Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Masa nifas merupakan masa yang rawan karena ada beberapa risiko yang

mungkin terjadi pada masa itu, antara lain : anemia, pre eklampsia/ eklampsia,

perdarahan post partum, depresi masa nifas, dan infeksi masa nifas. Diantara resiko

tersebut ada dua yang paling sering mengakibatkan kematian pada ibu nifas, yakni

infeksi dan perdarahan. Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI)

2002 / 2003 menunjukkan bahwa angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih

berada pada angka 307 per 100.000 kelahiran hidup, sedangkan pada tahun 2007

AKI menjadi 263 per 100.000 kelahiran hidup.

Adapun penyebab langsung yang berkaitan dengan kematian ibu adalah

komplikasi pada kehamilan, persalinan, dan nifas tidak ditangani dengan baik dan

tepat waktu. Kematian ibu pada masa nifas biasanya disebabkan oleh infeksi nifas

(10%), ini terjadi karena kurangnya perawatan pada luka, perdarahan (42%) (akibat

robekan jalan lahir, sisa placenta dan atonia uteri), eklampsi (13%), dan komplikasi

masa nifas (11%) (Siswono, 2005). Sedangkan jumlah kematian ibu pada masa nifas

di Propinsi Riau cenderung meningkat, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan

Propinsi Riau bahwa jumlah kematian ibu dalam masa kehamilan, persalinan, dan

masa nifas tahun 2007 sebanyak 179 orang, tahun 2008 sebanyak 199 orang,
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep dasar Masa Nifas

1. Definisi masa nifas

Masa nifas adalah : 1). dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-

alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, masa nifas berlangsung

kira-kira 6 minggu (Saifudin, 2002 dan Sarwono, 2002); 2). masa pulih kembali,

mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil.

Lama fase ini yaitu 6-8 minggu (Mochtar, 1998); 3). Stright (2007) mengatakan

bahwa masa nifas adalah periode setelah 6 minggu atau 40 hari setelah kelahiran,

dimulai dari akhir persalinan sampai dengan kembalinya organ-organ reproduksi ke

keadaan sebelum hamil. Masa nifas ini dimulai beberapa jam sesudah lahirnya

placenta dan mencakup 6 minggu berikutnya (Pusdiknakes-WHO-JHPIEGO, 2003).

2. Klasifikasi nifas

Nifas dibagi dalam tiga periode yaitu : 1). Puerperium dini yaitu kepulihan di

mana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan; 2). Puerperium

intermedialyaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu;

3). Remote puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat

sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.

Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan

(Harnawatiaj,2008 )

Pada periode masa nifas keadaan tubuh ibu akan berangsur kembali seperti

sedia kala dan dapat dibagi menjadi keadaan : a). masa segera setelah persalinan

(dalam dua jam pertama persalinan); b). 2-7 hari pasca-persalinan; c). 7-28 hari

pasca persalinan (Saraswati Ina, Tarigan Hakim Lukman, 2002).

2.1.3. Perubahan fisiologis dan psikologis pada masa nifas

Pada masa ini terjadi perubahan- perubahan fisiologi, yaitu : perubahan fisik,

involusi uterus dan pengeluaran lochea, laktasi/ pengeluaran air susu ibu, perubahan
sistim tubuh lainnya, dan perubahan psikis (Saifuddin, 2000). Terdapat tiga proses

penting pada masa nifas, yaitu : involusi, haemokonsentrasi dan proses laktasi atau

menyusui.

1. Perubahan Fisiologis

Dijumpai kejadian penting pada masa nifas, yaitu :

(a). Rahim (uterus),

Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan aneh, bisa mengecil dan membesar

dengan menambah dan mengurangi jumlah selnya. Uterus yang berbobot 60 gram

sebelum kehamilan secara perlahan-lahan bertambah besarnya hingga 1 kg selama

masa kehamilan, dan setelah persalinan, akan kembali pada keadaan sebelum

hamil. Ketika bayi dilahirkan maka fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus

1000 gram, pada akhir kala tiga persalinan tinggi fundus uteri (TFU) teraba 2 jari di

bawah pusat dengan berat uterus 750 gram, 1 minggu post partum TFU teraba

pertengahan pusat simpisis dengan berat uterus 500 gram, 2 minggu post partum

TFU tidak teraba diatas simpisis dengan berat uterus 50 gram, 6 minggu post

partum TFU bertambah kecil dengan berat uterus 50 gram (Harnawatiaj, 2007).

Haemokonsentrasi, selama hamil darah ibu relatif lebih encer, karena cairan

darah ibu lebih banyak (haemodilatasi), sementara sel darahnya berkurang. Bila

diperiksa kadar darahnya (haemoglobin) akan tampak sedikit penurunan dari angka

normal, sebesar 11- 12 gr%. Sehingga umumnya ibu hamil cenderung mengalami

anemia pada masa kehamilannya, setelah melahirkan, sistim sirkulasi darah ibu akan

kembali seperti semula, darah kembali mengental, dimana kadar perbandingan sel

darah dan cairan darah kembali normal (Kurniasih Dedeh, 2005). Umumnya hal ini

terjadi pada hari ke-3 sampai 15 hari masa nifas (Novitasari, 2006).

(b). Lochea

Lochea adalah : (a). cairan yang keluar dari liang atau lubang senggama

setelah bayi lahir (Krisna, 2007); (b). sekret luka yang berasal dari luka dalam uterus

terutama luka plasenta dan keluar melalui vagina; (c). Sekret yang berasal dari

cavum uteri dan vagina dalam masa nifas (Harnawatiaj, 2007).

(c). Serviks
Serviks mengalami involusi bersama-sama uterus. Serviks menjadi lunak segera

setelah ibu melahirkan. Delapan belas jam setelah bersalin, serviks memendek dan

konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi

segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari

setelah ibu melahirkan. Ectoservix (bagian serviks yang menonjol ke vagina) terlihat

memar dan ada sedikit laserasi kecil, kondisi ini merupakan tempat yang baik untuk

perkembangan infeksi. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan,

menutup secara bertahap. Dua jari mungkin masih dapat dimasukkan ke dalam

muara serviks pada hari ke-4 sampai ke-6 masa nifas, tetapi hanya tangkai kuret

terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke-2, setelah 6 minggu

persalinan serviks menutup. Muara serviks eksterna tidak akan berbentuk lingkaran

seperti sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu celah, sering

disebut seperti mulut ikan (Bobak, 2005).

(d). Vagina dan Perineum

Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar

selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama sesudah proses

tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu

vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil. Estrogen pada masa nifas

yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae.

Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran

sebelum hamil, enam sampai delapan minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali

terlihat pada sekitar minggu ke empat, walaupun tidak akan semenonjol pada ibu

yang nullipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen. Penebalan

mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen

menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan mukosa vagina.

Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap sampai

fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai kembali.

(e). Sistim Endokrin

Selama periode nifas, terjadi perubahan hormon yang sangat besar,

pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon- hormon yang

diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormon human placental lactogen (hPL),

estrogen, dan kortisol, serta placental enzyme

insulinase membalik efek diabetogenikkehamilan, sehingga kadar gula darah


menurun secara bermakna pada masa nifas. Kadar progesteron dan estrogen

menurun secara mencolok setelah plasenta lahir, kadar terendahnya dicapai setelah

satu minggu masa nifas.

(f). Abdomen

Apabila ibu berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan

menonjol dan ibu tampak seolah- olah masih hamil. Dalam dua minggu setelah

melahirkan, dinding abdomen ibu akan rileks dan diperlukan sekitar enam minggu

untuk dinding abdomennya kembali pada keadaan sebelum hamil. Kulit memperoleh

kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil striae menetap. Pengembalian tonus

otot bergantung pada kondisi tonus sebelum hamil, senam nifas, dan jumlah jaringan

lemak.

(g). Sistim Urinarius

Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut

menyebabkan pengingkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid

setelah ibu melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama

nifas. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah ibu melahirkan.

Diperlukan kira- kira dua sampai delapan minggu supaya hipotonia pada kehamilan

dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil. Pada

sebagian kecil ibu, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.

Dalam 12 jam setelah bersalin, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang

tertimbun di jaringan selama ia hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi

cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam

hari, selama dua sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Diuresis pada masa

nifas, disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan

vena pada tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat

kehamilan, merupakan mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan.

Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan

penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa nifas. Pengeluran kelebihan

cairan yang tertimbun selama hamil kadang- kadang disebut kebalikan metabolisme

air pada masa hamil (reversal of the water metabolism of pregnancy).

Trauma bisa terjadi pada uretra dan vesica urinaria selama proses melahirkan,

yakni sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding vesica urinaria dapat mengalami

hiperemesis dan edema. Distensi vesica urinaria yang muncul segera setelah ibu
melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebih karena keadaan ini bisa

menghambat uterus berkontraksi dengan baik (Bobak, 2005).

(h). Sistim Gastro Intestinal

Ibu biasanya merasakan lapar setelah bersalin, oleh karena itu ibu boleh

mengkonsumsi makanan ringan.

Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap

selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesia bisa

memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.

Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari

setelah ibu melahirkan. Hal ini dapat disebabkan karena menurunnya tonus otot

usus selama proses persalinan dan pada awal masa nifas. Ibu seringkali sudah

menduga nyeri saat defekasi akibat nyeri yang dirasakannya pada perineum akibat

episiotomi, laserasi atau haemorrhoid. Kebiasaan BAB yang teratur perlu dicapai

kembali setelah tonus usus kembali ke normal.

(i). Payudara

Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara ibu selama

hamil (estrogen dan progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin, kortisol,

dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan

hormon- hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh

sikap ibu dalam memutuskan apakah ibu akan menyusui bayinya atau tidak. Bagi

ibu yang tidak menyusui biasanya payudara teraba nodular (pada ibu yang tidak

hamil teraba granular). Nodularitas bersifat bilateral dan difus. Apabila ibu memilih

untuk tidak menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin

akan turun dengan cepat. Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa

hari pertama setelah ibu melahirkan. Pada jaringan payudara beberapa ibu, saat

palpasi dilakukan pada hari kedua dan ketiga, dapat ditemukan adanya nyeri seiring

dimulainya produksi susu. Pada hari ketiga dan keempat masa nifas bisa terjadi

pembengkakan (engorgement), karena pada hari tersebut ASI diproduksi. Jumlah

rata- rata ASI yang dihasilkan dalam 24 jam meningkat sejalan dengan waktu :

minggu pertama (6 sampai 10 ons); 1- 4 minggu (20 ons); setelah 4 minggu (30 ons)

(Stright, 2005).

(j). Sistim Kardiovaskuler


Setelah terjadi diuresis yang mencolok akibat penurunan kadar estrogen,

volume darah kembali kepada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah merah dan

hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen mengalami

oenurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya masih tetap lebih

tinggi dari pada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung cairan dan dengan

demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus dicegah dengan

penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini (Harnawatiaj, 2007).

(k). Sistim Neurologi

Perubahan neurologis selama puerperium merupakan adaptasi neurologis

yang terjadi saat ibu hamil dan disebabkan trauma yang dialami ibu saat bersalin

dan melahirkan.

(l). Sistim Musculo-Scletal

Adaptasi sistim musculoscletal ibu yang terjadi selama masa hamil

berlangsung secara terbalik pada masa nifas. Adaptasi ini mencakup hal- hal yang

membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat

pembesaran uterus. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke-8

setelah ibu melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain kembali ke keadaan

normal sebelum hamil, kaki ibu tidak mengalami perubahan setelah melahirkan. Ibu

yang baru menjadi ibu akan memerlukan sepatu yang ukurannya lebih besar.

(m). Sistim Integumen

Chloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat

kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang

seluruhnya setelah bayi lahir. Pada beberapa ibu, pigmentasi pada daerah tersebut

akan menetap. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul

mungkin memudar, tetapi tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah

seperti spider angioma (nevi), eritema palmar, dan epulis biasanya berkurang

sebagai respons terhadap penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir.

Pada beberapa ibu spider nevi menetap. Rambut halus tumbuh dengan lebat pada

waktu hamil biasanya akan menghilang setelah ibu melahirkan, tetapi rambut kasar

yang timbul sewaktu hamil biasanya akan menetap. Konsistensi dan kekuatan kuku

akan kembali pada keadaan sebelum hamil.Diaforesis ialah perubahan yang sangat

jelas terlihat pada sistim integumen.


2. Perubahan Psikologis

Selain mengalami perubahan- perubahan fisiologi, ibu nifas juga mengalami

perubahan psikologis, meliputi ; a). Periode masa nifas merupakan waktu untuk

terjadi stres, terutama ibu primipara; b). Fungsi yang mempengaruhi untuk sukses

dan lancarnya masa transisi menjadi orang tua; c). Respon dan support dari kelurga

dan teman dekat; d). Riwayat pengalaman hamil dan melahirkan yang lalu; e).

Harapan atau keinginan dan aspirasi ibu saat hamil dan melahirkan. Periode ini

diekspresikan oleh Reva rubin yang terjadi 3 tahap yaitu :

(1). Fase taking- in, atau tahap ketergantungan terjadi pada hari pertama sampai

kedua masa nifas, perhatian ibu terhadap kebutuhan dirinya, pasif dan tergantung.

Ibu tidak menginginkan kontak dengan bayinya bukan berarti tidak memperhatikan,

ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan dan persalinan yang di alami,

kebutuhan tidur meningkat, nafsu makan meningkat. Dalam fase ini yang diperlukan

ibu adalah informasi tentang bayinya, bukan cara merawat bayinya; (2). Fase taking-

hold, fase ini berlangsung kira- kira 10 hari. Ibu berusaha mandiri dan berinisiatif,

perhatian terhadap dirinya mengatasi tubuhnya, misalnya kelancaran miksi dan

defekasi, melakukan aktifitas duduk, jalan, belajar tentang perawatan diri dan

bayinya, timbul kurang percaya diri sehingga mudah mengatakan tidak mampu

melakukan perawatan. Pada saat ini sangat dibutuhkan sistim pendukung terutama

bagi ibu muda atau primipara karena pada fase ini seiring dengan terjadinya post

partum blues; (3). Fase letting- go, atau saling ketergantungan. Dimulai pada

minggu ke-5-6 setelah persalinan. Di alami setelah ibu tiba dirumah secara penuh

merupakan pengaturan bersama keluarga, ibu menerima tanggung jawab sebagai

ibu dan ibu menyadari atau merasa kebutuhan bayi yang sangat tergantung dari

kesehatan sebagai ibu. Tubuh ibu telah sembuh, secara fisik ibu mampu menerima

tanggung jawab normal dan tidak lagi menerima peran sakit. Kegiatan seksualnya

telah dilakukan kembali (Harnawatiaj, 2007).

2.1.4. Perawatan Pada Masa Nifas

Dimasa lampau perawatan nifas sangat conservative, dimana ibu nifas

diharuskan tidur terlentang selama 40 hari. Dampak sikap demikian pernah dijumpai

di Surabaya, terjadi adhesi antara labium minus dan labium mayus kanan dan kiri,

dan telah berlangsung hampir enam tahun. Pada masa sekarang perawatan nifas
lebih aktif dengan dianjurkan untuk melakukan mobilisasi dini (early

mobilization).Perawatan mobilisasi dini mempunyai keuntungan : melancarkan

pengeluaran lochea, mempercepat involusi alat kandungan, melancarkan fungsi alat

gastrointestinal dan alat perkemihan, meningkatkan kelancaran peredaran darah,

sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.

1. Definisi

Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap ibu hamil yang telah

selesai bersalin sampai alat- alat kandungan kembali seperti sebelum hamil,

lamanya kira- kira 6-8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genitalia baru pulih kembali

seperti sebelum ada kehamilan dalam waktu tiga bulan. Perawatan pada masa nifas

sebenarnya dimulai pada kala uri dengan menghindarkan adanya kemungkinan-

kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi. Bila ada perlukaan jalan lahir atau

luka bekas episiotomi, maka dilakukan penjahitan dan perawatan luka sebaik-

baiknya. Bidan harus tetap waspada sekurang- kurangnya satu jam sesudah

melahirkan, untuk mengatasi kemungkinan terjadinya perdarahan post partum.

Perawatan nifas dilakukan dalam bentuk pengawasan sebagai berikut :

a). Rawat Gabung (Rooming in), ibu dan bayi dapat ditempatkan dalam satu kamar

atau pada tempat yang terpisah. Keuntungan rooming in adalah : mudah

menyusukan bayi, setiap saat selalu ada kontak antara ibu dan bayi serta sedini

mungkin ibu telah belajar mengurus bayinya (Mochtar, 1998).


b). Pemeriksaan Umum, meliputi tekanan darah, nadi, keluhan, dan sebagainya.

Selain itu dilakukan pemeriksaan pada kondisi ibu meliputi suhu badan, selera

makan, dan lain-lain.

c). Pemeriksaan Khusus, meliputi pemeriksaan pada payudara, dinding abdomen,

perineum, bila ada laserasi jalan lahir/ luka maka dilakukan penjahitan dan

perawatan luka sebaik- baiknya, vesica urinaria, rektum, secret yang keluar

(lochea atau fluor albus) serta keadaan alat-alat kandungan (Mochtar, 1998)

2. Tujuan Perawatan

Adapun tujuan dari perawatan pada msa nifas adalah :meningkatkan involusi

uterus normal dan kembali ke keadaan sebelum hamil; mencegah atau


meminimalkan komplikasi pada masa nifas; meningkatkan kenyamanan dan

penyembuhan pelvik, jaringan perianal dan perineal; membantu pemulihan fungsi

tubuh normal; meningkatkan pemahaman terhadap perubahan fisiologis dan

psikologis, memfasilitasi perawatan bayi baru lahir dan perawatan mandiri oleh ibu

baru; meningkatkan keberhasilan integrasi bayi baru lahir ke dalam unit keluarga;

menyokong keterampilan peran orangtua dan pelekatan orangtua- bayi; menyiapkan

perencanaan pulang yang efektif, termasuk rujukan yang tepat perawatan lanjutan

di rumah (Stright,RB, 2005)

3. Nasehat / hal- hal yang perlu diperhatikan pada masa nifas

(a). Istirahat dan mobilisasi, umumnya ibu sangat lelah setelah melahirkan,

lebih- lebih bila persalinan berlangsung lama, karena ibu harus cukup beristirahat.

Ibu memerlukan tidur yang banyak, berkisar 8- 12 jam per hari, ditambah tidak

banyak bergerak pada siang hari. Ibu harus tidur terlentang selama 6 jam setelah

bersalin pada ibu dengan persalinan yang normal dan 8 jam setelah bersalin untuk

mencegah perdarahan (pada ibu yang menjalani caesar). Sesudah 8 jam ibu boleh

miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah terjadinya thromboemboli/

thrombosis atau penyumbatan pembuluh darah, selain itu mobilisasi ini bertujuan

untu mencegah terjadinya pembengkakan dan memperlancar sirkulsi darah. Pada

hari kedua telah dapat duduk bila perlu ibu telah dapat melakukan senam nifas.

Senam nifas ini bermanfat untuk memperbaiki sirkulasi darah, memperbaiki sikap

tubuh, kekuatan otot panggul, otot perut dan otot tungkai bawah dan senam harus

dilakukan secara bertahap. Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam waktu 24 jam

setelah melahirkan, lalu secara teratur setiap hari. Setiap gerakan senam diulang

sebanyak lima kali. Setiap hari, pengulangannya ditingkatkan menjadi 10 kali Pada

hari ketiga masa nifas ibu sudah dapat jalan-jalan dan hari keempat dan kelima

boleh pulang (Sinsin Iis, 2008). Mobilisasi ini tidak mutlak, bervariasi tergantung

pada adanya komplikasi persalinan, nifas dan sembuhnya luka (Mochtar, 1998).

(b). Diet/ Makanan, makanan yang diberikan harus bermutu tinggi dan cukup

kalori, cukup protein, banyak cairan, banyak buah- buahan dan sayuran. Oleh karena

itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan ibu pada masa nifas dalam pengaturan

diet, yakni :

1. Mengkosumsi tambahan kalori sebesar 500 kalori setiap hari.


2. Makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral dan

vitamin yang cukup.

3. Minum sedikitnya 3 liter air sehari (anjurkan ibu minum setiap kali menyusui)

4. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40 hari

masa nifas.

5. Minum kapsul vitamin A yang dapat diberikan kepada bayinya melalui asinya.

(c). Buang Air Kecil (BAK), BAK harus secepatnya dilakukan sendiri (secara

spontan) dalam 6- 8 jam, oleh karena itu bagi ibu nifas dianjurkan untuk minum 2- 3

liter per hari agar dapat BAK dengan lancar selain itu minum air sebanyak 2-3 liter

perhari dapat menggantikan cairan tubuh yng hilang selama proses persalinan

(Sinsin Iis

(d). Buang Air Besar (BAB), atau defecasi harus terjadi dalam waktu 3 sampai

4 hari masa nifas, bila ada obstipasi dan timbul coprostase hinggascibala tertimbun

di rektum, kemungkinan akan terjadi febris. Bila terjadi hal ini, maka dapat dilakukan

hugnah atau diberi laksansia per oral atau per rektal. Kemudian menganjurkan pada

ibu untuk melakukan mobilisasi sedini mungkin apalagi pada ibu yang proses

persalinannya berjalan dengan normal.

(e). Pakaian, di pedesaan selama masa nifas, perut seorang ibu akan dibalut

dengan kemban (stagen) dan pahanya diikat rapat setiap hari, hal ini dimaksudkan

untu membantu mempercepat pemulihan uterus, padahal sebenarnya tindakan ini

dapat mengakibatkan terganggunya kontraksi uterus.

(f). ASI dan Papilla Mamae, sejak kehamilan muda, sudah terdapat persiapan-

persiapan pada kelenjar- kelenjar mammae untuk menghadapi proses laktasi. Laktasi

adalah pembentukan dan pengeluaran ASI. Fisiologi laktasi itu sendiri adalah pada

saat persalinan hormon estrogen dan progesteron menurun sedangkan prolaktin

meningkat (Harnawatiaj, 2007). Perubahan yang terdapat pada

kedua mammae antara lain, sebagai berikut : 1). proliferasi jaringan, terutama

kelenjar- kelenjar dan alveolus mammae dan lemak; 2). pada ductus

lactiferus terdapat cairan yang kadang- kadang dapat dikeluarkan berwarna kuning

(kolostrum); 3). hipervaskularisasi, terdapat pada permukaan maupun pada bagian

dalam mammae. Pembuluh- pembuluh vena berdilatasi dan tampak dengan jelas.
Tanda ini merupakan salah satu tanda tidak pasti untuk membantu diagnosis

kehamilan; 4). setelah partus, efek supresi dari estrogen dan progesteron terhadap

hipofisis menghilang. Mammae yang dipersiapkan pada masa kehamilan

terpengaruhi, pengaruh oksitosin mengakibatkan mioepitelium kelenjar- kelenjar

susu berkontraksi, sehingga pengeluaran air susu dilaksanakan. Umumnya produksi

air susu berlangsung pada hari ke- 2- 3 post partum. Pada hari pertama air susu

mengandung kolostrum, yang merupakan cairan kuning lebih kental dari pada air

susu, mengandung banyak protein albumin dan globulin, oleh karena itu ASI (air

susu ibu) sangat mudah dicerna oleh bayi.

Kadar prolaktin akan meningkat dengan perangsangan fisik pada

putingmammae. Dengan menetekkan bayi pada ibunya maka akan terjadi

peningkatan produksi prolaktin yang mengakibatkan meningkatnya ASI, isapan pada

puting susu merupakan rangsangan psikis yang secara reflektoris mengakibatkan

oksitosin dikeluarkan oleh hipofise. Semakin sering ibu menetekkan bayinya, maka

semakin meningkat pula produksi ASI (Saifuddin, 1999).

Supresi laktasi dengan pemberian estrogen untuk supresi LH seperti tablet ).

Hal- hal yang mempengaruhi pembentukan dan pengeluaran ASI adalah : 1).

Faktor anatomi payudara; 2). Faktor fisiologi nutrisi ibu; 3). Faktor istirahat; 4). Faktor

hisapan bayi; 5). Obat- obatan; 6). Psikologi.

Adapun tujuan perawatan payudara antara lain : 1). Menjaga kebersihan

payudara terutama kebersihan puting susu agar terhindar dari infeksi; 2).

Menguatkan alat payudara, memperbaiki bentuk puting susu sehingga bayi

menyusui dengan baik; 3). Merangsang kelenjar di susu sehingga produksi ASI

lancar; 4). Mengetahui secara dini kelainan puting susu dan melakukan usaha untuk

mengatasinya; 5). Mempersiapkan psikologi ibu untuk menyusui; 6). Mencegah

pembendungan ASI (Almaqlansyah, 2008).

(g). Kembalinya Kesuburan dan Penggunaan Kontrasepsi pada masa nifas

Ovulasi dan dimulainya menstruasi dipengaruhi apakah ibu menyusukan

bayinya atau tidak. Ibu yang menyusui bayinya memulai kembali menstruasinya

dalam 12 minggu sebesar 45%, 80% memiliki satu atau lebih

siklus anovulatory sebelum ovulasi yang pertama, sedangkan 40% ibu yang tidak

menyusui memulai kembali menstruasinya dalam 6 minggu setelah melahirkan, 65%


dalam 12 minggu dan 90% dalam 24 minggu, 50% berovulasi selama siklus pertama

(Stright, 2005). Oleh karena itu penggunaan alat kontrasepsi (lebih awal) atau

segera setelah persalinan dianjurkan untuk melindungi ibu dari kehamilan.

Biasanya ibu tidak akan menghasilkan sel telur (ovulasi) sebelum ibu

mendapatkan lagi haidnya selama meneteki. Oleh karena itu, penggunaan alat

kontrasepsi dapat ditunda sampai usia bayi 6 bulan apabila ibu belum haid.

Metode Amenore Laktasi dapat dipakai sebelum haid pertama kembali untuk

mencegah terjadinya kehamilan baru. Namun cara ini mengakibatkan risiko 2% ibu

mengalami kehamilan. Umumnya, alat kontrasepsi (alkon) yang direkomendasikan

pada saat pertama kali melakukan hubungan seksual setelah nifas adalah kondom.

Penggunaannya praktis dan cukup terjamin akurasinya, untuk berikutnya alkon yang

disarankan adalah IUD (intra uterine device) (Astusti Panji Marfuah, 2008).

Hubungan seks pada ibu yang mendapat robekan jalan lahir, relatif lebih luas

akan membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding dengan ibu yang tidak

mengalami robekan jalan lahir. Tapi umumnya, hubungan suami istri boleh dilakukan

setelah 40 hari masa nifas, batasan waktu ini dibuat atas pemikiran pada waktu itu

semua luka akibat persalinan, termasuk luka episiotomi dan luka bekas sectio

caesaria biasanya telah sembuh dengan baik (Novitasari, 2006).

Tidak semua ibu nifas menjalani masa nifasnya dengan normal, terkadang

beberapa ibu mengalami masalah pada masa nifas seperti : (i). suhu badan yang

meninggi; (ii). adanya rasa nyeri, misalnya nyeri pada bekas luka jahitan episiotomi.

Untuk mengurangi rasa nyeri akibat jahitan pada perineum maka perlu dilakukan

hal-hal sebagai berikut : a). kompres dengan es; b). pembalut wanita harus diganti 4

jam sekali dan bersihkan daerah perineum; c).berendam dengan air hangat jika

dirasa perlu; d). pemanasan dengan sinar infra merah selama 5 menit; e). lakukan

tidur dengan ketinggian sudut bantal tidak lebih dari 30 derajat, serta tak lupa

mengajarkan pada ibu tentang cara menjaga kebersihan diri terutama cara

membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air, yaitu membersihkan daerah

vulva terlebih dahulu, dari depan kebelakang, baru kemudian membersihkan daerah

sekitar anus. Dan mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum dan sesudah

membersihkan daerah kelamin. Kemudian menghindari menyentuh daerah luka jika

ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi (Sarwono, 2002); (iii). permasalahan

urine, (iv).pengeluaran darah yang tidak lancar/ terus menerus, pada sebagian ibu,
perdarahan nifas dapat berlangsung lebih singkat, misalnya pada ibu yang proses

persalinannya diselesaikan dengan operasi caesar, memiliki darah nifas yang lebih

sedikit dan masa perdarahannya lebih singkat.

4. Kunjungan Ulang

. Pemeriksaan ibu dalam kunjungan ulang dilakukan untuk : mengetahui proses

involusi, kebersihan perineum, kebutuhan gizi termasuk pemberian tablet zat besi,

menilai status kesehatan ibu dan bayi, keluarga berencana dan keberhasilan ASI

ekslusif (Saraswati Ina, Tarigan HL, 2002).

Ada tiga kunjungan yang dilakukan pada masa nifas :

a). 2-6 jam pertama post partum

Semua ibu memerlukan pengamatan yang cermat dan penilaian dalam awal

masa pasca salin. Sebelum ibu dipulangkan dari klinik atau sebelum bidan

meninggalkan rumah ibu, proses penatalaksanaan kebidanan selalu dipakai untuk :

1). mendeteksi komplikasi dan perlunya perujukan: 2). memberikan konseling untuk

ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda

bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktekan kebersihan yang aman: 3).

memfasilitasi hubungan dan ikatan batin antara ibu dan bayi: 4). memulai dan

mendorong pemberian ASI.

Adapun komponen-komponen dalam pemeriksaan fisik dan penilaian adalah :

1). kesehatan umum yaitu menggali perasaan ibu pada masa nifas: 2). tanda-tanda

vitalnya: 3) fundus: 4). Lochea: 5). vesica urinaria.

Parameter Penemuan Penemuan Abnormal


Normal
Kesehatan letih Terlalu letih, lemah
umum
Tanda-tanda TD TD > 140/90
Vital <140/90;mungk
in bisa naik dari
tingkat di saat
pra persalinan Suhu > 38 C
1-3 hari pasca Denyut : >100
salin
Suhu tubuh
<38C
Denyut : 60-100
Fundus Kuat,berkontrak Lembek
si baik Diatas ketinggian fundus saat masa pasca salin
Tidak berada di
atas ketinggian
Lochea Merah Merah terang
kehitaman
(lochea rubra) Bau busuk
Bau biasa Mengeluarkan
Tidak ada gumpalan darah
gumpalan darah
atau buir-butir
darah beku Perdarahan berat (memerlukan penggantian
(ukuran jeruk pembalut setiap 0-2 jam)
kecil)
Jumlah
perdarahan
yang ringan
atau sedikit
(hanya perlu
mengganti
pembalut setiap
2-4 jam)
Kantung Bisa buang air Tidak bisa buang air
kemih

b). 2-6 hari post parum dan 2-6 minggu setelah kelahiran

Kunjungan post partum yang dilakukan -6 hari setelah bersalin dan 2-6

minggu setelah bersalin adalah hampir sama. Tujuan dari kunjungan-kunjungan ini

adalah untuk : 1). Memastikan bahwa ibu sedang dalam proses penyembuhan yang

aman; 2). Memastikan bahwa bayi sudah bisa menyusui tanpa kesulitan dan sudah

bertambah berat badanya; 3). Memastikan bahwa ikatan batin antara ibu dan bayi

sudah terbentuk; 4). Memprakarsai penggunaan kontrasepsi; 5). Menganjurkan ibu

membawa bayinya ke unit kesehatan setempat (posyandu) untuk ditimbang dan

imunisasi.

Dalam menggunakan proses penatalaksanaan kebidanan dengan ibu yang

sudah 2-6 hari atau 2-6 minggu pasca salin adalah hampir sama dengan pasca salin

awal (6 jam pertama), diantaranya sebagai berikut :

Pemeriksaan fisik pada umumnya : 1). Tanda-tanda vital; 2). Payudara : kemontokan,

suhu, warna merah, nyeri puting atau pecah ujungnya; 3). Abdomen : tinggi fundus,

kekokohan, kelembutanya; 4). Lochea : warna, banyaknya, bekuan, baunya; 5).

Perineum : edema, peradangan, jahitan, nanah; 6). Tungkai : tanda-tanda Homan,

gumpalan darah pada otot kakiyang menyebabkan nyeri.

Adapun tanda-tanda bahaya pasca persalinan yang harus diketahui ibu adalah

: 1). Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari

perdarahan haid biasa atau bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam
setengah jam); 2). Pengeluaran vagina yang baunya menusuk; 3). Rasa sakit di

bagian bawah abdomen atau punggung; 4). Sakit kepala yang terus menerus, nyeri

ulu hati, atau masalah penglihatan; 5). Pembengkakan diwajah atau di tangan; 6).

Demam, muntah, rasa sakit waktu berkemih, atau jika tidak merasa enak badan; 7).

Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit; 8). Kehilangan

nafsu makan dalam waktu yang lama; 9). Rasa sakit, merah, lunak, dan atau

pembengkakan di kaki; 10). Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh

sendiri bayinya atau diri sendiri; 11). Merasa sangat letih atau nafas terengah-engah

(PUSDIKNAKES, WHO, JHPIEGO, 2003).

Dengan mengetahui tanda-tanda bahaya pada masa nifas di harapkan ibu

akan dapat melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan serta dapat

menentukan sikap apabila ibu mengalami salah satu dari tanda bahaya di atas.

Anda mungkin juga menyukai