TINJAUAN PUSTAKA
3
7. Akar tunggal meruncing, dengan potongan melintang berbentuk segitiga
membulat dan salah satu permukaan yang agak datar menghadap ke labial
(Geoffrey C. van Beek, 1996).
4
4. Alur longitudinal distal akar lebih jelas daripada mesial.
5. Gigi terkecil pada gigi-geligi tetap (Geoffrey C. van Beek, 1996).
5
Gambar 3 dan 4. Caninus atas dan bawah
6.Kaninus Bawah
Tugas kaninus bawah dan atas sama, sehingga glnya dari semua
permukaan sama. Koronya lebih panjang serviko insisal dan lebih sempit mesio
distal daripada C atas. Singulumnya tidak begitu nyata. Pada permukaan mesial
dan distal, bagian sepertiga servikal tidak begitu tebal. Permukaan lingual lebih
rata daripada permukaan lingual dari C atas, hampir sama dengan lain lain gigi
geligi depan bawah. Pada umumnya ujung akar melengkung ke distal, tetapi
kadang kadang juga terdapat C dengan ujung akar yang membengkok ke
mesial. Jika C ini belum aus, gigi ini adalah gigi yang paling panjang di dalam
mulut (Itjingningsih, 1991).
Ciri Identifikasi Utama :
1. Profil distal mahkota lebih membulat daripada mesial.
2. mahkota lebih sempit mesiodistal dibanding caninus atas, sehingga mahkota
tampak lebih besar sebanding.
3. Hanya caninus bawah yang mungkin mempunyai akar berbifurkasi, suatu
variasi yang tidak jarang terjadi.
4. Lereng mesial cuspis lebih pendek daripada yang dista
5. Cingulum kurang jelas bila dibanding dengan caninus atas.
6. Permukaan labial dari mahkota kurang lebih segaris lurus dengan akar.
7. Permukaan labial dari mahkota bersambung lengkung longitudinal dengan
akar.
8. Pada kebanyakan kasus, akar cenderung bengkok sedikit ke distal. Mahkota
tampak miring ke distal dalam hubungan dengan akar (Geoffrey C. van Beek,
1996).
6
1. Akar tunggal, mesiodistal datar dan lebih panjang dari premolar
pertama atas.
2. Cusp bukal dan palatal lebih kecil dan lebih rendah dari premolar
pertama atas.
3. Lereng mesial bukal cusp lebih pendek dari distal.
4. Bagian oklusal oval.
9. Premolar Pertama Bawah
1. Fossa oklusal distal lebih besar dari mesial.
2. Cusp bukal besar dan runcing, cusp lingual kecil.
3. Mahkota inklinasi ke palatalPermukaan bukal mahkota cembung,
permukaan lingual hampir lurus.
4. Bagian oklusal sirkular, menndatar pada mesiolingual.
5. Akar tunggal, bulat dan inklinasi ke distal.
7
2.1.2 Perbedaan Gigi Susu dan Permanen
1. Pada gigi susu tidak ada gigi premolar atau gigi yang menyerupai premolar.
2. Akar gigi susu mengalami responsi.
3. Pada gigi susu tidak terbentuk sekunder dentin.
4. Permukaan fasial gigi susu lebih licin dari pada gigi permanen.
5. Gigi geligi susu lebih putih dari pada gigi geligi permanen.
6. Permukaan bukal dan lingual dari gigi molar susu lebih datar dari pada gigi molar
permanen.
7. Ukuran mesio distal lebih lebar dari pada ukuran serviko insisalnya dibandingkan
dengan gigi permanen.
8. Ukuran mesio distal akar akar gigi susu anterior sempit.
9. Bentuknya menyerupai bentuk elemen yang bersangkutan pada gigi geligi
permanen tetapi lebih kecil.
10.Servikal ridge pada pandangan bukal dan lingual dari gigi molar susu lebih tegas
dari pada molar tetap.
11.Ruang pulpa gigi susu lebih besar daripada rung pulpa gigi permanen.
12.Secara keseluruhan ukuran gigi susu lebih kecil daripada gigi permanen
(Itjingningsih, 1991).
8
Gigi Tetap 8765432112345678
8765432112345678
Contoh: P2 atas kanan = 5
I1 bawah kiri = 1
Gigi Susu V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
Contoh: c bawah kanan = III
M2 atas kiri = V
2. Cara Palmers
Cara yang paling mudah dan universal untuk dental record
Gigi Tetap 8765432112345678
8765432112345678
Contoh: P2 atas kanan = 5
I1 bawah kiri = 1
Gigi Susu E D C B AAB C D E
E D C B AAB C D E
Contoh: c bawah kanan = C, m2 atas kiri = E
3. Cara Amerika
Yaitu dengan cara menghitung dari atas kekiri, kekanan, kebawah kanan
lalu kebawah kiri
Gigi Tetap ( pakai angka biasa )
16 15 . . . . . . . . 9 8 . . . . . . . . . .2 1
17 18 . . . . . . . 24 25 . . . . . . . 31 32
Contoh: P2 atas kanan = 13
I1 bawah kiri = 25
Gigi Susu ( pakai huruf romawi )
X IX . . . . . . . . VI V IV . . . . . . . . . I
XI XII . . . . . . . XV XVI XVIII . . . . XX
Contoh: c bawah kanan = XIII
M2 atas kiri = I
4. Cara Applegate
Kebalikan dari cara Amerika yaitu dengan cara menghitung dari atas
kanan, kekiri, kebawah kiri, lalu kebawah kanan
Gigi Tetap 12...........8 9 . . . . . . . . . . . 15 16
32 31 . . . . . . . . 25 24 . . . . . . . . . . 18 17
Contoh: P2 atas kanan = 4
9
I1 bawah kiri = 24
Gidi Susu I II . . . . . . . . . . . . V VI . . . . . . . . . . . . . X
XX XIX . . . . . . . XVI XV . . . . . . . . . . . . XI
Contoh: c bawah kanan = XVIII
M2 atas kiri = X
5. Cara haderup
Gigi Tetap + +
- -
Contoh: P2 atas kanan = 5 +
I1 bawah kiri = -1
Gigi Susu
Contoh: c bawah kanan = 03 -
M2 atas kiri = + 05
6. Cara G. B. Denton
Gigi Tetap 2 1
3 4
Contoh: P2 atas kanan = 2.5
I1 bawah kiri = 4.1
Gigi Susu b a
C d
Contoh: c bawah kanan = c.3
M2 atas kiri = a.5
10
8. Cara Utrecht / Belanda
Dengan menggunakan tanda-tanda :
S : Superior / Atas
I : Inferior / Bawah
d : Dexter / Kanan
s : Sinister / Kiri
Gigi Tetap ( menggunakan Huruf Besar )
Contoh: P2 atas kanan = P2Sd
I1 bawah kiri = I1Is
Gigi Susu ( Pakai Huruf Kecil )
Contoh: c bawah kanan = cId
m2 atas kiri = m2S
A. Identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik ada beberapa macam antara lain:
1. Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi geligi dan antropologi
ragawi.
11
2. Identifikasi seks atau jenis kelamin korban melalui gigi geligi dan tulang
rahang serta antropologi ragawi.
3. Identifikasi umur korban ( janin ) melalui benih gigi.
4. Identifikasi umur melalui gigi sementara (decidui).
5. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran.
6. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap.
7. Identifikasi korban melalui kebiasaan menggunakan gigi.
8. Identifikasi korban dari pekerjaan menggunakan gigi
9. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur.
10. Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa gigi.
11. Identifikasi DNA korban dari analisa air liur dan jaringan dari sel dalam
rongga mulut.
12. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang dipakainya.
13. Identifikasi wajah korban dari rekrontruksi tulang rahang dan tulang
facial.
14. Identifikasi wajah korban.
15. Identifikasi korban melalui gigitan pelaku.
16. Identifikasi korban melalui eksklusi pada korban masal.
17. Radiologi ilmu kedokteran gigi forensik.
18. Fotografi ilmu kedokteran gigi forensik.
19. Victim Identification form (Lukman, 2006).
Semua data-data yang diperoleh dalam identfikasi di atas dituangkan dalam
formulir baku mutu nasional yaitu ke dalam formulir korban tindak pidana yang
berwarna merah yang disebut dengan data postmortem, pada korban hidup tetap
pula ditulis ke dalam formulir yang sama sedangkan data- data semasa hidup
ditulis ke dalam formulir antemortem yang berwarna kuning. Hal ini berlaku pula
pada pelaku, ia mempunyi kedua penulisan data pula antemortem dan postmortem
pada kertas yang berwarna kuning dan merah (Lukman, 2006).
12
2. Pakaian atau busana
a) Bentuk pakaian berupa celana panjang / pendek, gaun, sarung kebaya dsb
b) Corak pakaian contohnya bunga-bunga, garis-garis, motif tertentu dsb
c) Merk pakaian yang dikenakan dapat diketahui dari konfeksi, tukang jahit,
dsb
d) Nomor binatu (laundry mark) yang kemungkinan ada dipakaian yang
digunakan (Lukman, 2006).
3. Perhiasan yang biasanya dapat di identifikasikan adalah bentuk perhiasan
tersebut terbuat dari apa perhiasan tersebut, inkripsi, dan merk perhiasan
tersebut.
4. Tubuh korban sendiri yang meliputi :
a) Ciri-ciri umum : tinggi atau berat badan, jenis kelamin, umur, warna
kulit, rambut, rambut kepala, kumis, jenggot, mata, hidung, mulut, gigi
geligi
b) Ciri-ciri khusus : tahi lalat, tompel, bekas hamil, dsb
c) Ciri-ciri tambahan : tindik, tato, dsb
d) Cacat : sumbing, patah tulang (Lukman, 2006).
Urutan identifikasi umum pada tubuh mayat yaitu memperlihatkan mayat
berdiri dengan urutan identifikasi secara umum oleh karena umumnya sebagian
besar manusia di dunia ini menggunakan tangan kanan maka tangan dan kaki
kanan terlebih dahulu di identifikasi baru kemudian tungkai kiri. Apabila mayat
kidal maka kebalikannya (Lukman, 2006).
13
5. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400C.
6. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang
terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur,
sedangkan giginya masih utuh (Lukman, 2006).
14
sulit untuk dikenali dan sudah tidak dapat dilakukan identifikasi melalui
pemeriksaan visual (Unair, 2008).
15
3. Anomali bentuk dan posisi.
4. Karies atau kerusakan yang ada.
5. Jenis dan bahan restorasi.
6. Atrisi dataran kunyah gigi merupakan proses fisiologs untuk fungsi
mengunyah. Derajat atrisi ini sebanding dengan umur.
7. Gigi molar kketiga sudah tumbuh atau belum.
8. Ciri-ciri populasi ras dan geografis.
16
Tabel 2 dan 3. Tabel Schour dan Massler
Metode Gustaffson
Penentuan umur berdasarkan table Gustaffson Koch pada umumnya
bermanfaat selama gigi masih dalam masa pertumbuhan. Untuk
memperkirakan umur seseorang setelah masa itu digunakan 6 metode dari
Gustaffson adalah sebagai berikut:
a. Atrisi
Penggunaan gigi setiap hari membuat gigi mengalami keausan yang
sesuai dengan bertambahnya usia.
b. Sekunder dentin
Sejalan dengan adanya atrisi, maka di dalam ruang pulpa akan
dibentuk sekunder dentin untuk melindungi gigi, sehingga semakin
bertambah usia maka sekunder dentin akan semakin tebal.
c. Ginggiva attachment
Pertambahan usia juga ditandai dengan besarnya jarak antara
perlekatan gusi dan gigi.
d. Pembentukan foramen apikalis
17
Semakin lanjut usia, semakin kecil juga foramen apikalis.
e. Transparansi akar gigi
Semakin tua usia seseorang maka akar giginya semakin bening, hal
ini dipengaruhi oleh mineralisasi yang terjadi selama kehidupan.
f. Sekunder sement
Ketebalan semen sangat berhubungan dengan usia. Dengan
bertambahnya usia ketebalan sement pada ujung akar gigi juga
semakin bertambah (Stimson, 1997).
18
Pada 1976 Helfman dan Bada menggunakan informasi ini untuk
mempelajari perkiraan umur dengan membandingkan rasio D-Laspartat
acid dengan 20 subyek dengan hasil bagus (r = 0,979) rasio yang tinggi
pada D/L rasio banyak ditemukan pada usia muda dan menurun akibat
pertambahan usia dan perubahan lingkungan (Clark, 1992).
Pada tahun 1990 Ritz et al. melaporkan adanya asam aspartat pada
dentin untuk menentukan usia pada orang yang telah meninggal,
berdasarkan hal tersebut metode ini dapat menyediakan informasi yang
lebih akurat tentang penentuan usia dibandingkan dengan parameter yang
lain. Untuk penentuan usia digunakan persamaan linier sebagai berikut :
Ln (1 + D/L) / (1 D/L) = 2k (aspartat)t + konstanta
K : first order kinetik
t : actual age
Gigi yang digunakan dalam kasus ini adalah gigi seri tengah bagian
bawah dan premolar pertama. Mereka menemukan perkiraan umur yang
lebih baik dari fraksi total asam amino dengan membagi menjadi fraksi
kolagen yang tidak larut dan fraksi peptide. Dibandingkan dengan total
asam amino, fraksi kolagen yang tidak larut dan fraksi peptide yang
terlarut, mempunyai konsentrasi glutamine dan asam aspartat yang lebih
tinggi.
19
kaukasoid dan 12 % ras negroid memperlihatkan adanya bentuk seperti
sekop walaupun tidak terlalu jelas.
2. Dens evaginatus. Aksesoris berbentuk tuberkel pada permukaan
oklusal premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid.
3. Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada
20% mongoloid.
4. Lengkungan palatum berbentuk elips.
5. Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus (Julianti dkk,
2008).
b) Ras Kaukasoid
1. Cusp carabelli, yakni berupa tonjolan pada molar 1.
2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari
mandibula.
3. Maloklusi pada gigi anterior.
4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.
5. Dagu menonjol (Julianti dkk, 2008).
c) Ras Negroid
1. Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan.
2. Sering terdapat open bite.
3. Palatum berbentuk lebar.
4. Protrusi bimaksila (Julianti dkk, 2008).
20
gigi merupakan identifikasi golongan darah untuk pelaku maupun korban adalah
dengan cara Absorpsi-Ellusi (Lukman, 1994).
Analisa laboratoris dengan metode Absorpsi-Ellusi dari jaringan pulpa gigi
dibuat sebagai berikut (Lukman, 1994):
1. Gigi yang masih terdapat jaringan pulpa diambil sebagai bahan.
2. Gigi tersebut ditumbuk dalam lubang besi sehingga hancur menjadi bubuk.
3. Bubuk gigi tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang terbagi
menjadi tiga tabung.
4. Kemudian ke dalam masing-masing tabung dimasukkan Antisera:
ke tabung I, ke tabung II, ke tabung III
5. Ketiga tabung tersebut dimasukkan/ disimpan dalam lemari pendingin
dengan suhu 50 C selama 24 jam sehari-semalam.
6. Kemudian dicuci dengan Saline Solution sebanyak 7 kali.
7. Larutan saline dibuang dari tabung tetapi endapan tidak terbuang.
8. Ketiga tabung diteteskan aquades sebanyak 2 tetes dengan pipet.
9. Kemudian ketiga tabung tersebut dipanaskan dengan suhu 560 C selama 12
menit.
10. Tabung-tabung tersebut kemudian diangkat dari tungku pemanas.
11. Kemudian kedalam ketiga tabung tersebut dimasukkan sel Indikator:
A, B, dan O dengan konsentrasi 3%-5%.
12. Kemudian ketiga tabung tersebut disentrifuge dengan alat pemutar agar
terjadi penggumpalam (aglutinasi).
13. Dan akhirnya dilihat pada tabung mana yang menjadi penggumpalan
(aglutinasi).
Pada tabung yang terlihat penggumpalan merupakan identifikasi golongan
darah dari hasil analisa laboratoris tersebut. Apabila hasil tersebut sebagai
berikut (Lukman, 1994):
1. Dikatakan positif adalah jelas terlihat dengan visual terjadinya aglutinasi.
2. Apabila hasilnya meragukan maka penggumpalan tidak jelas.
3. Hasilnya dikatakan negatif bila tidak terjadi aglutinasi.
2.3.4.5 Identifikasi DNA
DNA merupakan kepanjangan dari Deoxyribonucleic Acid yang merupakan
suatu materi dari tubuh manapun yang terdapat di dalam inti sel. Prof. Alec Jeffrey
menemukan bahan DNA berbeda pada setiap individu, bahkan pada kembar
identik sekalipun (Lukman, 1994).
Proses analisa DNA:
1. Isolasi, ialah mengeluarkan dan memurnikan DNA dari dalam inti sel. Inti
sel terlindungi oleh bagian-bagian jaringan dan sel. Pemisahan jaringan,
pemisahan sel, pemecahan inti sel, pembersihan DNA dari sisa-sisa sel
yang tidak diperlukan.
21
2. Restriksi, ialah memotong DNA yang telah dimurnikan. DNA yang
dihasilkan dari pemurnian sangat panjang karenanya harus dipotong-potong
terlebih dahulu dengan enzim.
3. Elektroforesa, ialah mengelompokkan hasil potongan DNA menurut
panjang potongan tersebut.
4. Pelacakan atau probing, ialah menandai area khas yang dicari. Pelacak
adalah potongan DNA pada lokasi indent yang khas di tengah untai DNA
(Lukman, 1994).
22