Anda di halaman 1dari 1

BAB I

PENDAHULUAN

Kedudukan hadis begitu penting dan tinggi sebagai sumber


hukum dan referensi tertinggi kedua setelah al-Quran dalam
sistem hukum Islam (al-Tashri' al-Islam). Bersama al-Quran, hadis
telah menjadi teks sentral dalam peradaban Islam bukan hanya
dalam tataran normatif-teoritis namun juga terimplementasikan
dalam konsensus, dialektika keilmuan dan praktek keberagaman
umat Islam seluruh dunia sepanjang sejarahnya.
Oleh karena itu, para intelektual muslim di bidang hadis
sangat perhatian terhadap dokumentasi dan penulisan hadis.
Aktivitas al-Riwayah dan al-Dirayah hadis serta produknya dapat
dibagi dalam tiga tahap yaitu pertama periode Taqyid; kira-kira
semenjak zaman Rasulullah hingga ke akhir abad pertama hijrah.
Kedua, periode Tadwin; kira-kira dari awal abad kedua sampai
pertengahan abad itu. Ketiga periode Tasnif; kira-kira dari
pertengahan abad kedua hingga seterusnya.
Periode Taqyid adalah periode ketika hadis dicatat dalam
buku-buku kecil (sahifah, booklet) oleh para Sahabat dan Tabiin.
Jumlah risalah dan catatan kecil mengenai hadis mencapai
ratusan jumlahnya Periode Tadwin dimulai dengan perintah
Umar bin Abd al-Aziz (w.101 H) yang menjadi khalifah saat itu
untuk mengumpulkan dan mencatatkan hadis-hadis Rasulullah
SAW. Kebanyakan buku dalam periode ini belum diberi nama dan
belum disusun berdasarkan bab-bab tertentu. Adapun periode
Tasnif ditandai dengan munculnya buku-buku hadis yang
mempunyai nama sendiri dan disusun berdasarkan bab-bab
tertentu. Contohnya al-Muwatta susunan Imam Malik bin Anas
(w. 179 H), al-Musnad oleh Dawud al-Tayalisi (w. 203 H), al-
Musanaf oleh Abd al-Razzaq (w. 211 H),

Anda mungkin juga menyukai