satunya sumber air permukaan yang tersedia bagi yang dapat diendapkan. Flokulasi merupakan
masyarakat di wilayah ini. proses pembentukan flok, yang pada dasarnya
merupakan pengelompokkan atau aglomerasi
Penelitian untuk mengubah karakteristik air
antara partikel dengan koagulan dengan
gambut menjadi layak konsumsi, telah dilakukan
pengadukan yang lambat (Risdianto., 2007).
oleh Fitria.,et al., (2007), Sutapa (2012), ,Said.,et
Bahan koagulan yang biasa digunakan adalah
al., Syarfi., et al., (2007) dan Yusnimar et al.,
tawas (Al2(SO4)3), ferro sulfat (FeSO4), ferri
(2010) telah berhasil mengubah air gambut
sulfat (Fe2(SO4)3), poly alumunium klorida
menjadi air yang memenuhi persyaratan air
(PAC), ferro klorida (FeCl2), dan ferri klorida
minum. Namun sebagian peralatan yang
(FeCl3). Saat ini di pasaran banyak dijumpai
digunakan dalam proses yang dilakukan relatif
koagulan tambahan (coagulant aid) seperti super
susah didapat di pedesaan. Sementara masyarakat
flok, magni flok, dan aqua flok yang berfungsi
yang tinggal di kawasan lahan gambut (air
untuk mempercepat proses pengendapan
gambut) pada umumnya tergolong masyarakat
sehingga dosis koagulan bisa berkurang
kurang mampu secara ekonomi dan penguasaan
(Indriyati, 2008).
teknologi.
Untuk memecahkan permasalahan ini telah LOKASI PENELITIAN
dilakukan penelitian laboratorium dengan
Conto air gambut yang diteliti adalah air
seperangkat alat yang sederhana dan
permukaan yang mengalir di anak Sungai
menggunakan bahan kimia yang mudah didapat
Sebangau di Desa Kalampangan, Palangkaraya,
di daerah gambut dengan metode kuagulasi-
Kalimantan Tengah. Percobaan dilakukan di
flokulasi. Koagulasi didefinisikan sebagai proses
Laboratorium Air dan Laboratorium Tanah Pusat
destabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi
Penelitian Geoteknologi LIPI, Jalan Sangkuriang
termasuk bakteri dan virus dengan suatu
Bandung.
koagulan, sehingga terbentuk flok-flok halus
128
Suherman D. dan Sumawijaya N./ Menghilangkan Warna dan Zat Organik Air Gambut dengan Metode Koagulasi-Flokulasi
Suasana Basa
129
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.23, No.2, Desember 2013, 127-139
130
Suherman D. dan Sumawijaya N./ Menghilangkan Warna dan Zat Organik Air Gambut dengan Metode Koagulasi-Flokulasi
Suasana Basa
Selanjutnya dilakukan analisis tekstur dengan Penambahan kaporit dan kapur tohor dapat
metode pipet, untuk analisis kadar air dengan dilakukan dengan dua cara :
metode gravimetri melalui pemanasan di dalam
a. Seribu ml air gambut ditambah dengan 0,05
oven pada suhu 105o C, dan analisis kandungan
gram kaporit. Selanjutnya ditambah kapur
Al, Fe, dan Mn dengan menggunakan
tohor 0,01 gram sebanyak delapan kali,
spektrofotometer serapan atom (AAS).
sehingga total kapur tohor adalah 0,08 gram.
Untuk mengetahui jumlah maksimum tanah
b. Seribu ml air gambut ditambah dengan 0,1
lempung (bahan pembentuk koloid) yang
gram kaporit dan 0,05 gram kapur tohor,
digunakan, pada setiap 1000 ml air gambut
perubahan nilai pH diukur dengan pH meter.
masing-masing ditambah 0,10 gram, 0,15 gram,
0,20 gram, 0,30 gram, dan 0,40 gram tanah Untuk mengetahui pengaruh penambahan kaporit
lempung, kemudian diaduk dan kekeruhannya terhadap jumlah tanah lempung, dilakukan pada
diukur dengan menggunakan turbidimeter. 1000 ml air gambut pH 11, dibasakan dengan
kapur tohor, dan yang lain dibasakan dengan
Untuk mencapai derajat keasaman (pH) dan
kaporit dan kapur tohor. Selanjutnya masing-
jumlah koagulan (tawas) optimum, pada 1000 ml
masing ditambah dengan tanah lempung dan
air gambut dengan variasi pH 8, 9, 10, 11, dan 12
diaduk selama 30 detik, lalu ditambah 0,40 gram
masing-masing ditambah 0,4 gram lempung dan
tawas. Jumlah penambahan tanah lempung
0,1 gram tawas. Percobaan diulang dengan
bervariasi yakni 0,20 gram, 0,30 gram, dan 0,40
variasi penambahan tawas sebagai berikut : 0,20
gram.
gram, 0,30 gram, 0,40 gram dan 0,50 gram dan
1,0 gram. Selanjutnya diamati koagulasi flokulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN
yang terbentuk, dan dilakukan analisis Al pada
larutan yang berada diatas endapan. Hasil analisis tekstur dari tanah lempung yang
digunakan sebagai bahan pembentuk koloid,
Pencapaian nilai pH 11 disajikan dalam Tabel 1.
Untuk mencapai nilai pH 11 dilakukan dengan Seperti terlihat pada Tabel 1, menunjukkan
penambahan kapur tohor (CaO). Ke dalam 1000 bahwa tanah lempung tersebut cocok untuk
ml air gambut ditambah kapur tohor dengan digunakan sebagai pembentuk koloid, karena
variasi berat 0,02 gram, 0,03 gram, 0,04 gram, mengandung 69,11% debu dan 23,62% liat. Debu
0,05 gram, 0,06 gram, 0,07 gram, 0,10 gram, 0,12 dan liat tidak larut di dalam air sehingga akan
gram, dan 0,14 gram. Pengadukan dilakukan membentuk partikel tersuspesi (koloid).
selama 30 detik dengan dua cara, pertama
menggunakan pengaduk stirrer pada kecepatan
200 rpm, dan secara manual. Perubahan pH
diukur dengan pH meter.
131
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.23, No.2, Desember 2013, 127-139
Hasil analisis kadar air lempung (Tabel 2) memperlihatkan nilai kekeruhan yang paling
diperlukan untuk mengkonversi berat apabila tinggi. Kekeruhan yang terjadi berbentuk koloid
menggunakan tanah lempung yang berbeda, sehingga air gambut yang semula miskin partikel
sedangkan analisis Al, Fe, dan Mn untuk tersuspensi (bening), setelah ditambah dengan
mengetahui pengaruh terhadap kualiatas air hasil tanah lempung berubah menjadi larutan yang
proses. Di dalam percobaan digunakan tanah kaya partikel tersuspensi (koloid). Menurut
lempung seberat 0,30 gram, berkadar air 3,11%,. Ravina (1993), bahwa koloid bermuatan negatif,
Parameter Konsentrasi
Hasil pengamatan kekeruhan air gambut sehingga apabila ke dalam larutan koloid ini
pengaruh penambahan tanah lempung, disajikan ditambahkan suatu zat koagulan yang bermuatan
pada Gambar 5. positif maka akan terjadi tarik menarik dan
terjadi gumpalan yang disebut koagulasi
Pada Gambar 5 terlihat bahwa pada penambahan
flokulasi.
0,30 gram tanah lempung menunjukkan nilai
kekeruhan 150 mg/L SiO2, dan pada penambahan Untuk mendapatkan koagulasi flokulasi yang
0,40 gram nilai kekeruhan sudah tidak terbaca sempurna, dilakukan percobaan mencari nilai pH
oleh alat turbidimeter. Oleh karena itu, untuk dan jumlah koagulan optimum dengan tawas.
percobaan berikutnya penambahan tanah Hasil percobaan tercantum di Tabel 3.
lempung digunakan sebanyak 0,40 gram, karena
132
Suherman D. dan Sumawijaya N./ Menghilangkan Warna dan Zat Organik Air Gambut dengan Metode Koagulasi-Flokulasi
Suasana Basa
Tabel 3. Pengaruh nilai pH dan jumlah koagulan tawas terhadap proses koagulasi
pH Penambahan Pengamatan
tawas (gram)
Pencapaian nilai pH 11 didapatkan dengan dua tawas sebanyak 0,40 gram ada atau tidak
cara yakni dengan pembubuhan kapur tohor, dan pengaruh penambahan kandungan Al di dalam air
cara yang lain yaitu dengan kaporit dan kapur gambut hasil proses. Tawas larut di dalam air dan
tohor. Pada tahap pengadukan dalam proses akan terbentuk ion Al3+ dan ion sulfat (SO4=).
pembasaan (menaikkan nilai pH) dilakukan Hasil yang diperoleh memperlihatkan kandungan
dengan dua cara, pertama dengan menggunakan Al adalah 0,027 mg/L, besaran ini sama dengan
pengaduk stirrer dan yang kedua secara manual kandungan Al di dalam air gambut (Tabel 5). Ini
dengan menggunakan batang pengaduk, kedua menunnjukkan bahwa pada proses koagulasi
cara tersebut menunjukkan nilai yang sama, flokulasi ion Al3+ yang berasal dari 0,40 gram
sehingga dalam percobaan selanjutnya tawas seluruhnya menggumpal dalam bentuk
pengadukan dilakukan secara manual. Kecepatan endapan berwarna coklat tua (Gambar 5).
pengadukan secara manual identik dengan 200 Sedangkan pada penambahan 0,50 gram tawas,
rpm pada pengaduk (stirrer). Hasilnya disajikan menunjukkan kandungan Al di dalam air hasil
pada Gambar 6, 7, dan 8. proses yang lebih besar dari pada kandungan Al
pada air gambut. Dengan demikian pemakaian
Pada Tabel 3, terlihat bahwa penambahan
tawas 0,50 gram tidak mungkin digunakan dalam
koagulan tawas 0,40 gram dan 0,50 gram pada
percobaan berikutnya. Oleh karena itu pemakaian
pH 11, terbentuk koagulasi yang sempurna, hal
tawas 0,40 gram merupakan dosis yang tepat
ini ditunjukkan dengan terbentuknya endapan
digunakan pada proses koagulasi air gambut guna
yang berwarna coklat dan larutan diatasnya tidak
menghilangkan warna dan kandungan zat
berwarna (Gambar 9). Selanjutnya dilakukan
organik.
analisis kandungan Al dari larutan tersebut, guna
membuktikan bahwa dalam proses penambahan
133
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.23, No.2, Desember 2013, 127-139
134
Suherman D. dan Sumawijaya N./ Menghilangkan Warna dan Zat Organik Air Gambut dengan Metode Koagulasi-Flokulasi
Suasana Basa
Seperti terlihat pada Gambar 6 bahwa untuk sludge (endapan) yang relatif banyak, sehingga
menaikkan nilai pH air gambut dari 3,92 menjadi menimbulkan permasalahan dalam proses skala
11, diperlukan kapur tohor sebanyak 0,14 gram. besar. Untuk mengatasinya, dilakukan percobaan
Sedangkan apabila diawali dengan penambahan dengan air gambut pH 11 yang dibasakan dengan
0,05 gram kaporit, langsung menunjukkan nilai kaporit dan kapur tohor dan hasilnya disajikan
pH 8,55 sehingga untuk mencapai pH 11 pada Tabel 4.
dibutuhkan kapur tohor sebanyak 0,08 gram
Sudah dikemukakan di atas (Gambar 6, 7, dan 8),
(Gambar 7). Pada Gambar 8, bila diawali dengan
bahwa pembasa kapur tohor (CaO) maupun
penambahan kaporit 0,10 gram, langsung
kaporit (Ca(OCl)2 ) ditambahkan guna menaikkan
menunjukkan nilai pH 10,25 sehingga untuk
nilai pH air gambut menjadi pH 11. Pada Tabel 4,
mencapai pH 11 hanya diperlukan kapur tohor
terlihat bahwa apabila menggunakan pembasa
0,05 gram. Dari tiga cara untuk menaikkan nilai
kapur tohor (CaO) untuk mendapatkan koagulasi
pH air gambut menjadi 11, satu diantaranya
sempurna yakni terjadi endapan dan larutan yang
yaitu dengan penambahan kaporit 0,10 gram akan
tidak berwarna, diperlukan tanah lempung
digunakan dalam percobaan selanjutnya, karena
sebanyak 0,40 gram. Sedangkan apabila
kaporit di dalam air membentuk senyawa gas Cl2
digunakan pembasa kaporit dan kapur tohor,
yang bersifat oksidator dan berfungsi sebagai
koagulasi sempurna didapatkan pada
desinfektan. Baik kaporit maupun kapur tohor,
penambahan tanah lempung sebanyak 0,30 gram.
keduanya bisa menaikkan nilai pH, karena di
Hal ini mengindikasikan bahwa kaporit ditambah
dalam air membentuk senyawa hidroksida yang
kapur tohor merupakan pembasa yang lebih
bersifat basa sesuai dengan reaksi kimia berikut :
effisen. Menurut Bahl (1979), bahwa gas Cl2 bisa
Berdasarkan nilai kekeruhan (Gambar 5) jumlah bereaksi dengan rantai karbon alkana pada
tanah lempung sebagai pembentuk koloid yang senyawa karboksilat. Di dalam model struktur
diperlukan adalah 0,4 gram per liter air gambut. asam humat (Zadow., 2009, Gambar 2 dan 3)
Tanah lempung seberat itu akan menghasilkan terdapat gugus kaboksilat dengan rantai karbon
135
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.23, No.2, Desember 2013, 127-139
Tabel 4. Pengaruh kaporit terhadap jumlah tanah lempung sebagai pembentuk koloid
alkana, sehingga memungkinkan terjadi reaksi kompleks yang larut dalam air dan bermuatan
antara Cl2 dengan rantai kabon alkana positif (Ravina., 1993), dengan reaksi sebagai
membentuk senyawa klorida. Elektronegativitas berikut :
klorida sangat tinggi sehingga pada senyawa
Al3+ + 3 OH- ===== Al(OH)3 mengendap
tersebut membentuk kutub negatif. Dengan
3+
adanya rantai karbon yang berkutub negatif akan 6 Al + 15 OH ===== Al6(OH)153+ larut
-
memberikan pengaruh terhadap jumlah ion 7 Al3+ + 17 OH- ===== Al7(OH)174+ larut
negatif di dalam larutan. Dengan demikian
penggunaan tanah lempung yang di dalam air 8 Al3+ + 20 OH- ===== Al8(OH)204+ larut
membentuk koloid yang bermuatan negatif akan Dengan terbetuknya ion-ion kompleks aluminium
lebih sedikit dibanding dengan pembasa tanpa yang bermuatan positif, maka penggunaan tawas
kaporit. Al sebagai koagulan akan lebih irit dan tidak
Pada Tabel 3, terlihat bahwa proses koagulasi menimbulkan masalah baru yakni meningkatkan
untuk menghilangkan warna dan zat organik di kandungan Al di dalam air hasil proses.
dalam air gambut, sangat dipengaruhi oleh pH. Pada Tabel 5, dapat dilihat nilai warna turun
Menurut Ravina (1993) dan Duan (2002), hingga mencapai 99,22% yakni dari 383,50 TCU
koagulan tawas pada proses koagulasi berfungsi berubah menjadi 3,01 TCU (Gambar 9), dan
secara optimum pada nilai pH antara 5 hingga 8. kandungan zat organik mencapai 98,15% dari
Namun hasil percobaan (Tabel 3) menunjukkan 385,87 mg/L KMnO4 turun menjadi 7,19 mg/L
bahwa pH di bawah 11, (pH 8, 9, dan 10) dengan KMnO4. Nilai pH perubahannya dari 3,92 naik
penambahan tawas 0,10 hingga 0,30 gram tidak menjadi 6,11 sedangkan pH yang disyaratkan
terjadi koagulasi. Ini terjadi karena air gambut dalam air minum adalah 6,5.
mengandung senyawa organik yang berantai
panjang, sehingga pada proses koagulasi Larutan gambut setelah ditambah kaporit dan
memerlukan ion Al3+ yang cukup banyak. kapur tohor menunjukkan pH 11, namun setelah
Dengan penambahan tawas 1,0 gram pada pH 8, terjadi proses koagulasi-flokulasi turun menjadi
9, dan 10 terjadi koagulasi. Namun pada pH 6,11. Hal ini terjadi karena di dalam larutan
penambahan tawas 1,0 gram, akan meningkatkan terdapat ion Al3+ yang secara tidak langsung
kandungan Al pada air hasil proses menjadi penyumbang ion H+ melalui reaksi hidrolisis
melampaui ambang batas persyaratan (0,86 (Goeswono, 1979) seperti berikut :
mg/L), sehingga hal ini tidak mungkin dilakukan. Al3+ + H2O ====== Al(OH)2+ + H+
Pada pH 11 penambahan tawas 0,40 gram,
memperlihatkan koagulasi sempurna dan tidak Al(OH)2+ + H2O ===== Al(OH)2+ + H+
menunjukkan kenaikan kandungan Al di dalam Terbentuknya ion H+ mengakibatkan suasana
air hasil proses. Hal ini terjadi karena ion Al3+ menjadi asam.
dalam suasana basa akan membentuk ion
136
Suherman D. dan Sumawijaya N./ Menghilangkan Warna dan Zat Organik Air Gambut dengan Metode Koagulasi-Flokulasi
Suasana Basa
1 pH 3,92 6,11
Parameter kimia lain yang terkandung pada air yakni untuk air baku air minum (400 mg/L),
gambut yakni sulfat (SO42-), klorida (Cl-), bahkan kandungan zat organik dan warna
natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca), dan memenuhi persyratan air minum Kepmenkes No.
magnesium (Mg), menunjukkan kenaikan. 492/MENKES/ PER/IV/2010.
Namun konsentrasinya masih dalam batas
Untuk kandungan logam seperti Fe, Mn, dan Al
persyaratan air minum, kecuali kandungan sulfat.
pada air hasil proses menunjukkan penurunan
Selain sulfat dan klorida, kenaikan parameter
seperti diperlihatkan pada Tabel 5. Bahkan untuk
kimia ini disebabkan oleh pelarutan dari tanah
Mn turun hingga mencapai pesyaratan air minum
lempung yang digunakan sebagai pembentuk
(0,4 mg/L). Jika dilihat kandungan unsur-unsur
koloid. Kenaikan sulfat cukup tinggi yaitu dari
tersebut dalam tanah lempung seperti disajikan
64,79 mg/L menjadi 289,62 mg/L. Hal ini terjadi
pada Tabel 2, keberadaan ketiga logam ini tidak
karena koagulan tawas di dalam air mengurai
berpengaruh terhadap kualitas air hasil proses.
menjadi ion sulfat dan Al3+. Sementara Ion sulfat
Hal ini disebabkan karena senyawa Fe, Mn, dan
(SO42-) pada saat proses koagulasi tidak
Al yang terkandung pada tanah lempung
berfungsi, sehingga tetap dalam bentuk ion.
berbentuk oksida yang memilki sifat tidak larut di
Air gambut hasil proses yang memiliki kualitas dalam air, sehingga pada saat dilarutkan
pH 6,11, warna 3,01 TCU, kandungan zat terbentuklah koloid yang ikut menggumpal pada
organik 7,19 mg KMnO4, dan sufat 289,62 mg/L, proses koagulasi.
bila mengacu kepada Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 82 tahun 2001,
parameter tersebut memenuhi kriteria air kelas I
137
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.23, No.2, Desember 2013, 127-139
138
Suherman D. dan Sumawijaya N./ Menghilangkan Warna dan Zat Organik Air Gambut dengan Metode Koagulasi-Flokulasi
Suasana Basa
Samosir, A., 2009, Pengaruh Tawas Dan Program Studi Teknik Kimia, Universitas
Diatomea (Diatomaceous Earth) Dalam Riau, Pekanbaru, h. 1-4.
Proses Pengolahan Air Gambut Dengan
Yusnimar, A. Yelmida, Yenie E., HS. Edward,
Metode Elektrokoagulasi, Skripsi,
Drastinawati, 2010, Pengolahan Air
Departemen Kimia, Fakultas Matematika
Gambut Dengan Bentonit, Jurnal Sains
Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
dan Teknologi 9 (2), Jurusan Teknik
Sumatera Utara,
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
http://repository.usu.ac.id./handle/123456
Riau, Pekanbaru, h. 77-81.
789/13871 (diakses 3 Januari 2013)
Zadow R., 2009, THE REAL DIRT ON Humic
Syarfi, H.S., 2007, Rejeksi Zat Organik Air
Subtances, Maximum Yield, Canada, p.
Gambut Dengan Membran Ultrafiltrasi,
40-44.
Jurnal Sains dan Teknologi 6 (1),
139
Jurnal RISET Geologi dan Pertambangan, Vol.23, No.2, Desember 2013, 127-139
140