Anda di halaman 1dari 8

Pelanggaran Seorang Dokter Pada Kaidah

Dasar Bioetika
Giovani Nando Erico Diantama
102015078
Kelompok: E2
Fakultas Kedokteran,Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510
Giovani.2015fk078@civitas.ukrida.ac.id

PENDAHULUAN

Perkembangan yang begitu pesat di bidang biologi dan ilmu kedokteran

berkembang semakin luas, dan pada akhirnya mencakup masalah-masalah

yang semakin beragam. Etika kedokteran berbicara tentang bidang medis dan

profesi kedokteran saja, terutama hubungan dokter dengan pasien, keluarga,

masyarakat, dan teman sejawat. Oleh karena itu, sejak tiga dekade terakhir ini

telah dikembangkan bioetika atau yang disebut juga dengan etika biomedis.2
Kaidah dasar bioetika juga merupakan ilmu yang harus sangat dipelajari

agar kelak bisa menjadi dokter yang kompeten dalam menghadapi

permasalahan-permasalahan yang terjadi.

TUJUAN PENULISAN

Penulisan makalah ini bertujuan agar Mahasiswa Fakultas Kedokteran

Ukrida dapat memahami dan menerapkan empat kaidah dasar moral bioetika

seperti Beneficence, Non-


malaficence, Autonomy dan justice serta mempratekannya bila sudah terjun ke

dunia kerja.

SKENARIO

Masalah yang hadir dalam masalah ini hadir dalam sebuah cerita

mengenai seorang dokter A yang sedang bertugas. Ini lah kasus yang dihadapi.
Dokter A sedang bertugas di unit rawat jalan,menerima seorang pasien laki-laki

setengah baya, tampak kurus pucat, berjalan tertatih-tatih dan terus batuk di

hadapannya. Pasien itu ditemani oleh anak perempuannya. Dokter A enggan

melakukan Anamnesis dan langsung memeriksa pasiennya sekedarnya. Ketika

si anak bertanya tentang penyakit ayahnya, dokter A memberikan resep dan

surat untuk pemeriksaan laboratorium. Si anak bertanya tentang penyakit

ayahnya tetapi dokter A tetap enggan untuk menjelaskannya.

RUMUSAN MASALAH

Rumusan makalah yang digunakan dalam makalah ini adalah Dokter

enggan memberitahukan penyakit ayahnya dan Dokter tidak melakukan

anamnesis dan memeriksa sekedarnya.

Penulis memilih rumusan masalah ini karena rumusan ini sudah banyak

mencakup banyak aspek yang menjadi masalah atau kendala dalam pelayanan

sang dokter di tempat tugasnya,sehingga dapat dengan mudah dijabarkan dan

dijelaskan.

Bioetika
Bioetika berasal dari kata bios yang berarti kehidupan dan ethos yang

berarti norma-norma atau nilai-nilai moral.3 Menurut F. Abel, Bioetika adalah

studi interdisipliner masalah-masalah yang ditimbulkan oleh perkembangan

biologi dan kedokteran, tidak hanya memperhatikan masalah-masalah apa

yang terjadi pada masa sekarang, tetapi juga memperhitungkan timbulnya

masalah pada masa yang akan datang. Bioethics as the study of the etical

demension of medicine and the biological sciences4/ Bioetika juga adalah

bidang study tentang dimensi etika dan ilmu biologi. Bioetika mencakup isu-

isu sosial, agama, ekonomi, dan hukum bahkan politik

Beneficence

Dalam arti bahwa seorang dokter berbuat baik, menghormati martabat

manusia, dokter tersebut harus berusaha maksimal agar pasiennya tetap dalam

kondisi sehat. Perlakuan terbaik kepada pasien merupakan poin utama dalam

kaidah ini. Kaidah beneficence menegaskan peran dokter untuk menyediakan

kemudahan dan kesenangan kepada pasien mengambil langkah positif untuk

memaksimalisasi akibat baik daripada hal yang buruk.2

Ciri-ciri prinsip ini,yaitu :

Mengutamakan Alturisme.
Memandang pasien atau keluarga bukanlah suatu tindakan hanya

menguntungkan seorang dokter.


Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia.
Mengusahakan agar kebaikan atau manfaatnya lebih banyak

dibandingkan dengan suatu keburukannya.


Menjamin kehidupan baik.
Mengembangkan profesi secara terus-menerus.
Memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan.
Memberi suatu resep.

Kaidah Beneficence yang diterapkan dalam kasus dokter A


1. Dokter A memberikan resep dan surat untuk pemeriksaan

laboratorium.
Disini terlihat dokter A menjalankan kaidah beneficence

memberikan suatu resep kepada pasiennya dan memberikan surat

untuk pemeriksaan laboratorium,yang berarti mengusahakan agar

kebaikan atau manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan

suatu keburukannya.

Kaidah Beneficence yang tidak diterapkan dalam kasus dokter

1. Dokter A enggan melakukan anamnesis dan langsung memeriksa

pasien sekedarnya.
Disini terlihat dokter A juga tidak menjalankan kaidah beneficence,

dokter A enggan melakukan anamnesis dan memeriksa sekedarnya

yang berarti tidak memaksimalisasi hak-hak pasien secara

keseluruhan.

Non-malaficence

Pertama, tidak membahayakan adalah landasan etika kedokteran dalam

setiap situasi, penyedia layanan kesehatan harus menghindari tindakan yang

menyebabkan kerugian bagi pasien. Dokter juga harus menyadari doktrin efek

ganda, dimana pengobatan yang ditunjukan untuk kebaikan dapat saja secara

tidak sengaja menyebabkan kerugian. Artinya walaupun tindakan yang

dilakukan adalah dengan niat baik tetapi tetap harus dijaga agar tidak

merugikan pasien. Non-malaficence has been upheld in both the ethical and

legal practices of health care using ulitilitarian.5 Non-malaficence telah


ditegakkan baik dalam praktek etika dan hukum perawatan kesehatan

menggunakan logika ulitilitarian. Ciri-ciri prinsip ini, yaitu:

Menolong pasien emergensi.


Mengobati pasien yang luka.
Tidak membunuh pasien.
Tidak memandang pasien sebagai objek.
Melindungi pasien dari serangan.
Manfaat pasien lebih banyak dari kerugian dokter.
Tidak membahayakan pasien karena kelalaian.
Tidak menghina pasien.
Memberikan semangat hidup.

Justice

Keadilan pemberian layanan kesehatan beneficence dan non-

malaficence, bila dilaksanakan dengan benar sudah sudah digambarkan

kompetensi klinik sedangkan autonomy dan justice adalah gambaran niat, sikap

tersebut secara manusiawi, yang merupakan ciri kompetensi etik.1

Memberlakukan segala sesuatu secara universal.


Menghargai hak sehat pasien.
Menghargai hak hukum pasien.
Mengahrgai hak orang lain.
Menjaga kelompok rentan.
Tidak membedakan pelayanan terhadap pasien atas dasar SARA,

status sosial, dan sebagainya.

Autonomy

Pasien berhak menentukan apa yang dilakukan terhadap tubuhnya,

artinya pasien berhak untuk mendapat informasi dan pelayanan yang terbaik,

ikut serta dalam pada penentuan tindakan klinik dalam kedudukan yang setara.

Orang dewasa yang kumpulen dapat menolak atau menerima perawatan dan

obat-obatan atau tindakan operasi karena mereka bebas dan rasional.


Keputusan itu harus dihormat, bahkan jika keputusan tersebut tidak dalam

kepentingan yang terbaik untuk pasien.1

Menghargai hak menentukan nasib sendiri.


Berterus terang menghargai privasi.
Menjaga rahasia pasien.
Melaksanakan informed Consent.
Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan

sendiri.
Tidak berbohong kepada pasien meskipun demi kebaikan pasien.
Menjaga hubungan atau kontrak.

Kesimpulan

Dari hasil pembahasan mengenai kasus dokter A, dapat diambil

kesimpulan bahwa dokter A dalam tugas praktek kedokteran menjalan dan tidak

menjalankan prinsip-prinsip pada kaidah dasar beneficence. Dokter A

menjalankan prinsip beneficence yaitu mengusahakan yang terbaik bagi pasien

dengan memberikan resep dan surat untuk pemeriksaan laboratorium. Dokter A

juga tidak menjalankan prinsip beneficence yaitu dokter A enggan melakukan

anamnesis dan hanya melakukan pemeriksaan sekedarnya yang berarti tidak

memaksimalisasi hak-hak pasien secara keseluruhan. Prinsip-prinsip dalam

bioetik seharusnya sangat diterapkan dalam menghadapi pasien agar tercipta

situasi yang baik, bagi hubungan pasien dan dokter agar dalam pelayanan

kesehatan dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi kesembuhan

pasiennya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hardisman, Darwin, eryati. 2014 . Falsafah dan kode etik kedoktern.

Yogyakarta: cv. Budi Utama; Hal 8.


2. Hanafiah MJ, Amri Amir.2013. Etika kedokteran dan Hukum Kesehatan. Edisi

ke-4, Jakarta: EGC; hal 3-4.


3. Chang, William. 2009. Bioetika Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Kanisius ;hal

39.
4. Jecker NS, Jansen AR, Pearlman RA. 2012. Bioethics An Introduction to the

history, methods, and practice. London: Jones & Bartlett Learning, LLC; Hal

3.
5. Marrison EE. 2011. Ethics in Health administration A practical Approach for

Decision Maker Second Edition. London: Jones and Bartlett publishers,

LLC; Hal 48-49

Anda mungkin juga menyukai