(Case Report)
Disusun oleh:
Aulia Olviana S.Ked 1018011006
Tia Norma Pratiwi S.Ked 1018011023
Risa Andriana S.Ked 10180110
Faddly Hendarsyah S.Ked 1018011
Feri Eka Supratanda S.Ked 1018011119
1
ILUSTRASI KASUS
2
STATUS FORENSIK KLINIK
Hari/tanggal pemeriksaan: Sabtu, 17 November 2012, waktu pemeriksaan
pukul 13.15 WIB
I. IDENTITAS PASIEN/KORBAN
a. Nama : Sri Wahyuni
b. Tempat/tanggal lahir : Jakarta, 20 November 1971
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Warga Negara : Indonesia
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan : PNS
g. Alamat : Pinang Ranti RT 013/001, KelurahanPinang
Rantai,
Kecamatan Makassar, Jakarta Timur
IV. ANAMNESIS/WAWANCARA
3
Raden Said Sukanto Jakarta. Korban mengaku telah diinjak kaki
kirinya dan dicekik lehernya oleh pelaku (suami korban) pada
tanggal enam belas November tahun dua ribu dua belas pukul
enam belas titik nol-nol Waktu Indonesia Barat di rumah korban.
Kejadian bermula saat korban korban pulang bertugas dari
Palembang, setibanya dirumah korban dituduh oleh pelaku telah
berselingkuh oleh atasannya laki-laki di kantor. Kemudian terjadi
adu mulut, tetapi korban berusaha menghindari keributan
dengan cara berdiam di kamar. Namun pelaku bertambah marah
dan mencekik leher korban yang sedang berbaring di atas
ranjang, kemudian kaki korban ditarik dan diseret oleh pelaku
sehingga korban terjatuh ke lantai. Kemudian pelaku menginjak
kaki kiri korban dengan kaki pelaku. Lalu korban disudutkan ke
tembok oleh pelaku. Kemudian korban berusaha melawannya
dengan melempar raket nyamuk ke arah pelaku sambil berteriak.
Kemudian korban dan pelaku dilerai oleh anak korban dan
tetangga. Setelah kejadian tersebut pelaku mengancam akan
membakar rumah orang tua korban, dan bila korban melapor
polisi maka orang tua korban akan dibunuh. Selain itu pelaku
juga mengancam akan mendatangi atasan korban di kantor
besok dan mengobrak-abrik kantor korban. Korban dan pelaku
dalam keadaan sadar, kejadian ini merupakan kejadian yang
pertama kalinya.
4
Status Lokalis
1. Pada punggung kaki kiri, punggung jari telunjuk, jari tengah,
jari manis, dan kelingking, jarak 11 cm dari mata kaki luar
ditemukan luka memar berbentuk tidak beraturan, batas tidak
tegas, warna biru keunguan, tidak bengkak, ada nyeri tekan,
dengan ukuran 7 x 4 cm.
Tidak dilakukan
VIII. TINDAKAN/PENGOBATAN
IX. KESIMPULAN
5
R / 20 / VER-PPT / XI / 2012 / Rumkit
Bhy TK.I Halaman 6 dari 2 halaman
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, Muhhamad Harris dokter di Rumah
Sakit Bhayangkara TK.I R.Said Sukanto, berdasarkan atas permintaan tertulis dari
Resor Metropolitan Jakarta Timur, dengan suratnya nomor 429/VER/XI/2012/Res.
JT, tertanggal tujuh belas November dua ribu duabelas mengenai permintaan
visum tersebut di atas, maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal tujuh
belas November dua ribu dua belas, bertempat di Pusat Pelayanan Terpadu
Rumah Sakit Bhayangkara TK.I R.Said Sukanto telah melakukan pemeriksaan
atas korban yang menurut surat permintaan visum tersebut
adalah :-------------------
Nama : SRI
WAHYUNI----------------------------------------------------------------------------------------------------
---
Umur : 40
tahun.--------------------------------------------------------------------------------------------------------
-------
Jenis Kelamin-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
:
Perempuan.-------------------------------------------------------------------------------------------------
----------
Warga Negara-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
:
Indonesia.---------------------------------------------------------------------------------------------------
----------
Pekerjaan :
PNS.-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
---------
Agama :
Islam.---------------------------------------------------------------------------------------------------------
----------
Alamat : Pinang Rantai RT 13/01, KelurahanPinang Rantai, Kecamatan
Makassar, Jakarta Timur
6
7
R / 20 / VER-PPT / XI / 2012 / Rumkit
Bhy TK.I Halaman 8 dari 2 halaman
RIWAYAT
KEJADIAN :------------------------------------------------------------------------------------------------
----------------------
Pada hari Jumat, tanggal 16 November 2012, pukul 16.00 WIB, bertempat
di rumah orang tua korban, korban mengaku telah dianiaya oleh pelaku (suami
korban). Awalnya pada saat korban pulang bertugas dari Palembang, setibanya
dirumah korban dituduh oleh pelaku telah berselingkuh oleh atasannya laki-laki
di kantor. Kemudian terjadi adu mulut, tetapi korban berusaha menghindari
keributan dengan cara berdiam di kamar. Namun pelaku bertambah marah dan
mencekik leher korban yang sedang berbaring di atas ranjang, kemudian kaki
korban ditarik dan diseret oleh pelaku sehingga korban terjatuh ke lantai.
Kemudian pelaku menginjak kaki kiri korban dengan kaki pelaku. Lalu korban
disudutkan ke tembok oleh pelaku. Kemudian korban berusaha melawannya
dengan melempar raket nyamuk ke arah pelaku sambil berteriak. Kemudian
korban dan pelaku dilerai oleh anak korban dan tetangga. Setelah kejadian
tersebut pelaku mengancam akan membakar rumah orang tua korban, dan bila
korban melapor polisi maka orang tua korban akan dibunuh. Selain itu pelaku
juga mengancam akan mendatangi atasan korban di kantor besok dan
mengobrak-abrik kantor korban. Korban dan pelaku dalam keadaan sadar,
kejadian ini merupakan kejadian yang pertama kalinya.------------------------------------
HASIL
PEMERIKSAAN :-----------------------------------------------------------------------------------------
---------------------------
Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran sadar penuh, emosi
stabil, kooperatif, tekanan darah seratus duapuluh per delapanpuluh milimeter
air raksa. Laju nadi delapan puluh dua kali permenit. Laju pernafasan duapuluh
kali permenit. Suhu tigapuluh enam koma lima derajat selsius. Pada pemeriksaan
fisik ditemukan pada punggung kaki kiri, punggung jari telunjuk, jari tengah, jari
manis, dan kelingking, jarak sebelas sentimeter dari mata kaki luar ditemukan
luka memar berbentuk tidak beraturan, batas tidak tegas, warna biru keunguan,
tidak bengkak, ada nyeri tekan, dengan ukuran tujuh kali empat
sentimeter.-----------------------------------
KESIMPULAN :-------------------------------------------------------------------------------------------
-------------------------------------
Seorang wanita mengaku berusia empat puluh tahun mengadu telah
dianiaya oleh pelaku (suami korban). Pada pemeriksaan fisik didapatkan luka
memar di punggung kaki kiri akibat kekerasan tumpul. Perlukaan ini tidak
menimbulkan penyakit dan halangan
pekerjaan.-----------------------------------------------------------
8
Demikianlah Visum et Repertum ini saya buat dengan sebenarnya dan
menggunakan keilmuan saya yang sebaik-baiknya, mengingat sumpah sesuai
dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.------------------
9
dengan luka lecet atau memar di lokasi tubuh yang tidak berbahaya atau
yang tidak menurunkan fungsi alat tubuh tertentu. Dalam kasus ini
apabila telah diputuskan, maka pelaku dapat dijerat dengan pasal 352 (1)
KUHP dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda
sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.
Berdasarkan UU No.23 Tahun 2004 Bab III Larangan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga, Pasal 5 menjelaskan setiap orang dilarang melakukan
kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah
tangganya, dengan cara :
a. Kekerasan Fisik
b. Kekerasan Psikis
c. Kekerasan Seksual
d. Penelantaran rumah tangga.
Pasal 6 menjelaskan kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam
pasal 5 huruf a, adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh
sakit atau luka berat. Adapun ketentuan pidananya adalah (Pasal 44)
1. Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam
lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 huruf
a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)
2. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda
paling banyak Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah)
3. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana paling
lama 15 tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat
puluh lima juta rupiah)
4. Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan
pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-
hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau
denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah)
Dalam kasus ini, sesuai dengan UU No. 23 tahun 2004, dapat
dimasukkan dalam kekerasan dalam rumah tangga yang berupa
10
kekerasan fisik. Atas tindakan pelaku terhadap korban yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau
mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana
paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
11
TINJAUAN PUSTAKA
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Definisi
Berdasarkan Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT)
Tahun 2004, yang dimaksud dengan KDRT adalah Setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan
hukum dalam lingkup rumah tangga. Lingkup rumah tangga meliputi:
suami, istri, dan anak (UU RI KDRT, 2004, hal 33-34)2.
12
Yaitu fase penganiayaan. Ketegangan yang memuncak pada fase
sebelumnya dilepaskan dalam bentuk kekerasan baik verbal
maupun fisik.
3. Honeymoon phase/calm phase
Merupakan fase terakhir atau penyesalan dimana pelaku merasa
bersalah dan menyesal telah melakukan kekerasan dan mengatakan
bahwa tidak bermaksud menyakiti korban. Pelaku meminta maaf,
dan memberikan hadiah kepada korban.
1. Kekerasan Fisik
Pasal 6 menyebutkan Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa
sakit, jatuh sakit atau luka berat.
Bentuk-bentuk kekerasan fisik tersebut dijabarkan lebih luas
oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK (2006) sebagai pukulan
dengan anggota tubuh, pukulan dengan tangan kosong, pukulan
menggunakan benda atau alat, pelemparan benda, pembenturan ke
dinding, sundutan rokok, penyiraman dengan cairan (air keras,
cucian, minyak panas), cambukan, diinjak-injak, dibakar, diiris,
dicubiti, dipelintir, dicekik dan diseret.
2. Kekerasan Psikis
Pasal 7 berbunyi Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan
ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk
13
bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat
pada seseorang.
Karakteristik kekerasan psikis menurut analisis LBH APIK (2006)
meliputi makian, umpatan, hinaan, peludahan, suami menikah lagi
tanpa sepengetahuan istri, suami memiliki wanita idaman lain (WIL),
meninggalkan istri tanpa ijin, sifat otoriter, berjudi dan mabuk,
ancaman dengan benda tajam atau senjata api, pengambilan paksa
anak oleh keluarga suami, teror oleh keluarga suami, dan
melakukan hubungan seksual dengan orang lain di depan istri atau
anak.
3. Kekerasan Seksual
Pasal 8 berbunyi Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud
dalam pasal 5 huruf c meliputi: a. Pemaksaan hubungan seksual
yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah
tangga tersebut, b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah
seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk
tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Menurut LBH APIK (2006) disebut kekerasan seksual apabila
didapati pemaksaan sepihak dalam melakukan hubungan suami
istri, melakukan hubungan suami istri dengan kekerasan, memaksa
melakukan hubungan suami istri dengan cara-cara yang tidak wajar,
menelanjangi istri dengan paksa, dan memaksa istri berhubungan
dengan orang lain.
14
LBH APIK (2006) menambahkan karakteristik kekerasan
ekonomi antara lain: tidak diberi nafkah, diberi nafkah tetapi
terbatas/kurang, tidak boleh bekerja, harta bersama tidak dibagi,
eksploitasi kerja, sampai istri tidak dipercaya memegang uang. Inti
dari penelantaran rumah tangga adalah dimana akses korban
secara ekonomi dihalangi dengan cara korban tidak boleh bekerja
tetapi ditelantarkan, kekayaan korban dimanfaatkan tanpa seijin
korban, atau korban dieksploitasi untuk mendapatkan keuntungan
materi.
Faktor Risiko
Faktor risiko terjadinya KDRT yaitu:
1. Masyarakat
Mengenai norma-norma daerah dimana laki-laki dapat
sepenuhnya mengendalikan perempuan, norma yang
memperbolehkan kekerasan sebagai bentuk pendidikan,
anggapan bahwa keperkasaan laki-laki ditunjukkan melalui
agresi dan dominasinya, kemudian peran gender yang kaku.
Seringkali perempuan diposisikan lebih rendah secara sosial,
ekonomi, status hukum sehingga menyebabkan ketidakadilan
gender. Norma budaya di negara berkembang cenderung
memposisikan perempuan setelah laki-laki dan adanya persepsi
bahwa perempuan adalah milik laki-laki sehingga tindakan
kekerasan dalam rumah tangga dapat disebut wajar.
2. Lingkungan
Meliputi: kemiskinan, status sosial ekonomi yang rendah,
pengangguran, kelompok sebaya yang berperilaku menyimpang,
pengisolasian perempuan dan keluarga dari lingkungannya.
Kurangnya kepedulian lingkungan terhadap KDRT juga dapat
menjadi faktor risiko karena beberapa lingkungan menganggap
bahwa KDRT adalah masalah keluarga yang tidak perlu disebar-
luaskan. Kemiskinan juga dapat menyebabkan tekanan mental
yang dapat memicu masalah dalam rumah tangga.
3. Hubungan
15
Meliputi: konflik perkawinan, kendali laki-laki terhadap harta
dan pengambilan keputusan dalam keluarga.
Penelitian mencatat bahwa perselisihan verbal secara
signifikan diikuti oleh kekerasan secara fisik pada istri yang
seringkali disebabkan karena laki-laki lebih dominan dalam
keluarga, tekanan perekonomian dalam keluarga dan aspek yang
lain seperti adanya perselingkuhan dan ketidakstabilan
hubungan.
4. Individu
Meliputi: kebanggaan sebagai laki-laki, trauma masa lalu,
tidak adanya atau penolakan figur ayah pada masa lalu, dan
penggunaan alkohol.
WHO mencatat bahwa laki-laki yang melakukan KDRT
menunjukkan ketergantungan emosional, harga diri rendah dan
ketidakmampuan mengendalikan emosi. Mereka juga
menunjukkan kebiasaan marah yang berlebihan dan lebih
mudah depresi termasuk memiliki gangguan kepribadian
antisosial dan agresif. Laki-laki pelaku KDRT memiliki
karakteristik individu yaitu usia muda, mengonkonsumsi
alkohol/pecandu alkohol, mengalami depresi, memiliki gangguan
kepribadian, serta memiliki riwayat kekerasan dalam keluarga.
Faktor individu dapat disebabkan oleh kebanggaan sebagai
laki-laki yang dianggap memiliki kemampuan lebih dari
perempuan, tidak adanya figur ayah atau penolakan figur ayah,
dan trauma kekerasan masa kecil.
Dampak KDRT
KDRT memiliki efek pada kesehatan fisik dan mental korban hingga
menyebabkan berkurangnya kesejahteraan perempuan dalam komunitas.
Dampak negatif yang dapat terjadi yaitu:
16
kematian. Korban-korban KDRT juga didapati sering mengalami
gangguan pencernaan seperti irritable bowel syndrome, dan
gangguan nyeri.
b. Dampak pada Kesehatan Reproduksi Wanita
Diskriminasi terhadap perempuan dan pandangan masyarakat
mengenai tugas utama perempuan yaitu merawat dan memenuhi
kebutuhan suami, anak, mertua dan orang tua. Perempuan yang
baik adalah perempuan yang tidak mendahulukan kebutuhan diri
sendiri. Sikap stereotipik tersebut dapat mengakibatkan
penelantaran kebutuhan wanita. Perempuan dapat mengalami
kesulitan melindungi diri sendiri dari kehamilan yang tidak
diinginkan atau penyakit menular seksual. Kekerasan seksual dapat
secara langsung melalui penularan penyakit seksual, infeksi, HIV,
dan kehamilan yang tidak diinginkan. Penelitian menunjukkan
bahwa stress akibat mempunyai banyak anak dapat meningkatkan
risiko terjadinya KDRT. Penelitian UNICEF di berbagai negara
menunjukkan tingginya tingkat kekerasan pada masa kehamilan
yang mengakibatkan risiko terhadap kesehatan ibu dan janin,
pemaksaan seksual penyebab kehamilan yang tidak diinginkan, dan
bahaya akibat komplikasi aborsi.
c. Dampak pada Kesehatan Psikologis
Situasi yang dihadapi korban KDRT seringkali kompleks hingga
menyebabkan tekanan mental dan status psikologis. Korban dapat
mengalami post-traumatic stress disorder (PTSD), depresi,
kecemasan, dan berisiko terhadap perilaku bunuh diri. Hampir
seluruh korban KDRT mengalami gangguan emosional lebih tinggi
dan tidak sedikit yang memiliki keinginan untuk bunuh diri. Dampak
psikologis lainnya adalah jatuhnya harga diri dan konsep diri korban
(memandang diri negatif).
Pada korban KDRT anak-anak, ditemukan gangguan tumbuh
kembang otak anak yang mengganggu pertumbuhan kognitif dan
sensorik. Gangguan tersebut dapat membentuk sifat sangat sensitif,
gangguan tidur, ketidakstabilan emosi, rasa ketakutan yang
berlebihan, sifat kekanak-kanakan, masalah berbahasa dan
17
kesulitan dalam toilet training. Anak-anak korban KDRT yang
tumbuh dewasa seringkali menunjukkan banyak masalah, baik
masalah belajar maupun komunikasi sosial. Gangguan kepribadian
seperti psikosomatik, depresi dan kecenderungan untuk bunuh diri
dapat terjadi. Anak-anak tersebut juga memiliki risiko tinggi dalam
penyalahgunaan obat-obatan, kehamilan remaja dan perilaku
kriminal.
18
manusia, b. Keadilan dan kesetaraan gender, c. Nondiskriminasi, dan
d. Perlindungan korban.
Tujuan UU PKDRT disebutkan pada pasal 4 yaitu untuk: 1)
Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga, 2)
Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, 3) Menindak
pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan 4) Memelihara keutuhan
rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.
Ketentuan Pidana
Ketentuan pidana terhadap pelanggaran KDRT diatur oleh UU RI
No.23 Tahun 2004 tentang PKDRT sebagai berikut:
UU No.23 Tahun 2004 Pasal 44
19
(lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,-
(empat puluh lima juta rupiah).
(4)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalanakan
pekerjaan atau jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-
hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun
atau denda paling banyak Rp 5.000.000,- (lima juta rupiah).
20
juta rupiah) atau paling banyak Rp 300.000.000,- (tiga ratus juta
rupiah).
21
Dalam melakukan pemeriksaan terhadap orang yang menderita luka
akibat kekerasan, pada hakikatnya dokter diwajibkan untuk dapat
memberikan kejelasan tentang jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan
atau senjata yang menyebabkan luka serta kualifikasi luka. Kualifikasi luka
dibahas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu Bab XX pasal
351 dan 352 serta Bab IX pasal 90:
Pasal 351
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah,
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 352
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka
penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam,
sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus
rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang
melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya,
atau menjadi bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pasal 353
(1) Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama empat tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam
dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun
Pasal 354
22
(1) Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena
melakukan penganiayaan berat dengan pidana penjara paling lama
delapan tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun.
Pasal 355
(1) Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih
dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun.
(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 356
Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat
ditambah dengan sepertiga:
1. Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang
sah, istrinya atau anaknya;
2. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejabat ketika atau
karena menjalankan tugasnya yang sah;
3. Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang
herbahaya bagi nyawa atau kesehatan untuk dimakan atau
diminum.
Pasal 358
Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian di
mana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing
terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam:
1. Dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika
akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat
2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada
yang mati.
Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti:
Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan
sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut.
23
Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau
pekerjaan pencahariaan.
Kehilangan salah satu panca indera
Mendapat cacat berat.
Menderita sakit lumpuh.
Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.
Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan.
24
segala upaya yang dilakukan untuk membantu memberikan penguatan
kepada korban agar lebih berdaya secara fisik dan psikis. Sedangkan
pasal 2 ayat (1) menyebutkan upaya penyelenggaraan pemulihan adalah
segala tindakan yang dilakukan yang meliputi memberikan pelayanan
kepada korban, pendampingan kepada korban. Sedangkan orang yang
melakukan pendampingan dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan,
pekerja sosial, relawan pendamping dan pembimbing rohani.
Bentuk-bentuk program pemulihan korban KDRT di Indonesia
menurut PP PKPKDRT pasal 4 yaitu: Pelayanan kesehatan, pendampingan
korban, konseling, bimbingan rohani, dan resosialisasi.
Pencegahan KDRT
Pencegahan KDRT terdiri dari (1) Pencegahan primer, (2) Pencegahan
sekunder, dan (3) Pencegahan tersier.
Tujuan dari pencegahan primer adalah memberikan intervensi
sebelum masalah terjadi, atau mencegah berkembangnya faktor risiko.
Pencegahan primer KDRT adalah melalui tindakan sebelum kekerasan
terjadi, meliputi edukasi mengenai KDRT, serta dilakukannya pendidikan
kesehatan remaja, program untuk mengurangi stereotipik gender untuk
pasangan KDRT.
Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi
faktor risiko dan mengambil tindakan untuk mengurangi faktor risiko.
Tindakan yang dilakukan diantaranya adalah program skrining di lembaga
pelayanan kesehatan. Kunjungan rumah dapat dilakukan untuk program
skrining.
Pencegahan tersier dilakukan setelah masalah KDRT terjadi. Tindakan
pencegahan dirancang untuk meminimalkan dampak dan membantu
proses pemulihan, kesejahteraan, dan keamanan sesegera mungkin.
Pencegahan tersier pada KDRT meliputi semua tindakan pelayanan
kepada korban dan pelaku secara langsung ketika kekerasan terjadi.
Misalnya perawatan trauma fisik yang dialami korban, perencanaan
perlindungan, trauma psikologis, rumah aman, konseling, kelompok
suportif, pelayanan dan perlindungan untuk anak, dan koordinasi dengan
pihak-pihak terkait.
25
Pencegahan dan penanggulanagan kekerasan dalam rumah tangga
memerlukan upaya yang harus melibatkan berbagai lintas program dan
sektoral, dengan keterlibatan Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) dan
masyarakat sedini mungkin.
26
KESIMPULAN
27
DAFTAR PUSTAKA
28
Lampiran Surat Permintaan Visum
Lampiran Foto
29
Pada punggung kaki kiri, punggung jari telunjuk, jari tengah, jari manis,
dan kelingking, jarak 11 cm dari mata kaki luar ditemukan luka memar
berbentuk tidak beraturan, batas tidak tegas, warna biru keunguan, tidak
bengkak, ada nyeri tekan, dengan ukuran 7 x 4 cm.
30