Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTARIzinkanlah penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadapan Ida

Sang Hyang Widhiatas Waranugraha Beliaulah penulis bisa menyelesaikan makalah


ini tepat pada waktu.Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih pihak-pihak yang
sudah membantu baikbantuan fisik maupun batin.Penulis sangat menyadari bahwa
makalah yang penulis buat ini jauh dari kesempurnaanbaik dalam cara
penulisannya, pemilihan katanya atau dalam penyusunannya. Maka dari itu,penulis
sangat memohon pada para pembaca agar memberikan kritik-kritik yang positif
danbisa memperbaiki kekurangan dalam makalah ini.
Oktober 2015
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR
ISI .................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................... 2

1.3 Tujuan........................................................................................................ 2

1.4 Manfaat...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Infeksi........................................................................................................ 3

2.2 Infeksi Nosokomial................................................................................... 3

2.3 Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang........................... 7

BAB III PENUTUP

3.1 Simpulan.................................................................................................... 12

3.2 Saran.......................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Infeksi adalah masuk dan berkembangnya agen infeksi ke dalam tubuh seseorang
atau

hewan. Pada infeksi yang manifes, orang yang terinfeksi tampak sakit secara
lahiriah.

Pada infeksi yang non-manifes, tidak ada gejala atau tanda lahiriah. Jadi, infeksi
jangan

dirancukan dengan penyakit.

Istilah infeksi juga hanya mengacu pada organisme patogen, tidak pada semua
jenis

organisme. Sebagai contoh, pertumbuhan normal flora bakteri yang biasa hadir di
dalam

saluran usus tidak dianggap sebagai infeksi.

Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit


dan

mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai
dirawat

disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit
dan

menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa
inkubasi

penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit, dan infeksi
yang

baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit


baru disebut

infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh
penderita

maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang


semula
memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ketempat baru yang kita sebut
dengan

self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross


infection/infeksi

silang) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari
satu

pasien ke pasien lainnya.

Infeksi nosokomial banyak terjadi di seluruh dunia dengan kejadian terbanyak


di

negara miskin dan negara yang sedang berkembang karena penyakit-


penyakit infeksi

masih menjadi penyebab utamanya. Presentase infeksi nososkomial di rumah sakit


di

seluruh dunia mencapai 9 % (variasi 3-21 %) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di

rumah sakit seluruh dunia mendapatkan infeksi nosokomial. Suatu


penelitian yang

dilakukan oleh WHO tahun 2006 menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah
sakit

dari 14 negara di Eropa, Timur tengah, dan Asia Tenggara dan Pasifik menunjukkan

adanya infeksi nosokomial, khususnya di Asia Tenggara sebanyak l0%. Di Indonesia

yaitu di 10 RSU pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16% dengan
rata

rata 9,8% pada tahun 2010. Infeksi nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi
luka

operasi( ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO
pada

rumah sakit di Indonesia bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan prosedur


pembedahan.

Menurunnya standar pelayanan perawatan merupakan salah satu faktor


yang

menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. Salah satu infeksi yang paling sering
terjadi
adalah plebitis pada pasien yang mendapat terapi infus. Kejadian ini merupakan
salah

satu indikator adanya infeksi akibat kesalahan pemasangan ataupemasangan infus


yang

tidak sesuai protap terutama masalah teknik septik-aseptik.

Dalam hal ini, perawat sebagai salah satu pemberi layanan kesehatan berperan
besar

untuk memperkecil risiko infeksi tersebut. Oleh karena itu, kami akan
membahas

mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi silang dalam makalah in

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan infeksi?

1.2.2 Apa yang dimaksud dengan infeksi nosokomial?

1.2.3 Bagaimana tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui pengertian infeksi.

1.3.2 Untuk mengetahui pengertian infeksi nosokomial.

1.3.3 Untuk mengetahui tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi silang.

1.4 Manfaat

1.4.1 Mahasiswa dapat mengetahui pengertian infeksi.

1.4.2 Mahasiswa dapat mengetahui pengertian infeksi nosokomial.

1.4.3 Mahasiswa dapat mengetahui tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi

silang
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Infeksi

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu

menyebabkan sakit. Infeksi juga disebut asimptomatik apabila mikroorganisme


gagal dan

menyebabkan cedera yang serius terhadap sel atau jaringan.Penyakitb akan timbul
jika

patogen berbiak dan menyebabakan perubahan pada jaringan normal. (Potter &
perry.

Fundamental Keperawatan Edisi 4.hal : 933 942:2005)

Infeksi merupakan infeksi dan pembiakan mikroorganisme pada jaringan


tubuh,
terutama yang menyebabkan cedera sellular lokal akibat kompetisi metabolisme,
toksin,

replikasi intra selular, atau respon antigen-antibodi(Kamus Saku Kedokteran

Dorland,edisi 25.hal :555:1998)

Infeksi terjadi jika mikroorganisme bertumbuh dan mengalahkan mekaisme

pertahanan tubuh. Jika mikroorganisme ini merusak tubuh maka disebut patogen.
Suatu

patogen harus berkembang biak dalam tubuh untuk dapat menimbulkan


infeksi.

Mikroorganisme dapat tumbuh pada seluruh tubuh (infeksi sistemik) atau terbatas
pada

area tertentu.

2.2 Infeksi Nosokomial

Tampak sulit dipercaya bahwa infeksi yang didapat saat dirawat di rumah sakit lebih

sering terjadi daripada kecelakaan lalu lintas dan infeksi ini memakan biaya
bermiliar-

miliar rupiah untuk perawatan rawat inap lebih lama. Infeksi yang didapat di rumah
sakit

disebut infeksi nosokomial (dari bahasa Latin nosokomium berarti rumah sakit).
Teknik

aseptik adalah metode terbaik untuk mencegah infeksi nosokomial. Teknikk aseptik
ini

digunakan pada setiap prosedur dan peralatan invasif seperti kateter urin. Prosedur
ini

harus dilaksanakan pada tempatnya untuk meminimalkan risiko infeksi,


diperkirakan

30% infeksi nosokomial dapat dicegah.

Infeksi terjadi jika mikroorganisme menyebar dari suatu reservoar infeksi ke


penjamu

yang rentan. Jalan masuk infeksi dapat berupa kontak, aerosol, darah, makanan/air
dan
serangga. Reservoar infeksi adalah tempat mikroorganisme dapat bertahan hidup
dan

berkembang biak dan dapat berupa pasien itu sendiri (infeksi terhadap diri sendiri)
atau

dari pasien lainnya, pengunjung, atau staf rumah sakit (infeksi silang).

Infeksi dapat berasal dari diri sendiri jika jaringan terinfeksi akibat infeksi dari lokasi

yang berbeda pada tubuh pasien, misalnya saluran pernafasan, saluran pencernaan
dan

kulit.

Infeksi silang terjadi dari orang yang menderita infeksi atau karier yang
tidak

bergejala atau dari suatu reservoar infeksi.

Indikator Infeksi Nosokomial

Indikator adalah salah satu cara untuk menilai penampilan dari suatu kegiatan

dengan menggunakan instrumen. Indikator merupakan variabel yang digunakan


untuk

menilai suatu perubahan (Depkes, 2001). WHO dalam Depkes (2001)


menyatakan

bahwa, indikator adalah variabel untuk mengukur perubahan. Indikator sering


digunakan

terutama bila perubahan tersebut tidak dapat diukur. Indikator pengendalian


infeksi

rumah sakit menurut Depkes tahun 2001 meliputi angka pasien


dekubitus, angka

kejadian dengan jarum infus/flebitis, dan angka kejadian infeksi luka operasi. Ketiga

indikator ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Angka pasien dengan dekubitus (Dekubitus Ulcer Rate)

Luka dekubitus adalah luka pada kulit dan/atau jaringan yang dibawahnya
yang

terjadi di rumah sakit karena tekanan yang terus menerus akibat tirah baring. Luka
dekubitus akan terjadi bila pasien tidak dibolak-balik atau dimiringkan dalam waktu
2

x 24 jam. Angka pasien dengan dekubitus adalah banyaknya pasien yang


menderita

dekubitus dan bukan banyaknya kejadian dekubitus.

2. Angka Infeksi karena Jarum Infus/flebitis (Intravenous Canule Infection Rate)

Infeksi karena jarum infus adalah keadaan yang terjadi disekitar tusukan atau bekas

tusukan jarum infus di Rumah Sakit, dan timbul setelah 3 x 24 jam dirawat di rumah

sakit kecuali infeksi kulit karena sebab-sebab lain yang tidak didahului
oleh

pemberian infus atau suntikan lain. Infeksi ini ditandai dengan rasa panas,
pengerasan

dan kemerahan (kalor, tumor, dan rubor) dengan atau tanpa nanah (pus) pada
daerah

bekas tusukan jarum infus dalam waktu 3 x 24 jam atau kurang dari waktu tersebut

bila infus terpasang.

3. Angka Kejadian Luka Operasi (Wound Infection Rate)

Adanya infeksi rumah sakit pada semua kategori luka sayatan operasi bersih yang

dilaksanakan di rumah sakit ditandai oleh rasa panas (kalor), kemerahan (color),

pengerasan (tumor), dan keluarnya nanah (pus) dalam waktu lebih dari 3 x 24 jam

kecuali infeksi rumah sakit yang terjadi bukan pada tempat luka.

Faktor Penyebab Infeksi Nosokomial

Penularan kuman penyebab infeksi rumah sakit dapat terjadi melalui :

1. Infeksi sendiri (self infection), yaitu infeksi rumah sakit berasal dari pasien sendiri

(flora endogen) yang berpindah ke tempat atau bagian tubuh lain,


seperti

kuman Escherichia coli dan Staphylococcus aureus, kuman tersebut dapat


berpindah

melalui benda yang dipakai, seperti linen atau gesekan sendiri.


2. Infeksi silang (cross infection), yaitu infeksi rumah sakit terjadi akibat penularan
dari

pasien/orang lain di rumah sakit.

3. Infeksi lingkungan (environmental infection), yaitu infeksi yang disebabkan


kuman

yang didapat di lingkungan rumah sakit.

Batasan-batasan Infeksi Nosokomial

Infeksi Nosokomial disebut juga dengan Hospital Acquired Infection


apabila

memenuhi batasan/kriteria sebagai berikut :

1. Apabila pada waktu dirawat di RS, tidak dijumpai tanda-tanda klinik infeksi
tersebut.

2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi
tersebut.

3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 x 24 jam sejak


mulai

dirawat

4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari nfeksi sebelumya

5. Bila pada saat mulai dirawat di RS sudah ada tanda-tanda infeksi, tetapi terbukti

bahwa infeksi didapat penderita waktu perawatan sebelumnya dan belum pernah

dilaporkan sebagai infeksi nosokommial.

Transmisi Infeksi Nosokomial

Bakteri yang menyebabkan infeksi nosokomial dapat menyebar dalam berbagai


cara :

1. Yang telah permanen atau hanya singgah sementara pada pasien (endogenous

infection)

Bakteri ada dikeadaan normal yang menyebabkan transmisi baik dari habitat

luar dan dalam (system urinaria), merusak jaringan (melukai) atau penggunaan
antiobiotik yang tidak tepat. Sebagai contoh, bakteri gram negative
yang

menyerang saluran pencernaan sering kali disebabkan daerah pembedahan atau

bekas operasi yang terinfeksi setelah melakukan operasi di bagian perut atau

menyerang sisitem urinaria di salauran kencing.

2. Ke pasien yang lain atau para pegawai (exogenous cross-infection)

Bakteri menular diantara pasien :

a. kontak langsung diantara pasien (tangan, kelenjar saliva (air ludah).

b. dari udara (debu atau sirkulasi udara yang terkontaminasi oleh bakteri

yang sudah menyerang pasien).

c. melalui kontaminasi oleh pegawai/perawat (tangan, baju, hidung dan

tenggorokan/kerongkongan) yang dapat jadi itu terjadi untuk sementara

atau karir permanen.

d. melalui objek yang terkontaminasi dari pasien (termasuk peralatan),

tangan pegawai, pengunjung atau sumber dari lingkungan itu sendiri (air,

gas, makanan).

3. Ke lingkungan (endemic or epidemic exogenous environmental infections)

Beberapa tiper dari mikroorganisme yang selalu ada di lingkungan rumah sakit :

Di air, area yang lembab/basah, dan adakalanya di produk yang steril atau

tidak terinfeksi (Pseudomonas, Acineotobacter, Myobacterium)

Di peralatan yang digunakan untuk perawatan

Pada makanan

Pada debu (bakteri yang diameternya lebih kecil dari 10m tinggal

pada udara pada beberapa jam dan dapat terhirup pada keadaan yang

bersamaan dengan debu).

Riwayat Alamiah
Masa Inkubasi dan Klinis Masa Inkubasi pada Infeksi Nosokomial adalah 3 x 24 jam

sejak mulai pasien dirawat

Masa Laten dan Periode Infeksi Masa Laten dan Periode Infeksi Noskomial ini

tergantung dari imunitas pasien sendiri. Jika ia mempunyai imunitas yang


kuat

terhadap factor eksogen (kelompok yang merawat, alat medis, serta lingkunga)
yang

tidak baik. Maka bisa jadi ia tidak terserang Infeksi Nosokomial. Dan
jika

imunitasnya tidak cukup kuat, maka dapat jadi pasien tersebut dirawat
berhari,

berminggu-minggu dan lebih parahnya berbulan-bulan

2.3 Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang

Peran penting perawat adalah mengetahui prosedur dan praktik yang


mungkin

menyebabkan infeksi nosokomial, misalnya teknik-teknik invasif, jalur tindakan dan

menyadari faktor-faktor lainnya yang dapat meningkatkan risiko infeksi


seperti

kebersihan yang kurang, status gizi kurang, dan imunosupresi. Mungkin


faktor

pencegahan terpenting adalah memastikan dilaksanakannya prosedur


pengontrolan

infeksi, yang dilaksanakan di setiap rumah sakit. Perawatan terpisah merupakan


usaha

mencegah penyebaran infeksi dengan isolasi protektif atau mencegah infeksi dari
pasien

yang terinfeksi (isolasi sumber).

2.3.1 Mencuci tangan

Mencuci tangan merupakan rutinitas yang murah dan penting dalam prosedur
pengontrolan infeksi, dan merupakan metode terbaik untuk mencegah transmisi

mikroorganisme. Telah terbukti bahwa tindakan mencuci tangan secara

signifikan menurunkan infeksi pada ICU dan infeksi saluran pencernaan. Kulit

yang rusak pada tangan mengandung pathogen yang lebih banyak, yang banyak

menyebabkan infeksi nosokomial.

Faktor penting untuk mempertahankan hygiene yang baik dan mempertahankan

integritas kulit adalah :

Lama mencuci tangan

Paparan semua area tangan dan pergelangan tangan ke alat yang digunakan

Menggosok dengan keras hingga terjadi friksi

Pembilasan menyeluruh

Memastikan tangan telah dikeringkan

Hampir semua bakteri bakteri transien dapat diilangkan dengan sabun dan air,

tetapi bakteri residen akan tetap tinggal. Pencuci tangan bakterisida, misalnya

Hibiscrub , Povidone-iodine, membuat prosedur ini lebih efektif karena

menghilangkan bakteri residen. Yang perlu perhatian khusus saat mencuci adalah

area tempat berkumpulnya mikroorganisme, seperti di sela-sela jari.

Walaupun mencuci tangan dengan menggunakan bakterisida, namun tidak semua

bakteri dapat dihilangkan. Tangan tidak pernah steril, tanpa satupun

mikroorganisme hidup di atasnya, dan inilah sebabnya diperlukan sarung tangan

steril sekali pakai (disposible) untuk beberapa prosedur. Candida albicans, salah

satu penyebab oral thrush (jamur pada mulut) pada pasien kanker stadium lanjut,

dapat menyebar dari pasien ke tangan perawat. Penyebaran ini dapat dicegah

dengan mengenakan sarung tangan steril saat kontak dengan mukosa oral.

Pakaian pelindung dikenakan untuk mencegah transfer mikroorganisme dari


kamar ke kamar melalui pakaian dan untuk mencegah transfer mikroorganisme

dari pasien ke perawat dan sebaliknya. Hal-hal seperti ini dapat


membuat

perbedaan besar terutama jika kontak erat dengan pasien yang infeksius, seperti

tindakan menggendong bayi baru lahir (neonatus). Apron plastic impermeable

sekali pakai lebih baik daripada baju katun karena mikroorganisme


dapat

melewati bahan katun, terutama jika basah.

Menurunkan risiko penyebaran infeksi melalui udara juga dapat dilakukan

dengan memastikan bahwa prosedur seperti merapikan dan membersihkan

tempat tidur tidak langsung dikerjakan sebelum membalut luka, karena prosedur

membersihkan tempat tidur dapat menyebarkan mikroorganisme di udara. Selain

itu, membalut luka yang terinfeksi sebaliknya dilakukan paling akhir.

2.3.2 Perawatan keteter vena sentral

Kateter vena sentral (central venous catheter, CVC) dapat diimplantasika

melaluipembedahan pada pasien yang membutuhkan terapi intavena


jangka

panjang atau dapat diinsersi oada perifer untuk jangka pendek. Di Inggris, hamper

6000 pasien per tahun mendapatkan infeksi pasa sirkulasi darah karena kateter

(catheter-related bloodstream infection, CR-BSI) , disebabkan pemasangan dan

perawatan kateter vena sentral. Infeksi ini merupakan salah satu komplikasi

paling berbahaya pada pasien. Mikroorganisme penyebab yang tersering adalah

Staphylococcus epidermidis. Infeksi dapat disebarkan dari tangan tenaga medis

saat perawatan atau dari mikroorganisme kulit yang mengontaminasi kateter saat

pemasangan . Maka sangat penting melakukan tindakan penfhalang steril secara

maksimal saat memasang kateter vena sentral.


Rekomendasi dari pedoman pencegahan infeksi oleh tenaga medis menunjukkan

bahwa minimalisasi risiko infeksi dapat dilakukan dengan :

Memilih kateter yang tepat untuk pasien, misalnya kateter berlubang

tunggal yang diberi zat antimokroba

Tempat insersi terbaik, misalnya daerah subklavia (bahu) lebih

disarankan daripada daerah jungular (leher) atau femoral (paha)

Menggunakan teknik aseptic saat pemasangan kateter vena sentral, seperti

baju, sarung tangan, dan duk steril

Persiapan daerah insersi yang tepat, misalnya membersihkan kuit dengan

larutan alcohol klorheksidin glukonat dan dibiarkan mongering sebelum

insersi.

Perawatan kateter dan daerah yang efektif, misalnya disinfeksi

permukaan eksternal kateter dan bagian sambungan, ditutup dengan

menggunakan kasa steril atau balutan transparan

Menjalankan strategi penggaantian kateter vena sentral dengan

memperhatikan metode dan frekuensi penggantian

Tidak menggunakan antibiotik untuk menurunkan risiko infeksi

2.3.3 Perawatan kateter uretra jangka pendek pada perawatan akut

Kateterisasi urin telah diketahui sebagai risiko utama infeksi noskomial. Pada

pasien dengan kateter urin, 20 sampai 30% pasien akan mengalami bakteriuria

(bakteri di urin). Sekitar 2% dari pasien yang mengalami bakteriuria


akan

mengalami bacteremia dan sekitar 22% akan meninggal. Telah pula ditunjukkan

bahwa risiko infeksi meningkat dengan semakin lamanya penggunaan kateter.

Oleh karena itu, jelas bahwa praktik keperawatan yang baik sangat diperlukan
untuk prosedur ini.

Risiko infeksi dapat diminimalisasi dengan :

Hanya menggunakan kateter urin ketika tidak ada prosedur alternatif lain

Memilih kateter terkecil yang memungkinkan alran urin dengan baik

Menggunakan peralatan steril tertutup dan teknik aseptic saat pemasangan

Menggunakan system steril tertutup dan mencegah aliran baik urin dari

kantung urin dengan meletakkan kantung urin di bawah kandung kemih

dan penjepitan (clamping) selang kantung jika pasien bergerak.

2.3.4 Mencuci dan disinfeksi

Mencuci adalah proses menghilangkan kotoran yang kelihatan, sementara

disinfeksi adalah tindakan untuk membunuh atau mengurangi


pertumbuhan

mikroorganisme tergantung dari resistensi alami mikroorganisme. Disinfeksi

umumnya berbahaya untuk kulit dan harus menggunakan pakaian pelindung saat

memakainya. Antiseptic adalah agen antimikroba yang menurunkan pertumbuhan

mikroorganisme pada jaringan hidup. Contoh antiseptic yang umum adalah iodin

dan hidrogen peroksida.

Peralatan medis harus dibersihkan dan /atau didisinfeksi sebelum digunakan dari

pasien ke pasien lain. Secara umum setiap alat harus dibersihkan, tetapi peralatan

medis yang kontak dengan darah atau cairan tubuh atau digunakan pada pasien

yang menderita infeksi, seperti infeksi Staphylococcus aureus resisten metisilin

(MRSA), diare, maka peralatan medis ini harus didisinfeksi.

Setiap alat harus selalu dicuci dan dibersihkan sebelum disinfeksi karena alat

yang kotor akan melindungi mikroorganisme. Disinfeksi zat pembunuh bakteri,

kadang disebut juga bakterisida, sedangkan zat yang hanya menghambat

pertumbuhan bakteri disebut bakteriostatik. Disinfektan bakterisida dapat bersifat


bakterostatik jika diencerkan. Sehingga penting untuk menggunakan disinfektan

10

dengan konsentrasi yang tepat. Begitu pula, disinfektan harus digunakan dalam

durasi waktu yang tepat dan dipastikan bahwa larutan disinfektan masih baru agar

prosedur disinfeksi efektif.

Disinfektan yang paling efektif adalah senyawa aldehida, peroksida, dan halogen

tetapi tidak selalu tepat digunakan setiap saat karena efek sampingnya. Semua zat

tersebut adalah agen pengoksidasi kuat.

2.3.5 Sterilisasi

Sterilisasi adalah prosedur untuk membunuh semua organisme termasuk

endospore dan virus. Autoklaf (dapat dilakukan dengan alat masak bertekanan

tinggi, presto) dapat digunakan untuk sterilisasi dengan menggunakan


uap

bertekanan tinggi. Prosedur ini sering digunakan untuk sterilisasi instrument

bedah umum dan masker anestesi. Temperatur tinggi dicapai ketika uap berada

dalam tekanan tinggi, seperti 121 0C pada 108 kPa (15 psi) yang
akan

membunuh mikroorganisme dalam jangkan pendek dibandingkan menggunakan

panas pada tekanan atmosfer biasa. Di pabrik, produk steril seperti syringe

disposable disterilisasi sebelum dikemas dengan menggunakan radiasi


sinar

gamma untuk menghancurkan mikroorganisme.

11

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

3.2 Saran
Melalui tulisan ini, penulis ingin menyampaikan saran-saran kepada berbagai

pihak, yaitu:

1. Kepada staf pengajar, agar lebih banyak memberikan materi tentang


Tindakan

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang.

2. Kepada mahasiswa, diharapkan tulisan ini dapat dijadikan motivasi


untuk lebih

mendalami materi tentang Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Silang.

12

DAFTAR PUSTAKA

Potter, Patricia A., Anne Griffin Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep,

Proses, dan Praktik Volume 2 Edisi 4. Jakarta: EGC.

James, Joyce, Collin Baker, Helen Swain. 2002. Prinsip-prinsip Sains Untuk
Keperawatan.

Jakarta: Erlangga

Anda mungkin juga menyukai