1. Pengertian
Hidronefrosis merupakan suatu keadaan pelebaran dari pelvis
ginjal dan kalises. Adanya hidronefrosis harus dianggap
sebagai respons fisiologis terhadap gangguan aliran urine.
Meskipun hal ini sering disebabkan oleh proses obstruktif,
tetapi dalam beberapa kasus, seperti megaureter sekunder
refluks pralahir, sistem pengumpulan mungkin membesar
karena tidak adanya obstruksi.
2. Etiologi
Banyak faktor yang memungkinkan terbentuknya kondisi
hidronefrosis.
Ureter
Intrinsik Fungsional Ekstrinsik
Uretropelvic Infeksi gram Retroperitonial
junction stricture negatif lymphoma
Uretrovesical Neurogenik Retroperitoneal
junction bladder sarcoma
obstruction Kanker serviks
Papillary necrosis Kanker prostat
Ureteral folds Retroperitoneal
Ureteral valves fibrosis
Ureteral sticture Aortic aneurysm
(iatrogenic) Inflammatory
Blood clot bowel disease
Benign Retrocaval ureter
fibroepithelial Uterine prolapse
polyps Kehamilan
Ureteral tumor Iatrogenic ureteral
Fungus ball ligation
Ureteral calculus Ovarian cysts
Ureterocele Diverticulitis
Endometriosis Tuboovarian
Tuberculosis abscess
Retrocaval ureter Retroperitoneal
hemorrhage
Kandung Kemih
Intrinsik Fungsional Ekstrinsik
Karsinoma Neurogenic 1. Pelvic lipomatosis
kandung kemih bladder
Bladder calculi Vesicouretral
Bladder neck reflux
contracture
Cystocele
Primary bladder
neck hypertrophy
Bladder diverticula
Uretra
Intrinsik Ekstrinsik
2. Urethral stricture 7. Benign prostatic
3. Urethral valves hyperplasia dan
4. Urethral prostate cancer
diverticula
5. Urethral atresia
6. Labial fusion
3. Patofisiologi
Hidronefrosis merupakan respons hasil dari proses anatomis
atau fungsional dari suatu gangguan aliran urine. Gangguan ini
dapat terjadi dimana saja di sepanjang saluran urine dari ginjal
sampai ke meatus uretra.
Kenaikkan tekanan ureter menyebabkan perubahan yang
ditandai difiltrasi glomelural, fungsi tubular, dan aliran darah
ginjal. Laju filtrasi glomerulus (GFR) menurun secara signifikan
dalam hitungan jam setelah obstruksi akut. Penurunan
signifikan GFR dapat bertahan selama berminggu-minggu
setelah relief obstruksi. Selain itu, kemampuan tubular ginjal
untuk mengangkut natrium, kalium, dan proton; serta
berkonsentrasi dan untuk mencairkan urine sangat terganggu.
Tingkat gangguan fungsional secara langsung berkaitan
dengan durasi dan luasnya obstruksi. Pada gangguan
fungsional yang terjadi bersifat reversibel dengan sedikit
peribahan anatomis. Sementara itu, pada kondisi gangguan
kronis akan mengakibatkan atrofi tubulus mendalam dan
kehilangan nefron pemanen.
Peingkatan tekanan ureter juga menghasilkan refluks
pyelovenous dan pyelolymphatic. Perubahan bruto dalam
saluran kemih bergantung pada durasi, derajat, dan tingkat
obstruksi. Dalam sistem pengumpulan intrarenal, derajat
dilatasi dibatasi oleh parenkim ginjal.
4. Pengkajian
Pada anamnesis tidak ada keluhan spesifik yang mengarah
pada penyakit hidronefrosis. Keluhan yang didapat bervariasi
bergantung pada apakah hidronefrosis yang akut atau kronis.
Dengan obstruksi akut, pasien mungkin datang dengan
rasa sakit, yang biasanya digambarkan sebagai berat,
intermitten, dan tumpul pada bagian pinggang. Keluhan nyeri
biasanya bertambah dngan peningkatan konsumsi cairan.
Nyeri sering menyebabkan mual dan muntah, selain itu, nyeri
juga sering dihubungkan dengan kolik ginjal.
Pada pengkajian, juga ditemukan adanya riwayat
hematuria, kencing batu, atau adanya keganasan di mana saja
di saluran kemih. Sering didaptakan adanya riwayat demam.
Hidronefrosis dapat tanpa gejala, sebagai hasil dari keganasan
panggul lanjut atau retensi urine berat dari obstruksi kandung
kemih. Kondisi hidronefrosis bilateral biasanya menunjukkan
penyebab yang berkaitan dengan kandung kemih, seperti
retensi, penyumbatan prostat, atau prolaps kandung kemih
parah.
a. Pemeriksaan fisik
Pada pasien dengan hidronefrosis berat, palpasi ginjal dapat
teraba. Dengan hidronefosis bilateral, edema ekstremitas
bawah dapat terjadi. Sudut kostovertebral pada sisi yang
terkena sering lembut. Adanya kembung pada kandung
kemih yang teraba jelas menambah bukti bahwa adanya
obstruksi saluran kemih.
b. Pengkajian diagnostik
- Laboratorium
Urinalisis. Pyuria menunjukkan adanya infeksi. Hematuria
mikroskopik dapat menunjukkan adanya batu atau tumor.
Hitung jumlah sel darah lengkap: leukositosis mungkin
menunjukkan infeksi akut. Kimia serum: hidronefrosis
bilateral dapat mengakibatkan peningkatan kadar BUN dan
kreatinin. Selain itu, hiperkalemia dapat menjadi kondisi
yang mrngancam kehidupan.
- Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi adalah metode yang cpat, murah, dan cukup
akurat untuk mendeteksi hidronefrosis, namun akurasi dapat
bergantung pada pengguna. Ultrasonografi umunya
berfungsi sebagai tes skrining pilihan untuk menetapkan
diagnosis dari hidronefrosis.
- Pyelography Intravena (IVP)
Pyelography intravena berguna untuk mengidntifikasi
keberadaan dan penyebab hidronefrosis. Intraluminal
merupakan penyebab paling mudah yang dapat
diidentifikasi berdasarkan temuan IVP.
- CT Scan
CT Scan memiliki peran penting dalam evaluasi
hidronefrosis. Proses retroperitonial menyebabkan obstruksi
ekstrinsik dari ureter dan kandung kemih dapat dievaluasi
dengan sangat baik pada CT Scan.
c. Pengkajian penatalaksanaan medis
Peran pengobatan hidronefrosis terbatas untuk mengontrol
rasa sakit dan pengobatan atau pencegahan infeksi.
Sebagian besar kondisi pasien memerlukan tindakan invasif
atau intervensi bedah dengan prognosis pascabedah yang
baik.
Intervensi bedah. Teknik yang dilakukan pada pasien
dengan hidronefrosis bergantung pada etiologi. Secara
umum, intervensi bedah dilakukan segera bila terdapat
adanya tanda-tanda infeksi pada saluran perkemihan karena
infeksi dengan hidronefrosis memberikan predisposisi
penting terjadinya sepsis.
5. Diagnosis Keperawatan
a. Nyeri b.d aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises,
peregangan dari terminal saraf sekunder dari hidronefrosis,
nyeri pascabedah.
b. Risiko infeksi b.d port de entree luka pascabedah.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d mal,
muntah efek sekunder dari nyeri.
d. Kecemasan b.d prognosis pembedahan, tindakan invasif
diagnostik.
e. Pemenuhan informasi b.d rencana pembedahan, tindakan
diagnostik invasif, perencanaan pasien pulang.
6. Rencana Keperawatan
Tujuan dari rencana keperawatan adalah diharapkan pada
evaluasi didapatkan penurunan stimulus nyeri, penurunan
risiko infeksi pascabedah, penurunan kecemasan, dan
mempersiapkan klien secara optimal untuk dilakukan
pembedahan.
Untuk intervensi pada masalah keperawatan pemenuhan
informasi, ketidakseimbangan nutrisi, perubahan pola miksi,
dan kecemasan dapat disesuaikan pada masalah yang sama
pada pasien batu ginjal.
Untuk intervensi pada masalah keperawatan risiko tinggi
infeksi, dapat disesuaikan dengan masalah yang sama pada
pasien trauma ginjal.
7. Evaluasi
Hasil diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan
adalah sebagai berikut:
a. Penurunan skala nyeri
b. Tidak terjadi infeksi pada luka pascabedah
c. Asupan nutrisi terpenuhi
d. Terpenuhinya informasi kesehatan
e. Kecemasan berkurang
2. Patofisiologi
Struktur uretra terdiri atas lapisan mukosa dan lapisan
submukosa. Lapisan mukosa pada uretra merupakan lanjutan
dari mukosa buli-buli, ureter, dan ginjal. Mukosanya terdiri atas
epitel kolumnar, kecuali pada daerah dekat orifisium eksterna
epitelnya skuamosa dan berlapis. Submukosanya teridiri atas
lapisan erektil vaskular.
Striktur uretra dapat diakibatkan dari proses peradangan,
iskemik, atau traumatik. Apabila terjadi iritasi uretra, maka
akan terjadi proses penyembuhan cara epimorfis, artinya
jaringan yang rusak diganti ileh jaringan ikat yang tidak sama
dengan semula. Jaringan ikat ini menyebabkan terbentuknya
jaringan parut yang memberikan manifestasi hilangnya
elastisitas dan memperkecil lumen uretra.
3. Pengkajian
Keluhan utama pada sriktur uretra bervariasi sesuai dengan
derajat penyempitan lumen pada uretra. Keluhan utama yang
lazim adalah pancaran urine kecil dan bercabang. Keluhan lain
biasanya adalah berhubungan dengan gejala iritasi dan infeksi
seperti frrekuensi, urgensi, disuria, inkontinensia, urine yang
menetes, kadang-kadang dengan penis yang membengkak,
infiltrat, abses dan fistel. Keluhan yang lebih berat adalah tidak
bisa mengeluarkan urine/ tidak bisa miksi (retensi urine).
Pada pemeriksaan fisik dengan palpasi pada penis
didapatkan adanya suatu kelainan akibat fibrosis di uretra,
infiltrat, abses atau terbentuknya fistula.
Pengkajian Diagnostik
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk pelengkap
pelaksanaan pembedahan. Selain itu, beberapa dilakukan
untuk mengetahui adanya tanda-tanda infeksi melalui
pemeriksaan urinalisis dan kultur urine.
b. Uroflowmeter
Uroflowmeter adalah pemeriksaan untuk menentukan
kecepatan pancaran urine. Volume urine yang dikeluarkan
pada waktu miksi dibagi menjadi lamanya proses miksi.
Kecepatan pancaran urine normal pada pria adalah 20ml/
detik dan pada wanita 25 ml/ detik. Bila kecepatan
pancaran kurang dari harga normal menandakan adanya
obstruksi.
c. Radiologi
Diagnosis pasti dibuat uretrografi sehingga dapat melihat
letak penyempitan dan besarnya penyempitan uretra.
Untuk mengetahui lebih lengkap mengenai panjang striktur
adalah dengan sistouretrografi yaitu memasukkan bahan
kontras secara antegrad dari buli-buli dan secara retrograd
dari uretra. Dengan pemeriksaan ini, panjang striktur dapat
diketahui sehingga penting untuk perencanaan terapi atau
operasi.
5. Rencana keperawatan
Tujuan dari rencana keperawatan praoperatif adalah
mengadaptasikan keluhan nyeri, pemenuhan eliminasi urine,
penurunan kecemasan dan terpenuhinya kebutuhan informasi
tentang asuhan periopertaif.
Untuk intervensi pada masalah keperawatan nyeri, risiko
tinggi infeksi, pemenuhan informasi, gangguan konsep diri,
dan kecemasan dapat disesuaikan dengan masalah yang sama
pada pasien batu ginjal.
6. Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah dilakukan intervensi, meliputi
hal-hal sebagai berikut:
a. Gangguan pemenuhan eliminasi urine teratasi
b. Risiko tinggi trauma tidak terjadi
c. Penurunan skala nyeri
d. Tidak terjadi infeksi luka pascabedah
e. Penurunan tingkat kecemasan
f. Informasi kesehatan terpenuhi
g. Mekanisme koping yang digunakan adaptif.
Striktur uretra
Kerusakan Gangguan
Risikokonsep
Tindakan pembedahan
Kerusakan Risiko tinggi
Preoperasi Risiko tinggi
Nyeri Respons
integritas jaringan Psikologi
diri Pascaoperasi
(gambaran
kerusakan diri) Pemenuhan
jaringan informasi Luka
infeksi
trauma