Anda di halaman 1dari 13

Indonesia adalah negara demokrasi dimana pemerintahan dijalankan oleh rakyat, dari

rakyat, dan untuk rakyat. Sejak merdeka tahun 45 atau yang dikenal dengan Orde
Lama Indonesia sudah menggunakan konsep demokrasi yaitu Demokrasi Terpimpin.
Kemudian pada 1965-1998 atau Orde Baru Indonesia menggunakan konsep Demokrasi
Pancasila.

Sistem Politik yang cocok untuk Indonesia adalah Demokrasi Pancasila Konstitusional.
Karena Pancasila merupakan falsafah bangsa yang merepresentasikan rakyat
Indonesia sekaligus sebagai barometer kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sedangkan UUD 45 sebagai landasan dasar negara mempunyai kedudukan yang
fundamental dalam penyelenggaraan negara.

Konsep Demokrasi Pancasila Konstitusional disini adalah bagaimana Demokrasi yang


mengandung artian bahwa pemerintahan tertinggi ada di tangan rakyat mendapatkan
penguatan dari dua pilar pokok bangsa yaitu Pancasila dan juga UUD 45. Asumsinya,
dengan kembalinya kita pada dua fondasi tersebut maka GBHN akan dihidupkan
kembali mengingat saat ini kita seperti kehilangan arah karena kebijakan-kebijakan
baru yang sarat akan intervensi asing, terutama dalam perumusan dan pembuatan
Undang-undang.

Dengan kembalinya bangsa ini pada GBHN maka landasan dan manuver politik pun
menjadi jelas yaitu berkiblat pada Pancasila dan UUD 45 yang pada titik klimaksnya
juga dapat berpengaruh pada sektor-sektor Sosial-Ekonomi. Dengan Demokrasi yang
seperti ini diharapkan nantinya dapat mengambil kebijakan-kebijakan yang benar-benar
dibutuhkan rakyat, salah satu contohnya adalah dengan menasionalisasikan sektor
Ekonomi yaitu di bidang industri.

Parlementer adalah konsep yang saya rasa tepat sebagai sistem pemerintahan
Indonesia. Karena dalam menjalani sebuah pemerintahan yang harus dijadikan
barometer bukan siapa presiden atau pemimpin negaranya, melainkan landasan
fundamentalnya. Dalam sistem presidensiil terjadi tumpang tindih kekuasaan yaitu
presiden selain sebagai kepala negara juga sebagai kepala pemerintahan, ini
mengakibatkan ketidakstabilan kinerja dan superioritas yang memunculkan adanya
kecanduan kekuasaan

Selain itu, tertera jelas di Sila ke-4, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Ini jelas menggambarkan bahwa
dalam penyelenggaraan negara itu dilakukan secara musyawarah yang artinya
diperlukan adanya kabinet yang memiliki kedudukan tinggi yaitu MPR atau pun DPR
sebagai lembaga perwakilan rakyat mempunyai peran vital dalam setiap kebijakan dan
arah politik negara, bukan hanya sebagai formalitas kelembagaan.

Dalam perjuangan kita itu telah tercapai banyak keberhasilan, khususnya kemampuan kita
menegakkan dan mempertahankan kemerdekaan Negara Republik Indonesia terhadap segala
usaha dari luar dan dalam negeri untuk meniadakan kemerdekaan kita.

Akan tetapi dengan rasa prihatin harus diakui bahwa masih banyak yang belum berhasil negara
ini lakukan, khususnya belum terwujudnya Pancasila Dasar Negara RI sebagai kenyataan dalam
kehidupan bangsa. Demikian pula masih luasnya kemiskinan meliputi kehidupan rakyat
Indonesia. Juga belum terwujud kehidupan demokrasi yang cocok sehingga turut menjadi sebab
penting rendahnya kesejahteraan bagi rakyat umumnya.

Demokrasi di Indonesia harus berdasar Pancasila

Bangsa Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 telah menetapkan
Pancasila sebagai Dasar Negara RI dan Filsafah Bangsa. Dengan begitu segala kehidupan yang
bersangkutan dengan Negara RI harus dilandasi Pancasila, termasuk pelaksanaan Demokrasi.
Ini lebih diperkuat oleh kesadaran bangsa Indonesia bahwa Pancasila adalah jatidiri bangsa.

Sebetulnya kata Demokrasi tidak ada dalam Pancasila. Akan tetapi pengertian yang terkandung
dalam kata Demokrasi ada dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak dahulu kala. Dalam
Pancasila pengertian Demokrasi disebut Kerakyatan.

Karena pelaksanaan Demokrasi dalam kehidupan satu bangsa tidak dapat lepas dari Jatidiri dan
Budaya bangsa, maka Demorasi di Indonesia tidak dapat dilandasi pandangan hidup yang
seperti dunia Barat yang mengedepankan Individualisme dan Liberalisme. Sebab nilai-nilai yang
dikandung Pancasila sangat berbeda dengan pandangan hidup Barat itu. Maka kalau di
Indonesia sejak Reformasi 1998 berlaku Demokrasi Barat yang landasannya individualisme-
individualisme, maka ini merupakan sesuatu yang seharusnya tidak terjadi di Indonesia.

Sejak bangsa Indonesia menyiapkan kemerdekaannya pada tahun 1945 selalu menjadi
pertanyaan bagaimana sistem pemerintahan yang tepat dan paling bermanfaat untuk bangsa itu.
Dengan kemudian ditetapkannya Pancasila sebagai Filsafah dan Pandangan Hidup Bangsa
serta Dasar Negara Republik Indonesia, mulai jelas apa yang menjadi Tujuan Bangsa. Hal ini
makin tegas setelah dirumuskan dan disetujui Undang-Undang Dasar 1945 pada 18 Agustus
1945.

Secara universal dan umum dapat dikatakan bahwa Demokrasi adalah sistem kenegaraan yang
mengakui bahwa dalam negara itu Kedaulatan ada di tangan Rakyat. Hal ini
menghasilkan sistem kenegaraan yang memungkinkan semua warga bangsa mempunyai
kesempatan mewujudkan aspirasinya.

Dalam sejarah umat manusia tampak bahwa demokrasi berkembang sesuai dengan kondisi
bangsa yang bersangkutan, termasuk nilai budayanya, pandangan hidupnya serta adat-
istiadatnya. Dengan begitu tiap-tiap bangsa mempunyai caranya sendiri mewujudkan demokrasi.
Hal iu antara lain tampak di Eropa Barat ; sekalipun bangsa-bangsa Eropa Barat mempunyai
banyak kesamaan budaya, pandangan hidup dan adat-istiadat, namun demokrasi yang
diwujudkan di masing-masing bangsa Eropa Barat tidak sama. Hal itu dapat dilihat pada
perwujudan demokrasi di Perancis dan Inggeris yang tidak sepenuhnya sama. Bahkan antara
bangsa Amerika Serikat dan Inggeris yang sama-sama digolongkan bangsa Anglo Saxon
terdapat perbedaan besar dalam pelaksanaan demokrasi.

Itu memberikan kesimpulan bahwa pengertian demokrasi bersifat universal, tetapi


perwujudannya dan pelaksanaannya di tiap-tiap negara dilakukan sesuai budaya, pandangan
hidup, jatidiri bangsa di negara itu. Tidak ada pelaksanaan atau perwujudan demokrasi yang
universal dan berlaku bagi semua bangsa. Maka tidaklah benar anggapan sementara orang,
termasuk di Indonesia, bahwa demokrasi Barat adalah pelaksanaan demokrasi yang universal
dan harus diterapkan pada semua bangsa. Anggapan demikian sejak tahun 1945 ada pada
sementara orang Indonesia, terutama mereka yang menyangsikan terwujudnya kemerdekaan
Indonesia. Akan tetapi terutama kuatsekali setelah terjadi Reformasi pada tahun 1998.

Padahal demokrasi bangsa Indonesia tidak sama dan tidak harus sama dengan yang dilakukan
bangsa lain, termasuk bangsa Barat yang pandangan hidupnya berbeda dari Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia.

Ada perbedaan prinsipiil atau mendasar dalam pandangan hidup Barat dan Pancasila, seperti
tempat Individu dalam pergaulan hidup. Dalam pandangan Barat individu adalah mahluk
otonom yang bebas sepenuhnya untuk mengejar semua kehendaknya. Dalam pandangan itu
individu membentuk kehidupan bersama dengan individu lain adalah karena dorongan rasionya
untuk menjamin keamanan dan kesejahteraannya, bukan karena secara alamiah individu
ditakdirkan hidup bersama individu lain.

Sebaliknya dalam pandangan Pancasila individu secara alamiah merupakan bagian dari
kesatuan lebih besar, yaitu keluarga. Individu tidak bisa lepas dari Keluarga. Dalam keluarga
tidak ada anggotanya yang sama benar, selalu ada perbedaan antara mereka. Akan tetapi
sekalipun berbeda satu sama lain mereka merupakan anggota satu keluarga. Maka
terjadi Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan. Oleh sebab itu pandangan
Pancasila dan bangsa Indonesia adalah bahwa hidup
merupakan Kebersamaan atau Kekeluargaan. Kehidupan dalam pandangan Pancasila
dilakukan dalam Harmoni antara individu sebagai anggota keluaarga maupun sebagai anggota
masyarakat. Individu diakui eksistensinya dan dibenarkan untuk mengejar yang terbaik baginya,
tetapi itu tidak pernah lepas dari kepentingan Kebersamaan / Kekeluargaan. Ini berbeda
mendasar dari individualisme dan liberalisme Barat. Perbedaan mendasar itu berpengaruh sekali
terhadap pelaksanaan demokrasi.

Selain itu dalam pandangan Barat dalam negara harus berlaku sekularitas, yaitu terpisahnya
Negara dan Agama. Maka demokrasi Barat bersifat sekuler, dalam arti bahwa tidak ada faktor
Ketuhanan atau religie yang mempengaruhinya. Sebaliknya demokrasi Indonesia tidak dapat
lepas dari faktor Ketuhanan Yang Maha Esa yang merupakan sila pertama Pancasila. Memang
NKRI bukan negara berdasarkan agama atau negara agama, namun ia bukan pula negara
sekuler yang menolak faktor agama dalam kehidupan bernegara. Ada yang mengritik sikap
bukan ini bukan itu sebagai sikap yang a-moral dan ambivalent, tetapi dalam perkembangan
cara berpikir dalam melihat Alam Semesta, khususnya yang dibuktikan oleh Quantum Physics,
hal ini fenomena normal dalam Alam ini. Maka karena sikap itu demokrasi Indonesia tidak
pernah boleh lepas dari faktor moralitas.

Dengan landasan individualisme-liberalisme di Barat individu selalu mencari keunggulan bagi


dirinya. Sebab itu Demokrasi Barat cenderung diekspresikan mengejar kemenangan dan
kekuasaan. Dalam demokrasi Barat adalah normal kalau partai politik mengejar kekuasaan agar
dengan kekuasaan itu dapat mewujudkan kepentingannya dengan seluas-luasnya. Ia hanya
mengakomodasi kepentingan pihak lain karena dan kalau itu sesuai dengan kepentingannya.

Dalam demokrasi Indonesia tidak hanya faktor Politik yang perlu ditegakkan, tetapi juga faktor
kesejahteraan bagi orang banyak sebagaimana dikehendaki sila kelima Pancasila, yaitu Keadilan
bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Jadi demokrasi Indonesia bukan hanya demokrasi politik, tetapi
juga demokrasi ekonomi dan demokrasi sosial. Bahkan sesuai dengan Tujuan Bangsa dapat
dikatakan bahwa demokrasi Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan dan kebahagiaan dan
bukan demokrasi kekuasaan seperti di Barat. Hal itu kemudian berakibat bahwa pembentukan
partai-partai politik yang juga dilakukan dalam demokrasi Indonesia, mengarah pada perwujudan
kehidupan sejahtera bangsa Karena demokrasi Indonesia adalah demokrasi kesejahteraan,
maka wahana pelaksanaan demokrasi Indonesia tidak hanya partai politik. Banyak anggota
masyarakat mengutamakan perannya dalam masyarakat sebagai karyawan atau menjalankan
fungsi masyarakat tertentu untuk membangun kesejahteraan, bukan sebagai politikus. Mereka
tidak berminat turut serta dalam partai politik. Karena kepentingan bangsa juga meliputi mereka,
maka selayaknya mereka ikut pula dalam proses demokrasi, termasuk demokrasi politik. Oleh
sebab itu di samping peran partai politik ada peran Golongan Fungsional atau Golongan
Karya (Golkar).

Demikian pula Indonesia adalah satu negara yang luas wilayahnya dan terbagi dalam banyak
Daerah dan banyak Etnik yang semuanya termasuk dalam Keluarga Bangsa Indonesia. Oleh
sebab itu di samping peran partai politik dan golkar, harus diperhatikan faktor Keterwakilan setiap
Daerah dan Etnik dalam mengatur dan mengurus bangsa Indonesia sebagai satu Keluarga.
Maka ada Utusan Daerah yang mewakili daerahnya dan etniknya masing-masing dalam
menentukan jalannya Bahtera Indonesia. Dengan begitu jelas sekali bahwa Sistem Politik atau
Demokrasi Pancasila mengutamakan keterwakilan, sebagaimana tertera dalam Sila 4 Pancasila,
yaitu Kerakyatan dalam hikmah kebijaksanaan Permusyawaratan-Perwakilan. Sedangkan
demokrasi Barat hanya mementingkan keterpilihan warga negara untuk berpartisipasi dalam
demokrasi. Sebagaimana prinsip Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam Perbedaan
menjamin setiap bagian untuk mengejar yang terbaik, maka Daerah yang banyak jumlahnya dan
aneka ragam sifatnya perlu memperoleh kesempatan mengurus dirinya sesuai pandangannya,
tetapi tanpa mengabaikan kepentingan seluruh bangsa dan NKRI.

Otonomi Daerah harus menjadi bagian penting dari demokrasi Indonesia dan mempunyai peran
luas bagi pencapaian Tujuan Bangsa. Akan tetapi di samping ada perbedaan antara Demokrasi
berdasarkan Pancasila dan Demokrasi Barat ada pula persamaannya. Oleh karena Demokrasi di
dunia adalah perkembangan politik modern yang dimulai di dunia Barat, maka umumnya
lembaga-lembaga demokrasi yang telah dikembangkan Barat digunakan dan dikembangkan
bagian dunia lainnya. Istilah-istilah Eksekutif, Legislatif dan Yudikatif digunakan secara umum
dengan diterjemahkan ke bahasa bangsa yang menggunakannya.

Lembaga Perwakilan Rakyat diadakan pula dalam Demokrasi berdasarkan Pancasila dengan
istilah Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) . Untuk
Eksekutif digunakan kata Presiden sebagai Kepala Negara, karena bangsa Indonesia tidak
membangun kerajaan atau kekaisaran , melainkan negara berbentuk Republik. Demikian pula
Menteri sebagai pembantu Presiden. Juga dibentuk Partai-Partai Politik sebagai organisasi
warga negara berkumpul untuk mengedepankan aspirasinya. Diadakan Pemilihan Umum di
mana Rakyat memilih wakil-wakilnya untuk duduk dalam Lembaga Perwakilan Rakyat. Dengan
begitu terjadi perbedaan antara demokrasi berdasarkan Pancasila dan demokrasi Barat karena
ada perbedaan prinsipiil dalam pandangan hidup dan budaya bangsa. Akan tetapi ada
persamaan yang bersangkutan dengan bangunan kelembagaan.

Berdasarkan prinsip-prinsip yang berlaku bagi pelaksanaan demokrasi yang dilandasi Pancasila,
maka telah disusun Undang-Undang Dasar bagi Negara Republik Indonesia. Hal itulah yang
dilakukan para Pendiri Negara pada 18 Agustus 1945. Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945)
merupakan dasar untuk mengatur sistem pemerintahan dalam rangka demokrasi Indonesia.
Yang dimaksud adalah UUD 1945 yang asli dan belum dirobah dengan 4 Amandemen tahun
2002. Sebab setelah ada 4 Amandemen itu hakikatnya UUD 1945 telah berubah jiwanya dari
Pancasila ke individualis-liberalis. Jadi tidak cocok dengan keperluan kita. Sebab itu harus kita
kembalikan Undang-Undang Dasar 1945 kepada kondisinya yang asli agar kehidupan bangsa
Indonesia berjalan sesuai dengan Pancasila Dasar Negara RI.

Untuk mengembalikan UUD 1945 ke aslinya ada 2 alternatif jalan. Yang pertama adalah
mengembalikan UUD 1945 yang asli sebagai UUD yang sah. Ini dapat dilakukan melalui
berbagai kemungkinan, seperti didekritkan oleh Presiden RI, melalui keputusan DPR minta MPR
bersidang atau melalui Referendum. Yang kedua adalah melalui proses pengkajian kembali UUD
1945 yang telah di-amandemen. Pengkajian ini dilakukan tim yang diprakarsai dan dipimpin
pimpinan MPR. Karena posisi dan fungsi MPR telah sangat dirugikan oleh UUD 1945 yang di-
amandemen maka ada kemungkinan besar pimpinan MPR bersedia melakukannya. Pegkajian
itu harus menghasilkan UUD yang sesuai dengan UUD 1945 asli, meskipun tidak mustahil
dengan tambahan untuk penyempurnaannya.
Jalan pertama, terutama melalui satu dekrit Presiden RI, adalah cara paling cepat. Akan tetapi
secara politik dipertanyakan apakah Presiden RI bersedia melakukannya, apalagi sekarang.
Jalan DPR akan amat sukar berhasil karena akan ditentang banyak anggota DPR yang
diuntungkan oleh keadaan UUD 1945 setelah di-amandemen. Sedangkan melalui referendum
juga memerlukan persetujuan DPR yang amat besar kemungkinan menolak.
Jadi harus ditempuh jalan kedua, yaitu melalui pengkajian yang dilakukan oleh satu tim yang
diprakarsai pimpinan MPR sekarang. Ini satu proses lama tapi dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Sebab melalui pengkajian kembali dapat dihilangkan semua akibat buruk dari
amandemen, yaitu yang membuat Batang Tubuh UUD bertentangan dengan Pembukaannya
sendiri. Selain itu dapat dilakukan penyempurnaan UUD 1945, kalau dianggap perlu, dengan
mengadakan penambahan. Akan tetapi tidak dalam bentuk amandemen melainkan
sebagai addendum UUD 1945. Juga Penjelasan UUD harus dikembalikan, karena UUD tanpa
Penjelasan kurang menjamin adanya pemahaman yang benar dari isi UUD itu.

Dengan semangat yang kuat untuk mempunyai kembali UUD 1945 sesuai dengan Pancasila
kita harapkan pengkajian ini dapat dilakukan secepat dan setepat mungkin. Dalam pengkajian
itu penting sekali ditegakkan kembali fungsi dan peran Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
sebagai pelaksana Kedaulatan Rakyat. Fungsi dan peran MPR ini telah ditiadakan oleh
amandemen 2002 dan MPR sekarang hanya merupakan lembaga yang menghimpun
keberadaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Yang akhir
ini adalah satu lembaga yang tidak terdapat dalam UUD 1945 yang asli. Mungkin badan itu
dibentuk karena para pemrakarsa amandemen diilhami badan perwakilan di AS yang
namanya Senate yang bersama-sama House of Representatives membentuk Congress. Akan
tetapi MPR di sistem politik Indonesia jauh berbeda fungsi dan perannya dari Congress di
AS. Sebagai Penjelmaan Rakyat, MPR memegang kekuasaan tertinggi di NKRI. Anggota MPR
terdiri atas warga negara yang dipilih dalam Pemilihan Umum, wakil Golongan yang ditentukan
oleh Organisasi Golongan Karya dan utusan Daerah yang ditetapkan oleh Gubernur Provinsi
bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I. MPR menetapkan Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN) yang harus menjadi pedoman segala kegiatan Negara dan Bangsa
untuk masa mendatang. Ia mengangkat Presiden RI untuk memegang kekuasaan pemerintahan
dan melaksanakan GBHN. Serta menetapkan Wakil Presiden RI untuk membantu Presiden RI.

Pemilihan Presiden RI dan Wakil Presiden RI langsung oleh Rakyat sebagaimana sekarang
terjadi menambah legitimacy Presiden dan Wakil Presiden. Akan tetapi tidak sesuai dengan
ketentuan bahwa MPR memegang kekuasaan tertinggi di NKRI. Di samping Presiden RI ada
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang sama tinggi kedudukannya dengan Presiden. Presiden
sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang selalu memerlukan persetujuan
DPR, termasuk undang-undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dengan jalan itu DPR menjalankan kontrol atau pengawasan terhadap pelaksanaan fungsi
Presiden. Karena pengawasan ini erat hubungannya dengan pelaksanaan GBHN yang berasal
dari MPR, maka DPR melakukan pengawasan atas nama MPR. Sebab itu anggota DPR berasal
dari MPR yang menetapkan separuh dari jumlah anggotanya menjadi anggota DPR. Dengan
begitu dalam DPR perlu ada anggota yang berasal dari Parpol, wakil Golongan maupun Utusan
Daerah karena semua mereka sebagai bagian dari Penjelmaan Rakyat berkepentingan atas
pelaksanaan pemerintahan yang baik. Presiden RI didampingi Dewan Pertimbangan Agung
(DPA) yang pimpinan dan anggotanya ditetapkan melalui undang-undang. DPA memberikan
advis kepada Presiden, diminta atau tidak diminta. Selain itu Presiden RI didampingi Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) yang juga dibentuk berdasarkan undang-undang. BPK berfungsi
untuk memeriksa tanggungjawab keuangan negara dan menyampaikan hasil pemeriksaannya
kepada DPR.

Presiden RI juga didampingi Mahkamah Agung (MA) yang dibentuk menurut undang-undang.
MA memimpin seluruh badan kehakiman NKRI yang dibentuk menurut undang-undang. Untuk
menjalankan pemerintahan Presiden RI mengangkat Menteri-Menteri yang memimpin
departemen pemerintahan atau memimpin badan non-departemen. Presiden RI, Wakil Presiden
RI beserta semua Menteri merupakan Pemerintah RI.Di dalam menjalankan fungsi pemerintahan
Presiden bertanggungjawab kepada MPR, sedangkan para Menteri bertanggungjawab kepada
Presiden RI. Indonesia terdiri dari Daerah-Daerah Tingkat Satu atau Provinsi yang ditetapkan
dengan undang-undang. Demikian pula Daerah Tingkat Satu terdiri dari Daerah Tingkat II atau
Kabupaten dan Kota yang juga dibentuk dengan undang-undang. Untuk memberikan otonomi
yang luas kepada Daerah maka semua Daerah Tingkat Dua adalah daerah otonom. Sedangkan
Daerah Tingkat Satu memegang kekuasaan pemerintahan yang mewakili Pusat dalam
memimpin Daerah Tingkat Dua sebagai bagian integral NKRI.

Atas dasar itu Kepala Daerah Tingkat Dua, yaitu Bupati dan Wali Kota, dipilih langsung oleh
Rakyat, kecuali pimpinan Kota yang berada di Daerah Tingkat Satu Jakarta Raya. Setiap Daerah
Tingkat Dua mempunyai Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tk Dua yang anggotanya dipilih oleh
Rakyat untuk mereka yang berasal dari partai politik; selain itu ada anggota yang ditetapkan
oleh Sekber Golkar. DPRD II membantu Bupati / Wali Kota dalam menjalankan pemerintahan di
daerahnya. Dalam menjalankan pekerjaannya Bupati / Wali Kota bertanggungjawab kepada
Gubernur / Kepala Daerah Tingkat Satu.

Kepala Daerah Tingkat Satu, yaitu Gubernur, ditetapkan oleh Presiden RI berdasarkan usul yang
diajukan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Satu . Gubernur merupakan perpanjangan
Pemerintah Pusat untuk mengatur jalannya pemerintahan di Daerah Tk I sesuai dengan
ketentuan otonomi daerah. Dalam pekerjaannya Gubernur bertanggungjawab kepada Presiden
RI. Gubernur dibantu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat Satu yang anggotanya dipilih
oleh Rakyat dan ditetapkan oleh Sekber Golkar. Gubernur bersama DPRD I menetapkan Utusan
Daerah untuk duduk dalam MPR. Masyarakat membentuk Partai-partai politik (Parpol) untuk
memperjuangkan aspirasinya. Anggota Parpol dalam Pemilihan Umum dipilih oleh Rakyat untuk
menjadi wakil rakyat dalam MPR dan juga untuk menjadi wakil rakyat dalam DPRD Tingkat I dan
Tingkat II.
Selain itu dibentuk Organisasi Golongan Karya yang menghimpun para warga negara yang
memperjuangkan aspirasinya melalui pekerjaan fungsional dalam masyarakat. Organisasi ini
menetapkan wakil golongan untuk duduk dalam MPR, DPRD Tingkat I dan Tingkat II.

UUD 1945 di samping mengatur Demokrasi Politik juga mengatur Demokrasi Ekonomi dan
Demokrasi Sosial. Dengan begitu terwujud kehidupan bangsa yang tenteram-damai-produktif
dan tidak terganggu oleh konflik antara golongan kaya dan miskin, antara Pusat dan Daerah,
antara etnik yang berbeda, atau antara umat agama yang beda. Demokrasi baru dapat dikatakan
berjalan baik di Indonesia, kalau baik Demokrasi Politik maupun Demokrasi Ekonomi dan
Demokrasi Sosial menjadi kenyataan.
Memperhatikan hal-hal yang diuraikan di atas tentang Demokrasi berdasarkan Pancasila atau
Demokrasi Indonesia, maka demokrasi yang sekarang berlaku dan berjalan di Indonesia amat
besar kekurangannya, bahkan banyak aspeknya yang secara mendasar bertentangan dengan
Pancasila. Juga perilaku para pelaku dalam bidang Eksekutif, Legislatif dan Yudakatif, serta
warga masyarakat banyak sekali yang tidak sesuai dengan Demokrasi berdasarkan Pancasila.

Faktor Manusia dalam Demokrasi Indonesia

Demokrasi Indonesia tidak akan berfungsi dengan baik kalau hanya didasarkan pada Sistemnya
yang benar. Yang tidak kurang penting, bahkan lebih penting, adalah Manusia yang
menjalankan Sistem itu. Ada orang yang mengatakan bahwa yang utama adalah
terbentuknya Sistem yang baik dan tepat, Sebab Sistem yang baik dalam prosesnya akan
membentuk Manusia yang baik dan tepat.

Akan tetapi pendapat demikian tidak memperhatikan kenyataan bahwa Sistem yang baik dan
tepat adalah hasil Manusia, bukan turun begitu saja dari langit. Agama pun diturunkan ke Bumi
oleh Tuhan melalui peran Nabi dan Rasul. Kemudian sebelum Sistem itu menghasilkan Manusia
yang tepat harus ada proses dalam berfungsinya Sistem tersebut. Proses ini pula harus
dilakukan Manusia. Jadi jelas sekali bahwa demokrasi Indonesia yang baik tidak cukup dibangun
dengan Sistem yang baik dan tepat, tetapi harus disertai keberadaan Manusia Indonesia yang
baik dan tepat.

Di sinilah bangsa Indonesia menghadapi pekerjaan rumah yang berat dan luas. Sebab dalam
kenyataan faktor Manusia telah mengalami perkembangan yang demikian luas sehingga
kondisinya sekarang sangat kurang sesuai dengan keperluan untuk menjalankan demokrasi
Indonesia dengan baik. Pertama, adalah pengaruh dari pandangan hidup dan cara berpikir yang
berbeda, bertentangan dan berlainan dengan Pancasila. Karena bangsa Indonesia dan
pimpinannya sejak 1945 telah mengabaikan pentingnya Pembangunan Bangsa (nation and
character building) untuk dilakukan secara nyata dan tidak hanya dibicarakan saja, maka
Pancasila yang sejak semula telah ditetapkan sebagai Dasar dan Filsafah Negara tidak pernah
secara konsisten dijadikan kenyataan di Bumi Indonesia.
Malahan sebaliknya aspek-aspek penting yang tadinya masih ada dalam masyarakat, seperti
sikap hidup Gotong Royong, makin hilang. Sebab telah berkembang dinamika dunia Barat yang
amat agressif untuk menguasai dunia. Kalau hal itu sebelumnya dilakukan melalui kekuasaan
imperialisme dan kolonialisme, sejak abad ke 20 juga dan terutama dilakukan dengan
meluaskan sikap hidup dan cara berpikir Barat ke seluruh umat manusia.

Dengan berbagai jalan individualisme-liberalisme disebarkan, khususnya melalui pendidikan,


sehingga makin banyak manusia Indonesia terpengaruh untuk menerima pandangan hidup itu
dan menganggapnya paling baik. Hal ini diperkuat oleh sifat Manusia Indonesia yang senang
menganggap segala sesuatu dari luar negeri, apalagi dari Barat yang secara materiil telah maju,
lebih baik dari apa yang ada di Indonesia.
Ketika pimpinan dan masyarakat di Indonesia melihat dampak usaha Barat itu maka sikapnya
terutama reaktif belaka tanpa ada usaha untuk menjalankan dan memperkuat usaha menjadikan
Pancasila kenyataan di Indonesia. Pancasila tinggal sebagai semboyan belaka, bahkan banyak
pemimpin Indonesia bersikap dan bertindak bertentangan dengan Pancasila.

Akibatnya dapat dilihat dengan jelas ketika terjadi Reformasi pada tahun 1998. Memang
Indonesia memerlukan satu reformasi, mungkin lebih tepat istilah restorasi, yaitu usaha untuk
memperbaiki keadaan untuk menjadikan Pancasila kenyataan yang mantap di Indonesia. Akan
tetapi yang terjadi adalah justru sebaliknya, Reformasi menjadi jalan untuk mengembangkan
individualisme-liberalisme menggantikan peran Pancasila sebagai Dasar Negara. Hal itu nyata
sekali dalam berhasilnya UUD 1945 di-amandemen pada tahun 2002.

Keberhasilan itu tentu akan diikuti langkah-langkah berikut agar akhirnya Pancasila tidak ada lagi
di Indonesia. Yang jelas nampak terjadi adalah perkembangan ekonomi yang makin kuat
mengikuti dasar individualisme-liberalisme. Proses ini dilakukan dan dipimpin oleh manusia
Indonesia sendiri, dengan bantuan pihak asing yang berkepentingan. Itu berarti bahwa makin
banyak manusia Indonesia yang setuju, atau sekurangnya tidak keberatan, kehidupan di
Indonesia dilandasi individualisme-liberalisme.

Namun sebaliknya dan anehnya pula, mereka tidak berani atau sanggup menyatakan pendapat
mereka itu secara terbuka, apalagi terang-terangan memperjuangkan pandangan mereka untuk
mengganti Pancasila sebagai Dasar Negara RI. Hal ini lebih banyak disebabkan oleh sikap
munafik dari pada merupakan taktik perjuangan.
Keadaan yang sudah cukup mengacaukan demokrasi Indonesia itu ditambah oleh sikap dan
usaha agresif kalangan tertentu di Timur Tengah yang melawan dunia Barat yang hendak
mendominasi dunia. Usaha kalangan itu diberi landasan agama Islam dan dilakukan secara fisik
untuk melawan Amerika Serikat dan sekutunya di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Memang Indonesia sebagai bangsa dengan umat Islam terbesar di dunia merupakan sasaran
masuk akal bagi usaha kalangan Timur Tengah itu. Karena lemahnya Pancasila, maka usaha itu
makin berhasil meluaskan dukungannya di Indonesia. Tujuan kalangan itu untuk mendirikan
Negara Islam Indonesia jelas mengancam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila.
Caranya mencapai tujuan, antara lain dengan terorisme, menimbulkan masalah yang tidak
sederhana bagi bangsa Indonesia dan berkembangnya demokrasi di Indonesia.Usaha dari luar
ini juga berusaha mendapat dukungan luas dari manusia Indonesia.

Kedua, kelemahan faktor Manusia ditimbulkan juga oleh sifat manja-mental. Manusia Indonesia
pada dasarnya mempunyai kecerdasan yang tinggi, hal mana dibuktikan oleh banyak prestasi
Manusia Indonesia kalau mengikuti pendidikan sekolah di dalam dan luar negeri. Akan tetapi
karena ada sifat manja-mental maka ada kecenderungan kurangnya kemampuan atau kesediaan
untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimiliki.
Hal itu tampak jelas sekali dalam masyarakat, baik di lingkungan Eksekutif termasuk Birokrasi,
Legislatif maupun Yudikatif. Bahkan juga di lingkungan Swasta dan bisnis yang seharusnya
mengembangkan daya saing tinggi. Ada sikap Buat apa Capek, hal mana didukung kecakapan
manusia itu mencari alasan pembenaran sikapnya. Itu sebabnya kita sering mendengar
pemimpin atau calon pemimpin pemerintahan memberikan janji, tetapi jarang sekali janji itu
menjadi kenyataan.

Bahkan ada seorang mantan menteri yang secara terang-terangan mengatakan kepada orang
yang menagih janjinya : Kamu toh sudah saya beri janji, itu sudah banyak ! Dari yang paling atas
di negara ini hingga ke paling bawah manusia suka sekali berwacana tanpa diikuti realisasinya
yang kongkrit.
Mana mungkin terwujud demokrasi ekonomi kalau para pemimpin pemerintahan hanya
mewacanakan kesejahteraan rakyat tanpa realisasinya. Masih ditambah lagi oleh sikap dan cara
bekerja manusia di Birokrasi.

Kalau pun Presiden dan menteri mau menetapkan usaha yang meningkatkan kesejahteraan
rakyat, tidak jarang usaha itu berhasil nihil atau minimal karena manusia dalam Birokrasi tidak
menjalankan kerjanya dengan semestinya. Bukannya mereka itu tidak tahu apa yang harus
mereka kerjakan ! Akan tetapi mereka berpikir, untuk apa harus kerja keras.

Hal itu juga berpengaruh pada demokrasi politik, ketika para anggota DPR dan DPRD tidak
malu-malu absen tidak menghadiri sidang. Kalau menghadiri sidang pun belum tentu mau
bersikap giat mewujudkan apa yang mereka ketahui, bahkan apa yang mereka yakini, yang
harus mereka lakukan sebagai wakil kepentingan Rakyat.

Ketiga, kurang daya tahan masyarakat Indonesia menghadapi pengaruh Uang dan Benda.
Memang materialisme makin meluas dan menguat di dunia dan mau tidak mau juga masuk
Indonesia. Kalau masyarakat kurang mampu menghasilkan daya tahan terhadap dampak negatif
materialisme, maka terjadi perkembangan yang amat merugikan. Sebab segala sesuatu hanya
diukur dengan Uang dan Benda. Segala aspek kehidupan masyarakat dikuasai Uang dan Benda
serta mereka yang menguasai Uang dan Benda.

Dan itulah yang terjadi di Indonesia dengan amat kuat. Dalam kehidupan politik setiap pemilihan
tidak pernah lepas dari jumlah uang yang dikumpulkan calon yang ingin dipilih. Pemilihan Bupati
dan bahkan anggota DPRD ditentukan oleh besarnya jumlah uang yang dapat dikumpulkannya,
lebih besar lagi jumlah itu untuk calon Gubernur dan pasti makin besar untuk calon Presiden dan
Wakil Presiden.

Hal inilah yang membuat Korupsi hal yang mudah terjadi di Indonesia. Etika dan Moralitas makin
sukar ditemukan dalam kehidupan, khususnya dalam dunia politik, kecuali dalam bentuk wacana
dan pidato.
Sebenarnya masyarakat dapat menimbulkan daya tahan untuk tidak dikuasai oleh Uang dan
Benda. Sebagai contoh di Jepang adalah faktor Budaya Malu dan kuatnya Solidaritas Kelompok.
Sehingga dengan begitu kuasa Uang dan Benda dapat diminimalkan.

Indonesia yang selalu membanggakan perkembangan kuat dari Agama, baik Islam maupun
lainnya, sebenarnya juga dapat membangun Daya Tahan itu Sebab ajaran Agama jelas sekali
tidak membolehkan manusia dikuasai Uang dan Benda. Namun nampaknya di Indonesia
perkembangan Agama dilihat sebagai hal terpisah dari keperluan Uang dan Benda. Sebab itu
tidak mengherankan adanya pemimpin agama dan orang-orang yang menunjukkan kehidupan
yang kuat agama, ternyata korup atau suka sekali uang.

Tiga hal itu, yaitu kekurangmampuan menghadapi perluasan pengaruh cara berpikir asing, sikap
manja-mental dan kurangkemampuan menghadapi materialisme , merupakan tantangan
utama bagi terwujudnya demokrasi Indonesia yang kita perlukan.

Perkembangan Indonesia di masa depan sangat ditentukan oleh terwujudnya Kepemimpinan


Nasional yang orang-orangnya termasuk perkecualian itu, orang-orang yang tidak tergolong
lemah. Terutama diperlukan orang-orang yang yakin benar kepada Pancasila sebagai Dasar
Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia. Kepemimpinan Nasional yang bersikap
demikian, dapat diambil langkah-langkah untuk menjadikan Pancasila kenyataan di Indonesia.
Itu dibarengi usaha memperkuat Pancasila sebagai keyakinan di lingkungan luas bangsa,
termasuk di Daerah-Daerah, sehingga dapat menghadapi usaha agressif dari pihak penentang
Pancasila secara efektif.

Selain itu dapat diusahakan agar sifat manja-mental makin berkurang dan manusia Indonesia
tidak kalah giatnya dalam kerja dengan manusia Asia lainnya. Demikian pula mampu melakukan
usaha untuk makin mengurangi dampak negatif Benda dan Uang serta makin habisnya Korupsi
di Indonesia.

Usaha itu tidak lepas dari kemampuan Kepemimpinan Nasional untuk membangun dukungan di
semua Daerah di Indonesia dan di segala lapisan masyarakat. Usaha ini sangat tergantung pada
kemampuan untuk menemukan orang-orang yang termasuk Perkecualian di Pusat dan Daerah
dan berbagai lingkungan Kerja, khususnya untuk menjadi critical mass dalam banyak
perubahan yang harus dilakukan .

Namun usaha fundamental yang harus kita lakukan adalah Pendidikan. Sebab hanya melalui
pendidikan yang tepat dapat kita bangun landasan untuk perkembangan manusia Indonesia di
masa depan. Kita harus membangun manusia yang lebih cerdas dan pandai menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi yang makin maju. Akan tetapi tidak kalah pentingnya, bahkan lebih
penting, adalah pembentukan karakter yang kuat pada manusia Indonesia. Dengan begitu
pengetahuan dan kecakapan akan diterapkan dan diaplikasikan untuk kemajuan bangsa. Juga
karakter yang kuat itu penting untuk membangun keyakinan pada Pancasila sebagai Dasar
Negara. Akan dapat dibangun pula pemahaman bahwa moralitas sangat penting dan perlu
dipunyai untuk menghadapi Materialisme yang makin agressif di mana-mana.

Nasionalisme yang tumbuh kuat memungkinkan terwujudnya sikap yang melihat faktor luar
negeri secara proporsional dan bermanfaat bagi perkembangan bangsa. Tidak menolak faktor
asing dan mengambil yang bermanfaat bagi bangsa Indonesia, tetapi mampu menolak pengaruh
dan kecenderungan luar negeri yang tidak sesuai dengan keperluan bangsa Indonesia.

Pendidikan karakter yang baik membangun manusia Indonesia sejak remaja untuk pandai hidup
bersama secara harmonis, hidup berdisiplin, toleran terhadap orang lain disertai sopan santun
sesuai adat istiadat bangsa. Akan tetapi juga membangun manusia Indonesia untuk selalu
mengejar yang terbaik, berorientasi pada pencapaian prestasi (achievement oriented) , yang
membuat dirinya dan bangsanya mandiri serta menjadikan segala keunggulan sumberdaya alam
Indonesia memberikan manfaat bagi bangsanya.

Ini semua memerlukan pelaksanaan pendidikan bermutu yang dilakukan melalui pendidikan
dalam Keluarga, pendidikan Sekolah dan pendidikan Masyarakat. Mereka yang merupakan
Kepemimpinan nasional harus mampu menjadi tauladan bagi Keluarga-Keluarga Indonesia di
mana-mana dan mengajak para pemimpin bangsa lainnya hal itu dalam melakukan pendidikan di
keluarga masing-masing. Kepemimpinan nasional juga harus memilih orang-orang yang tepat
untuk memimpin dan menyelenggarakan pendidikan sekolah yang amat luas itu dan
menyediakan sumberdaya dan dana memadai untuk menjadikan pendidikan sekolah sukses dan
keberhasilan nasional.

Pendidikan Sekolah yang bermutu dilakukan di Pusat maupun Daerah dan harus mencapai
seluruh rakyat secara adil dan merata. Terbentang dari Taman Kanak-Kanak hingga Pendidikan
Tinggi serta berbagai kegiatan pendidikan yang memperkuat pendidikan sekolah formal.
Kepemimpinan nasional harus merangsang terwujudnya pendidikan dalam masyarakat yang
besar manfaatnya bagi masyarakat dan bangsa.

Melalui pendidikan ini akan berkembang Bangsa dan Manusia Indonesia yang dapat
menjadikan Pancasila kenyataan dan kekuatan yang berguna tidak saja bagi Indonesia, tetapi
juga bagi Dunia dan Umat manusia. Termasuk di dalamnya adalah terwujudnya Demokrasi
Indonesia yang kita perlukan. Pendidikan harus menjadi Strategi Utama bangsa Indonesia dalam
mewujudkan Tujuan Nasional. Memang pelaksanaannya sukar mencapai hasil dalam waktu
singkat dan memerlukan satu proses yang mungkin bertahun-tahun. Sebab itu diperlukan sikap
bangsa yang konsisten dan ulet mengejar tujuan, terutama para pemimpinnya di semua lapisan
dan aspek kehidupan, baik di Pusat maupun Daerah.

Dengan faktor Manusia yang makin kondusif maka akan terwujud kesesuaian antara Sistem dan
Manusia sehingga Demokrasi Indonesia atau Demokrasi berlandaskan Pancasila akan
berkembang dan makin kuat.
Sayidiman Suryohadiprojo Letjen TNI (Purn). DEMOKRASI YANG COCOK BAGI BANGSA
INDONESIA.5 Desember 2010.https://www.facebook.com/notes/forumstudi-
nusantararaya/demokrasi-yang-cocok-bagi-bangsa-indonesia/467166363095/
Ramadhan Fauzan.Sistem Politik Ideal Untuk Indonesia.18 Juni 2012. http://www.kompas
iana.com/fauzangaskarth/sistem-politik-ideal-untuk-indonesia_55111e98a33311f541ba
7e25

Anda mungkin juga menyukai