Anda di halaman 1dari 5

CEKUNGAN LARIANG

I. Pengontrol dan Mekanisme Terbentuknya Cekungan Lariang

Luas dari daerah cekungan Laring dan Karama sekitar 10.000 km2 dari coastal lowlands
yang berada di Barat Sulawesi. Dikontrol oleh;
a. Eksistensi pada zaman Paleogen
b. Kontraksi yang terjadi pada zaman Neogen
c. Pengangkatan (uplift)

1. Batuan Dasar Pre-rift Mesozoikum


Batuan dasar (basement) terdiri atas batuan metamorf,shale hitam, dan batuan volkanik.
Batuan metamorf tersebutberumur Mesozoik dan ditindih tidak selaras oleh shale hitam berumur
Kapur akhir serta batuan volkanik andesitic hingga basaltic yang berumur lebih tua dari
Kelompok Toraja sekitaran Kapur akhir Paleogen awal seperti teramati pada singkapan di
daerah Sulawesi Barat pada umumnya. Pengendapan shale hitam dan batuan volkanik tersebut
diinterpretasikan sebagai deposit fore-arc basin yang berada pada daerah sebelah barat dari zona
subduksi dengan penujaman berarah ke barat saat Kapur akhir disepanjang jalur paling selatan
dari Sundaland (Calvert 2007).

2. Fase Syn-rift package pada Eosen tengah Eosen akhir


Fase Syn-rift dimulai pada Eosen tengah Eosen akhir sekitar 42Ma. Daratan Sulawesi pada
masa ini masih terbentuk potongan-potongan terspisah (Lengan Selatan dan Lengan Timur) yang
belum bersatu. Sulawesi pada masa ini merupakan suatu system busur kepulauan yang berada
pada ujung craton Paparan Sunda. Pembukaan Laut Sulawesi melaluisea-floor spreadingdimulai
pada 42Ma. Hal mana menyebabkan tektonik ekstensional pada Eosen tengah Eosen akhir.
Tektonik ekstensional tersebutmembentuk system pemekaran kerak benua berupa pembentukan
rangkaian struktur graben dan half graben yang saling berhubungan.
Pola struktur graben dan half graben tersebut memiliki kelurusantimurlaut (NE) baratdaya
(SW) seperti analognya di Sulawesi Barat, dengan bounding fault dibagian timur dan melandai
relative ke arah barat (gambar 2.6). Struktur graben dan half graben pada Eosen tengah-akhir
tersebut diisi oleh sedimen-sedimen fluviatil deltaic hingga mariney ang dimasukkan kedalam
Kelompok Toraja. Berdasarkan ciri litologi dan lingkungan pengendapan Kelompok Toraja
dibagi menjadi dua formasi, yaitu: Formasi Kalumpang dan Formasi Budung-budung.
a.Formasi Kalumpang
Formasi ini terdiri dari sekuen batulempung (shales) karbonan, lapisan batubara, batulanau, dan
batupasir kuarsaan dengan ketebalan beberapa meter. Diendapkan pada lingkungan
dataran(terrestrial) marginal marine. Bagiandari formasi ini pada beberapa daerah yang
tersingkap diperkirakan memiliki ketebalan total mencapai 3200 meter. Diendapkan tidak selaras
diatas batuan yang berumur Kapur akhir pada graben atau half graben berorientasi timurlaut
(NE) baratdaya (SW) di daerah Karama, Sulawesi Barat. Formasi ini diperkirakan terbentuk
pada awal rifting dan penenggelaman graben atau half graben di Selat Makassar atau Sulawesi
Barat pada Eosen tengah-akhir (Calvert 2007).
b.Formasi Budung-budung
Formasi ini terdiri dari shale,shaly mudstone,batugamping dan sedikit konglomerat. Diendapkan
tidak selaras menindih batuan basement metamorf, shale hitam serta batuan volkanik berumur
Kapur akhir. Beberapa singkapan formasi Budung-budung yang ditemukan pada singkapan di
sungai Karama menunjukan perubahan pengendapan secara lateral, keterdapatan singkapan
batugampingyang diendapkan menumpang di atas formasi Kalumpang Eosen tengah-akhir
menunjukan gejala kenaikan relatif muka air laut saat Eosen akhir. Formasi ini memiliki
hubungan pengendapan yang menjemari. Lingkungan pengendapan formasi Budung-budung
meliputi lingkungan fluvial shallow marine. Ketebalan minimum formasi tersebut diperkirakan
1000-2000 m (Calvert 2007).

3 .Fase Post-rift package pada Oligosen


Fase ekstensional rifting berhenti pada Eosen akhir denganbukti berupa deposit mudstone dan
batugampin setempat yang berkembang dan menutupi bagian atas dariformasi Budung-budung
Eosen tengah-akhir. Keadaan cekungan setelah Eosen akhir berlanjut dengan thermal
subsidence selama Oligosen. Tidak ditemukan bukti sedimen batugamping ataupun deposit
batupasir dengan material kasar selama Oligosen di daerah Lariang-Karama, namun dibagian
selatan Selat Makassar terdapat penyebaran batugamping terumbu yang cukup luas dari Formasi
Berai yang tumbuh diatas daerah laut dangkal Paternoster Platform dan diatas tinggian tiltedblok
dari graben dan half graben.
4. Fase Post-rift package Miosen awal-tengah
Penyebaran sedimen selama Miosen awal-tengah didominasi oleh suplai sedimen yang
berasal dari daerah Delta Mahakam. Pengendapan material yang berasal dari erosi upper slope
canyonstersebut membentuk system sungai bawah laut (channel complexes) dan system slope
dari kipas bawah laut (slope fan complexes) (Fowler,2001).Ukuran kipas bawah laut yang cukup
luas sertaamalgamasi komplek sungai pada dasar cekungan (basin floor) ditengarai sebagai
kandidat reservoir yang baik untuk pemerangkapan pada system fold thrust belt di
bagian offshore Sulawesi Barat.

5. Fase Post-rift package Miosen Akhir


Bagian Sulawesi barat sebagai pendekatan stratigrafi pada saat Fase Post-rift Miosen akhir
didominasi oleh endapan interbedded mudstone.
Formasi Lisu
Formasi Lisu diendapkan diatas Kelompok Toraja yang terdiri dari formasi Kalumpang
dan formasi Budung-budung pada daerah Sulawesi Barat. Lokasi tipe dari formasi Lisu teramati
pada singkapan di Sungai Budung-budung padadaerah Karama. Tebal formasi ini mencapai
2000m dan berumur Miosen awal-Pliosen berdasarkan zonasi foraminifera dan nannofossils.
Fasies bagian bawah dari formasi Lisu yang terdiri dari mudstonememiliki ciri dan karakteristik
mirip dengan bagian atas dari fasies Kelompok Toraja yang didominasi
dengan mudstonepadaEosen-Oligosen. Tidak ditemukan bukti ketidakselarasan di lapangan
Karama yang tersingkap, sehingga diasumsikan bahwa kontak formasi dengan Kelompok Toraja
adalah selaras. Pengendapan mudstone dari formasi Lisu ini selama Miosen awal-akhir terjadi
pada lingkungan shelf-laut dangkal yang berkembang di seluruh daerah Karama sejak Eosen
akhir.
Pada daerah Lariang ditemukan lapisan dari debris produk volkanik dan tuff Miosen
akhir yang menunjukan bahwa terdapat aktivitas volkanisme selama Miosen tengah di bagian
timur dan selatan Sulawesi. Selama Miosen akhir terdapat substansial input material
sedimenberupa pasir dan material kasar dari arah timur dan selatan.Pasir dan material yang lebih
kasar tersebut diendapkan secara arus gravitasi (gravity flow)yang mengindikasikan terdapat
suatu relief/tinggian disekitar daerah tersebut. Hal mana berhubungan dengan aktivitas
magmatisme dan terjadinya pengangkatan (uplift) disekitar selatan dan timur daerah Lariang-
Karama. Walaupun demikianpada daerah Karama sendiri dominasi endapannya berupa material
yang bersifat muddyyang diendapkan pada lingkungan shelf-laut dangkal.Indikasi tersebut
menjadikan basement control sebagai pengaruh terhadap proses subsidencepada cekungan.

6.Fase foreland basin package


Fase foreland basin package berlangsung sejak Pliosen awal hingga Resen. Hal mana
dipicu oleh bertumbukannya (collision) mikro kontinen Banggai-Sula dengan bagian timur
Sulawesi sekitar 4Ma (Fraser, 2003). Fase kompresional tersebut berakibat pada perkembangan
lipatan dan sesar anjak (fold thrust belt) bersumbu utara selatan pada bagian timur Selat
Makassar. Sesar-sesar anjak (thrust fault) yang berkembang ke arah barat menghasilkan jajaran
antiklin bersumbu utara-selatan yang kemudian diikuti oleh pengangkatan daratan Sulawesi
secara umum. Tinggian-tinggian serta jalur orogen tersebut tererosi dan menjadi sumber material
sedimen klastik kasar yang mengisi rendahan serta graben-half graben pada Pliosen awal hingga
Resen. Pada daerah offshore, diantaqra jajaran lipatan dan sesar anjak (fold thrust belt) tersebut
dibatasi oleh syn-kinematic mini basin. Didalam mini basin tersebut terdapat refleksi seismik
divergen dan onlap fill yang menunjukan terjadinya pengendapan sedimen hasil dari erosi
puncak (crest) antiklin tersebut (NurAini, 2005)

Formasi Pasangkayu
Formasi Pasangkayu didominasi oleh konglomerat dan lapisan batupasir, dengan proporsi
mudstone yang dominan pada daerah yang dekat dengan garis pantai saat ini. Konglomerat
terdiri dari matriks dan clast-supported dengan ukuran komponen berkisar antara kerakal-
bongkah, bentuk komponen membundar tanggung sampai menyudut tanggung dengan pemilahan
sedang-buruk. Komponen polimik tersebut terdiri dari fragmen basement berumur Kapur
argilit,slate,batuan volkanik intriusif (batuan beku aphanitic yang tersilisifikasi). Mudstone
secara umum teridiri dari batulanau dan batupasir , bersifatkarbonan dan memiliki struktur
internal sedimen berupa massif,berlapis tipis hingga laminasi. Diendapkan tidak selaras diatas
batuan cenozoik atau yang lebih tua dan ditindih tidak selaras oleh quarter alluvium serta
batugamping. Berdasarkan nannofosil dan foraminifera, umur dari formasi ini diperkirakan
sekitar Pliosen awal hingga Plistosen (Hadiwijoyo 1993) dengan ketebalan antara 2000m
3500m. Konglomerat tersebut merupakan produk hasil pengendapan kipas alluvial yang
berbatasan dan menjemari dengan dataran alluvial serta dan lingkungan laut inner-outer neritic.
Sedimen diperkirakan berasal dari tinggian relief pegunungan berbukit dan hinterlanddengan
mekanisme debris (mass) flow yang membawa banyak material kasar. Bentuk komponen
konglomerat membundar tanggung mengisyaratkan bahwa sedimen lebih matang secara
sedimentasi karena terbawa arus sungai-sungai utama melewati mountain front atau terdapat
rework material dari deposit kipas alluvial yang lebih tua (Raharjo, 2012).

Referensi:

Calvert, S.J. and Hall, R. 2007, Cenozoic Evolution of TheLariang And Karama
Basin, Western Sulawesi Indonesia. Petroleum Geoscience, 13, 353-368.
Frasser, T.H. Jackson, B.A. Barber, P.M. Baillie, P. & Myers, K. 2003.The West Sulawesi
Foldbelt And Other New Plays Within The North Makassar Straits A
Prospectivity Review.Proceedings 29thAnnual Convention, Indonesian
Petroleum Association, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai