PENDAHULUAN
1
diare dehidrasi berat. Pada dehidrasi berat terjadi defisit cairan sama dengan atau
lebih dari 10% berat badan. Anak dan terutama bayi memiliki risiko yang lebih
besar untuk menderita dehidrasi dibandingkan orang dewasa.5
Pada diare akut dengan dehidrasi berat, volume darah berkurang sehingga
dapat terjadi dampak negatif pada bayi dan anak-anak antara lain syok
hipovolemik (dengan gejala-gejalanya yaitu denyut jantung menjadi cepat, denyut
nadi cepat, kecil, tekanan darah menurun, pasien lemah, kesadaran menurun, dan
diuresis berkurang), gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa,
gagal ginjal akut, dan proses tumbuh kembang anak terhambat yang pada
akhirnya dapat menurunkan kualitas hidup anak di masa depan.5
Dehidrasi memicu gangguan kesehatan, mulai dari gangguan ringan
seperti mudah mengantuk, hingga penyakit berat seperti penurunan fungsi ginjal.
Pada awalnya anak akan merasa haus karena telah terjadi dehidrasi ringan. Bila
tidak ditolong, dehidrasi tambah berat dan timbulah gejala-gejala. Karena itu,
pengobatan awal untuk mencegah dan mengatasi keadaan dehidrasi sangat penting
pada anak dengan diare. Pemberian cairan yang tepat dengan yang memadai
merupakan modal yang utama mencegah dehidrasi. Cairan harus diberikan sedikit
demi sedikit dengan frekuensi sesering mungkin.5
Beberapa cara penanganan dengan menggunakan antibiotika yang spesifik
dan antiparasit, pencegahan dengan vaksinasi serta pemakaian probiotik telah
banyak diungkap di beberapa penelitian. Penatalaksanaan diare akut menurut
WHO terdiri dari rehidrasi (cairan oralit osmolaritas rendah), diet, zink, antibiotik
selektif (sesuai indikasi), dan edukasi kepada orang tua pasien.6
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Diare akut adalah buang air besar yang terjadi pada bayi atau anak yang
sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi 3 kali atau lebih per hari, disertai
perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah. Pada bayi yang
masih mendapat ASI tidak jarang frekuensi defekasinya lebih dari pada 3-4 kali
sehari, keadaan ini tidak dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis
atau normal. Kadang-kadang seorang anak defekasi kurang dari 3 kali sehari,
tetapi konsistensinya sudah encer, keadaan ini sudah dapat disebut diare.7,8
2.2 Epidemiologi
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal oral yaitu
melalui makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak
langsung tangan dengan penderita, atau barang-barang yang telah tercemar tinja
penderita atau tidak langsung melalui lalat. (melalui 4 F = finger, flies, fluid,
field).8
3
Faktro risiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara
lain : tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4-6 bulan pertama kehidupan
bayi, tidak memadainya persediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja ,
kurangnnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang
buruk, penyiapan dan peyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa faktor pada
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain ;
gizi buruk, imunodifisiensi, berkurangnnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor genetik.8
1. Faktor umur
2. Infeksi asimtomatik
4
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah
sub tropis, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musi panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
Didaerah tropis (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh roavirus dapat
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.8
2.4 Etiologi
Golongan bakteri :
5
1. Aeromonas hiprophilia
2. Bacillus cereus
3. Campylobacter jejuni
4. Clostridium perfringens
5. Clostridium defficile
6. Escherichia coli
7. Salmonella spp.
8. Shigella spp.
9. Staphylococcus aureus
10. Vibrio cholera
Golongan virus :
1. Astrovirus
2. Calcivirus
3. Enteric adenovirus
4. Coronavirus
5. Rotavirus
6. Norwalk virus
Golongan parasit :
1. Balantidium coli
2. Balstocystis homonis
3. Entamoeba histolityca
4. Giardia lamblia
5. Strongyloides stercoralis
6
atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi cairan dan makanan dengan baik.
Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak terserap/tercerna akan meningkatkan
tekanan koloid osmotic usus dan terjadi hiperperistaltik usus sehingga cairan
beserta makanan yang tidak terserap terdorong keluar usus melalui anus,
menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrient yang tidak
sempurna.8
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare
pada anak antara lain :
a. Kesulitan makan
b. Defek Anatomis
- Malrotasi
- Penyakit hischprung
- Short bowel syndrom
c. Malabsorpsi
- Defisiensi disakarida
d. Keracunan makanan
- Logam berat
e. Lain-lain
- Alergi susu sapi
- Penyakit Cronh
- Defisiensi imun
2.5 Patogenesis
Diare akut ialah diare pada bayi atau anak yang sebelumnya tidak
kelihatan sakit, kurang gizi (malnutrisi), atau menderita infeksi sistemik berat
(meningitis, sepsis, dan sebagainya). Mengingat patogenesis terjadinya diare
7
sangat berbeda dan berfarisasi dari satu penyebab ke penyebab lain. Disni hanya
akan dikemukaan secara garis besarnya saja.7
Virus, virus terbanyak penyebab diare adalah rotavirus selain adenovirus,
enterovirus, astrovirus, minirotavirus, calicivirusdan sebagainya. Garis besar
patogenesisnya sebagai berikut. Virus masuk kedalam traktus digestivus bersama
makanan dan atau minuman, kemudian berkembang biak di dalam usus setelah
itu virus masuk ke dalam epitel usus halus dan menyebabkan kerusakan bagian
apikal vili usus halus. Sel epitel usus halus bagian apikal akan diganti oleh sel
bagian kripta yang belum matang. Bentuk kuboid atau gepeng. Akibatnya sel-sel
epitel ini tidak dapat berfungsi untuk menyerap air dan makanan. Sebagai akibat
lebih lanjut akan teradi diare osmotik. Vili usus kemudian akan memendek
sehingga kemampuannya untuk menyerap dan mencerna makanan akan berkurang
pada saat inilah biasanya diare mulai timbul, setelah itu sel retikulum akan
melebar, dan kemudian akan terjadi infeksi sel limfoid dari lamina propria, untuk
mengatasi infeksi sampai terkadi penyembuhan.7
Bakteri, patogenesis terjadinya diare oleh karena bakteri pada garis
besarnya adalah sebagai berikut. Bakteri masuk kedalam traktus digestivus,
kemudian berkembang biak didalam traktus digestivus tersebut. Bakteri ini
kemudian mengeluarkan toksin yang akan merangsang epitel usus sehingga
terjadi peningkatan aktivitas enzim adenil siklase (bila toksin bersifat tidak tahan
panas, disebut labile toxin = LT) atau enzim guanil siklase (bila toksin bersifat
tahan panas disebut stabile toxin = ST). sebagai akibat peningkatan aktivitas
enzim-enzim ini akan terjadi peningkatan cAMP (cyclic Adenosine
monophospate) atau cGMP (cyclic Guanosine monophospate) yang mempunyai
kemampuan merangsang sekresi klorida, natrium dan air dari dalam sel ke lumen
usus serta mengahambat absorbsi natrium, klorida dan air dari lumen usus
kedalam sel. Hal ini akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik di dalam
lumen usus (hiperosmoler) kemudian akan terjadi hiperperistaltik usus untuk
mengeluarkan cairan yang berlebihan dalam lumen usus, sehingga cairan dapat
dialirkan dari lumen usus halus ke lumen usus besar (kolon). Dalam keadaan
normal, kolon orang dewasa dapat mnyerap sebayak 4100 mL cairan sehari karena
itu produksi atau sekresi cairan sebayak 4500 mL sehari belum menyebabkan
8
diare. Bila kemampuan penyerapan kolon berkurang, atau sekresi cairan pada
kolera melebihi kapasitas penyerapan kolon, maka akan terjadi diare. Pada kolera
sekresi cairan dari usus halus ke usus besar dapat mencapai 10 liter atau lebih
sehari. Oleh karena itu diare pada kolera biasanya sangat hebat, suatu keadaan
yang di sebut profus.7
9
lambung sekitar 2 liter sehingga seluruhnya kurang lebih berjumlah 9 liter perhari.
Cairan sebanyak ini sebagian besar akan diserap oleh jejenum sekitar 3-5 liter
perhari, ileum 2-4 liter dan usus besar 1-2 liter. Dengan demikian jumlah cairan
yang keluar bersama tinja hanya 100-200 mL sehari.7
Penyerapan cairan di usus halus, Dalam keadaan normal usus halus
mampu menyerap cairan sebanyak 7-8 liter sehari, sedangkan usus besar 1-2 liter
sehari. Penyerapan air oleh usus halus ditentukan oleh perbedaan antara tekanan
osmotik di lumen usus dan di dalam sel, terutama yang dipengaruhi konsentrasi
natrium.7
Penyerapan natrium ke dalam enterosit dapat melalui 3 cara yaitu 1)
berpasangan dengan ion klorida, atau bahan non-elektrolit seperti glukosa, asam
amino, peptida, dll 2) Pertukaran dengan ion H 3) pasif melalui ruang interseluler
(tight junction), yang dengan cara ini hanya sebagian kecil saja yang dapat
diserap.7
Setelah masuk ke dalam enterosil, Na ini akan dikeluarkan melalui enzim
Na-K-ATPase (terdapat dimembran basolateral) ke dalam ruang intraseluler dan
selanjutnya diteruskan ke dalam pembuluh darah di dalam ileum dan kolon, Cairal
Cl diserap melalui pertukaran dengan cairan bikarbonat.7
Sekresi cairan di usus halus, proses sekresi merupakan kebalikan proses
absorbsi. Penyerapan pasangan NaCL akan meningkatkan anion Cl di dalam sel
kripta dan pada waktu yang bersamaan Na akan dikeluarkand dari sel kripta
dengan bantuan enzim Na-k-ATPase. Sekresi Cl di dalam sel kripta dapat pula
ditingkatkan dengan adanya intracellurar messenger (berupa cyclic nucleotide,
misalnya cAMP, cGMP, yang dapat meyebabkan peninggian permeabilitas sel
kripta), sehingga Cl dengan mudah keluar ke lumen usus.7
Dalam keadaan normal usus besar dapat meningkatkan kemampuan
penyerapannya sampai 4400 liter sehari, bila terjadi sekresi cairan yang berlebihan
dari usus halus (ileosekal) bila cairan melebihi 4400 mL, maka usus besar tidak
mampu menyerap seluruhnya lagi, selebihnya akan dikeluarkan bersama tinja
maka terjadilah diare. Diare dapat juga terjadi karena terbatasnya kemampuan
penyerapan usus besar pada keadaan sakit, misalnya kolitis, atau terdapat
penambahan ekskresi cairan pada penyakit usus besar, misalnya karena virus,
disentri basiler, ulkus, tumor, dsb dengan demikian dapat dimengeri bahwa setiap
10
perubahan mekanisme normal absrobsi dan sekresi di dalam usus halus ataupun
usus besar (kolon), dapat menyebabkan diare, kehilangan cairan, elektrolit, dan
akhirnya dehidrasi.7
Secara garis besar diare dapat disebabkan oleh diare sekretorik, diare
osmotik, peningkatan motilitas usus, dan defisiensi imun terutama SIgA. Diare
yang disebabkan oleh infeksi bakteri yang mengasilkan toksin, baik LT maupun
ST, pada umumnya akan menyebabkan diare sekretorik. Toksin LT dan toksin
kolera akan meningkatkan aktifitas enzim adenil siklase di dalam enterosit,
sehingga produksi cAMP akan meningkat pula. Sifat cAMP ini adalah
merangsang sekresi cairan dan elektrolit di dalam sel kripta serta menghambat
absorbsinya. Sebagai akibatnya akan terjadi diare sekretorik yang hebat (masif,
profus).7
Makanan yang tidak diserap atau dicerna, misalnya laktosa (dari susu)
merupakan makanan yang baik bagi bakteri. Di dalam usus besar, laktosa ini akan
difermentasikan oleh bakteri anaerob menjadi molekul lebih kecil, misalnya H 2,
CO2, H2O, dsb, dan menyebabkan tekanan osmotik di dalam lumen usus
meningkat. Keadaan dalam lumen usus yang hiperosmoler ini kemudian akan
menyerap air dari intraseluler, diikuti peningkatan peristaltik usus
(hyperperistaltik), sehingga terjadi diare.7
Peristaltik usus dapat meningkat karena adanya zat makanan yang
merangsang, misalanya terlalu pedas, asam, terlalu banyak lemak, dan serat atau
dapat juga karena toksin dalam makanan yang akhirnya menyebabkan diare pula.7
Akhirnya, imunodefisiensi baik seluler maupun humoral, terutama
defisiensi SIgA di dalam lumen usus akan menyebabkan diare karena tidak
mampu usus untuk menetralisir enteropatogen dalam lumen usus. Bukan saja
bakteri, tetapi juga virus, parasit dan jamur dapat pula menyebabkan diare.7
Pengeluaran cairan selain melalui anus, dalam keadaaan normal juga
melalui ginjal berupa urin, melalui pori kulit berupa keringat dan melalui
pernapasan berupa uap air.7
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
11
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut : lama diare,
frekuensi, volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada/tidak lendir dan darah. Bila
disertai muntah : volume dan vrekuensinya. Kencing : biasa, berkurang, jarang
atau tidak kencing dalam 6-8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang
diberikan selama diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti :
batuk, pilek, otitis media, campak. Tidakan yang telah dilakukan ibu selama anak
diare : memberi oralit, membawa berobat kepuskesmas atau Rumah Sakit dan
obat-obatan yang diberikan serta riwayat imunnya.8
2. PemeriksaanFisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi
denyut jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari
tanda-tanda tambahan lainnya: ubun-ubun besar cekung, atau tidak. Mata :
cowong atau tidak, ada atau tidaknya air mata, bibir, mukosa mulut, dan lidah
kering atau basah.8
12
Tabel 1. Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003
13
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal
Penilaian A B C
Lihat :
Keadaan umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu, lunglai, atau
tidak sadar
Mata
Air mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Mulut dan lidah Ada Tidak ada Kering
Rasa haus Basah Kering
Minum biasa tidak *Haus, ingin minum *Malas minum atau
haus banyak tidak bisa minum
Periksa : turgor kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang
Bila ada 1 tanda
Bila ada 1 tanda
*ditambah 1 atau
*ditambah 1 atau
lebih tanda lain
lebih tanda lain
Terapi Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C
14
Tabel 3. Penentuan derajat dehidrasi berdasarkan sistem pengangkaan Maurice
King (1974)
Hasil yang ditetapkan pada penderita diberi angka 0, 1 dan 2 sesuai dengan
tabel dan kemudian dijumlahkan. Nilai 0-2 dehidrasi ringan, 3-6 dehidrasi sedang,
7-12 dehidrasi berat.
3. Laboratorium
Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah, kultur
dan tas kepekaan terhadap antibioktika.8
Tinja:
Pemeriksaan makroskopik :
15
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus,
protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.8
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoskin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. Histolytica, B.coli dan T.
Triciura. Apabila terdapat darah biasanya tercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi debgan E.histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk
didapatkan pada infeksi dengan salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan
Serongiloides.8
16
Mikrokopik : lekosit pada tinja Ivasive atau bakteri yang memproduksi
sitotoksin
Trophocoir, kista, oocysts, spora G.labblia, E.histolytika, Cryptosporidium,
I.belli, Cyclospora
Rhabditorm lava Stongyloides
Spiral atau basill garam (-) berbentuk S Camphylobacter jejuni
Kultur tinja : Standard e. coli, shigella, salmonella, camphylobacter
jejuni
Spesial Y. enterocolitica, V.cholerae,
parahaemolyticus, G. Difficile, E.coli
Enurym imunoassay atau latex aglutinasi O 157 : H7
Serotyping Rotavirus, G.lamblia, enteric adenovirus, C.
Difficile E.coli O 157 : H7, EHEC, EPEC
Latex aglutinasi setelah broth entrichiment Salmonella, shigella
Test yang dilakukan dilaboratorium riset Bakteri yang memproduksi toksin, EIEC,
EAEC, PCR, untuk genus yang virulen
Pemeriksaan mikroskopik :
17
prosedur ini leih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum
adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis,
strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica, dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoir biasanya
ditemukan pada tinja cair sedangkan kista menemukan kista amuba. Pemeriksaan
serial mungkin diperlukan oleh karena eksresi kista sering terjadi intermiten.
Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi anibodi
juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri
amuba akut dan maubiasis hati.8
2.8 Penatalaksanaan
Semua anak dengan diare, harus diperiksa apakah menderita dehidrasi dan
klasifikasikan status dehidrasi sebagai dehidrasi berat, dehidrasi ringan/
sedang (dan beri pengobatan yang sesuai). 9
18
Dehidrasi ringan sedang
Pemantauan9
Nilai kembali anak setiap 15-30 menit hingga denyut nadi radial anak
teraba. Jika hidrasi tidak mengalami perbaikan, beri tetesan infus lebih cepat.
Selanjutnya, nilai kembali anak dengan memeriksa turgor, tingkat kesadaran dan
kemampuan anak untuk minum, sedikitnya setiap jam, untuk memastikan bahwa
telah terjadi perbaikan hidrasi. Mata yang cekung akan membaik lebih lambat
dibanding tanda-tanda lainnya dan tidak begitu bermanfaat dalam pemantauan.
Jika jumlah cairan intravena seluruhnya telah diberikan, nilai kembali
status hidrasi anak.
Jika tanda dehidrasi masih ada, ulangi pemberian cairan intravena.
Dehidrasi berat yang menetap (persisten) setelah pemberian rehidrasi
intravena jarang terjadi; hal ini biasanya terjadi hanya bila anak terus
menerus BAB cair selama dilakukan rehidrasi.
Jika kondisi anak membaik walaupun masih menunjukkan tanda
dehidrasi ringan, hentikan infus dan berikan cairan oralit selama 3-4 jam
Jika anak bisa menyusu dengan baik, semangati ibu untuk lebih sering
memberikan ASI pada anaknya.
Jika tidak terdapat tanda dehidrasi, anjurkan ibu untuk menyusui
anaknya lebih sering. Lakukan observasi pada anak setidaknya 6 jam
sebelum pulang dari rumah sakit, untuk memastikan bahwa ibu dapat
meneruskan penanganan hidrasi anak dengan member larutan oralit.
Semua anak harus mulai minum larutan oralit (sekitar 5ml/kgBB/jam) ketika
anak bisa minum tanpa kesulitan (biasanya dalam waktu 34 jam untuk bayi, atau
12 jam pada anak yang lebih besar). Hal ini memberikan basa dan kalium, yang
mungkin tidak cukup disediakan melalui cairan infus. Ketika dehidrasi berat
berhasil diatasi, beri tablet zinc.
19
larutan oralit, dalam waktu 3 jam pertama di klinik saat anak berada dalam
pemantauan dan ibunya diajari cara menyiapkan dan memberi larutan oralit. 9
Diagnosis9
Jika anak memiliki dua atau lebih tanda berikut, anak menderita dehidrasi
ringan/sedang:
Gelisah/rewel
Haus dan minum dengan lahap
Mata cekung
Cubitan kulit perut kembalinya lambat
Perhatian: Jika anak hanya menderita salah satu dari tanda di atas dan salah satu
tanda dehidrasi berat (misalnya: gelisah/rewel dan malas minum), berarti anak
menderita dehidrasi ringan/sedang.
Tatalaksana9
Pada 3 jam pertama, beri anak larutan oralit dengan perkiraan jumlah sesuai
dengan berat badan anak (atau umur anak jika berat badan anak tidak
diketahui), seperti yang ditunjukkan dalam bagan rencana terapi B. Namun
demikian, jika anak ingin minum lebih banyak, beri minum lebih banyak.
Tunjukkan pada ibu cara memberi larutan oralit pada anak, satu sendok teh
setiap 1-2 menit jika anak berumur di bawah 2 tahun; dan pada anak yang
lebih besar, berikan minuman oralit lebih sering dengan menggunakan
cangkir.
Lakukan pemeriksaan rutin jika timbul masalah
Jika anak muntah, tunggu selama 10 menit; lalu beri larutan oralit lebih
lambat (misalnya 1 sendok setiap 2-3 menit)
Jika kelopak mata anak bengkak, hentikan pemberian oralit dan beri
minum air matang atau ASI.
Nasihati ibu untuk terus menyusui anak kapan pun anaknya mau.
Jika ibu tidak dapat tinggal di klinik hingga 3 jam, tunjukkan pada ibu cara
menyiapkan larutan oralit dan beri beberapa bungkus oralit secukupnya
kepada ibu agar bisa menyelesaikan rehidrasi di rumah ditambah untuk
rehidrasi dua hari berikutnya.
20
Nilai kembali anak setelah 3 jam untuk memeriksa tanda dehidrasi yang
terlihat sebelumnya.
(Catatan: periksa kembali anak sebelum 3 jam bila anak tidak bisa minum
larutan oralit atau keadaannya terlihat memburuk.)
Jika tidak terjadi dehidrasi, ajari ibu mengenai empat aturan untuk
perawatan di rumah
(i) beri cairan tambahan.
(ii) beri tablet Zinc selama 10 hari
(iii) lanjutkan pemberian minum/makan
(iv) kunjungan ulang jika terdapat tanda berikut ini:
- anak tidak bisa atau malas minum atau menyusu
- kondisi anak memburuk
- anak demam
- terdapat darah dalam tinja anak
Jika anak masih mengalami dehidrasi ringan/sedang, ulangi pengobatan
untuk 3 jam berikutnya dengan larutan oralit, seperti di atas dan mulai beri
anak makanan, susu atau jus dan berikan ASI sesering mungkin
Jika timbul tanda dehidrasi berat, lihat pengobatan terapi C
Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak
bisa minum oralit misalnya karena anak muntah profus, dapat diberikan
infus dengan cara: beri cairan intravena secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB
cairan Ringer Laktat atau Ringer asetat (atau jika tak tersedia, gunakan
larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :
Umur Pemberian 70 ml/kg selama
Bayi ( di bawah umur 12 bulan) 5 jam
Anak (12 bulan sampai 5 tahun) 21/2 jam
21
Diare
dengan
Dehidrasi
Berat
22
segera setelah anak membaik. Pada daerah yang sedang mengalami KLB kolera,
berikan pengobatan antibiotik yang efektif terhadap kolera.9
Diagnosis9
Jika terdapat dua atau lebih tanda berikut, berarti anak menderita dehidrasi berat:
Letargis atau tidak sadar
Mata cekung
Cubitan kulit perut kembali sangat lambat ( 2 detik)
Tidak bisa minum atau malas minum.
Mata cekung
Tatalaksana9
Anak dengan dehidrasi berat harus diberi rehidrasi intravena secara cepat yang
diikuti dengan terapi rehidasi oral.
Mulai berikan cairan intravena segera. Pada saat infus disiapkan, beri
larutan oralit jika anak bisa minum
Catatan: larutan intravena terbaik adalah larutan Ringer Laktat (disebut pula
larutan Hartman untuk penyuntikan). Tersedia juga larutan Ringer Asetat. Jika
larutan Ringer Laktat tidak tersedia, larutan garam normal (NaCl 0.9%) dapat
digunakan. Larutan glukosa 5% (dextrosa) tunggal tidak efektif dan jangan
digunakan.
Beri 100 ml/kg larutan yang dipilih dan dibagi sesuai Tabel 18 berikut ini.
Tabel. Pemberian cairan intravena bagi anak dengan dehidrasi berat
Dehidrasi berat9
23
Beri pengobatan antibiotic oral yang sensitive untuk strain Vibrio cholera,
di daerah tersebut. Pilihan lainnya adalah tetrasiklin, doksisiklin,
kotrimoksazol, eritromisin dan kloramfenikol.
Berikan zink segera setelah anak tidak muntah lagi
24
Terapi medikamentosa
a. Antibiotik
Antibiotika pada umumnya tidak diperlukan pada semua diare akut oleh
karena sebagian besar diare infeksi adalah rotavirus yang sifatnya self limited dan
tidak dapat dibunuh dengan antibiotika.8
25
Tabel 5. Antibiotik pada diare
Adsorben
Antimotilitas
26
Lebih dari itu dapat menyebabkan ileus paralitik yang berat yang dapat fatal atau
dapat memperpanjangn infeksi dengan memperlambat dliminasi dari organisme
penyebab dapat terjadi efek sedatif dosis normal. Tidak satupun dari obat-obatan
ini boleh diberikan pada bayi dan anak dengan diare.8
Bismuth subsalicylate
Kombinasi obat
c. Obat-obatan lain :
Anti muntah
Cardiac stimulan
27
Darah plasma atau plasma expander tidak diindikasikan untuk anak
dengan dehidrasi oleh karena diare. Yang dibutuhkan adalah pergantian dari
kehilangan air dan elektrolit. Walaupun demikian, terapi rehidrasi tesebut dapat
diberikan untuk penderita dengan hipovolemia oleh karena rejatan septik.8
2.9 Komplikasi
Hipernatremia
Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
menangandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na<130mol/L).
hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi
berat dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak
dengan hiponatremia. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan
28
koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakan Ringer Laktat atau Normal Saline. Kadar
Na Koreksi (mEq/L) = 125 kadar dalam8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam.
Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam.8
Hipokalemia
2.10 Pencegahan
2.11 Prognosis
29
Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung dan terapi
antimicrobial jika diindikasikan, prognosisi diare hasilnya sangat baik dengan
morbiditas dan mortalitas yang minimal. Penderita dipulangkan apabila ibu sudah
dapat/sanggup membuat/memberikan oralit kepada anak dengan cukup walaupun
diare masih berlangsung dan diare bermasalah atau dengan penyakit penyerta
sudah diketahui dan diobati.
BAB III
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
31
4. Perangin-angin, HMJ. 2014. Acute Diarrhea With Mild to Moderate
Dehydration e.c Viral Infection. Faculty of Medicine, Universitas
Lampung.
5. Dewantara, Easy Orient. Manajemen Terapi pada Diare Akut dengan
Dehidrasi Ringan-Sedang dan Muntah Profuse pada Anak Usia 22 Bulan.
Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung.
6. Yusuf, Sulaiman. 2011. Profil Diare di Ruang Rawat Inap Anak. Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah/Rumah Sakit
Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.
7. Tjokronegoro, Arjatmo, dkk. 2002.Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I.
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Jakarta.
8. Juffrie, Mohammad, dkk. 2012. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi
Jilid 1, Cetakan Ketiga IDAI. Jakarta.
9. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Pedoman bagi RS
Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. 2009.
32