Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keterpurukan yang dialami oleh bangsa Indonesia saat ini pada bidang
ekonomi, politik, social-budaya dan bidang hukum berasal dari suatu penyakit
yang telah lama menggrogoti tubuh bangsa Indonesia, penyakit tersebut adalah
korupsi. Korupsi kini telah menjadi sesuatu hal yang wajar terjadi di Indonesia
bahkan dapat dikatakan bahwa korupsi telah membudaya dalam masyarakat. Hal
tersebut dikuatkan dengan adanya tradisi dalam masyarakat yang dimulai pada
zaman kerajaan, tradisi tersebut adalah penyerahan upeti kepada raja atau ratu.
Tradisi tersebut hingga sekarang masih banyak dilakukan oleh masyarakat.
Padahal dari tradisi tersebut dapat muncul suatu tindakan yang dapat melunturkan
ketahanan nasional Indonesia
Praktek korupsi biasanya dilakukan oleh orang-orang yang memiliki
kekuasaan, mereka melakukan tindakan ini karena adanya kesempatan. Hal itu
dapat diperkuat dengan dalil yang dikemukakan oleh Lord Action (seorang ahli
sejarah Inggris) tentang kekuasaan, yang menyatakan bahwa, Power tends to
corrupt, but absolute power corrupts absolutely, artinya manusia yang
mempunyai kekuasaan cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaan itu, tetapi
manusia yang mempunyai kekuasaan tidak terbatas pasti akan
menyalahgunakanya. Maka dari itu di Indonesia banyak pejabat negara yang
terlibat dalam tindak korupsi. Korupsi telah telah melanda seluruh lapisan
pemerintahan mulai dari yang paling rendah hingga ke tingkat atas, yaitu presiden.
Bahkan institusi yang ditunjuk pemerintah untuk menangani dan mengawasi
korupsi justru ikut larut dalam arus ini.

B. Tujuan
1. Mempelajari definisi dari Korupsi serta dampaknya.
2. Mengetahui arti dari Ketahanan Nasional.
3. Mencari hubungan antara Korupsi dan Ketahanan Nasional.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Korupsi
Kata Korupsi berasal dari bahasa Latin: corruptio (Fockema
Andreae:1951) atau Corruptus (Webster Student Dictionary:1960), juga dari kata
kerja corrumpere suatu kata Latin yang lebih tua yang bermakna busuk, rusak,
buruk, kebejatan, ketidak jujuran, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok.
Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi
maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri
atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan
kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Meskipun kata Corruptio itu luas sekali artinya namun dapat disamakan
artinya dengan penyuapan. Kemudian arti korupsi menurut Poerwadarminta
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, Korupsi ialah perbuatan yang buruk
seperti pengertian penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya
(1976).
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar
mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
perbuatan melawan hukum;
penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, diantaranya:
memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
penggelapan dalam jabatan;
pemerasan dalam jabatan;
ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Korupsi adalah persoalan klasik yang telah lama ada. Sejarawan
Onghokham menyebutkan bahwa korupsi ada ketika orang mulai melakukan
pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan umum. Konsepsi mengenai
korupsi baru timbul setelah adanya pemisahan antara kepentingan keuangan
pribadi dari seorang pejabat negara dan keuangan jabatannya. Prinsip ini muncul
di Barat setelah adanya Revolusi Perancis dan di negara-negara Anglo-Sakson,
seperti Inggris dan Amerika Serikat, timbul pada permulaan abad ke-19. Sejak itu
penyalahgunaan wewenang demi kepentingan pribadi, khususnya dalam soal
keuangan, dianggap sebagai tindak korupsi.
Istilah korupsi dapat pula mengacu pada pemakaian dana pemerintah
untuk tujuan pribadi. Definisi ini tidak hanya menyangkut korupsi moneter yang
konvensional, akan tetapi menyangkut pula korupsi politik dan administratif.
Seorang administrator yang memanfaatkan kedudukannya untuk menguras
pembayaran tidak resmi dari para investor (domestik maupun asing), memakai
sumber pemerintah, kedudukan, martabat, status, atau kewenangannnya yang
resmi, untuk keuntungan pribadi dapat pula dikategorikan melakukan tindak
korupsi.
Suatu analisa menarik dilontarkan oleh John Girling bahwa korupsi
sebenarnya mewakili persepsi yang normatif dari ekses kapitalisme, yaitu
kulminasi dari proses yang sistematik dari parktekpraktek kolusi yang terjadi
diantara elite politik dan pelaku ekonomi, yang melibatkan kepentingan publik
dan kepentingan pribadi (swasta). Dengan kata lain, korupsi terjadi pada saat
pelaku ekonomi mencoba memanfaat kekuasaan yang dimiliki oleh elite politik
untuk mengejar keuntungan (profit), di luar proses yang sebenarnya. Sementara
elite politik sendiri memanfaatkan hubungan tersebut untuk membiayai dirinya
sendiri atau bahkan membiayai praktek politik yang dilakukannya.
Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam
dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik
(good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di
pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan
di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan
ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-
seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis
kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan
sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi.
Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai
demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik
dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana
sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah
kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang
akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi
pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-
aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan
infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.

B. Ketahanan Nasional
Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu
bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan
ketahanan. Kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan,
hambatan dan ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Juga secara
langsung ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas
serta kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa
Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi,
yaitu kesatuan menyeluruh dalam kehidupan nasional suatu bangsa baik unsur
sosial maupun alamiah, baik bersifat potensional maupun fungsional. Ketahanan
nasional berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan untuk
mengembangkan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala
tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan baik yang datang dari luar maupun
dari dalam dan Negara untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup
bangsa dan Negara, serta perjuangan mencapai tujuan nasional. Dalam pengertian
tersebut, Ketahanan Nasional adalah kondisi kehidupan nasional yang harus
diwujudkan. Hakikat Ketahanan Nasional Indonesia adalah keuletan dan
ketangguhan bangsa yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara dalam
mencapai tujuan nasional.
Dewasa ini istilah ketahanan nasional sudah dikenal diseluruh Indonesia.
Dapat dikatakan bahwa istilah itu telah menjadi milik nasional. Ketahanan
Nasional baru dikenal sejak permulaan tahun 60-an. Pada saat itu istilah itu belum
diberi devenisi tertentu. Disamping itu belum pula disusun konsepsi yang lengkap
menyeluruh tentang ketahanan nasional. Istilah ketahanan nasional pada waktu itu
dipakai dalam rangka pembahasan masalah pembinaan teritorial atau masalah
pertahanan keamanan pada umumnya.
Dalam konsepsi pengebangan kekuatan nasional melalui pengatuarn dan
penyelenggaraan kesejahteraan dan keamananyang seimbang, serasi dan selaras
dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan menyeluruh dan terpadu
berlandaskan Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan Nusantaran. Dengan kata lain,
Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia merupakan pedoman (sarana) untuk
meningkatkan (metode) keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan
dan keamanan. Konsepsi ketahanan nasional Indonesia menggunakan pendekatan
kesejahteraan dan keamanan.Antara kesejahteraan dan keamanan ini dapat
dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan. Penyelenggaraan kesejahteraan
memerlukan tingkat keamanan tertentu, dan sebaliknya penyelenggaraan
keamanan memerlukan tingkat kesejahteraan tertentu. Tanpa kesejahteraan dan
keamanan, sistem kehidupan nasional tidak akan dapat berlangsung karena pada
dasarnya keduanya merupakan nilai intrinsik yang ada dalam kehidupan nasional.
Dalam kehidupan nasional, tingkat kesejahteraan dan keamanan nasional
merupakan tolak ukur ketahanan nasional. Peran masing-masing gatra dalam
astagrata seimbang dan saling mengisi. Maksudnya antargatra mempunyai
hubungan yang saling terkait dan saling bergantung secara utuh menyeluruh
membentuk tata laku masyarakat dalam kehidupan nasional. Kesejahteraan dapat
digambarkan sebagai kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan
mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat secara adil dan merata. Sedangkan keamanan adalah kemampuan bangsa
untuk melindungi nilai-nilai nasionalnya terhadap ancaman dari luar negeri.

C. Korupsi dan Ketahanan Negara


Perkara Korupsi, Kolusi dan nepotisme yang banyak menimpa para
pejabat, baik dari kalangan eksekutif, yudikatif maupun legislatif menunjukkan
tidak hanya mandulnya Undang-undang Nomor 28 tahun 1999, tentang
Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
nepotisme, tetapi juga semakin tidak tertibnya nilai-nilai kehidupan sosial
masyarakat. Kasus korupsi yang diduga melibatkan para menteri, gubernur,
bupati, dan lain sebagainya menunjukkan bahwa para pejabat negara yang
diharapkan menjadi teladan bagi masyarakat luas mengenai tertib hukum dan
tertib sosial, ternyata justru mereka yang harus duduk dikursi pesakitan dengan
tuntutan tindak pidana korupsi. Kasus Bulog dan kasus dana non bugeter DKP
yang begitu kusut hanyalah sedikit dari sekian banyak perkara korupsi di negara
yang berupaya mewujudkan good goverment and clean goverment sebagai salah
satu cita-cita reformasi.
Dari hasil analisis yang dilakukan dengan menggunakan pisau analisa
Ketahanan Nasional yang mengacu kepada Wawasan Nusantara sebagai bagian
dari Paradigma Nasional di samping Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,
korupsi telah menciptakan terjadinya kerawanan pangan, penurunan kredibilitas
pemerintah, dan bahkan korupsi telah menciptakan pengeroposan mentalitas
pembangunan bangsa, sehingga untuk memberantasnya dibutuhkan upaya khusus
melalui pembangunan ketahanan nasional.
Korupsi telah menjadikan bangsa Indonesia tidak memiliki ketahanan
nasional yang tangguh pada seluruh aspek kehidupan nasional, baik aspek statis
yaitu tri gatra (geografi, demografi dan sumber kekayaan alam) maupun aspek
yang dinamis panca gatra (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan). Kondisi inilah yang menjadikan bangsa Indonesia kurang
diperhitungkan di dalam percaturan dunia internasional.
Dari artikel yang kami temukan, terdapat beberapa pendapat mengenai
korupsi dan ketahanan nasional. Berikut mennurut Samsuri, Ssos. MM.
mengatakan konsep ketahan nasional adalah keseimbangan dan keserasian dalam
kehidupan sosial melingkupi seluruh aspek kehidupan secara utuh dan
menyeluruh berlandaskan falsafah bangsa, ideologi negara, konstitusi, dan
wawasan nasional. Menurutnya, fenomena pendangkalan, dan erosi pemaknaan
ketahanan nasional dalam kehidupan di masyarakat jangan didiamkan berlarut-
larut dan perlu segera dibenahi melalui berbagai macam kegiatan, salah satunya
melalui kegiatan seminar atau diskusi. Dan dalam persoalan pemikiran
Ahmadiyah juga harus diluruskan demi ketentraman kehidupan masyarakat
Kabupaten Cirebon, karena hal demikian juga merupakan salah satu korupsi
pemikiran, paparnya.
Sementara itu, Agus Alamsyah menuturkan bentuk korupsi sangat banyak
salah satu contohnya mengambil atau menyerobot hak orang lain pun bisa
dikatakan korupsi. Sebenarnya penyebab dari orang korupsi adalah karena
kemiskinan yang membelenggu baik itu miskin harta, miskin hati, dan miskin
iman serta kerakusan dan keserakahan. Oleh karenanya adanya ketahanan sosial
masyarakat seperti mempunyai kemampuan untuk mengendalikan konflik yang
merupakan modal dalam membina persatuan, tuturnya.
KH. Noor Zein menambahkan, tindak pidana korupsi masih sering terjadi
perbedaan penafsiran baik antara aparat penegak hukum (polisi, jaksa dan hakim)
maupun dengan pejabat daerah. Hal tersebut merupakan persoalan yang perlu
dikaji kembali, sehingga dapat diformulasikan model penegakan hukum di daerah
agar lebih efesien dan efektif.
Praktek korupsi seakan menjadi penyakit menular yang tidak ditakuti
seperti halnya flu burung. Adakalanya disebabkan karena pemenuhan kebutuhan
seperti yang dilakukan oleh pegawai rendahan, tapi ada juga yang karena
pengaruh budaya materialistis menumpuk kekayaan seperti koruptor-koruptor dari
kalangan pejabat tinggi yang kehidupannya sudah lebih dari "mewah". Karena
adanya pemerataan korupsi maka tidak salah kalau orang mengatakan bahwa
korupsi sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Artinya pokok
permasalahan dari korupsi adalah bagaimana pola pikir masyarakat dalam
pemenuhan kebutuhan ekonomi? Apakah dilatarbelakangi budaya materi dengan
menumpuk kekayaan atau secukupnya sesuai kebutuhan dan bila berlebih akan
disalurkan bagi yang membutuhkan sebagaimana ajaran agama dan etika moral.
Hal ini berarti bicara bagaimana pola tingkah laku, peresapan ajaran
agama, moralitas dan hal-hal lain yang mempengaruhi mental seseorang. Begitu
pula halnya dengan kolusi dan nepotisme yang akar permasalahannya terletak
pada kekalahan dari idealisme sosial yang berisi nilai-nilai yang dapat
menciptakan keteraturan dalam masyarakat. Kolusi dan nepotisme telah menjadi
kebiasaan dalam struktural masyarakat kita. Hal ini bisa kita amati dalam
kehidupan sehari-hari. Pekerjaan merupakan barang yang mahal saat ini. Tapi
untuk sebagian orang yang melewati jalan belakang ini sangatlah mudah.
Misalnya cukup dengan membayar sejumlah uang dalam jumlah besar atau
dengan membawa surat sakti dari "orang kuat" atau melobi keluarga dekat yang
berada dalam struktur lapangan kerja yang diinginkan. Bila ini diimbangi dengan
kualitas yang bagus tidak masalah, walaupun rasa keadilan tetap masih ternodai.
Tapi kalau kualitasnya jelek, ini sama saja dengan menempatkan orang yang
bukan ahlinya yang kelak justru akan menambah pada kehancuran. Parahnya hal
ini seakan telah menjadi prosedural bukan saja diinstitusi swasta tapi juga di
pemerintahan.
Pertanyaan berikutnya, apa ada jaminan pelaku tersebut dijerat oleh
hukum? Atau justru lepas dan ia akan terus membina kondisi ini dan akan terjadi
regenerasi terus-menerus. Lalu apakah masyarakat akan menentang jalur-jalur
belakang ini atau justru lahir sikap pembiaran karena ternyata juga telah menjadi
bagian dalam kehidupan masyarakat saat ini. Jadi jelaslah bahwa upaya preventif
dari pemberantasan KKN adalah dengan menciptakan tertib sosial dalam arti
adanya tertib nilai-nilai yang harus diaplikasikan dalam struktur masyarakat.
Dengan berubahnya pola tingkahlaku yang sesuai dengan nilai-nilai keadilan,
agama dan etika moral akan lebih efektif dibandingkan hanya dengan aplikasi
Undang-undang saja. Jadi perlu adanya keseimbangan antara tertib sosial dan
tertib hukum untuk dapat mencapai reformasi yang mensejahterakan masyarakat.
Ternyata korupsi di Indonesia memang sulit untuk di berantas, karena
hukuman dan sangsi yang terlalu ringan jika di bandingkan dengan hasil uang
negara yang mereka korupsi, sehingga tidak akan memberikan efek jera kepada
para pelakunya. Pemberantasan korupsi menjadi semakin sulit karena para aparat
penegak hukum yang ditugasi melaksanakan pemberantasan korupsi justru
memanfaatkan situasi dan ikut bermain dalam kasus yang mereka tangani,
sehingga para koruptor tidak terlalu memperhitungkan secara serius tentang resiko
dari perbuatan korupsi.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun
pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau
memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan
publik yang dipercayakan kepada mereka.
Ketahanan Nasional (Tannas) Indonesia adalah kondisi dinamis bangsa
Indonesia yang meliputi segenap aspek kehidupan nasional yang terintegrasi,
yaitu kesatuan menyeluruh dalam kehidupan nasional suatu bangsa baik unsur
sosial maupun alamiah, baik bersifat potensional maupun fungsional.
Korupsi telah menjadikan bangsa Indonesia tidak memiliki ketahanan
nasional yang tangguh pada seluruh aspek kehidupan nasional, baik aspek statis
yaitu tri gatra (geografi, demografi dan sumber kekayaan alam) maupun aspek
yang dinamis panca gatra (ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan
pertahanan keamanan). Karena korupsi, Undang-undang Nomor 28 tahun 1999
tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi menjadi tidak
berarti sama sekali.

B. Kritik dan Saran


Saran penulis kepada pembaca makalah ini agar diambil nilai positifnya
saja, karena penulis sadar akan kekurangan dan kelemahan dalam menguraikan
kata-kata atau kalimat.
Penulis juga mohon masukan dan kritikan jika ada yang kurang dan ada
kesalahan dalam penulisan untuk dijadikan perbaikan di masa yang akan datang
agar dapat berupaya untuk menjadi lebih baik.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing atas
masukan dan motivasinya selama ini.Kami juga berharap kepada dosen agar tidak
pernah merasa bosan untuk memberikan arahan dan masukan kepada penulis.
Makalah ini belum menjadi makalah yang sempurna, mungkin banyak hal
yang belum kami tuliskan, untuk melengkapi makalah ini saran dan kritik yang
bersifat membangun akan kami terima. Terima kasih atas partisipasi dari berbagai
pihak, semoga makalah yang kami buat ini bisa berguna bagi kita semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

http://pakarbisnisonline.blogspot.com/2009/12/pengertian-korupsi-dan-dampak-
negatif.html
http://www.scribd.com/doc/27862463/KETAHANAN-NASIONAL
http://www.tugaskuliah.info/2010/03/makalah-ketahanan-nasional-
pendidikan.html
http://etd.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=40
615&obyek_id=4
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=KORUPSI,%20KOLUSI%20DAN
%20NEPOTISME%20REFLEKSI%20DARI%20KETIDAKTERTIBAN
%20SOSIAL&&nomorurut_artikel=1

TOP
Kirimkan Ini lewat Email

Anda mungkin juga menyukai