungsi memobilisasi sel darah putih untuk
melawan infeksi dan antigen lainnya, hal ini mengakibatkan terjadinya resistensi insulin.
Karena tubuh jadi tidak mampu memanfaatkan insulin yang diproduksi pankreas.

15
Cara pencegahan dan peningkatan kesehatan rongga mulut
Berikut hal-hal yang perlu dilakukan oleh penderita Diabetes Mellitus agar dapat
menjaga atau mengupayakan supaya kesehatan rongga mulut tetap terjaga dengan baik :
Pertama dan yang terpenting adalah mengontrol kadar gula darah.
Kemudian rawat gigi dan gusi, serta ke dokter gigi untuk pemeriksaan rutin setiap
enam bulan.
Untuk mengontrol sariawan dan infeksi jamur, serta hindari merokok.
Kontrol gula darah yang baik juga dapat membantu mencegah atau meringankan
mulut kering yang disebabkan oleh diabetes.
Menggunakan dental floss paling tidak sekali sehari untuk mencegah plak muncul di
gigi.
Menggunakan pembersih mulut anti bakteri untuk mengurangi jumlah bakteri
penyebab sakit gigi pada mulut.
Menggosok gigi, terutama setelah makan. Gunakan sikat gigi dengan bulu yang
lembut.
Perbaiki pola hidup, jauhkan dari penyebab stres.
Bila ada gigi yang tanggal harus segera ''diganti''.
Jangan lupa informasikan mengenai kondisi diabetes bila berkunjung ke dokter gigi,
terutama bila hendak mencabut gigi.
Kecuali sangat mendesak, sebaiknya hindari perawatan gigi bila kadar gula darah
sedang tinggi. Turunkan dahulu kadar gula darah, baru kunjungi dokter gigi kembali.
Pemakaian alat-alat seperti gigi tiruan atau kawat orthodontik perlu mendapat
perhatian khusus. Pemakai gigi tiruan harus melepas gigi tiruan sebelum tidur dan
dibersihkan dengan seksama agar meminimalkan kemungkinan terjadinya infeksi
jamur karena kebersihan yang tidak terjaga.

2.8 Prinsip Pelayanan Geriatri 1,2,3

Geriatric dentistry adalah salah satu cabang ilmu kedokteran yang berfokus pada
diagnosa, pencegahan dan perawatan terhadap penyakit mulut pada lansia. Prinsip-prinsip
pelayanan geriatrik secara umum meliputi:

a. Pendekatan yang tepat dan menyeluruh


b. Pendekatan secara team work
c. Keterpaduan dalam diagnosa dan terapi

16
Dalam melakukan perawatan terhadap lansia membutuhkan kesabaran, simpatik,
keterampilan dan terencana sesuai dengan prinsip-prinsip geriatrik yaitu:

a. Melakukan diagnosa keadaan kesehatan gigi dan mulut, serta selalu mencurigai
adanya penyakit umum/ sistemik yang diderita.
b. Merencanakan perawatan terutama untuk penyakit yang dikeluhkan.
c. Melakukan perawatan secara sistemik dengan waktu yang singkat dan dilakukan
dengan sabar, simpatik dan terampil.
d. Melakukan perawatan secara bersama-sama (team work) antara dokter dan dokter
gigi, sehingga kebutuhan perawatan gigi dan mulut dapat dilakukan secara optimal
dalam menunjang kesehatan secara keseluruhan.
e. Selama perawatan sebaiknya tetap didampingi keluarga lansia.

2.9 Penatalaksanaan Masalah dalam Rongga Mulut Lansia 6,7

Penatalaksanaan masalah dalam rongga mulut lansia disesuaikan dengan masalah


yang timbul pada masing-masing individu secara umum perawatan yang dilakukan pada
lansia tidak jauh berbeda dengan perawatan pada usia muda namun akibat adanya
kemunduran dan berbagai perubahan yang menyertai usia lanjut maka dalam
penatalaksanaannya terdapat perbedaan yang disesuaikan dengan kebutuhan lansia sendiri.
Penatalaksanaan meliputi perawatan terhadap karies akar, penyakit periodontal, pembersihan
lidah dan pemasangan gigi tiruan.

a. Karies Akar
Pengelolaan karies akan terjadi pada lansia harus difokuskan pada
pencegahan. Teknik menyikat gigi yang baik sangat penting untuk meminimalisasi
terjadinya resesi gingiva dan mengurangi terjadinya insiden karies akar yang banyak
dialami oleh lansia.

b. Penyakit Periodontal
Perawatan dapat dilakukan berupa pembersihan plak secara mekanis yaitu
pembersihan akar yang dapat disertai dengan pembedahan untuk membuka akses
kebagian akar diikuti dengan pemberian antimikroba yang jenisnya bervariasi,
kombinasi antara metronidazole dan doksisiklin adalah yang biasanya digunakan.
Teknik mengontrol plak secara individu harus sering dimodifikasi bagi lansia
yang mengalami ketidakmampuan karena kondisi mereka seperti stroke, arthritis dan
kelumpuhan yang mengurangi kemampuan untuk menyikat dan membersikan celah-

17
celah gigi secara efektif. Sikat gigi dimodifikasi atau diperbesar dengan berbagai cara
misalnya dengan memperbesar pegangan sikat gigi yang disebut bicycle handle grip
atau tennis ball (gambar a), selain itu adaptasi juga dapat dibuat pada floss holders
(gambar b).

Gambar 2.3. Bicycle handle grip atau tennis ball (gambar a), floss holders (gambar b)
c. Pembersihan Lidah

Melakukan penyikatan lidah secara teratur seharusnya dimulai pada usia


lanjut, dianjurkan segera setelah lidah menunjukkan suatu lapisan selaput putih tebal
yang berkembang dan tampak jelas diatas lidah. Lapisan ini dapat dihilangkan dengan
mudah melalui penggunaan sikat gigi yang lembut dan dapat lepas sewaktu memakan
makanan yang bersifat membersihkan seperti roti yang keras, sayuran mentah dan
daging yang berserat. Lidah harus dibersihakan dua kali pada pagi setelah makan dan
malam sebelum tidur, berguna untuk mencegah pembentukan suatu massa.

d. Pemasangan Gigi Tiruan

Bagi pasien yang kehilangan beberapa gigi asli dapat di pasang gigi tiruan
sebagian, namun bagi pasien yang kehilangan seluruh giginya pemakaian gigi tiruan
lengkap menjadi pilihan. Tujuannya adalah pemulihan fungsi dan penamilan wajah
serta pemeliharaan dari kesehatan rongga mulut pasien.

18
BAB III

KESIMPULAN

Kesehatan rongga mulut memegang peranan penting dalam mendapatkan kesehatan


umum dan kualitas hidup lansia. Keadaan mulut yang buruk akan menganggu fungsi dan
aktivitas rongga mulut, sehingga akan mempengaruhi status gizi serta akan mempunyai
dampak pada kualitas hidup. Usia lanjut adalah fenomena alamiah akibat proses menua, oleh
karena itu fenomena ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan yang wajar dan
bersifat universal. Bertambahnya usia maka secara perlahan beberapa fungsi biologis juga
akan mengalami kemunduran.

Penuaan pada manusia mempengaruhi perubahan fungsional, psikologis dan sosial


dalam berbagai proses multidimensi. Kehilangan seluruh gigi atau edentulus pada lansia
sering mengurangi kualitas hidup secara substantial. Kehilangan seluruh gigi juga berdampak
pada penurunan fungsional, psikologis dan sosial. Kondisi kehilangan seluruh gigi

19
mempunyai dampak negatif terhadap kualitas hidup mencakup fungsi pengunyahan,
penampilan, kemampuan berbicara dan percaya diri. Untuk itu dilakukan prinsip pelayanan
geriatri yaitu:
a. Pendekatan yang tepat dan menyeluruh
b. Pendekatan secara team work
c. Keterpaduan dalam diagnosa dan terapi

DAFTAR PUSTAKA

1. Sagala I. Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut pada Lansia. Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Sumatera Utara, Medan. 2005.
2. Ratmini NK, Arifin. Hubungan Kesehatan Mulut dan Kualitas Hidup Lansia. Jurnal
Ilmu Gizi. Vol 2 (2). Denpasar. Agustus, 2011.
3. Wijayanti W. Pelayanan Masalah Rongga Mulut pada Lansia. Fakutas Kedokteran
Gigi Universitas Sumatera Utara, Medan 2007.
4. Lubis I. Manifestasi Diabetes Melitus dalam Rongga Mulut. Jakarta. 2012.
5. Respati, Titi Nindya. Iwanda. Hubungan diabetes mellitus dengan karies
gigi.Semarang; UNDIP,2006
6. Larasati R. Hubungan Kebersihan Mulut Dengan Penyakit Sistemik Dan Usia
Harapan Hidup. Jurnal. Vol 9 (1), Denpasar. April, 2012.
7. Wijayanti MP. Kebersihan Rongga Mulut dan Gigi pada Pasien Stroke. Fakultas
Kedokteran Islam Indonesia. Yogyakarta. 2011.

20

Anda mungkin juga menyukai