BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan zaman serta teknologi, sekarang ini banyak ditemui industri
pengolahan teh dengan menghasilkan berbagai macam produk akhir seperti halnya teh kering, teh
celup, dan bahkan teh dalam kemasan botol yang mana semuanya dapat memberikan kemudahan bagi
kita untuk mengkonsumsinya secara praktis. Teh merupakan salah satu minuman yang terpopuler di
dunia karena selain nikmat sekaligus sangat bermanfaat untuk kesehatan. Kombinasi antara
kenikmatan dan kesehatan itulah yang menjadikan teh memiliki daya saing kuat dibandingkan
minuman kesegaran lainnya. Teh, kopi, coklat, dan tembakau merupakan beberapa contoh bahan
penyegar yang dapat tumbuh baik di Indonesia. Bahan penyegar biasanya selalu memiliki aroma, bau
dan rasa yang khas dari tiap-tiap komoditasnya. Bahan Penyegar merupakan sebutan bagi bahan yang
memiliki kandungan alkaloid yang mampu memberikan stimuli berupa peningkatan kerja jantung bagi
pemakainya. Selain ditinjau dari komponen aktifnya, bahan penyegar juga memiliki ciri khas
tersendiri. Teh (Camellia sinensis) merupakan jenis tanaman yang tumbuh baik di dataran tinggi.
bagian yang paling banyak dimanfaatkan dari tanaman teh adalah bagian daunya. Senyawa utama
yang dikandung daun teh adalah katekin, yaitu suatu zat mirip tanin terkondensasi disebut juga
polifenol karena banyaknya gugus fungsi hidroksil yang dimilikinya. Teh mengandung alkaloid kafein
yang bersama-sama dengan polifenol teh akan membentuk rasa yang menyegarkan. Selain memiliki
rasa yang menyegarkan, kandungan teh pun mempunyai banyak manfaat bagi kesehatan. Manfaat teh
antara lain adalah sebagai antioksidan, memperbaiki sel-sel yang rusak, menghaluskan kulit,
melangsingkan tubuh, mencegah kanker, mencegah penyakit jantung, mengurangi kolesterol dalam
darah, melancarkan sirkulasi darah.
Pengolahan teh dikelompokkan menjadi empat, yaitu teh putih (white tea), teh hijau (green
tea), teh hitam (black tea/red tea), dan teh oolong. Proses pengolahan dan analisa mutu merupakan
hal penting untuk menentukan tingkat kualitas teh. Kualitas teh dapat ditentukan dari daun teh yang
dipetik, semakin muda daun teh maka mutu yang dihasilkan akan semakin baik, begitu sebaliknya.
Perbedaan umur daun teh ini juga menentukan kandungan senyawa polifenol pada daun teh, yang
akan berpengaruh juga pada rasa, aroma, dan warna. Identifikasi dan pengendalian mutu teh sebagai
bahan utama suatu produk merupakan syarat mutlak agar dihasilkan produk yang berkualitas baik.
B. Tujuan
Tujuan dari praktikum acara ini adalah:
1. Mengklasifikasikan jenis teh berdasarkan variasi lama fermentasi dan sifat sensori teh yang
dihasilkan.
2. Melakukan pengamatan terhadap rendemen, kadar air, dan sifat sensori (warna, aroma, rasa, dan
kesukaan).
3. Menganalisis variasi proses pengolahan terhadap karakteristik fisikokimia dan sensori dari produk
yang dihasilkan.
Teh adalah tumbuhan yang daunnya dapat dijadikan sebagai minuman. Teh mengandung
kafein atau sebuah infuse yang dibuat dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, atau tangkai daun
yang dikeringkan dari tanaman Camellia sinensis dengan air panas. Istilah teh juga digunakan untuk
minuman yang dibuat dari buah, rempah-rempah atau tanaman obat lain yang diseduh misalnya teh
rosehip, teh comomile, krisan, jiaogulan. Teh merupakan sumber alami kafein, teofilin dan antioksida
dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein mendekati 0%. Dalam dunia tumbuh-tumbuhan,
taksonomi teh dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Guttiferales
Famili : Theacceae
Genus : Cammellia
Species : Cammellia sinensis (Nazaruddin dkk, 1993).
Tanaman teh dapat tumbuh sampai ketinggian sekitar 6-9 m. Diperkebunan-perkebunan
tanaman teh dipertahankan hanya sampai sekitar 1 meter tingginya dengan pemangkasan secara
berkala. Ini dilakukan untuk memudahkan pemetikan daun dan agar diperoleh tunas-tunas daun teh
yang cukup banyak (Siswoputranto, 1978). Tanaman teh membutuhkan iklim yang lembab, dan
tumbuh baik pada temperatur yang berkisar antara 10 30 C pada daerah dengan curah hujan 2.000
mm per tahun dengan ketinggian 600 2000 m dpl. Tanaman teh di perkebunan ditanam secara
berbaris dengan jarak tanam satu meter. Tanaman teh yang tidak ipangkas akan tumbuh kecil setinggi
50 100 cm dengan batang tegak dan bercabang-cabang (Setyamidjaja, 2000). Pohon teh mampu
menghasilkan teh yang bagus selama 50- 70 tahun, namun setelah 50 tahun hasil produksinya akan
menurun. Oleh karena itu, perlu dilakukan penggantian tanaman tua agar produktivitas tanaman teh
tetap bagus. Pohon yang tua diganti dengan bibit yang masih muda yang telah ditumbuhkan di
perkebunan khusus untuk pembiakan tanaman muda (Setyamidjaja, 2000). Bahan-bahan kimia dalam
teh dapat digolongkan menjadi 4 kelompok besar yaitu : substansi fenol, substansi bukan fenol,
substansi aromatis dan enzim. Keempat kelompok tersebut bersama-sama mendukung terjadinya sifat-
sifat yang baik pada teh jadi apabila pengendaliannya selama pengolahannya dapat dilakukan dengan
tepat (Arifin, 1994).
Teh adalah bahan minuman yang sangat bermanfaat, terbuat dari pucuk tanaman teh
(Camellia sinensis ) melalui proses pengolahan tertentu. Manfaat minuman teh ternyata dapat
menimbulkan rasa segar, dapat memulihkan kesehatan badan dan terbukti tidak menimbulkan dampak
negatif. Teh yang bermutu tinggi sangat diminati oleh konsumen. Teh semacam ini hanya dapat
dibuat dari bahan baku (pucuk teh) yang benar serta penggunaan mesin mesin peralatan pengolahan
yang memadai (lengkap) (Arifin, 1994). Menurut Wan et al. (2009), teh digolongkan menjadi tiga
jenis berdasarkan perbedaan cara pengolahannya, khususnya tingkat fermentasi, yaitu teh hijau (tanpa
fermentasi), teh oolong (fermentasi sebagian), dan teh hitam (fermentasi penuh). Gondoin et al.
(2010) menambahkan bahwa terdapat jenis teh lain, yaitu teh putih. Daun teh yang dipetik pada
pengolahan teh putih hanya daun paling ujung yang belum terbuka atau masih kuncup dan masih
mengandung bulu-bulu halus, sedangkan pengolahan yang dilakukan menyerupai pengolahan teh
hijau. Selama fermentasi, reaksi enzimatik akan bertanggung jawab terhadap pengembangan
karakteristik warna dan flavor dari tiap jenis teh, terutama teh hitam. Fermentasi enzimatis teh hitam
akan menghasilkan pembentuk warna dan pigmen yang khas, yaitu theaflavin, thearubigin, dan
theasinensis. Substrat dari enzim polifenol oksidase selama fermentasi terdiri dari katekol dan grup
pyrogallol , dan produk oksidasi primernya adalah o-quinon yang diikuti oleh kondensasi menjadi
senyawa polimer yaitu theaflavin dan thearubigin (Ullah 1991). Theaflavin terbentuk melalui reaksi
oksidasi berpasangan antara katekin jenis katekol (epikatekin dan epikatekin galat) dan katekin jenis
pyrogallol (epigalokatekin dan epigaloketekin galat) (Tanaka et al 2009). Oleh karena itu, kandungan
katekin, meliputi katekol (epikatekin (EC) dan epikatekin galat (ECG)) serta pyrogallol
(epigalokatekin (EGC) dan epigalokatekin galat (EGCG)) pada teh hitam jauh lebih rendah daripada
teh hijau. Fermentasi asam-asam amino dan lipid pada daun teh segar juga akan menghasilkan
komponen-komponen volatil yang akan mempengaruhi flavor teh, mengurangi rasa pahit,
meningkatkan rasa sepat, serta menghasilkan senyawa dan flavor kompleks lainnya termasuk asam
organik (Balentine & Paerau-Robinson di dalam Mazza & Oomah 1998).
Tahap pembuatan teh hijau: daun teh segar
pelayuan
penyangraian
penggulungan
pengeringan
daun teh hijau kering.
Sedangkan tahap pembuatan teh oolong sebagai berikut: daun teh segar
pelayuan
penggulungan
fermentasi sebagian
penyangraian
pengeringan
daun teh oolong kering.
Dan tahap pembuatan teh hitam sebagai berikut: daun teh segar
pelayuan
penggulungan
fermentasi penuh
pengeringan
daun teh hitam kering.
Dalam proses pembuatan ketiga teh tersebut tahap nya mendekati sama, namun terdapat
perbedaan pada proses fermentasi. Namun secara keseluruhan adalah sama. Pelayuan terjadi karena
air-air dalam daun secara perlahan akan menguap dan lambat laun daun akan menjadi layu. Proses
pelayuan akan berpengaruh terhadap kualitas dari teh kering yang dihasilkan. Jika daun terlalu cepat
layu, teh kering yang dihasilkan akan memiliki karakteristik aroma yang kurang harum. Sebaliknya
jika daun terlalu lama layu, teh kering akan memiliki karakteristik rasa yang kurang sedap. Daun teh
layu yang baik memiliki ciri kering namun tidak putus dan tidak ada suara retak jika digenggam.
Penggulungan dilakukan dengan tujuan memecahkan sel-sel daun, mengeluarkan cairan sel, dan
merusak jaringan daun yang menyebabkan unsur-unsur di dalamnya termasuk polifenol dan enzim
bergabung menjadi satu (Aji 2011). Penggulungan juga memengaruhi hasil teh seduhan yang
dihasilkan. Daun yang terlalu lama digulung akan menghasilkan teh kering yang sangat pekat, kental,
namun aromanya kurang harum (Adisewojo 1982). Pengeringan selain menurunkan kadar air juga
memekatkan cairan sel yang menempel di permukaan daun sampai berbentuk seperti perekat. Jumlah
air yang diuapkan sebanyak 50%. Berlangsung selama 25 menit. Mesin yang digunakan yaitu ECP (
Endless Chain Pressure). Hasil pengeringan pertama masih setengah kering. Dan untuk proses
fermentasi sudah dijelaskan diatas sebelumnya. Berikut adalah macam macam teh berdasarkan jenis
pengolahannya :
Teh hijau
Teh adalah bahan minuman yang secara universal dikonsumsi di banyak negara serta
berbagai lapisan masyarakat (Tuminah, 2004). Teh juga mengandung banyak bahan-bahan aktif yang
bisa berfungsi sebagai antioksi dan maupun antimikroba (Gramza et al., 2005). Teh hijau merupakan
teh yang tidak mengalami proses fermentasi dan banyak dikonsumsi orang karena nilai medisnya. Teh
hijau kerap digunakan untuk membantu proses pencernaan dan juga karena kemampuannya dalam
membunuh bakteri. Kandungan polifenol yang tinggi dalam teh hijau dimanfaatkan untuk membunuh
bakteri-bakteri perusak dan juga bakteri yang menyebabkan penyakit di rongga mulut (penyakit
periodontal )(Kushiyama et al., 2009). Konsumsi teh hijau juga dipercayai memiliki efek untuk
menurunkan angka mortalitas pasien-pasien dengan penyakit pneumonia (Watanabe et al., 2009).
Komposisi senyawa-senyawa dalam teh hijau sangatlah kompleks yaitu protein (15-20%);
asam amino seperti teanine, asam aspartat, tirosin, triptofan, glisin, serin, valin, leusin, arginin (1-4%);
karohidrat seperti selulosa, pectin, glukosa, fruktosa, sukrosa (5-7%); lemak dalam bentuk asam
linoleat dan asam linolenat; sterol dalam bentuk stigmasterol; vitamin B,C,dan E; kafein dan teofilin;
pigmen seperti karotenoid dan klorofil; senyawa volatile seperti aldehida, alkohol, lakton, ester, dan
hidrokarbon; mineral dan elemen-elemen lain seperti Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, Zn, Mo, Se, Na, P, Co,
Sr,Ni, K, F, dan Al (5%) (Cabrera et al., 2006).
Teh oolong
Teh oolong merupakan teh yang dalam pembuatannya mengalami oksidasi sebagian. Untuk
menghasilkan teh oolong, daun teh dilayukan dengan cara dijemur atau diangin-angin, kemudian
diayak agar daun teh mengalami oksidasi sesuai dengan tingkatan yang diinginkan. Teh yang telah
selesai dioksidasi lantas dikeringkan, kemudian diproses hingga memiliki bentuk yang khas, yaitu
seperti daun terpilin. Proses terakhir adalah pengeringan kembali. Hal itu dilakukan untuk
memastikan daun benar-benar kering dan tidak ada lagi oksidasi yang terjadi. Teh oolong memiliki
empat kategori berdasar tingkat oksidasi, yaitu 5-15 persen, 20-30 persen, 30-40 persen, dan 60-70
persen. Semakin tinggi tingkat oksidasi, semakin gelap warna teh-nya.
Teh hitam
Pada daun teh segar, kadar tannin pada tahap pngolahan teh hitam secara berturut-turut
semakin kecil konsentrasinya, sedangkan pada teh hijau terdapat sebaliknya. Meskipun semua
komponen tannin dari hasil berbagai penelitian diketahui mempunyai kemampuan untuk
penyembuhan penyakit ginjal, namun tannin dalam bentuk epigalokatekin galat, merupakan tannin
predominan dari teh hijau yang paling berkhasiat. Tannin memiliki rasa yang sepat sehingga mudah
untuk dideteksi (Ramayanti, 2003). Tannin merupakan senyawa yang sangat penting karena hampir
semua karakteristik mutu teh berkaitan erat dengan perubahan yang terjadi pada tannin selama
pengolahan teh. Tannin yang terkandung dalam teh merupakan turunan asam galat dan dikenal dengan
katekin (Ramayanti, 2003).
Fisik/Sensories
Adanya perubahan komponen kimiawi pada teh yang disebabkan oleh adanya faktor fisik
selama pengolahan, aktivitas enzimatis dan oksidasi, berpengaruh terhadap kondisi fisik dan flavour
(aroma dan rasa) pada teh. Rasa yang terbentuk pada teh lebih dipengaruhi oleh adanya kandungan
katekin/tannin. Katekin teh memiliki sifat tidak berwarna, larut dalam air, serta membawa sifat pahit
dan sepat pada seduhan teh. Hampir semua sifat produk teh termasuk didalamnya warna, rasa dan
aroma secara langsung maupun tidak langsung, dihubungkan dengan modifikasi pada katekin ester
menjadi katekin non ester yang dapat menurunkan rasa pahit dan sepat dari teh hijau. Pada praktikum
pengolahan teh ini, dibuat 3 macam jenis teh yaitu teh hijau, teh oolong, dan teh hitam. Masing-
masing jenis teh terdiri dari 2 perlakuan, yaitu pucuk teh yang dipetik dengan rumus petikan p+2 dan
pucuk teh yang dipetik dengan rumus p+4 sehingga didapatkan 6 macam teh.
Kelompok 1 membuat teh hitam dengan rumus petikan p+2 fermentasi 60 menit. Kelompok 2
membuat teh oolong dengan rumus petikan p+2 fermentasi 30 menit. Kelompok 3 membuat teh hijau
dengan rumus petikan p+2 fermentasi 0 menit. Kelompok 4 membuat teh hijau dengan rumus petikan
p+4 fermentasi 0 menit. Kelompok 5 membuat teh oolong dengan rumus petikan p+2 fermentasi 30
menit. Kelompok 6 membuat teh hitam dengan rumus petikan p+4 fermentasi 60 menit. Pembuatan
teh hijau terdiri dari beberapa tahap yaitu mula-mula pucuk teh dipetik dengan (p+2) dan (p+4), lalu
dilayukan hingga daun lemas, jangan dipegang sampai proses penggulungan dilakukan dan dilayukan
kembali dengan disangrai diatas wajan tanah pada kompor api kecil hingga 5-10 menit agar enzim
inaktif (layu optimal: permukaan agak kering), lalu dilakukan penggulungan dengan tangan dan
ikeringkan dengan oven hingga kering patah. Setelah dingin, dimasukkan kedalam plastik PP.
Pembuatan teh oolong terdiri dari beberapa tahap yaitu mula-mula pucuk teh dipetik dengan rumus
(p+2) dan (p+4), kemudian dilayukan (indikator: daun dapat digulung tanpa patah, dan setelah
menggulung, daun tidak membuka kembali) dan dilakukan penggulungan pucuk teh dengan tangan,
selanjutnya difermentasi selama 30 menit dan disangrai untuk menghentikan proses fermentasi sampai
tercium aroma khas teh menggunakan api kecil. Kemudian dikeringkan dengan oven hingga kering
patah. Setelah dingin, masukkan plastik PP, simpan dalam stoples. Pembuatan teh hitam terdiri dari
beberapa tahap yaitu mula-mula pucuk teh dipetik dengan rumus (p+2) dan (p+4), kemudian
dilayukan kemudian dilakukan penggulungan pucuk teh dengan tangan, setelah itu difermentasi
selama 1 jam dan dikeringkan dengan oven hingga kering dan patah. Setelah dingin, masukkan plastik
PP, simpan dalam stoples. Masing-masing teh dianalisis sifat fisikokimia dan sensori yaitu dengan
cara menyeduh 2% teh yang sudah jadi dalam 5% larutan gula. Sifat fisikokimia yang diamati yaitu
rendemen teh kering. Sifat sensori yang diamati yaitu warna teh kering, rasa asam, air seduhan, aroma
teh, tingkat kesukaan.
Pembahasan hasil 1.
Sifat Fisikokimia
Rendemen
Berdasarkan analisis rendemen pada 6 kelompok maka didapatkan hasil rendemen untuk kelompok 1
yaitu 24,7%, kelompok 2 yaitu 24,4 %, kelompok 3 yaitu 20,65 %, kelompok 4 yaitu 26,67 %,
kelompok 5 yaitu 22,6 %, kelompok 6 yaitu 23,86%. Rendemen paling tinggi yaitu pada pengolahan
teh hijau dengan rumus petikan p+2 (kelompok 4), sementara rendemen paling rendah yaitu pada
pengolahan teh hijau dengan rumus petikan p+4 (kelompok tiga). Rendemen hasil pengolahan adalah
perbandingan antara berat teh setelah diproses dengan berat teh awal. Rendemen makin turun pada
derajad sangrai yang makin lama. Rendemen juga dipengaruhi oleh susut berat daun teh selama
penyangraian. Makin tinggi kadar air daun teh dan makin lama waktu penyangraian menyebabkan
rendemen menjadi lebih kecil (Sivetz and Foote, 1973).
2. Sifat Sensori / organoleptik
Sampel yang diamati berjumlah 6. Masing-masing sampel diberi kode sebagai berikut: Kelompok 1 :
p+2, fermentasi 60 menit = kode sampel 666 Kelompok 2 : p+2, fermentasi 30 menit = kode sampel
555 Kelompok 3 : p+2, fermentasi 0 menit = kode sampel 444 Kelompok 4 : p+4, fermentasi 0 menit
= kode sampel 333 Kelompok 5 : p+4, fermentasi 30 menit = kode sampel 222 Kelompok 6 : p+4,
fermentasi 60 menit = kode sampel 111 Pada tabel ini juga akan dilihat apakah terdapat pengaruh
beda nyata atau tidak, dilihat dari jumlah masing masing perlakuan dan rentang yang digunakan
adalah 37 68.