Anda di halaman 1dari 10

FERTILISASI IN VITRO

Oleh:
Nama : Aza Annisa Utami
NIM :1402101010099

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2016
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih karena atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Salawat beriring salam
penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah mengarahkan manusia kejalan
yang benar.

Penulisan karya ilmiah yang berjudul Fertilisasi In Vitro ini merupakan tugas yang
diajukan dosen untuk mata kuliah Teknologi Reproduksi.

Penulis tentunya menyadari bahwasanya makalah ini masih jauh dari sempurna, untuk
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun sehingga tulisan ini akan
sempurna nantinya. Atas perhatiannya penulis mengucapkan terima kasih.

Banda Aceh, 02 Desember 2016

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Fertilisasi pada berbagai jenis hewan dapat dibedakan berdasarkan tempat


berlangsungnya, yaitu (i) fertilisasi secara eksternal, dan (ii) fertilisasi secara internal.
Fertilisasi secara eksternal adalah fertilisasi yang berlangsung di luar tubuh induknya. Jenis
fertilisasi ini banyak dijumpai pada hewan-hewan aquatik, antara lain berbagai jenis ikan,
katak dan sebagainya. Fertilisasi secara internal adalah fertilisasi yang berlangsung di dalam
tubuh induknya. Biasanya hewan yang fertilisasinya berlangsung secara internal
menghasilkan telur yang matang dalam jumlah yang terbatas dalam satu kali siklus
reproduksi, dan biasanya berkisar hanya 1 - 15 buah. Pada hewan yang fertilisasinya
berlangsung secara eksternal, jumlah telur matang yang dihasilkan dalam satu kali berkisar
antara ratusan hingga ratusan ribu. Kenyataan ini sangat berkaitan dengan berbagai resiko
lingkungan yang dialami oleh gamet setelah dilepaskan dari tubuh induknya antara lain
perubahan lingkungan fisik, kimia, dan berbagai faktor-faktor biologis lain seperti
kemungkinan untuk dimangsa oleh predator (Carlson, 1988)
Fertilisasi In Vitro dirintis oleh P.C Steptoe dan R.G Edwards (1997). Merupakan
suatu upaya peningkatan produksi didalam menyelamatkan bibit unggul yang tidak dapat
dilakukan dengan fertilisasi in vivo yaitu dengan suatu teknik pembuahan dimana sel ovum
dibuahi diluar tubuh. Teknologi fertilisasi secara in vitro (FIV) pada ternak, khususnya sapi
merupakan salah satu usaha memanfaatkan limbah ovari dari induk sapi betina yang
dipotong di Rumah Potong Hewan. FIV ini diharapkan dapat memproduksi embrio sapi
dalam jumlah massal untuk dititipkan pada induk resipien, sehingga dapat diperoleh ternak
dalam jumlah banyak untuk meningkatkan populasi ternak di Indonesia.
Teknologi fertilisasi secara in vitro (FIV) pada ternak, khususnya sapi merupakan
salah satu usaha memanfaatkan limbah ovari dari induk sapi betina yang dipotong di Rumah
Potong Hewan. FIV ini diharapkan dapat memproduksi embrio sapi dalam jumlah massal
untuk dititipkan pada induk resipien, sehingga dapat diperoleh ternak dalam jumlah banyak
untuk meningkatkan populasi ternak di Indonesia (Kaiin et al., 2008).
BAB II
ISI
Fertilisasi in vitro merupakan suatu teknologi untuk memproduksi embrio dengan
memanfaatkan oosit-oosit dari ovarium yang diperoleh dari manusia maupun hewan.
Fertilisasi in vitro merupakan tiruan dari proses fertilisasi in vivo yang menghasilkan
penggabungan dua gamet, restorasi jumlah kromosom tubuh dan mulainya perkembangan
individu baru yang dilakukan di luar saluran reproduksi induk (Sirard, 1988).
Fertilisasi in vitro merupakan pembuahan ovum oleh spermatozoa yang terjadi di
luar tubul (Trounso dkk, 1977). Pada ternak, teknik ini merupakan salah satu usaha manusia
dalam meningkatkan produksi melalui efisiensi reproduksi dan sebagai usaha untuk
menyelamatkan bibit until yang tidak dapat dilaksanakan dengan fertilisasi in vivo,
disamping itu dalam kedokteran manusia biasanya digunakan untuk mengatasi masalah
ketidak suburan dan pencegahan bagi yang cacat (Soupart, 4989).
In Vitro Fertilization (IVF) Merupakan metode pengamatan terhadap terjadinya
proses fertilisasi dengan cara membuat percobaan pembuahan di luar tubuh. Menurut Supri
Ondho (1998) secara garis besar percobaan IVF meliputi serangkaian kegiatan berupa
mengumpulkan ovarium, koleksi oosit, kapasitasi spermatozoa, pembuahan dan
perkembangan embrio. Berikut ini adalah tahapan-tahapan fertilisasi In Vitro :
1. Pengumpulan ovarium dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Pengumpulan
ovarium dilaksanakan dengan cara mengambil ovarium dari ternak yang dipotong.
Setelah ovarium didapatkan, kemudian dimasukkan ke dalam NaCl fisiologis 0,9%
dan di bawa ke laboratorium.
2. Koleksi Oosit, proses koleksi oosit ini dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu
aspirasi (menghisap), sayatan dan injeksi medium.
3. Maturasi Oosit, Fertilisasi, Kultur in Vitro
4. Pembekuan Embrio
5. Program Transfer Embrio

METODE KOLEKSI OOSIT


Berikut ini adalah metode yang dapat digunakan didalam melakukan koleksi oosit :
Aspirasi
1. Ovarium dipindahkan ke dalam cawan petri kemudian dicuci/dibilas dengan
menggunakan NaCl Fisiologis 0,9%
2. Ovarium diletakkan di dalam beker glass dan pertahankan suhu pada 37,5 C.
3. Permukaan ovarium dibersihkan sekali lagi dari kemungkinan adanya kotoran yang
masih melekat, dengan cara meletakkan di atas kertas saring.
4. Disposable syringe diisi dengan NaCl Fisiologis 0,9% (1-1,5 ml). Gunakan jarum
suntik ukuran 21 g yang dipasang pada disposable syringe ukuran 5 ml tersebut.
5. Tusukan diarahkan pada bagian parenkhim ovarium dekat folikel yang membentuk
vesikula (diameter 1-5), kemudian diaspirasi. Atau dapat pula jarum ditusukkan
melalui stroma ovarium lalu menuju folikel. Cara ini untuk menghindari terlepasnya
oosit keluar dari permukaan ovarium melalui permukaan folikel yang tipis.
6. Setelah seluruh folikerl dalam satu ovarium diaspirasi. Selanjutnya cairan aspirasi
yang mengumpul memenuhi syringe dipindahkan segera ke dalam petridish 35 mm
yang telah dipersiapkan.
7. Jumlah, kualitas oosit, serta waktu yang dibutuhkan dari setiap ovarium dicatat.
8. Oosit yang didapatkan kemudian dibilas sebanyak tiga kali dengan NaCl Fisiologis
0,9 % kemudian dipindahkan sementara ke dalam medium yang sama untuk
menunggu proses selanjutnya.
Teknik sayatan
1. Ovarium disayat menjadi 4 sampai delapan bagian, kemudian setiap bagian disayat menjadi
bagian-bagian yang lebih kecil dengan menggunakan gunting/skapel dalam cawan
petri yang diisi NaCl fisiologis 0,9% secukupnya. Dengan bantuan mikroskop
pembesaran 200 kali dapat diidentifikasi oosit yang terdapat dalam ovarium tadi.
2. Dengan menggunakan mikropipet dipindah/ dikumpulkan oosit yang sudah diperoleh
kedalam cawan petri lainnya.
3. Dihitung jumlah perolehan dari kualitas oosit, media serta waktu yang dibutuhkan dari
setiap ovarium dengan cara ini.
4. Oosit yang dipindahkan dibilas tiga kali kemudian dipindahkan ke dalam Na Cl fisiologis
0,9% untuk dilakukan proses selanjutnya.
Teknik injeksi medium
1. Ovarium dicuci bersih dengan menggunakan NaCl fisiologis 0,9%.
2. Isi disposable syringe dengan NaCl fisiologis 0,9% 1-1,5 ml. Tusukan-tusukan dibuat merata
diseluruh permukaan ovarium dengan menggunakan jarum ukuran 21 g, kemudian
disemprotkan medium perlahan-lahan.
3. Cairan medium mengandung oosit yang keluar dari ovarium ditampung di dalam petridish.
4. Hitung dan amati jumlah, kualitas oosit yang dapat diperoleh serta waktu yang dibutuhkan
dari setiap ovarium dengan cara ini.
5. Oosit yang didapatkan kemudian dibilas tiga kali dan dipindahkan ke dalam medium NaCl
fisiologis 0,9% untuk dilakukan peruses selanjutnya.

KLASIFIKASI OOSIT
Klasifikasi menurut Lonergan dkk. (1992):
a. Complete, terdapat sel-sel kumulus oophorus, terdiri lebih dari 3 lapisan tebal (5
lapisan), oosit kelihatan kompak.
b. Expanded, terdapat sel-sel kumulus oophorus, terdiri dari 3 (3-5) lapisan tebal,
dengan salah satu bagian tidak utuh.
c. Partial, terdapat hanya 2 lapisan sel-sel kumulus oophorus.
d. Nude, tidak ada sel-sel yang mengelilingi oosit, oosit hanya dikelilingi zona
pellucida secara merata

MATURASI OOSIT, FERTILISASI, KULTUR IN VITRO


Oosit yang terkoleksi dan mempunyai kualitas sangat baik dan baik (A dan B)
kemudian dicuci dalam media maturasi TCM 199 (GIBCOTM) + 10 % fetal calf Serum
(FCS, GIBCOTM) dan ditambahkan hormon E2 (1g/ ml), hCG (10g/ml) dan FSH
(10g/ml). Oosit tersebut dimasukkan ke dalam 50 l spot media maturasi yang sebelumnya
telah diekuilibrasi di dalam inkubator CO2 5%, temperatur 38 C dan dikultur selama 22-24
jam (Margawati et al., 2000).
Sebelum dilakukan fertilisasi, sperma beku X atau Y sapi PO yang telah dipisahkan
dengan menggunakan kolom BSA 5-10% (Kaiin et al., 2003) di-thawing dan masing-masing
diperiksa motilitasnya. Motilitas sperma 40% digunakan untuk memfertilisasi oosit secara
in vitro. Sperma X atau Y yang telah di-thawing kemudian dimasukkan ke dalam tabung
sentrifugasi, ditambah media semen washing solution (SWS) yang terdiri atas media
Brackett Oliphant (BO) yang mengandung kafein dan heparin, kemudian sperma
disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 5 menit pada temperatur 27C.
Supernatan dibuang, kemudian endapan sperma (0,5 ml) ditambah dengan media semen
dilution solution (SDS, yang terdiri atas media BO dan BSA 20 mg/ ml) sampai konsentrasi
1 x 106 / ml. Spot berisi 100 l SDS berisi sperma X atau Y dibuat di dalam cawan petri,
kemudian ditutup dengan mineral oil dan diinkubasi untuk kapasitasi sperma selama 1 jam.
Setelah itu dilakukan pencucian oosit yang telah dimaturasi dengan menggunakan media
oocyte washing solution (OWS, yang terdiri atas media BO dan BSA 10 mg/ml). Oosit yang
telah dicuci kemudian ditempatkan ke dalam spot SDS + sperma (10 oosit/ spot) dan
dikultur selama 6-7 jam dalam inkubator CO2 (Kaiin et al., 2004).
Oosit yang difertilisasi kemudian dicuci dengan media kultur CR1aa + 5% FCS
sambil dihilangkan sel-sel kumulusnya dengan menggunakan pipet. Zigot kemudian
dimasukkan ke dalam spot media kultur yang kemudian dimasukkan ke dalam inkubator
CO2 5%, temperature 38C. Pengamatan perkembangan embrio dari tahap 2 sel sampai
morula/blastosis dilakukan setiap 24 jam selama 6-7 hari (Margawati et al., 2000; Kaiin et
al., 2004).

PEMBEKUAN EMBRIO
Embrio yang mencapai tahap morula atau blastosis dalam kultur in vitro kemudian
dicuci dalam media DPBS mengandung 20% FCS, kemudian dipindahkan berturut-turut ke
dalam media yang mengandung gliserol 3,3%; 6,7% sampai 10% masing-masing selama 10
menit. Embrio dan gliserol dalam volume sesedikit mungkin kemudian dimasukkan ke
dalam straw bersama dengan kolom-kolom media berisi sukrosa yang berfungsi sebagai
media pencuci gliserol pada saat thawing. Setelah itu, straw yang berisi embrio tersebut
dibekukan dengan menggunakan mesin programmable freezer ET-1 (FHK) dengan
penurunan temperatur secara bertahap 1oC/menit. Selanjutnya pada saat mencapai
temperatur 30 C, straw dimasukkan dan disimpan dalam tangki nitrogen cair (temperatur
-196 C).

PROGRAM TRANSFER EMBRIO


Seleksi induk sapi yang akan digunakan sebagai ternak resipien dilakukan dengan
memeriksa keadaan alat reproduksinya. Sapi dengan kondisi reproduksi yang memenuhi
syarat digunakan sebagai ternak resipien.
Setelah itu sapi diprogram dan disinkronisasi berahinya dengan penyuntikan PGF2
(Prosolvin, Intervet) dengan dosis 2 ml/ ekor secara intra muskular. Transfer embrio
menggunakan embrio beku hasil FIV dengan sperma hasil pemisahan dilakukan pada hari ke
6 setelah berahi pada induk resipien sapi Bali di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara dan
resipien sapi FH di kandang ternak Puslit Bioteknologi LIPI di Cibinong. Straw embrio beku
di-thawing dalam air hangat 37 C kemudian langsung ditransfer ke induk resipien dengan
menggunakan gun transfer.

KEUNGGULAN FERTILISASI IN VITRO


Berikut ini adalah beberapa keunggulan dari fertilisasi in vitro :
Mempercepat peningkatan populasi dan produksi ternak serat perbaikan mutu genetis.
Memanfaatkan Ovarium dari RPH
Perkembangan zigot dapat diamati
Pembuahan dapat dilakukan diluar tubuh ternak

BAB III
KESIMPULAN

In Vitro Fertilization (IVF) merupakan metode pengamatan terhadap terjadinya proses


fertilisasi dengan cara membuat percobaan pembuahan di luar tubuh. Tahapan-tahapan
fertilisasi In Vitro :
1. Pengumpulan ovarium dari Rumah Pemotongan Hewan (RPH), Pengumpulan
ovarium dilaksanakan dengan cara mengambil ovarium dari ternak yang dipotong.
Setelah ovarium didapatkan, kemudian dimasukkan ke dalam NaCl fisiologis 0,9%
dan di bawa ke laboratorium.
2. Koleksi Oosit, proses koleksi oosit ini dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu
aspirasi (menghisap), sayatan dan injeksi medium.
3. Maturasi Oosit, Fertilisasi, Kultur in Vitro
4. Pembekuan Embrio
5. Program Transfer Embrio
Keunggulan dari fertilisasi in vitro :
1. Mempercepat peningkatan populasi dan produksi ternak serat perbaikan mutu
genetis.
2. Memanfaatkan Ovarium dari RPH
3. Perkembangan zigot dapat diamati
4. Pembuahan dapat dilakukan diluar tubuh ternak

DAFTAR PUSTAKA

Hafez, E.S.E. 1980. Reproduction in Farm Animal. 4 th ed. Lea and Febiger. Philadelphia.

Kaiin, E.M., S.Said & B.Tappa. 2008. Kelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in
Vitro dengan Sperma Hasil Pemisahan. Bidang Biologi Sel dan Jaringan, Pusat Penelitian
Bioteknologi LIPI.

Kaiin, E.M., M. Gunawan, S.Said & B.Tappa. 2004. Fertilisasi dan perkembangan oosit sapi
hasil IVF dengan sperma hasil pemisahan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi
Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. Hlm. 21-25.

Margawati, E.T., E.M. Kaiin, K.Eriani, N.D. Yanthi & Indriawati. 2000. Pengaruh media
IVM dan IVC pada perkembangan embrio sapi secara in vitro. Jurnal Ilmu Ternak dan
Veteriner 5 : 229-233.
Supri Ondho, Y. 1998. Peningkatan Pematangan Oosit dan Perkembangan Embrio Domba In
Vitro melalui Penambahan FSH, Estradiol -17B dan Kokultur Sel Epitel Tuba Falopii ke
Dalam TCM-199. Disertasi. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Said, S., E.M. Kaiin & B. Tappa. 2005. Produksi anak sapi potong dan perah berjenis kelamin
sesuai harapan. Prosiding Seminar Nasional Industri Peternakan Modern. Puslit
Bioteknologi. Mataram. Hlm.. 209-216.

Salisbury, G.W. & H.L. Van Demark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada
Sapi. Terjemahan: J. Djanuar. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Tappa, B., E.T. Margawati, N. Mulyaningsih, A. Soeksmanto & M. Suecha. 1992.


Sinkronisasi, superovulasi, dan transfer embrio segar dan embrio beku pada sapi
pedaging. Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi. Bogor.
Hlm. 376 -386.

Tappa, B., E.T. Margawati & E.M. Kaiin. 1994. Kelahiran anak sapi perah dari sapi pedaging
hasil transfer embrio. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. Balitnak.
Bogor. Hlm. 177-181.

Anda mungkin juga menyukai