Laporan Praktikum Penerapan Pascapanen Nabati Hewai BUAH
Laporan Praktikum Penerapan Pascapanen Nabati Hewai BUAH
240210150073
6B
VI. PEMBAHASAN
Buah memilki tingkat kematangan yang berbeda-beda sehingga tingkat
kematangan buah pada saat panen mempengaruhi mutu buah. Mutu yang baik
diperoleh jika buah dipanen pada tingkat kematangan yang tepat. Tingkat
kematangan tomat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase masak hijau, fase pecah
warna dan fase matang. Fase masak hijau ditandai dengan ujung buah tomat yang
sudah mulai berwarna kuning gading. Fase pecah warna, ujung buah tomat
menjadi berwarna merah jambu atau kemerah-merahan. Fase matang, sebagian
besar permukaan buah sudah berwarna merah jambu atau merah
(Seminar et al 2006).
Buah merupakan struktur hidup yang akan mengalami perubahan fisik dan
kimia setelah panen. Proses pemasakan buah buahan akan terus berlangsung
karena jaringan dan sel di dalam buah masih hidup dan melakukan respirasi.
Proses respirasi berpengaruh terhadap mutu dan masa simpan buah (Pantastico et
al., 1986).
Pematangan buah merupakan perubahan yang terjadi pada tahap akhir
perkembangan buah atau tahap awal penuaan pada buah. Selama perkembangan
buah terjadi berbagai perubahan biokimiawi dan fisiologi. Pematangan merupakan
suatu proses perubahan yang terjadi pada buah meliputi perubahan rasa, kualitas,
warna, dan tekstur. Buah yang masih muda berwarna hijau karena memiliki
kloroplas sehingga dapat mengadakan fotosintesis, tetapi sebagian besar
kebutuhan karbohidrat dan protein diperoleh dari bagian tubuh tumbuhan lainnya.
Buah muda yang sedang tumbuh mengadakan respirasi sangat cepat
sehingga dihasilkan banyak asam karboksilat dari daur Krebs, misalnya asam
isositrat, asam fumarat, asam malat. Kadar asam-asam ini berkurang sejalan
dengan berkembangnya buah karena asam-asam ini digunakan untuk mensintesis
asam amino dan protein yang terus berlangsung dalam buah sampai buah masak
(Sinay, 2008).
Respirasi yang sangat cepat pada buah disebut klimakterik. Aktivitas
respirasi yang sangat tinggi menjadi pemacu biosintesis etilen yang berperan
dalam pemasakan buah. Etilen diperlukan untuk koordinasi dan penyempurnaan
Ribi Ramadanti Multisona
240210150073
6B
pemasakan buah. Perubahan biokimiawi dan fisiologi tersebut terjadi pada tahap
akhir dari perkembangan buah (Sinay, 2008).
Praktikum kali ini dilakukan penanganan dan penyimpanan buah. Sampel
buah yang diuji adalah apel, alpukat, manga, pisang, dan jeruk. Sampel buah
tersebut disimpan pada suhu ruang selama satu minggu. Lalu diamati perubahan
karakteristik sifat organoleptik dari masing-masing sampel pada setiap harinya
seperti, berat, warna, aroma, kekerasan, dan kematangan.
6.1 Berat
Kehilangan berat pada buah, sayuran maupun bunga potong selama
penyimpanan disebabkan karena hilangnya air bahan bersangkutan. Kehilangan
air pada bahan tersimpan selama periode penyimpanan tidak hanya menyebabkan
kehilangan berat, tetapi dapat juga menyebabkan kerusakan yang akhirnya
menyebabkan penurunan kualitas. Kehilangan dalam jumlah sedikit yang terjadi
secara perlahan mungkin saja tidak berarti bagi bahan tersebut, tetapi kehilangan
yang besar dan terjadi secara cepat akan menyebabkan pengkeriputan dan
pelayuan.
Berdasarkan hasil pengamatan secara keseluruhan, masing-masing sampel
mengalami penurunan berat seriap harinya. Menurut literatur, penurunan berat
yang terjadi diakibatkan oleh hilangnya air dalam buah dan adanya respirasi yang
mengubah gula menjadi CO2 dan H2O (Kader, 2001). Menurut Salunkhe dan
Desai (1984) penurunan berat pada buah dapat ditandai dari warna kulit terluar
maupun dari ukuran berat buah. Untuk buah, rasio tertinggi adalah pada area
permukaan sampai keseluruhannya. Terjadinya penurunan berat pada buah
dikarenakan kehilangan air dalam buah (Prohens et al., 1996).
Kehilangan air dan akibat hyang diakibatkannya tersebut seperti yang
dijelaskan di atas dapat dicegah dengan cara pengaturan suhu dan kelembaban
ruang simpan dengan tepat. Walaupun masing-masing jenis atau komoditi
memiiki kandungan air bahan yang berbeda-beda, namun secara umum buah-
buahan dan sayuran serta bunga potong memiliki kandungan air bahan sejumlah
80 hingga 90 persen. Sebagian besar air tersebut akan menguap selama
penyimpanan. Kehilangan air atau pelepasan air oleh jaringan hidup dikenal
sebagai transpirasi. Dengan mengurangi laju transpirasi melalui peningkatan
Ribi Ramadanti Multisona
240210150073
6B
kelembaban relatif udara, menurunkan suhu, dan mengurangi gerakan udara
dalam ruang penyimpanan, maka pelayuan dapat dicegah. Penggunaan
pembungkus atau kemasan juga dapat mengurangi laju tranpirasi. Yang perlu
diingat adalah bahwa untuk sebagian besar buah, sayuran, dan bunga potong pada
kondisi kelembaban udara yang sama tetapi keadaan suhu udara yang tinggi, maka
laju transpirasi akan lebih tinggi.
6.2 Warna
Tanda kematangan yang paling sesuai dan mudah digunakan untuk
manggis adalah perubahan warna kulit buah. Warna kulit buah merupakan hal
yang paling utama dalam menentukan karakteristik pascapanen buah. Setelah
panen dan selama penyimpanan, buah manggis akan mengalami perubahan warna
kulit buah. Perubahan warna kulit buah manggis merupakan salah satu parameter
kematangan manggis dan penilaian mutu visual bagi konsumen. Khalid dan
Rukayah (1993) menyatakan bahwa perubahan warna dari satu indeks warna ke
indeks warna berikutnya terjadi dalam satu hari pada suhu 25 30oC.
Berdasarkan hasil pengamatan, sampel buah yang diuji menunjukkan
warna dominan hijau di hari ke-0 kecuali pada apel yang berwarna merah hati.
Semakin hari warna hijau semakin menghilang dan timbul warna kuning seperti
pada pisang dan jeruk, sedangkan pada alpukat semakin hari warna tetap hijau
namun timbul bercak coklat yang semakin dominan. Begitu pula yang terjadi pada
jeruk, dimana warnanya hijaunya semakin berkurang dan timbul bercak coklat
yang semakin hari semakin banyak. Bercak coklat yang semakin dominan juga
dihasilkan oleh sampel pisang. Sampel apel menunjukkan perubahan warna yang
semakin pekat. Perubahan warna yang terjadi menunjukkan sampel buah semakin
matang, namun adanya bercak coklat yang semakin dominan menunjukkan
sampel buah sudah dalam proses pembusukan. Bercak coklat yang timbul diduga
berasal dari mikroorganisme yang sudah tumbuh pada buah. Menurut Muchtadi
(2010), mikroorganisme dapat memicu adanya pencoklatan enzimatis dan akan
menimbulkan karakteristik yang tidak dikehendaki.
Jika dibandingkan dengan literatur, telah disebutkan bahwa indikator
kematangan pada buah adalah terbentuknya warna merah atau kuning secara
Ribi Ramadanti Multisona
240210150073
6B
penuh, bergantung pada kultivarnya. Kebanyakan buah tanda kematangan pertama
adalah hilangnya warna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak
lambat laut berkurang. Pencapaian warna merah atau kuning yang menyeluruh
(tergantung jenisnya) adalah salah satu indeks kematangan yang utama.
Perubahan warna yang terjadi pada buah-buahan sering dijadikan sebagai kriteria
utama bagi konsumen untuk menentukan mentah atau matangnya suatu buah.
Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen, yang umumnya dapat
dibedakan atas empat kelompok, yaitu klorofil, antosianin, flavonoid dan
karotenoid (Kader, 2001 ; Winarno dan Aman, 1981).
Perubahan warna disebabkan oleh hilangnya warna hijau (klorofil).
Kehilangan klorofil juga disebabkan klorofil mengalami degradasi struktur.
Selama penyimpanan enzim chlorophyllase yang ada dalam buah melakukan
kegiatan yang menyebabkan penguraian klorofil menjadi fitol dan inti porfirin
tetapi belum menyebabkan hilangnya warna hijau dari buah. Pemecahan yang lain
dari bagian porfirin pada klorofil yang menyebabkan timbulnya tetrapirolat,
billiverdin, yang tetap berwarna hijau (Suhardi, 1989 dalam Syarief, R et al.,
1993).
Menurut Santoso dan Purwoko (1995) yang bertanggung jawab terhadap
degradasi klorofil adalah perubahan pH, sistem oksidatif dan enzim
chlorophyllase. Setelah dipanen buah mengalami degradasi umum yang
mengakibatkan terganggunya sintesis protein.
6.3 Aroma
Perubahan rasa dan aroma disebabkan oleh bertambahnya kandungan gula
sederhana dalam buah yang menambah rasa manis yang disebabkan oleh
perubahan zat pati dalam buah. Berkurangnya zat fenolik dan bertambahnya zat
volatif menyebabkan rasa dan bau yang harum pada buah. Selama proses
pematangan buah juga terjadi pembentukan aroma pada buah. Menurut Wills, et al
(1981) perombakan bahan-bahan organik kompleks yang terjadi selama proses
respirasi akan menghasilkan gula-gula sederhana dan asam-asam organik yang
akan mempengaruhi aroma pada buah.
Ribi Ramadanti Multisona
240210150073
6B
Berdasarkan hasil pengamatan, aroma yang dihasilkan dari tiap sampel
semakin hari semakin menyengat, bahkan timbul aroma asam seperti pada sampel
alpukat. Secara keseluruhan, rata-rata sampel buah sudah mulai mengeluarkan
aroma khasnya pada hari ke-3. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada hari ke-3
buah sudah mulai matang. Namun, pada alpukat aroma yang dihasilkan tidak
terdeteksi. Aroma yang terdeteksi adalah aroma busuk yang dihasilkan pada hari
ke-6. Hal tersebut dapat disebabkan karena sampel buah alpukat yang digunakan
merupakan buah alpukat yang masih belum matang, dan pada saat sudah
mencapai kematangan buah alpukat tidak dapat mempertahankan mutunya karena
alpukat disimpan dalam suhu ruang sehingga memicu cepatnya pembusukan.
Penyimpanan buah pada kondisi udara berkonsentrasi karbondioksida di
atas 15 persen, biasanya akan menyebabkan rasa dan bau yang tidak dikehendaki
atau penyimpang dari semestinya. Bau dan rasa yang menyimpang tersebut
disebabkan adanya penimbunan etanol dan etanal. Bersamaan dengan itu juga
muncul perubahan warna yang tidak menguntungkan bagi penampilan buah.
Kandungan asam askorbat akan berkurang dan disertai dengan peningkatan pH.
7.2 Saran
Sebaiknya ditentukan terlebih dahulu acuan untuk menentukan tingkat dari
setiap karakteristik yang akan diamati untuk menghindari kesalahan pengamatan,
kemudian dilakukan diskusi terlebih dahulu sebelum melakukan tabulasikarena
pengamatan yang dilakukan bersifat subjektif.
Ribi Ramadanti Multisona
240210150073
6B
DAFTAR PUSTAKA
Prohens, J., J. J. Ruiz dan F. Nuez. 1996. Advancing the tamarillo harvest by
induced postharvest ripening. Hortscience 31(1):109-111.
Satuhu, S., 1994. Penangana dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya, Jakarta
Ribi Ramadanti Multisona
240210150073
6B
Sinay. 2008. Kontrol Pemasakan Buah Pisan menggunakan RNA Antisense. UGM
Press. Yogyakarta.
Wills Rhh, Lee TH, graham D, Mcglasso,WB & Hall EG, 1981. Postharvest. New
South Wales University Press Limited. Kensington Australia.
Winarno, F.G. 1981. Ilmu Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.
Zulkarnaen. 2009. Dasar-Dasar Holtikultura. Bumi Aksara, Jakarta.