Anda di halaman 1dari 10

Komunikasi Interpersonal dalam Lingkungan Bisnis

1 Ben Ibratama
benibratama10@gmail.com
Mahasiswa Magister Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan UGM

Abstrak
Tulisan ini membahas tentang pengertian komunikasi interpersonal serta implementasinya dalam
ruang lingkup bisnis, membahas mengenai faktor-faktor yang menumbuhkan hubungan baik
dalam komunikasi interpersonal di lingkungan bisnis seperti sikap percaya, sikap suportif, dan
sikap terbuka, serta membahas tentang komponen utama dalam komunikasi interpersonal di
lingkungan bisnis seperti konsep diri, hubungan, keterbukaan, dan penyikapan. Yang terakhir
dibahas adalah mengenai gaya komunikasi oraganisasional, tugas dan hubungan serta iklim dalam
lingkungan bisnis. Metode penulisan ini menggunakan studi pustaka atau literatur review dari
beberapa buku dan jurnal.

I. Pendahuluan
Komunikasi Interpersonal dalam lingkungan bisnis
Komunikasi antar pribadi atau yang lebih dikenal dengan sebutan komunikasi interpersonal
merupakan proses komunikasi yang berlangsung antara dua orang atau lebih secara tatap muka,
seperti yang dinyatakan oleh R. Wayne Pace (1979) bahwa interpersonal communication is
communication involving two or more people in a face to face setting (Cangara,2010). Sementara
Prof. Deddy Mulyana (2008) menyatakan bahwa, komunikasi interpersonal atau komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.
Komunikasi interpersonal memiliki dua dimensi yaitu dimensi kualitatif dan dimensi kuantitatif.
Komunikasi yang terjadi antara dua atau beberapa orang (kuantitatif) yang bersifat alamiah dan
dapat menghasilkan suatu hubungan yang produktif secara terus-menerus (Curtis,1996).
Keberhasilan komunikasi menjadi tanggung jawab para peserta komunikasi. Kedekatan
hubungan pihak-pihak yang berkomunikasi akan tercermin pada jenis pesan atau respon non
verbal. Komunikasi interpersonal sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang
lain, karena kita dapat menggunakan semua indera kita untuk mempertinggi daya bujuk pesan kita.
Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi interpersonal berperan
dalam hal apapun termasuk dalam lingkup organisasi dan lingkungan bisnis. Pada dasarnya
komunikasi tatap muka ini mampu membuat orang lebih akrab dengan sesamanya, berbeda dengan
komunikasi lewat media (Mulyana, 2008).
Dari banyak penelitian mengenai komunikasi interpersonal dalam lingkugan bisnis seperti
besarnya pengaruh komunikasi interpersonal seorang manajer terhadap peningkatan kinerja
karyawan, peningkatan motivasi karyawan, dan tingkat loyalitas karyawan dalam sebuah
perusahaan atau lingkungan bisnis menunjukan peranan penting komunikasi interpersonal dalam
lingkungan bisnis, bahkan komunikasi interpersonal juga bisa menciptakan suatu iklim dalam
lingkungan bisnis, positif atau negatif suatu iklim lingkungan bisnis juga tergantung bagaimana
komunikasi interpersonal antara pimpinan dengan karyawan, karyawan dengan manajer, dan antar
sesama karyawan dalam perusahaan itu dibangun.

II. Fungsi dan Tujuan Komunikasi Interpersonal


Proses komunikasi interpersonal ditujukan untuk menciptakan komunikasi yang efektif.
Komunikasi yang efektif artinya, bila terjadi pengertian, menimbulkan kesenangan, pengaruh pada
sikap, hubungan yang semakin baik, dan perubahan perilaku. Komunikasi yang efektif bisa
diartikan terjadi bila ada kesamaan antara kerangka berpikir dalam bidang pengalaman antara
komunikator dengan komunikan. Fungsi dari komunikasi interpersonal itu sendiri adalah sebagai
berikut untuk mendapatkan respon/umpan balik. Hal ini sebagai salah satu tanda efektivitas proses
komunikasi, untuk melakukan antisipasi setelah mengevaluasi respon/umpan balik, dan melakukan
kontrol perilaku terhdapap lingkungan sosial yaitu dapat melakukan modifikasi perilaku seseorang
dengan cara persuasi atau membujuk orang lain (Afriyadi,2015)

III. Pembahasan
A. Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Baik dalam
Komunikasi Interpersonal di lingkungan Bisnis
Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada hubungan
interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi
interpersonal dengan orang lain, makin baik hubungan mereka.Yang menjadi soal bukanlah berapa
kali komunikasi dilakukan, akan tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Dalam komunikasi
interpersonal ada faktor-faktor yang bisa menumbuhakan hubungan baik dengan orang lain
diataranya : percaya, sikap suportif, dan sikap terbuka.
a. Percaya (trust)
Diantara faktor yang mempeganruhi komunikasi interpersonal, faktor percaya adalah paling
penting. Bila saya percaya kepada anda, bila prilaku anda dapat saya duga, bila saya yakin
anda tidak akan mengkhianati atau merugikan saya, maka saya akan lebih banyak membuka
diri saya kepada anda. Secara ilmiah percaya didefenisikan sebagai mengandalkan prilaku
orang lain untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaianya tidak pasti dan dalam
situasi yang menimbulkan resiko.
b. Sikap suportif
Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang
bersikap defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur dan empati. Sudah jelas dengan sikap
defensif komunikasi interpersonal akan gagal karena orang defensif akan lebih banyak
melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang
memahami perasaan orang lain.
c. Sikap terbuka
Sikap terbuka amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang
efektif. Lawan dari sikap terbuka dogmatis sehingga untuk memahami sikap terbuka, kita
harus mengindentifikasikan karakterisitik orang dogmatis

B. Komponen Utama Komunikasi Interpersonal dalam Lingkungan Bisnis


a. Konsep Diri
Salah satu komponen utama dalam komunikasi interpersonal adalah konsep diri. William
D Brooks mendefenisikan konsep diri sebagai those physical, social, and phsycologycal
perception of ourselves that we have derived from experience and our interaction with others.
Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita terhadap diri kita. Persepsi tentang diri
boleh bersifat psikologi, sosial, dan fisis. Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran
deskriptif, tapi juga penilaian kita terhadap diri kita.
Pengembangan konsep diri merupakan proses yang relatif pasif, pada dasarnya kita akan
berprilaku dengan cara tertentu dan mengamati reaksi orang lain terhadap prilaku kita. Mead
(1967) dan Coley (1983) meyakini bahwa konsep diri merupakan suatu cerminan cara yang
disajikan orang lain sebagai tanggapan kepada kita. Para komunikator bisnis membawa
konsep diri yang relatif satabil kedalam presentasi bisnis, wawancara, dan bentuk-bentuk
komunikasi lainnya. Bagaimanapun setiap orang dan setiap situasi merupakan suatu
kesempatan yang sekurang-kurangnya memodifikasi konsep diri.
Konsep diri yang negatif sulit untuk dimodifikasi, seseorang yang memiliki pengalaman
negatif dalam memproses kesan diri cenderung menemukan isyarat-isyarat negatif dalam
lingkungan, orang seperti ini tidak mempercayai umpan balik positif semudah mempercayai
umpan balik negatif. Kecenderungan ini disebut self fulfilling prophesy. Singkatnya konsep
diri merupakan penyaring semua informasi yang datang kepada seorang individu. Semakin
realistis dan positif konsep diri seseorang semakin responsif orang tersebut mencari dan
mengadirkan umpan balik yang efektif.

b. Hubungan
Iklim organisasi yang mendukung merupakan suatu hal yang penting. Rasa harga diri
dan iklim yang mendukung merupakan prasyarat bagi terciptanya suatu hubungan yang
berhasil. Adanya hubugan yang produktif dan profesional dalam lingkungan bisnis
merupakan hal penting bagi tim kerja dan akan menimbulkan produktivitas yang efektif.
Hubungan tersebut akan membantu para individu untuk berkomunikasi dan mempengaruhi
prilaku individu lainnya. Oleh karena itu, untuk menjadi seorang komunikator bisnis yang
efektif, kita harus mempertimbangkan berbagai komponen pokok hubungan bisnis dan
kepuasaan kebutuhan interpersonal. William Schutz mengidentifikasi tiga kebutuhan
interpersonal dasar diantaranya adalah :
1) Inklusi merupakan kebutuhan untuk selalu dilibatkan dalam lingkungan. Individu yang
tidak berhasil memenuhi kebutuhan ini dinamakan undersocial (kebutuhah berinteraksi
yang terlalu rendah) atau oversocial (kebutuhan berinteraksi yang terlalu tinggi).
2) Kontrol berhubungan dengan suatu harapan kekuasaan, perasaan menjadi seorang
pemimpin dan pemegang wewenang yang berhak mengubah lingkungan. Seseorang yang
inklusinya rendah dan kebutuhan kontrolnya tinggi mungkin belajar bagaimana
memanipulasi orang lain agar memperoleh peluangnya secara tidak langsung. Sebaliknya
orang yang kebutuhan kontrolnya rendah dan kebutuhan penerimaan wewenangnya
tinggi seringkali merupakan bawahan yang setia.
3) Afeksi. Orang-orang dengan kebutuhan afeksi yang tinggi akan mencari hubungan
hangat dan intim. Mereka mengharapkan orang lain mengakui nilai mereka dan memberi
umpan balik yang positif. Seseorang dengan kepedulian yang tinggi mungkin
mengekspresikan kebutuhan tersebut dengan cara berjabat tangan yang erat, kontak
mata, senyum, atau melalui kata-kata.

c. Keterbukaan
Hubungan yang kuat dan produktif didasari oleh pemenuhan bersama dalam hal kebutuhan
berinteraksi dengan orang lain. Oleh karena itu, harapan itu harus diperjelas melalui komunikasi
yang efektif. Keterbukaan (openness) melibatkan penyikapan terhadap orang lain. De Vito
(1989) mengatakan kita menginginkan orang-orang bereaksi secara terbuka terhaadap apa yang
kita katakan, dan kita berhak mengharapkannya. Kita menunjukan keterbukaan dengan
memberikan tanggapan secara spontan dan tanpa adanya alasan komunikasi dan umpan balik
orang lain (Curtis,1996).
Sikap terbuka amat besar pengaruhnya dalam menumbuhakan komunikasi interpersonal yang
efektif, dan lawan dari sifat terbuka adalah dogmatis. Milton Rokeach mendefenisikan dalam
bukunya The Open and Close Mind (1969), menegaskan pengaruh dogmatis terhadap proses
penerimaan dan pengelolaan informasi. Dengan menggunakan Brooks dan Emmert (1997)
sebagai rujukan, karakterisitik orang yang bersikap terbuka dikontraskan dengan orang bersikap
tertutup (Rakhmat,2012).
Tabel 1. SikapTerbuka dan Sikap Tertutup
Sikap Terbuka
Menilai Pesan secara objektif dengan menggunakan data dan keajegan logika
Membedakan dengan mudah, melihat nuansa
Beorientasi pada isi
Mencari informasi dari berbagai sumber
Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya
Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian
kepercayaannya

Sikap Tertutup
Menilai pesan berdasarkan motif pribadi
Berpikir simplisitis, berpikir hitam putih (tanpa nuansa)
Berdasarkan lebih banyak pada sumber pesan daripada isi pesan
Mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumbernya sendiri, bukan
dari sumber kepercayaan orang lain
Secara kaku mempertahankan dan memegang teguh sistem kepercayaanya
Menolak, mengabaikan, mendistorsi dan menolak pesan yang tidak konsisten
dengan sistem kepercayaannya
Sumber : Brooks dan Emmert (1977) dalam (Rakhmat,2012)

Agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal yang
efektif, dogmatis harus digantikan dengan sikap terbuka, sikap terbuka mendorong timbulnya
pengertian, saling menghargai, dan paling penting saling mengembangkan kualitas hubungan
interpersonal.

d. Tingkat Penyikapan
Powell (1969) menyarankan bahwa terdapat tingkat kedalaman dalam komunikasi. Hubungan
kerja yang produktif memiliki beberapa hakikat tingkat kedalaman. Tingkat 1 yaitu tingkat
komunikasi paling dasar melibatkan rutinitas atau ritual. Contohnya adalah seperti sapaan
bagaimana kabarmu hari ini atau hai apa kabar. Melalui tingkat keterbukaan awal seperti
ini kita menegaskan orang lain, kita menyadari kehadiran mereka dan mereka adalah orang-orang
yang ada dalam lingkungan kita. Tingkat komunikasi yang dangkal tidak dapat menghasilkan
kedalaman yang berarti dalam suatu hubungan. Komunikasi tingkat 2 melibatkan percakapan
informasi umum. Informasi ini tidak rahasia dan tidak mengancam seseorang untuk membagi
informasi, informasi yang dibagikan dapat diperoleh dari sumber-sumber lain. Oleh karena
itu,hanya terdapat sedikit kedalaman komunikasi.
Komunikasi tingkat 3 melibatkan penyikapan opini, kepercayaan, dan nilai. Disinilah resiko
harus diambil. Jenis keterbukaan ini memulai proses ikatan dalam hubungan. Seorang yang
bijaksana akan membagi informasi yang dimilikinya hanya setelah kepercayaan ditetapkan.
Tingkat pembagian ini yang dikenal dengan persahabatan. Pada lingkungan bisnis tingkat
kepercayaan seperti itu merupakan hal yang penting antara manajer SDM dengan karyawan yang
diawasinya. Komunikasi tingkat 4 melibatkan perasaan. Gagasan pembagian perasaan pribadi
dengan orang lain, dan komunikasi tingkat 5 disebut dengan komunikasi intim. Dalam hal ini
seseorang dapat diajak berbicara dan berbagi perasaan secara akrab dengan berbagai topik.
Hubungan semacam ini jarang ditemukan dalam lingkungan kerja.

Tabel.2. Tingkat Komunikasi dan Fungsinya

Tingkat Fungsi
Komunikasi Rutin Menjawab/menegaskan orang lain
Percakapan Fakta Memberikan informasi
Pembukaan opini,kepercayaan, dan nilai Memperlihatkan kepercayaan
Berbagi perasaan Ikatan pribadi
Keintiman Penyikapan penuh

Sumber : Curtis, 1996

C. Gaya Komunikasi Organisasional


Melalui prilaku komunikasi, para manajer menciptakan suatu iklim, beberapa manajer bersifat
demokratis dan yang lainya bersifat otoritas. Iklim yang diciptakan memiliki dampak yang berarti
terhadap semua orang yang bekerja dengan kita. Iklim yang diciptakan dalam sebuah bisnis dapat
mendorong atau menghambat keterbukaan bergantung pada gaya komunikasi vertikal. Komunikasi
vertikal merupakan alat komunikasi yang digunakan manajemen tingkat atas untuk mengirimkan
pesan kepada para bawahan. Manajemen otokrasi bergantung pada komunikasi otokrasi yang terdiri
atas sejumlah pesan instruksi yang dikirimkan oleh berbagai saluran organisasi.
Gaya komunikasi kuasi militer tentu kurang tepat bagi sebagian orang, dalam dunia bisnis
mungkin dihasilkan kebencian dan menghasilkan aspek-aspek negatif. Suatu gaya yang jauh lebih
tepat untuk sebagian besar organisasi adalah gaya demokratik. Apa yang dikomunikasikan merupakan
suatu pengertian yang nilainya dimiliki oleh setiap orang sekaligus bisa memberikan kontribusinya.
Gaya komunikasi seperti ini akan mendorong orang yang ada didalamnya mengembangkan hubungan
secara lebih peduli dan terbuka. Gagasan dengan bebas mengalir ke bawah dan ke atas, mengalir
melintasi berbagai divisi dalam organisasi.
D. Tugas dan Hubungan
Setiap peristiwa komunikasi meliputi dimensi tugas dan hubungan. Dimensi tugas meliputi
faktor-faktor seperti informasi pekerjaan, prosedur organisasi, rencana pemasaran, dan informasi
lainnya yang diperlukan untuk melengkapi prosedur pelayanan, penjualan, dan pabrikasi. Dimensi
hubungan meliputi fakta-fakta yang dianggap bahwa kita memenuhi syarat untuk menjadi ketua tim,
dan manajer SDM memberikan kepercayaan kepada kita.

E. Iklim
Setiap lingkungan kerja memiliki atmosfer lingkungan kerja yang berbeda-beda. Hubungan
digambarkan dari segi iklim. Bawahan kita mungkin menggambarkan atmosfer tempat kerja mereka
dari segi penciptaan tingkat kenyamanan yang mereka rasakan. Gibbs (1961) membagi iklim ke
dalam dua kategori yaitu iklim defensif dan iklim mendukung. Sementara itu Kreps (1986)
berpendapat bahwa iklim organisasi adalah sifat intern organisasi yang didasarkan pada bagaimana
senangnya para anggota organisasi terhadap satu sama lain dan terhadap organisasi. Beberapa iklim
kerja dikatakan hangat dan gembira bila orang-orang yang terlibat di dalamnya diperhatikan dan
diperlakukan sesuai dengan martabatnya. Pada iklim defensif atmosfernya terkesan sangat berat dan
represif, sedangkan pada iklim mendukung orang-orang merasa dihormati dan satu sama lain saling
memberikan dorongan pada saat mereka berupaya menyelesaikan tugasnya (Curtis,1996)

Tabel 3. Karakterisitik Iklim Komunikasi yang Mendukung


dan Karakteristik Defensif
Iklim Defensif Iklim Mendukung
Evaluasi Deskripsi
Kontrol Orientasi Masalah
Strategi Spontanitas
Kenetralan Empati
Keunggulan Kesamaan
Kepastian Provisionalisme
Sumber : Curtis, 1996

1) Evaluasi dan Deskripsi


Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain, memuji atau mengecam. Dalam mengevaluasi
kita mempersoalkan nilai dan motif orang lain. Bila kita menyebutkan kelemahan orang lain,
mengungkapkan betapa jelek prilakunya, meruntuhkan harga dirinya kita akan melahirkan sikap
defensif. Sementara deskripsi merupakan penyampaian perasaan dan persepsi tanpa menilai. Kita
dapat melakukan evaluasi pada gagasan, bukan pada pribadi walaupun banyak orang merasa
dirinya diserang, ketika gagasannya dipersoalkan. Deskripsi dapat terjadi juga ketika mengevaluasi
gagasan orang lain tetapi merasa bahwa kita menghargai diri mereka.
2) Kontrol dan orientasi masalah
Prilaku kontrol artinya berusaha untuk mengubah orang lain,mengenalikan prilakunya,
mengubah sikap, pendapat, dan tindakannya. Melakukan kontrol juga berarti mengevaluasi orang
lain sebagai orang yang jelek sehigga perlu dirubah. Setiap orang tidak ingin didominasi oleh
orang lain, kita ingin menentukan prilaku yang kita senangi. Oleh karena itu kotrol orang lain akan
kita tolak. Orientasi masalah sebaliknya adalah mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama
mencari pemecahan masalah. Dalam orientasi masalah kita tidak akan mendiktekan pemecahan
masalah, kita justru mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan
bagaimana mencapainya.
3) Strategi dan Spontanitas
Strategi adalah penggunaan manipulasi untuk mempengaruhi orang lain. Kita menggunakan
strategi jika orang menduga kita mempunyai motif-motif tersembunyi. Sementara spontanitas
artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif terpendam. Bila orang mengetahu kita
melakukan strategi orang akan defensif.
4) Netralitas dan Empati
Netralitas berarti sikap impersonal, memperlakukan orang lain tidak sebagai personal tapi
sebagai objek.Bersikap netral bukan berarti objektif melainkan sikap tak acuh, tidak menghiraukan
perasaan dan pengalaman orang lain. Lawan netralitas adalah empati, tanpa empati orang-orang
seperti mesin yang hampa perasaan dan tanpa perhatian.
5) Superioritas dan Kesamaan
Superioritas artinya kita menunjukan bahwa kita yang lebih tinggi atau lebih baik karena
status, kekuasaan, intelektual, dll. Sikap superioritas akan melahirkan sikap defensif. Sementara
kesamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. Dalam sikap
kesaaman kita tidak mempertegas perbedaan. Status boleh berbeda, tetapi komunikasi tidak
vertikal, tidak menggurui tetapi berbincang pada tingkat yang sama.
6) Kepastian dan Provisionalisme
Dekat dengan superioritas adalah kepastian. Orang yang memiliki kepastiaan bersifat
dogmatis, ingin menang sendiri dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak
dapat diganggu gugat. Provisionalisme merupakan kesediaan meninjau kembali pendapat kita,
untuk mengakui bahwa pendapat kita juga memiliki kesalahan, karena itu wajar kalau satu saat
pendapat dan keyakinannya bisa berubah (Rakhmat,2012)
IV. Contoh Komunikasi Interpersonal dalam lingkungan Bisnis
Pengaruh Komunikasi Interpersonal Terhadap Kinerja Karyawan di Divisi Sekretaris Perusahaan PT.
Dirgantara Indonesia (Persero).
Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 30 orang karyawan di Divisi Sekretaris Perusahaan
PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Berdasarkan temuan data dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa komunikasi interpersonal yang sangat baik mempengaruhi kinerja karyawan di Divisi
Sekretaris Perusahaan PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Hal ini juga ditunjukkan oleh nilai
koefisien korelasi sebesar 0,687. Kemudian, melalui pengujian koefisien determinasi diperoleh hasil
bahwa terdapat pengaruh komunikasi interpersonal terhadap kinerja karyawan di Divisi Sekretaris
Perusahaan PT. Dirgantara Indonesia (Persero) sebesar 47,2%. Sementara sisanya sebesar 52,8%
dijelaskan oleh faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini. Faktor lain yang tidak diteliti
tersebut berdasarkan Teori Motivasi Herzberg yang digunakan peneliti sebagai latarbelakang adalah
faktor (1) Upah, (2) Kondisi kerja, (3) Keamanan kerja, (4) Status, (5) Prosedur perusahaan, dan (6)
Mutu penyeliaan. Semakin tinggi karyawan yang menggunakan komunikasi interpersonal antar
karyawan maka semakin tinggi dan positif pula kinerja karyawan di Divisi Sekretaris Perusahaan PT.
Dirgantara Indonesia (Persero). Hal itu ditunjukkan dalam produktivitas kerja yang mencapai target
serta semakin meningkat (Reindy,2015).

V. Kesimpulan
Dari penjabaran di atas bisa saya simpulkan bahwa komunikasi interpersonal dalam lingkugan
bisnis memiliki faktor-faktor penting sehigga bisa menciptakan suatu hubungan yang baik antar
sesama stakeholder dalam lingkungan bisnis. Faktor-faktor penting tersebut seperti memberikan
kepercayaan, sikap suportif, dan sikap terbuka seluruh stakeholder,serta komponen utama komunikasi
interpersonal dalam lingkugan bisnis seperti pentingnya penekanan konsep diri bagi seluruh
stakeholder, dan terciptanya hubungan dasar yang tercermin dari pemenuhan kebutuhan dasar dalam
komunikasi interpersonal seperti inklusi atau keterlibatan, kontrol, dan afeksi. Selanjutnya untuk
menumbuhkan hubungan baik dalam komunikasi interpersonal sikap keterbukaan sangat diperlukan
dan diikuti dengan tingkat penyikapan yang tinggi khususnya bagi para manajer/pimpinan untuk
membangun kedekatan dengan bawahan/karyawan serta stakeholder yang lainnya. Yang terakhir
adalah pentingnya peranan gaya komunikasi organisasi yang dibangun dalam lingkungan bisnis
seperti gaya komunikasi otokrasi atau gaya komunikasi berbasis demokrasi, serta kemampuan
menumbuhkan iklim yang kondusif dalam setiap lingkungan bisnis.
Daftar Pustaka
Afriyadi, Ferry. (2015). Efektivitas Komunikasi Interpersonal antara atasan dan bawahan
karyawan PT. Borneo Enterprsindo Samarinda. Fisipunmul.ac.id
Cangara, Hafied. (2010). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : RajaGrafindo Persada
Curtis, James, & Winsor .(1996). Business and Professional Communication. Jakarta :
PT.Rosda Jaya Putra
Gustyawan, Reindy.(2015). Pengaruh Komunikasi Interpersonal Terhadap Kinerja Karyawan
di Divisi Sekretaris Perusahaan PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Bandung :
openlibrary.telkomuniversity.ac.id
Rakhmat, Jalaluddin.(2012). Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosda Karya
Mulyana,Deddy.(2008). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : Remaja Rosda Karya

Anda mungkin juga menyukai