Rp69,5 triliun. Gap tahun 2012 sebagian besar berasal dari pelampauan realisasi
pendapatan yang lebih besar dari anggaran sebesar Rp65,5 triliun, yang secara
terperinci angka tersebut 29,5% berasal dari pelampuan PAD dan sebesar 67,5%
berasal dari pendapatan dana bagi hasil dan dana penyesuaian yang lebih tinggi
dari yang dianggarkan daerah serta sisanya berasal dari pendapatan lainnya.
Sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa sebenarnya penyebab utama
terjadinya selisih surplus/defisit anggaran dan realisasi berasal dari faktor eksternal
di luar kewenangan Pemerintah Daerah, karena alokasi DBH dan dana penyesuaian
dianggarkan oleh Pemerintah Pusat.
Dengan melihat indikator tersebut perlu kiranya dilakukan perbaikan dalam
hal tahapan dan proses penganggaran DBH dan dana penyesuaian agar lebih
memberi kepastian kepada pemda dalam hal informasi terkait besaran alokasi
dan waktu penyalurannya kepada daerah, sehingga proses perencanaan
penganggaran APBD dapat menjadi lebih baik dan tepat waktu. Hal ini berguna
dalam mendukung belanja daerah yang sudah relatif baik dalam hal penyerapan,
yang dapat dilihat dari semakin kecilnya persentase dana anggaran belanja daerah
yang tidak terserap. Jumlah daerah yang mempunyai realisasi surplus/defisit dapat
memberikan gambaran terkait distribusi surplus atau defisit yang terjadi, apakah
peningkatan besaran surplus dibarengi dengan peningkatan jumlah daerah yang
mempunyai realisasi APBD surplus atau tidak. Berikut disajikan pergerakan jumlah
daerah yang mengalami realisasi APBD surplus dan defisit secara terpisah antara
kabupaten/kota dan provinsi.
b. Pembiayaan Daerah
Realisasi pembiayaan daerah lebih didominasi penerimaan pembiayaan dibanding
dengan pengeluaran pembiayaan. Penerimaan pembiayaan terdiri dari beberapa
jenis, yaitu Sisa Lebih Penggunaan Anggaran tahun sebelumnya (SiLPA tahun
sebelumnya), pencairan dana cadangan, hasil penjualan kekayaan yang
dipisahkan, penerimaan pinjaman dan penerimaan kembali pemberian pinjaman.
Dari beberapa jenis penerimaan pembiayaan, maka SiLPA tahun sebelumnya
merupakan sumber penerimaan pembiayaan yang paling dominan (96,6% total
penerimaan pembiayaan), sedangkan penerimaan pembiayaan yang mempunyai
resiko/kewajiban mengembalikan yaitu penerimaan pembiayaan dalam bentuk
pinjaman hanya mempunyai kontribusi sebesar 1,1% total penerimaan pembiayaan.
Grafik 4.4 memperlihatkan rincian penerimaan pembiayaan serta perbandingan
antara anggaran dengan realisasi.
c. SiLPA
Dalam realisasi APBD terdapat dua jenis SiLPA. Pertama, SiLPA tahun sebelumnya
yang merupakan sisa penggunaan anggaran tahun sebelumnya dan merupakan
bagian dari penerimaan pembiayaan. Kedua, SiLPA tahun berkenaan yang
merupakan sisa penggunaan anggaran pada tahun berjalan dan akan menjadi
salah satu penerimaan pembiayaan di tahun berikutnya. Dalam anggaran, SiLPA
tahun sebelumnya cenderung dianggarkan lebih rendah dari realisasi di mana
perbandingan tersebut dapat dilihat dalam grafik 4.6 berikut.