Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terminologi dan Morfologi Gigi


Morfologi perkembangan adalah studi tentang tahap-tahap perkembangan
jaringan atau organ serta perubahan struktur yang terjadi selama peristiwa
perkembangan organ berlangsung. Morfologi perkembangan gigi membahas
tentang kejadian gigi mulai sejak tahap uterinal hingga akhir masa fungsionalnya
(Grossman, 1995).
Bagian-bagian dari rahang adalah sebagai berikut, maksila = rahang atas,
mandibula = rahang bawah, superior = atas, inferior = bawah, dextra / dexter =
kanan, sinistra / sinister = kiri. Sedangkan bagian-bagian dari arah gigi adalah:
labial = bibir (labium), lingual = lidah, fasial = muka, palatum = langit-langit,
mesial = sisi yang berhadapan dengan garis median, distal = sisi yang bertolak
belakang dengan garis median, bukal = sisi yang berhadapan dengan pipi
(Itjingningsih, 1991).
Garis median adalah garis vertikal yang melalui tengah-tengah dari muka
dan seolah-olah membagi muka menjadi dua bagian yang sama besarnya kiri dan
kanan atau yang membagi titik kontak sentral insisivus kiri, kanan, atas dan
bawah (Itjingningsih, 1991).
2.1.1 Morfologi Gigi Permanen
1. Gigi Incisivus Tetap Pertama Atas
Gigi Incisivus sentral atas adalah gigi kesatu di rahang atas, yang terletak
dikiri kanan dari garis tengah / median (Itjingningsh, 1991).

Gambar 1. Insisivus sentral atas kanan


Ciri Identifikasi Utama :
1. Permukaan mesial lurus dan terletak pada sudut tegak lurus tajam ke tepi
insisal. Sudut disto-insisal lebih bulat
2. Mahkota besar, dibandingkan akar-merupakan gigi anterior terbesar
3. Marginal ridge cukup jelas pada permukaan palatal cekung, dengan
cingulum berkembang baik.
4. mahkota berinklinasi ke palatal; akar berinklinasi sedikit ke distal.
5. permukaan labial cembung dan halus.
6. Cervical margin paling berkelok pada sisi mesial.

3
7. Akar tunggal meruncing, dengan potongan melintang berbentuk segitiga
membulat dan salah satu permukaan yang agak datar menghadap ke labial
(Geoffrey C. van Beek, 1996).

2.Incisivus Kedua Atas


Gigi ini adalah gigi ke- 2 dari garis tengah. Bentuk fungsionalnya sama
dengan I1 atas, sehingga mempunyai tugas yang sama di dalam mulut, yakni
untuk menggigit dan memotong makanan. Dibandingkan dengan I1 atas,
dimensi koronanya lebih kecil dalam semua jurusan dan bentuknya lebih
bulat. Akarnya lebih langsing dan apeksnya runcing. I2 atas mempunyai
banyak variasi / anomali (Itjingningsh, 1991).

Gambar 2. Insisiv lateral atas kanan

Ciri Identifikasi Utama :


1. Sudut mesio-insisal lancip; sudut disto-insisal lebih membulat.
2. Tepi insisal jelas miring ke bawah ke permukaan distal yang lebih pendek.
3. mahkota lebih membulat, lebih pendek dan lebih sempit dimensi mesio distal
daripada incicivus pertama atas.
4. Cingulum pada permukaan palatal sering menutupi lubang foramen caecum
incisivum.
5. Permukaan palatal lebih cekung daripada incisivus pertama atas.
6. Akar tunggal yang meruncing halus ke apeks, runcing yang membengkok ke
distal.
7. Cervical margin lebih berkelok-kelok pada permukaan mesial daripada
permukaan distal (Geoffrey C. van Beek, 1996).
3.Incisivus Pertama Bawah
Incisivus pertama bawah adalah gigi pertama di rahang bawah, kanan
atau kiri dari garis tengah. Pada umumnya, gigi ini adalah gigi yang paling kecil
dalam lengkung gigi. Lebar koronanya sedikit lebih besar dari setengah ukuran
mesio distal insisivus pertama atas, tetapi lebar labio-lingualnya hanya lebih kecil
1 mm. perbaikan tidak mudah dilakukan pada gigi ini, tetapi untungnya, gigi ini
jarang sekali perlu diperbaiki. Akarnya, satu, sempit mesio-distal, panjang akar
hampir sama dengan insisivus pertama atas dan apeksnya bengkok ke distal
(Itjingningsh, 1991).

Ciri Identifikasi Utama :


1. Akar tunggal, mendatar mesio-distal dan cenderung bengkok ke distal.
2. Tepi insisal tegak lurus terhadap garis yang membagi dua mahkota labio
lingual.
3. Panjang akar 12 mm.

4
4. Alur longitudinal distal akar lebih jelas daripada mesial.
5. Gigi terkecil pada gigi-geligi tetap (Geoffrey C. van Beek, 1996).

4. Incisivus Kedua Bawah


1. Ia sedikit lebih kecil daripada incisivus pertama bawah; mahkota berbentuk
kipas dan tepi insisal lebih lebar mesiodistal.
2. Sisi insisal: tepi insisal tidak tegak lurus terhadap garis yang membelah dua
akar, tetapi terpuntir ke distal, dalam arah lingual, mengikuti garis lengkung
gigi.
3. Panjang akar 14 mm.
4. Permukaan mesial mahkota sedikit lebih panjang daripada distal, sehingga
tepi insisal sedikit miring.
5. Marginal ridge mesial dan distal samar-samar, tetapi lebih menonjol
daripada incisivus pertama bawah (Geoffrey C. van Beek, 1996).
5.Kaninus Atas
Kaninus / Canine / Cuspid adalah gigi ke 3 dari garis tengah, dan satu
satunya gigi di rahang yang mempunyai 1 cusp. Gigi ini diberi nama Kaninus
karena pertumbuhan gigi ini pada binatang Carnivorous baik sekali (mis. anjing)
sebab mempunyai akar yang terpanjang dan terbesar sehingga gigi ini kuat sekali.
Koronanya adalah korona yang terpanjang di dalam mulut dan berbentuk baik
sekali baik kekuatan terhadap stress dan pemakaian maupun kebersihan. Pada
umumnya gigi ini adalah gigi terakhir yang akan tanggal, kadangkala masih tetap
di rahang sesudah gigi lainnya hilang. Seringkali dipakai untuk pegangan dari
geligi tiruan. Karena posisinya dalam rahang, panjang dan angulasi akarnya maka
gigi Kaninus menjadi struktur yang penting dari muka, yang member karakter,
kekuatan dan kecantikan (Itjingningsh, 1991).
Ciri Identifikasi Utama :
1. Cuspis tunggal runcing kira-kira segaris dengan sumbu panjang akar.
2. Lereng distal cuspis lebih panjang daripada lereng mesial dan menyatu dengan
permukaan distal cembung.
3. Proporsi keseluruhan kekar panjang.
4. Bagian labial cembung jelas dan cingulum palatal besar.
5. Garis cervikal kurang berkelok pada permukaan distal.
6. Akar tunggal sangat panjang dengan potongan melintang segitiga membulat.
7. Permukaan disto dan mesio-palatal akar sering beralur longitudinal (Geoffrey
C. van Beek, 1996).

5
Gambar 3 dan 4. Caninus atas dan bawah
6.Kaninus Bawah
Tugas kaninus bawah dan atas sama, sehingga glnya dari semua
permukaan sama. Koronya lebih panjang serviko insisal dan lebih sempit mesio
distal daripada C atas. Singulumnya tidak begitu nyata. Pada permukaan mesial
dan distal, bagian sepertiga servikal tidak begitu tebal. Permukaan lingual lebih
rata daripada permukaan lingual dari C atas, hampir sama dengan lain lain gigi
geligi depan bawah. Pada umumnya ujung akar melengkung ke distal, tetapi
kadang kadang juga terdapat C dengan ujung akar yang membengkok ke
mesial. Jika C ini belum aus, gigi ini adalah gigi yang paling panjang di dalam
mulut (Itjingningsih, 1991).
Ciri Identifikasi Utama :
1. Profil distal mahkota lebih membulat daripada mesial.
2. mahkota lebih sempit mesiodistal dibanding caninus atas, sehingga mahkota
tampak lebih besar sebanding.
3. Hanya caninus bawah yang mungkin mempunyai akar berbifurkasi, suatu
variasi yang tidak jarang terjadi.
4. Lereng mesial cuspis lebih pendek daripada yang dista
5. Cingulum kurang jelas bila dibanding dengan caninus atas.
6. Permukaan labial dari mahkota kurang lebih segaris lurus dengan akar.
7. Permukaan labial dari mahkota bersambung lengkung longitudinal dengan
akar.
8. Pada kebanyakan kasus, akar cenderung bengkok sedikit ke distal. Mahkota
tampak miring ke distal dalam hubungan dengan akar (Geoffrey C. van Beek,
1996).

7 Premolar Pertama Atas


1. Akar dua (bukal dan palatal) dan inklinasi ke distal.
2. Cusp dua buah (bukal dan palatal), cusp bukal lebih besar dari palatal.
3. Lereng mesial cusp bucal lebih panjang dari distal.
4. Cusp palatal sedikit miring ke mesial.
5. Bagian oklusal lebih angular dari Premolar kedua.
8. Premolar Kedua Atas

6
1. Akar tunggal, mesiodistal datar dan lebih panjang dari premolar
pertama atas.
2. Cusp bukal dan palatal lebih kecil dan lebih rendah dari premolar
pertama atas.
3. Lereng mesial bukal cusp lebih pendek dari distal.
4. Bagian oklusal oval.
9. Premolar Pertama Bawah
1. Fossa oklusal distal lebih besar dari mesial.
2. Cusp bukal besar dan runcing, cusp lingual kecil.
3. Mahkota inklinasi ke palatalPermukaan bukal mahkota cembung,
permukaan lingual hampir lurus.
4. Bagian oklusal sirkular, menndatar pada mesiolingual.
5. Akar tunggal, bulat dan inklinasi ke distal.

10. Molar Pertama Atas


1. Gigi molar paling besar.
2. Mempunyai 4 cusp dengan mesiopalatal paling besar dan distopalatal
paling kecil.
3. Cusp bukal lebih runcing dari cusp palatal.
4. Bukolingual mahkota lebih besar dari mesiodistal.
5. Terdapat tuberculum carabelli pada cusp mesiopalatal.
6. Akar tiga, dan terpisah, akar palatal paling panjang dan mengembang,
akar bukal berinklinasi ke distal.
7. Bagian oklusal berbentuk jajaran genjang

11. Molar Pertama Bawah


1. Gigi terbesar pada rahang bawah.
2. Mempunyai 5 cusp, 3 bukal dan 2 lingual.
3. Permukaan bukal berinklinasi ke lingual.
4. Mesiodistal mahkota lebih besar dari bukolingual.
5. Bagian oklusal berbentuk segi empat.
6. Mempunyai 2 akar, akar mesial lebih panjang, akar distal lebih bulat.
(Itjingningsh, 1991).

7
2.1.2 Perbedaan Gigi Susu dan Permanen
1. Pada gigi susu tidak ada gigi premolar atau gigi yang menyerupai premolar.
2. Akar gigi susu mengalami responsi.
3. Pada gigi susu tidak terbentuk sekunder dentin.
4. Permukaan fasial gigi susu lebih licin dari pada gigi permanen.
5. Gigi geligi susu lebih putih dari pada gigi geligi permanen.
6. Permukaan bukal dan lingual dari gigi molar susu lebih datar dari pada gigi molar
permanen.
7. Ukuran mesio distal lebih lebar dari pada ukuran serviko insisalnya dibandingkan
dengan gigi permanen.
8. Ukuran mesio distal akar akar gigi susu anterior sempit.
9. Bentuknya menyerupai bentuk elemen yang bersangkutan pada gigi geligi
permanen tetapi lebih kecil.
10.Servikal ridge pada pandangan bukal dan lingual dari gigi molar susu lebih tegas
dari pada molar tetap.
11.Ruang pulpa gigi susu lebih besar daripada rung pulpa gigi permanen.
12.Secara keseluruhan ukuran gigi susu lebih kecil daripada gigi permanen
(Itjingningsih, 1991).

Tabel 1. Pola dan Status Erupsi Gigi


2.2 Nomenklatur Gigi
nomenklatur adalah cara menulis gigi geligi. Ada beberapa cara penulisan
nomenklatur diantaranya yaitu (Itjingningsih, 1991):
1. Cara Zigmondy

8
Gigi Tetap 8765432112345678
8765432112345678
Contoh: P2 atas kanan = 5
I1 bawah kiri = 1
Gigi Susu V IV III II I I II III IV V
V IV III II I I II III IV V
Contoh: c bawah kanan = III
M2 atas kiri = V
2. Cara Palmers
Cara yang paling mudah dan universal untuk dental record
Gigi Tetap 8765432112345678
8765432112345678
Contoh: P2 atas kanan = 5
I1 bawah kiri = 1
Gigi Susu E D C B AAB C D E
E D C B AAB C D E
Contoh: c bawah kanan = C, m2 atas kiri = E
3. Cara Amerika
Yaitu dengan cara menghitung dari atas kekiri, kekanan, kebawah kanan
lalu kebawah kiri
Gigi Tetap ( pakai angka biasa )
16 15 . . . . . . . . 9 8 . . . . . . . . . .2 1
17 18 . . . . . . . 24 25 . . . . . . . 31 32
Contoh: P2 atas kanan = 13
I1 bawah kiri = 25
Gigi Susu ( pakai huruf romawi )
X IX . . . . . . . . VI V IV . . . . . . . . . I
XI XII . . . . . . . XV XVI XVIII . . . . XX
Contoh: c bawah kanan = XIII
M2 atas kiri = I
4. Cara Applegate
Kebalikan dari cara Amerika yaitu dengan cara menghitung dari atas
kanan, kekiri, kebawah kiri, lalu kebawah kanan
Gigi Tetap 12...........8 9 . . . . . . . . . . . 15 16
32 31 . . . . . . . . 25 24 . . . . . . . . . . 18 17
Contoh: P2 atas kanan = 4

9
I1 bawah kiri = 24
Gidi Susu I II . . . . . . . . . . . . V VI . . . . . . . . . . . . . X
XX XIX . . . . . . . XVI XV . . . . . . . . . . . . XI
Contoh: c bawah kanan = XVIII
M2 atas kiri = X
5. Cara haderup
Gigi Tetap + +
- -
Contoh: P2 atas kanan = 5 +
I1 bawah kiri = -1
Gigi Susu
Contoh: c bawah kanan = 03 -
M2 atas kiri = + 05
6. Cara G. B. Denton
Gigi Tetap 2 1
3 4
Contoh: P2 atas kanan = 2.5
I1 bawah kiri = 4.1
Gigi Susu b a
C d
Contoh: c bawah kanan = c.3
M2 atas kiri = a.5

7. Sistem 2 Angka dari International Dental Federation


Gigi Tetap 1 2 (Angka kedua menunjukan gigi apa dalam
kuadran) 4 3
Contoh: P2 atas kanan = 15
I1 bawah kiri = 31
Gigi Susu 5 6
8 7
Contoh: c bawah kanan = 83
m2 atas kiri = 65
Keuntungan cara ini mudah dimengerti, diajarkan, dicetak, ditulis dan
dipindahkan ke komputer.

10
8. Cara Utrecht / Belanda
Dengan menggunakan tanda-tanda :
S : Superior / Atas
I : Inferior / Bawah
d : Dexter / Kanan
s : Sinister / Kiri
Gigi Tetap ( menggunakan Huruf Besar )
Contoh: P2 atas kanan = P2Sd
I1 bawah kiri = I1Is
Gigi Susu ( Pakai Huruf Kecil )
Contoh: c bawah kanan = cId
m2 atas kiri = m2S

2.3 Odontologi Forensik


Pengertian forensik menurut Dorland (2010), forensik adalah berkaitan
dengan suatu tempat jual-beli atau tempat pertemuan umum berkenaan dengan
atau dilakukan dalam peristiwa hukum (Dorland, 2010).
Pengertian forensik menurut identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik.
Yang dimaksud dengan identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik adalah semua
aplikasi dari disiplin ilmu kedoktaran gigi yang terkait dalam suatu penyidikan
dalam memperoleh data- data post mortem, berguna untuk menentukan otentitas
dan identitas korban maupun pelaku demi kepentingan hukum dalam suatu proses
peradilan dan menegakkan kebenaran (Lukman, 2006).
Apabila seorang dokter gigi dengan surat permintaan sebagai anggota
penyidik, anggota tim identifikasi, dan sebagai saksi ahli apabila hakim sulit
memutuskan sesuatu perkara dalam suatu sidang peradilan sedangkan pada tubuh
korban terdapat pola bekas gigitan, menggunakan gigi palsu, serta seluruh data-
data gigi yang telah dilakukan dari semua disiplin ilmu kedokteran gigi maka
hakim akan meminta seorang ahli untuk memastikan hal tersebut diatas demi
memantapkan keputusan yang akan diambilnya (Lukman, 2006).

A. Identifikasi ilmu kedokteran gigi forensik ada beberapa macam antara lain:
1. Identifikasi ras korban maupun pelaku dari gigi geligi dan antropologi
ragawi.

11
2. Identifikasi seks atau jenis kelamin korban melalui gigi geligi dan tulang
rahang serta antropologi ragawi.
3. Identifikasi umur korban ( janin ) melalui benih gigi.
4. Identifikasi umur melalui gigi sementara (decidui).
5. Identifikasi umur korban melalui gigi campuran.
6. Identifikasi umur korban melalui gigi tetap.
7. Identifikasi korban melalui kebiasaan menggunakan gigi.
8. Identifikasi korban dari pekerjaan menggunakan gigi
9. Identifikasi golongan darah korban melalui air liur.
10. Identifikasi golongan darah korban melalui pulpa gigi.
11. Identifikasi DNA korban dari analisa air liur dan jaringan dari sel dalam
rongga mulut.
12. Identifikasi korban melalui gigi palsu yang dipakainya.
13. Identifikasi wajah korban dari rekrontruksi tulang rahang dan tulang
facial.
14. Identifikasi wajah korban.
15. Identifikasi korban melalui gigitan pelaku.
16. Identifikasi korban melalui eksklusi pada korban masal.
17. Radiologi ilmu kedokteran gigi forensik.
18. Fotografi ilmu kedokteran gigi forensik.
19. Victim Identification form (Lukman, 2006).
Semua data-data yang diperoleh dalam identfikasi di atas dituangkan dalam
formulir baku mutu nasional yaitu ke dalam formulir korban tindak pidana yang
berwarna merah yang disebut dengan data postmortem, pada korban hidup tetap
pula ditulis ke dalam formulir yang sama sedangkan data- data semasa hidup
ditulis ke dalam formulir antemortem yang berwarna kuning. Hal ini berlaku pula
pada pelaku, ia mempunyi kedua penulisan data pula antemortem dan postmortem
pada kertas yang berwarna kuning dan merah (Lukman, 2006).

2.3.1 Identifikasi Secara Umum


Perlu pula kita ketahui identifikasi ilmu kedokteran forensik umum karena
pada negara-negara maju tim penyidik dan tim identifikasi anggotanya terdapat
dokter gigi dengan demikian ada baiknya dokter gigi mengetahui identifikasi
secara umum (Lukman, 2006).
Identifikasi secara umum antara lain :
1. Dokumen yang terdapat pada busana korban berupa : KTP, SIM, kartu kredit,
kartu sekolah, kartu mahasiswa, kartu karyawan, name tag dari instansi korban.
Adakalanya mayat tanpa sepucuk surat identifikasi pun pada tubuhnya,
sehingga perlu dilakukan identifikasi terhadap mayat tersebut. Biasanya yang
perlu diteliti untuk keperluan itu adalah:

12
2. Pakaian atau busana
a) Bentuk pakaian berupa celana panjang / pendek, gaun, sarung kebaya dsb
b) Corak pakaian contohnya bunga-bunga, garis-garis, motif tertentu dsb
c) Merk pakaian yang dikenakan dapat diketahui dari konfeksi, tukang jahit,
dsb
d) Nomor binatu (laundry mark) yang kemungkinan ada dipakaian yang
digunakan (Lukman, 2006).
3. Perhiasan yang biasanya dapat di identifikasikan adalah bentuk perhiasan
tersebut terbuat dari apa perhiasan tersebut, inkripsi, dan merk perhiasan
tersebut.
4. Tubuh korban sendiri yang meliputi :
a) Ciri-ciri umum : tinggi atau berat badan, jenis kelamin, umur, warna
kulit, rambut, rambut kepala, kumis, jenggot, mata, hidung, mulut, gigi
geligi
b) Ciri-ciri khusus : tahi lalat, tompel, bekas hamil, dsb
c) Ciri-ciri tambahan : tindik, tato, dsb
d) Cacat : sumbing, patah tulang (Lukman, 2006).
Urutan identifikasi umum pada tubuh mayat yaitu memperlihatkan mayat
berdiri dengan urutan identifikasi secara umum oleh karena umumnya sebagian
besar manusia di dunia ini menggunakan tangan kanan maka tangan dan kaki
kanan terlebih dahulu di identifikasi baru kemudian tungkai kiri. Apabila mayat
kidal maka kebalikannya (Lukman, 2006).

a) Sebagai suatu metode identifikasi pemeriksaan gigi memiliki keunggulan sbb:


1. Gigi merupakan jaringan keras yang resisten terhadap pembusukan dan
pengaruh lingkungan yang ekstrim.
2. Karakteristik individual yang unik dalam hal susunan gigi geligi dan
restorasi gigi menyebabkan identifikasi dengan ketepatan yang tinggi.
3. Kemungkinan tersedianya data antemortem gigi dalam bentuk catatan
medis gigi (dental record) dan data radiologis.
4. Gigi geligi merupakan lengkungan anatomis, antropologis, dan
morfologis, yang mempunyai letak yang terlindung dari otot-otot bibir dan
pipi, sehingga apabila terjadi trauma akan mengenai otot-otot tersebut
terlebih dahulu. Bentuk gigi geligi di dunia ini tidak sama, karena
berdasarkan penelitian bahwa gigi manusia kemungkinan sama satu
banding dua miliar.

13
5. Gigi geligi tahan panas sampai suhu kira-kira 400C.
6. Gigi geligi tahan terhadap asam keras, terbukti pada peristiwa Haigh yang
terbunuh dan direndam dalam asam pekat, jaringan ikatnya hancur,
sedangkan giginya masih utuh (Lukman, 2006).

b) Kekurangan penggunaan gigi dalam odontologi forensik


1. Untuk memperoleh gigi antemortem, dental record, kesulitan yang
dijumpai, pertama adalah adanya kenyataan bahwa sebelum semua orang
terarsipkan data gigi dengan baik. untuk mengatasi hal ini maka
hendaknya dapat diupayakan pencatatan pencatatan data gigi pada setiap
pemeriksaan atau perawatan gigi semua orang terutama pada orang-orang
yang tugasnya mempunyai resiko jiwa (Lukman, 2006).
2. Keadaan gigi setiap orang dapat berubah karena pertumbuhan, kerusakan,
perkembangan serta perawatannya (Lukman, 2006).

2.3.2 Ruang Lingkup Forensik Odontologi


1. Identifikasi dari mayat yang tidak dikenal melalui gigi, rahang dan
kraniofasial.
2. Penentuan umur dari gigi.
3. Pemeriksaan jejas gigit (bite-mark)
4. Penentuan ras dari gigi.
5. Analisis dari trauma oro-fasial yang berhubungan dengan tindakan
kekerasan.
6. Dental jurisprudence berupa keterangan saksi ahli.
7. Peranan pemeriksaan DNA dari bahan gigi dalam identifikasi personal.
(Lukman, 2006).
2.3.3 Peran Dokter Gigi dalam Kedokteran Gigi Forensik
1. Identifikasi korban meninggal massal melalui gigi-geligi mempunyai kontribusi
yang tinggi dalam menentukan identitas seseorang. Contoh:
Pada kasus bom Bali, korban yang teridentifikasi berdasarkan gigi-geligi
mencapai 60%
Gigi bisa mengidentifikasi korban termasuk tokoh utama terorisme di
Indonesia, DR.Azahari.
2. Dokter gigi berperan penting dalam melakukan identifikasi korban bencana
karena korban yang hangus terbakar dan mengalami pembusukan tingkat lanjut

14
sulit untuk dikenali dan sudah tidak dapat dilakukan identifikasi melalui
pemeriksaan visual (Unair, 2008).

2.3.4 Jenis Identifikasi Forensik


Identifikasi forensik dibagi menjadi 2, yaitu:
a) Identifikasi Komparatif
Identfikasi komparatif, yaitu apabila bersedia data post-mortem
(pemeriksaan jenazah) dan ante-mortem (data sebelum meninggal mengenai
cirri-ciri fisik, pakaian, identitas khusus berupa tahi lalat, bekas luka/operasi,
dll), dalam komunitas yang terbatas.
1. Post-Mortem atau otopsi adalah prosedur bedah yang sangat khusus
yang terdiri dari pemeriksaan menyeluruh terhadap mayat untuk
menentukan penyebab dan cara kematian dan untuk mengevaluasi
setiap penyakit atau cedera yang mungkin ada.
2. Ante-Mortem adalah data-data pribadi dari korban seperti cirri-ciri
fisik, pakaian, identitas khusus (tanda lahir), bekas luka/operasi, dan
sebagainya sebelum korban meninggal.
b) Identifikasi Rekronstrktif
Identifikasi rekonstruktif, yaitu identifikasi yang dilakukan apabila tidak
tersedia data ante-mortem pada korban (contoh: penemuan jasad tanpa
identitas) dan dalam komunitas yang tidak terbatas.
Data ante-mortem merupakan syarat utama yang harus ada apabila
identifikasi dengan cara membandingkan akan diterapkan. Data ante-mortem
tersebut berupa dental record, yaitu keterangan tertulis berupa odontogram atau
catatan keadaan gigi pada waktu pemeriksaan, pengobatan dan perawatan gigi.
1. Foto rontgen gigi.
2. Cetakan gigi.
3. Prosthesis gigi atau orthodonsi
4. Foto close up muka atau profil daerah mulut dan gigi.
5. Keterangan dari orang-orang terdekat di bawah sumpah.
Untuk data gigi post-mortem yang perlu dicatat pada pemeriksaan antara
lain :
1. Gigi yang ada dan tidak ada, bekas gigi yang tidak ada apakah masih baru
atau sudah lama.
2. Gigi yang ditambal, jenis dan klasifikasi bahan tambal.

15
3. Anomali bentuk dan posisi.
4. Karies atau kerusakan yang ada.
5. Jenis dan bahan restorasi.
6. Atrisi dataran kunyah gigi merupakan proses fisiologs untuk fungsi
mengunyah. Derajat atrisi ini sebanding dengan umur.
7. Gigi molar kketiga sudah tumbuh atau belum.
8. Ciri-ciri populasi ras dan geografis.

2.3.4.1 Identifikasi Usia


Dalam mengidentifikasi usia ada beberapa metode yang sering digunakan
untuk seseorang berdasar pemeriksaan gigi antara lain :
1. Metode Schour dan Massler
Pertumbuhan gigi gelilgi dimulai dari lahir sampai dengan umur 21
tahun, yang banyak digunakan dalam ilmu kedokteran gigi klinis untuk
merencanakan atau mengevaluasi perawatan gigi. Tabel ini biasa
digunakan untuk mempelajari gigi geligi dimana yang sudah seharusnya
tanggal atau seharusnya sudah tumbuh pada umur tertentu. Untuk
penentuan umur penggunaannya justru melihat gigi yang sudah ada
didalam mulut dan menentukan umurnya dengan bantuan table Schour dan
Massler (Stimson, 1997). m

16
Tabel 2 dan 3. Tabel Schour dan Massler

2. Tabel Gustaffson dan Koch


Pada prinsipnya sama dengan sChour dan Massler, hanya pada
table Gustaffson untuk setiap gigi ini diberikan perkiraan jadwal yang
lebih lengkap, mulai dari pembentukan, mineralisasi, pertumbuhan ke
dalam mulut sapai pada penutupan foramen apicalis, sejak dalam
kandungan hingga umur 16 tahun (Stimson, 1997).

Metode Gustaffson
Penentuan umur berdasarkan table Gustaffson Koch pada umumnya
bermanfaat selama gigi masih dalam masa pertumbuhan. Untuk
memperkirakan umur seseorang setelah masa itu digunakan 6 metode dari
Gustaffson adalah sebagai berikut:
a. Atrisi
Penggunaan gigi setiap hari membuat gigi mengalami keausan yang
sesuai dengan bertambahnya usia.
b. Sekunder dentin
Sejalan dengan adanya atrisi, maka di dalam ruang pulpa akan
dibentuk sekunder dentin untuk melindungi gigi, sehingga semakin
bertambah usia maka sekunder dentin akan semakin tebal.
c. Ginggiva attachment
Pertambahan usia juga ditandai dengan besarnya jarak antara
perlekatan gusi dan gigi.
d. Pembentukan foramen apikalis

17
Semakin lanjut usia, semakin kecil juga foramen apikalis.
e. Transparansi akar gigi
Semakin tua usia seseorang maka akar giginya semakin bening, hal
ini dipengaruhi oleh mineralisasi yang terjadi selama kehidupan.
f. Sekunder sement
Ketebalan semen sangat berhubungan dengan usia. Dengan
bertambahnya usia ketebalan sement pada ujung akar gigi juga
semakin bertambah (Stimson, 1997).

3. Neonatal dan Von Ebner Lines


Garis-garis incremental Von Ebner dan Neonatal, dapat dilihat pada
gigi yang telah disiapkan dalam bentuk sediaan asahan dengan ketebalan
30-40 mikron. Pada gigi susu Molar 1 (yaitu gigi-gigi yang ada pada
waktu kelahiran), akan ditemukan neonatal line berupa garis demarkasi
yang memisahkan bagian dalam email (yang terbentuk sebelum kelahiran)
dengan bagian luar enamel (yang terbentuk setelah lahir). Selanjutnya juga
akan ditemukan garis-garis incremental Von Ebner yang merupakan
transisi antara periode pertumbuhan cepat dan pertumbuhan lambat yang
berselang-seling (Stimson, 1997).
Jarak rata-rata antara garis ini adalah 4 mikron yang merupakan
kecepatan deposisi dentin dalam 24 jam. Apabila pembentukan gigi belum
selesai, perhitungan garis Von Ebner dari neonatal line dapat membantu
penentuan umur (Clark, 1992).

4. Metode Asam Aspartat


Hapusan asam aspartat telah digunakan untuk menentukan usia
berdasarkan pada terdapatnya bahan tersebut pada dentin manusia.
Komponen protein terbanyak pada tubuh manusia berbentuk L-amino
Acid, D-amino acid yang ditemukan pada tulang, gigi, otak dan lensa
mata. D-amino acid dipercaya mempunyai proses metabolisme yang
lambat dan tiap bagiannya mempunyai laju pemecahan yang lebih lambat
dan mempunyai ratio dekomposisi yang lebih lambat juga. Asam aspartat
mempunyai kemampuan penghapusan paling tinggi dari semua asam
amino (Clark, 1992).

18
Pada 1976 Helfman dan Bada menggunakan informasi ini untuk
mempelajari perkiraan umur dengan membandingkan rasio D-Laspartat
acid dengan 20 subyek dengan hasil bagus (r = 0,979) rasio yang tinggi
pada D/L rasio banyak ditemukan pada usia muda dan menurun akibat
pertambahan usia dan perubahan lingkungan (Clark, 1992).
Pada tahun 1990 Ritz et al. melaporkan adanya asam aspartat pada
dentin untuk menentukan usia pada orang yang telah meninggal,
berdasarkan hal tersebut metode ini dapat menyediakan informasi yang
lebih akurat tentang penentuan usia dibandingkan dengan parameter yang
lain. Untuk penentuan usia digunakan persamaan linier sebagai berikut :
Ln (1 + D/L) / (1 D/L) = 2k (aspartat)t + konstanta
K : first order kinetik
t : actual age
Gigi yang digunakan dalam kasus ini adalah gigi seri tengah bagian
bawah dan premolar pertama. Mereka menemukan perkiraan umur yang
lebih baik dari fraksi total asam amino dengan membagi menjadi fraksi
kolagen yang tidak larut dan fraksi peptide. Dibandingkan dengan total
asam amino, fraksi kolagen yang tidak larut dan fraksi peptide yang
terlarut, mempunyai konsentrasi glutamine dan asam aspartat yang lebih
tinggi.

2.3.4.2 Identifikasi Jenis Kelamin


Ukuran dan bentuk gigi juga digunakan untuk penentuan jenis kelamin. Gigi
geligi menunjukkan jenis kelamin berdasarkan kaninus mandibulanya. Anderson
mencatat bahwa pada 75% kasus, mesio distal pada wanita berdiameter kurang
dari 6,7 mm, sedangkan pada pria lebih dari 7 mm. Saat ini sering dilakukan
pemeriksaan DNA dari gigi untuk membedakan jenis kelamin (Julianti dkk,
2008).
2.3.4.3 Identifikasi Ras
a) Ras Mongoloid
1. Insisivus berbentuk sekop. Insisivus pada maksila menunjukkan
nyata berbentuk sekop pada 85-99% ras mongoloid. 2 sampai 9 % ras

19
kaukasoid dan 12 % ras negroid memperlihatkan adanya bentuk seperti
sekop walaupun tidak terlalu jelas.
2. Dens evaginatus. Aksesoris berbentuk tuberkel pada permukaan
oklusal premolar bawah pada 1-4% ras mongoloid.
3. Akar distal tambahan pada molar 1 mandibula ditemukan pada
20% mongoloid.
4. Lengkungan palatum berbentuk elips.
5. Batas bagian bawah mandibula berbentuk lurus (Julianti dkk,
2008).

b) Ras Kaukasoid
1. Cusp carabelli, yakni berupa tonjolan pada molar 1.
2. Pendataran daerah sisi bucco-lingual pada gigi premolar kedua dari
mandibula.
3. Maloklusi pada gigi anterior.
4. Palatum sempit, mengalami elongasi, berbentuk lengkungan parabola.
5. Dagu menonjol (Julianti dkk, 2008).

c) Ras Negroid
1. Pada gigi premolar 1 dari mandibula terdapat dua sampai tiga tonjolan.
2. Sering terdapat open bite.
3. Palatum berbentuk lebar.
4. Protrusi bimaksila (Julianti dkk, 2008).

2.3.4.4 Identifikasi Golongan Darah


Menurut James dan Standison pada tahun 1982, identifikasi golongan
darah dapat dibuat dari sediaan yang diambil dari bagian tubuh diantaranya akar
rambut, jaringan tulang, jaringan kuku, jaringan ikat, air mata, saliva, dan cairan
darah sendiri (Lukman, 1994).
Akan tetapi dalam ilmu kedokteran gigi forensik, identifikasi golongan
darah dapat diketahui dari analisa jaringan pulpa gigi (Lukman, 1994).
Menurut Alfonsius dan penelitian Ladokpol pada tahun 1992, dan Forum
Ilmiah Inetrnasional FKG Usakti 1993, bahwa analisa golongan darah dari pulpa

20
gigi merupakan identifikasi golongan darah untuk pelaku maupun korban adalah
dengan cara Absorpsi-Ellusi (Lukman, 1994).
Analisa laboratoris dengan metode Absorpsi-Ellusi dari jaringan pulpa gigi
dibuat sebagai berikut (Lukman, 1994):
1. Gigi yang masih terdapat jaringan pulpa diambil sebagai bahan.
2. Gigi tersebut ditumbuk dalam lubang besi sehingga hancur menjadi bubuk.
3. Bubuk gigi tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang terbagi
menjadi tiga tabung.
4. Kemudian ke dalam masing-masing tabung dimasukkan Antisera:
ke tabung I, ke tabung II, ke tabung III
5. Ketiga tabung tersebut dimasukkan/ disimpan dalam lemari pendingin
dengan suhu 50 C selama 24 jam sehari-semalam.
6. Kemudian dicuci dengan Saline Solution sebanyak 7 kali.
7. Larutan saline dibuang dari tabung tetapi endapan tidak terbuang.
8. Ketiga tabung diteteskan aquades sebanyak 2 tetes dengan pipet.
9. Kemudian ketiga tabung tersebut dipanaskan dengan suhu 560 C selama 12
menit.
10. Tabung-tabung tersebut kemudian diangkat dari tungku pemanas.
11. Kemudian kedalam ketiga tabung tersebut dimasukkan sel Indikator:
A, B, dan O dengan konsentrasi 3%-5%.
12. Kemudian ketiga tabung tersebut disentrifuge dengan alat pemutar agar
terjadi penggumpalam (aglutinasi).
13. Dan akhirnya dilihat pada tabung mana yang menjadi penggumpalan
(aglutinasi).
Pada tabung yang terlihat penggumpalan merupakan identifikasi golongan
darah dari hasil analisa laboratoris tersebut. Apabila hasil tersebut sebagai
berikut (Lukman, 1994):
1. Dikatakan positif adalah jelas terlihat dengan visual terjadinya aglutinasi.
2. Apabila hasilnya meragukan maka penggumpalan tidak jelas.
3. Hasilnya dikatakan negatif bila tidak terjadi aglutinasi.
2.3.4.5 Identifikasi DNA
DNA merupakan kepanjangan dari Deoxyribonucleic Acid yang merupakan
suatu materi dari tubuh manapun yang terdapat di dalam inti sel. Prof. Alec Jeffrey
menemukan bahan DNA berbeda pada setiap individu, bahkan pada kembar
identik sekalipun (Lukman, 1994).
Proses analisa DNA:
1. Isolasi, ialah mengeluarkan dan memurnikan DNA dari dalam inti sel. Inti
sel terlindungi oleh bagian-bagian jaringan dan sel. Pemisahan jaringan,
pemisahan sel, pemecahan inti sel, pembersihan DNA dari sisa-sisa sel
yang tidak diperlukan.

21
2. Restriksi, ialah memotong DNA yang telah dimurnikan. DNA yang
dihasilkan dari pemurnian sangat panjang karenanya harus dipotong-potong
terlebih dahulu dengan enzim.
3. Elektroforesa, ialah mengelompokkan hasil potongan DNA menurut
panjang potongan tersebut.
4. Pelacakan atau probing, ialah menandai area khas yang dicari. Pelacak
adalah potongan DNA pada lokasi indent yang khas di tengah untai DNA
(Lukman, 1994).

22

Anda mungkin juga menyukai