Alamat Korespondensi:
Nasruddin, ST.
Perumahan Bukit Khatulistiwa, Blok K/ No. 36
Kel. Paccerakkang, Kec. Biringkanaya, Makassar
HP. 085242378836
Email: nasruddin.arch@gmail.com
Abstrak
Arsitektur adat pada masyarakat Karampuang di Sinjai yang mengekspresikan karakter spesifik berbeda dari
arsitektur tradisional Bugis pada umumnya di Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
aspek-aspek apa saja yang didasari oleh gender dalam arsitektur rumah adat Karampuang; menjelaskan dan
mendeskripsikan penerapan gender terhadap arsitektur rumah masyarakat Karampuang. Penelitian ini
dilaksanakan di Dusun Karampuang, Desa Tompobulu yang terletak di Kecamatan Buluppoddo Kabupaten
Sinjai. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif dan eksplanatif yang menjelaskan gender dalam arsitektur
Karampuang. Fokus penelitian diarahkan pada berbagai hal yang berhubungan dengan gender dalam arsitektur
rumah adat dan rumah masyarakat Karampuang. Pembatasan fokus penelitian dengan menentukan elemen-
elemen ruang, bentuk, dan fungsi ruang. Pengambilan sampel (kasus amatan) dilakukan secara purposive
sampling di rumah adat dan rumah masyarakat di sekitar kawasan adat Karampuang. Teknik analisis data yaitu
analisis deskriptif-eksplanatif dan deskriptif-komparatif secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-
fakta dan situasi yang berhubungan dengan obyek penelitian. Kemudian data diorganisasikan dan disimpulkan
sesuai dengan unsur-unsur pada jenis rumah dan membandingkan gender yang ada di rumah adat dengan rumah
masyarakat yang ada di sekitar kawasan adat Karampuang. Hasil analisis data dikemukakan dengan gambar dan
tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aspek dan simbol yang didasari oleh gender perempuan tidak terlepas
dari sejarah Karampuang dimana orang yang pertama membangun dan memakmurkan Karampuang adalah
seorang perempuan. Penggunaan dan penempatan simbol-simbol terhadap bagian maupun ornamen rumah
mewakili anatomi tubuh perempuan. Temuan lain yang didapatkan dari penelitian ini adalah area yang menjadi
dominan ditentukan serta dimanfaatkan oleh gender wanita adalah bagian dalam rumah, sedangkan yang
dominan dimanfaatkan serta diatur sepenuhnya oleh gender laki-laki adalah bagian kolong rumah, sawah atau
kebun. Pemanfaatan ruang baik ruang dalam rumah ataupun kolong rumah, sawah dan kebun sangat dipegaruhi
oleh profesi yang berimplikasi pada waktu-waktu penggunaan ruang.
Abstract
Traditional architecture of Karampuang community in Sinjai which expresses specific character, that is different
from the common Buginese traditional architecture in South Sulawesi. This study aims to: identify gender
aspects in the architecture of Karampuang traditional houses; and explain and describe the application of
gender in the traditional house architecture. The research was conducted at Karampuang, Tompobulu village
located in Buluppoddo Subdistrict, Sinjai regency. It was conducted by using descriptive and explanative
approaches. The research was focused on various gender aspects, including the room elements, forms, and room
functions in the architecture of traditional houses and the houses of Karampuang community. The samples
(observed case) were selected from traditional houses and peoples houses of Karampuang custom area by using
the purposive sampling technique. The data were analyzed based on the facts systematically and accurately by
using descriptive-explanative and descriptive comparative methods. The analysis was focused on facts and
situations related to the object of research. The data were then organized and concluded according to the
elements of the house forms. The gender aspects in the traditional houses and peoples houses were also
compared. The results were presented by using pictures and tables. The results reveal that the aspects and
symbols tha are based on female gender is an influence of Karampuang history. The first person who built and
improved the condition of Karampuang was a woman. The use and the position of symbols in the parts and
ornaments of the houses represent the anatomy of a female body. This study also shows that the area dominantly
used for female gender is the inside part of the house, while the area dominantly used and arranged completely
based on male gender is the space under the house, paddy fields, or yards. This space utility is strongly
influenced by profession, which has an implication on the time of space utility.
HASIL
Karasteristik Rumah Adat Karampuang
Masyarakat Karampuang sebagai salah satu masyarakat adat yang masih
mempertahankan dengan baik adat-istiadatnya. Sebagai masyarakat adat dibutuhkan
perangkat adat untuk menjalankan kehidupan serta pemerintahan adat. Dalam masyarakat adat
Karampuang dikenal empat pemimpin adat. Pemimpin adat yang tertinggi yaitu To Matoa
atau Arung, harus dijabat oleh laki-laki. To Matoa juga disebut sebagai raja. Dalam
menjalankan tugasnya To Matoa dibantu oleh Gella yang bertugas menjalankan pemerintahan
serta kehidupan perekonomian adat. Gella disebut juga sebagai perdana menteri, yang harus
dijabat oleh laki-laki juga. Pemimpin adat yang lain adalah Sanro yang bertugas untuk
melaksanakan kegiatan spiritual masyarakat, dan harus dijabat oleh seorang perempuan.
pemimpin adat yang terakhir adalah Guru yang bertugas untuk memimpin ritual keagamaan
(agama Islam). Guru harus dijabat oleh laki-laki. To Matoa, Sanro, dan Guru menempati satu
unit rumah adat, dan Gella juga menempati satu unit rumah adat.
Rumah adat Karampuang berbentuk panggung seperti kebanyakan rumah-rumah Bugis
pada umumnya di Sulawesi Selatan, namun memiliki beberapa perbedaan yang memberikan
jati diri tersendiri sebagai arsitektur masyarakat yang lahir, tumbuh dan berkembang sebagai
arsitektur Karampuang. Perbedaan antara arsitektur Karampuang dengan arsitektur Bugis
lainnya disebabkan oleh penghargaan terhadap leluhur mereka yang diyakini seorang
perempuan.
PEMBAHASAN
Penelitian menunjukkan aspek arsitektural yang dipengaruhi oleh gender
perempuan baik pada rumah adat To Matoa maupun pada rumah adat Gella yaitu: 1)
simbol-simbol yang dimiliki oleh rumah (aspek simbol); 2) bentuk penampilan (aspek peran
gender); 3) aspek kesejarahan; 5) hirarki ruang (aspek ruang); 6) aspek bentuk meliputi:
ekspresi bentuk, sistem struktur, ornamentasi; 7) aspek fungsi: kegiatan domestik di dalam
rumah dan seremonial. Banyaknya aspek dan simbol yang didasari oleh gender perempuan
tidak terlepas dari sejarah Karampuang dimana orang yang pertama membangun dan
memakmurkan Karampuang adalah seorang perempuan. Penggunaan dan penempatan simbol-
simbol terhadap bagian maupun ornamen rumah mewakili anatomi tubuh perempuan.
Sedangkan hal-hal berkaitan dengan aspek arsitektural yang dipengaruhi oleh gender laki-
laki adalah aspek peran gender dalam hal proses pembangunan (pengadaan bahan/material,
dan ritual Maddui), aspek pemanfaatan ruang: kolong dan sawah atau kebun, aspek fisik
seperti pengadaan bahan. Aspek kegiatan seremonial peran laki-laki dan perempuan
sebanding.
Temuan lain yang didapatkan dari penelitian ini adalah area yang menjadi dominan
ditentukan serta dimanfaatkan oleh gender wanita adalah bagian dalam rumah, sedangkan
yang dominan dimanfaatkan serta diatur sepenuhnya oleh gender laki-laki adalah bagian
kolong rumah, sawah atau kebun. Pemanfaatan ruang, baik ruang dalam rumah ataupun
kolong rumah, sawah dan kebun (ruang luar) sangat dipegaruhi oleh profesi yang berimplikasi
pada waktu-waktu penggunaan ruang. Profesi sebagai petani oleh laki-laki secara kodrati
lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah serta melakukan aktifitas dari pagi hingga
sore hari. Sedangkan profesi sebagai Ibu rumah tangga lebih banyak menghabiskan waktu di
rumah. Pemanfaatan rumah secara bersama sebagai relasi gender digunakan pada malam hari.
Jika dihitung berdasarkan lama penggunaan ruang rumah, maka gender perempuanlah yang
lebih dominan memanfaatkan ruang dalam rumah.
Sistem kosmologi rumah adat Karampuang membagi dunia ini menjadi tiga bagian atau
tiga tingkat. Bagian yang paling atas yakni boting langi untuk dunia atas atau langit tempat
bersemayamnya Dewata Seuae atau PatotoE. Bagian tengah disebut ale kawa dimaksudkan
sebagai dunia yang dihuni oleh manusia. Bagian yang terbawah adalah paratiwi yakni tempat
bersemayamnya orang-orang telah tiada, sehingga rumah adatnya tidak beralas dan tiangnya
ditanam ke dalam tanah.
Penampilan kedua bangunan rumah adat Karampuang di Kabupaten Sinjai mempunyai
filosofi bentuk yang melambangkan tubuh seorang perempuan yang disebut Nene
Makkunrai Indo ri Karampuang (seorang nenek yang dijadikan Ibu di Karampuang). Ibu dari
Karampuang ini dimaksudkan sebagai seorang dewi yang pertama yang membangun adat
yang ada di Karampuang sebagai To Manurung (orang suci yang tidak diketahui asalnya dari
mana).
Masyarakat adat Karampuang mempunyai tradisi sendiri dalam mendirikan rumah.
Tahapan-tahapan sebelum mendirikan rumah yaitu: 1) rapat bersama (mabbahang) semua
pemangku adat; 2) menetukan material (kayu, bambu, daun enau/bakkaweng, dan lain-lain)
yang akan digunakan; 3) menentukan hari penebangan pohon; 4) pohon yang akan ditebang
terlebih dahulu akan di bacakan mantra oleh Sanro dengan maksud untuk meminta izin
kepada sang pencipta untuk menebang pohon dan diberikan keselamatan kepada penghuninya
kelak, kriteria pohon yang akan ditebang harus diperhatikan dengan baik, seperti: pohonnya
segar dan daun rimbun, berbatang lurus dan mulus, ditumbuhi beberapa tanaman lain yang
dianggap baik oleh warga; 5) Setelah pohon ditebang, pohon akan dibawa ke lokasi rumah
adat dengan cara ditarik (ritual ini biasa disebut dengan ritual Maddui); 6) Penentuan Possi
Bola atau pusat rumah juga mempunyai cara dan ritual sendiri, yang sering dilaukan oleh
sanro bola (uragi). Di bawah tanah yang akan ditempati Possi Bola, juga ditanam berbagai
macam benda-benda yang disebut tuli (seperti beras ada hitam, kuning, putih) yang tentunya
dipercaya akan mebawa pengaruh yang baik.
Kedua bangunan rumah adat karampuang, mempunyai orientasi yang berbeda. Rumah
adat yang ditempati oleh To Matoa (raja) mempunyai orientasi kearah Barat (Akhirat).
Filosofi orientasi ini dikarenakan Raja sebagai pemimpin tertinggi dalam adat dan sekaligus
sebagai orang tua akan selalu berorientasi kearah kehidupan selanjutnya (akhirat), sebagaiman
arah barat adalah arah tenggelamnya matahari sebagai akhir dari kehidupan. Raja (Arung)
yang akan memberikan pesan-pesan moral, wejangan-wejangan untuk selalu berbuat baik,
sebagai bekal kita menghadap sang pencipta, serta memberikan pesan kepada masyarakat
untuk tetap selalu melestarikan adat. Dengan kata lain bahwa pada rumah adat To Matoa
adalah tempat membicarakan hal-hal yang ritual.
Rumah adat Puang Gella (perdana menteri) mempunyai orientasi ke arah Timur
(Duniawi). Ini melambangkan bahwa matahari terbit dari timur, tanda dimulainya kehidupan..
Dalam hidup ini manusia harus bekerja untuk kelangsungan hidup mereka. Dimana fungsi
Gella sebagai pengatur urusan kehidupan dan ekonomi, pekerjaan masyarakat adat (pallaong
ruma) seperti bercocok tanam, mengolah sawah, masalah rumah tangga, pertikaian/mengadili
perkara, berburu babi hutan sebagai hama, dan lain-lain. Rumah adat Gella adalah tempat
untuk membicarakan hal-hal yang besifat dunia
Rumah adat Karampuang menggunakan material yang mempunyai dimensi berdasarkan
ukuran anggota tubuh manusia (antropometri). Ukuran ini telah dipakai secara turun temurun,
tidak diketahui kapan dimulainya. Menurut para pemangku adat dan Uragi (sanro bola)
meski tidak diketahui secara pasti ukuran tubuh Puang To Matoa dan Puang Gella yang
mejabat pada masa itu, ukuran pada rumah adat tersebut tidak pernah diubah dan tetap dijaga
ukuran awal hingga sekarang jika ada pergantian material. Posisi material yang digantikan
akan menempati posisi awal diupayakan tidak bergeser sedikitpun.
Rumah adat Karampuang mempunyai tata ruang yang hampir sama. Perbedaan tata
ruang pada jumlah kamarnya. Pada bagian depan rumah, terbuka dan tidak ada sekat sebagai
pembatas ruang. Penggunaan sekat terdapat di bagian belakang (sonrong ri munri) yang
digunakan sebagai kamar untuk masing-masing pemangku adat dan pembantunya (ana
malolo).
Pembagian ruang rumah adat Gella pada prinsipnya sama dengan pembagian ruang
pada rumah adat To Matoa. Yang membedakan adalah jumlah kamar atau bili pada bagian
Sonrong ri monri yang hanya terdiri dari dua unit kamar (bili) saja yang masing-masing
untuk ana malolo gella dan Puang Gella sendiri.
Ornamen dan bagian penting yang ada pada rumah adat Karampuang, baik rumah To
Matoa maupun rumah Gella yaitu: 1) Timpa laja; 2) Bate-bate/loe-loe; 3) Zhyuling; 4)
Tappi/tobo melambangkan tanduk kerbau, ini menandakan jika bagian rumah pocco lehu
dibongkar (diganti) maka harus disembelihkan seekor kerbau. Ada juga sumber lain yaitu
Puang Mattang seorang pemerhati adat mengatakan kalo itu adalah simbol mahkota (bombo)
dan tusuk konde (tobo) seorang dewi (perempuan), lengkap dengan kalungnya; 5) Posi Bola
sebagi pusat atau inti rumah, terletak ditengah-tengah rumah; Addeneng (tangga), posisinya
dibagian tengah rumah yang melambangkan jika manusia itu dilahirkan dari rahim seorang
ibu dan keluar melalui alat kelamin (vagina). Jumlah anak tangga untuk rumah Arung
(Tomato) adalah sebelas, sedangkan Gella Sembilan anak tangga. Artinya Arung lebih tinggi
posisinya dan pasti kedua-duanya jumlahnya ganjil; 6) Dapureng (dapur) posisinya di depan
tangga, juga diibaratkan sebagai payudara ibu dengan maksud manusia terlahir kedunia ini
saat pertama kalinya akan langsung menyusu kepada ibunya. Ini dimaksudkan sebagai sumber
kehidupan; 7) Batu Tuo (batu hidup) sebagai pemberat untuk membuka pintu yang
diibaratkan sebagai bagian alat kelamin perempuan (klitoris), makna lain adalah merupakan
sesuatu yang harus dijaga dari seorang perempuan, dan dimaksudkan untuk terus menjaga
kelestarian adat.
Rumah Adat
Karampuang
Gender
Contoh Unit Informasi Tema Konsep Makna
(Lk/Pr) Ket-
Aktifitas Kegiatan
- Di dalam rumah
Memasak, Pr - Mengurus rumah, Penggunaan
menjemur padi mengolah bahan ruang
makanan, istirahat, bergantung
berbincang-bincang pada profesi
- Di luar rumah dan waktu
Lk - Mengolah sawah, kebun, (kebun/sawah)
menggembala ternak
Aspek
Non Fisik Pada waktu pagi sampai sore hari rumah lebih
Waktu (lanjutan) banyak digunakan oleh perempuan, sedangkan
- Pagi siang laki-laki lebih banyak di kebun ataupun sawah.
- Siang sore Laki-laki hanya kembali beristirahat sejenak
- Malam pada siang tengah hari. Artinya berdasarkan
profesi maka waktu pemanfaatan ruang juga
Tempat berbeda. Petani pada siang hari di kebun, dan ibu
Pr - Rumah rumah tangga pada siang hari lebih banyak di
Lk - Kebun/sawah rumah.
Rumah menjadi tempat bersama keluarga (laki-
Profesi laki dan perempuan) pada malam hari
Pr - Mengurus rumah
Lk - Petani
Gender
Contoh Unit Informasi Tema Konsep Ket- Makna
(Lk / Pr)
Penempatan Jenis ruang Aturan adat Jenis ruang serta tata ruang rumah adat ditentukan oleh aturan adat, yang
tangga dan telah dilestarikan turun temurun. Ruang-ruang yang ada telah ditetapkan
dapur, Susunan ruang/tata ruang Aturan adat oleh aturan adat seperti kamar raja (Lk), Sanro (Pr), Guru (Lk), dan ana
penggunaan Ruang malolo arung (Lk)
ornamen, Hirarki ruang
pengaturan Pr
letak kamar. Pr Ekspresi bentuk Rumah itu Merepresentasikan gender perempuan karena dipercaya leluhur (To
ibarat/seperti/ Manurung) Karampuang seorang perempuan
bagaikan
Lubang tiang Pr Sistem struktur perempuan
(alliri) tidak Bentuk
boleh Ornamentasi Semua ornamen melambangkan bagian-bagian tubuh serta perhiasan yang
Pr
dilubangi dari digunakan oleh perempuan zaman dahulu
arah samping Bahan Bangunan Penentuan bahan bangunan lebih banyak oleh laki-laki karena lokasi
Lk bahan yang jauh di dalam hutan, serta ukuran yang diambil adalah ukuran
tubuh To Matoa (Lk) dan Gella (Lk) yang pertama, bukan ukuran To
Aspek Manurung (Pr) yang pertama
Kegiatan domestik
Pr - Dalam rumah
Fisik
Lk - Di luar rumah
Kegiatan seremonial: Dalam
Pr - Mappatinro bine Fungsi pergantian tetua Banyak ritual yang dijalankan dan dipimpin oleh perempuan (Sanro).
Pr - Mappogau sihanua adat, penentuan Termasuk dalam upacara adat terbesar Mappogau Sihanua (pesta
Pr - Mappalesso ase waktu acara kampung) yang merupakan pesta raja (Lk) sebagai pelaksana tetapi
Pr - Mangampo adat, ada banyak ritual dalam pesta itu yang dipimpin oleh Sanro
Lk - Mabbissa Lompu persetujuaan dari
Pr - Kelahiran perempuan
Lk & Pr - Kematian
Pr - Penggantian tetua adat
Lk - Maddui
Keterangan: Lk = Laki-laki, Pr = Perempuan, Ket- = Keterangan