Anda di halaman 1dari 9

BAB IV.

RENCANA PENGEMBANGAN PERTANIAN

4.1. U m u m

Tujuan pekerjaan SID Interkoneksi Daerah Irigasi di Kabupaten Muaro Jambi


(3.000 Ha) adalah mengembangkan dan memberikan fasilitas bagi peningkatan
aktivitas pertanian di daerah studi. Kegiatan ini juga harus sejalan dengan cara
pengembangan pertanian di daerah studi dengan meningkatkan produktivitas lahan,
terutama untuk memacu pertumbuhan produksi pangan, ataupun komoditi pertanian
lainnya serta perkebunan. Secara tidak langsung, hal ini diharapkan agar dapat
meningkatkan pendapatan petani, mendorong pertumbuhan sektoral, dan pembangunan
regional. Demi pencapaian tujuan tersebut, pengembangan pertanian di lokasi studi
perlu memperhatikan beberapa aspek, antara lain :
kesesuaian lahan untuk penggunaan komoditas tertentu, khususnya setelah
pembangunan fasilitas drainase
rencana peningkatan produksi pangan dan perkebunan
tingkat teknologi petani, dukungan kelembagaan, dan prospek pemasarannya.

4.2. Pengembangan Areal Persawahan

Areal persawahan yang ada seluas 1.186,90 Ha. Berdasarkan kondisi penggunaan lahan
eksisting, masih dimungkinkan untuk mengembangkan lahan persawahan berasal dari
semak belukar seluas 174,86 Ha, juga dimungkinkan dari sebagian (sekitar 50%) lahan
kebun campuran seluas 561,09 Ha. Dengan demikian areal persawahan diharapkan
menjadi 1.922,85 Ha. Terdapat areal rawa seluas 55,89 Ha, areal ini disarankan menjadi
areal resapan (retarding basin) dengan tujuan agar ketersediaan air di wilayah ini tetap
terjaga.

4-1
4.3. Potensi Tenaga Kerja Pertanian

Berdasarkan data penggunaan lahan eksisting pada Bab 3, areal persawahan yang ada
seluas 1.186,90 ha dan areal perkebunan (kelapa sawit dan karet) seluas 507,6 Ha. Areal
yang masih mungkin dikembangkan untuk persawahan adalah sebagian kebun campuran
dan semak belukar. Dengan demikian luas persawahan bisa menjadi 1.922,85 ha.
Sedangkan untuk komoditi perkebunan tidak akan dikembangkan. Seperti disebutkan
pada Bab 2, jumlah penduduk daerah studi (3 desa yang berada di Kecamatan Maro
Sebo, dan 6 desa di Kecamatan Jaluko) berdasarkan data statistik tahun 2016 adalah
15.044 jiwa, dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,44%/tahun. Potensi tenaga
kerja di daerah studi sebanyak 8.456 jiwa. Jika untuk menggarap areal yang demikian
luas (untuk persawahan dan perkebunan) maka jumlah tersebut mencukupi.

4.4. Komoditi yang mungkin Dikembangkan

Pada saat ini dan dalam jangka pendek ke masa mendatang, komoditi yang bisa
dikembangkan umumnya dipilih berdasarkan faktor ekonomi dan untuk pemenuhan
kebutuhan keluarga petani. Namun untuk jangka panjang selanjutnya pemilihan komoditi
juga diarahkan untuk meningkatkan produksi komoditas yang bernilai komersial. Faktor
penunjang yang harus diperhatikan untuk pengembangan tersebut adalah kesesuaian
lahan, aspek agroklimatologi, dan teknis agronomi, serta penggunaan komoditi eksisting
oleh petani. Beberapa jenis komoditi tanaman cukup berpotensi untuk diusahakan di
daerah studi, antara lain :
Tanaman pangan, palawija dan hortikultura.
Tanaman pangan : padi unggul
Palawija, meliputi : jagung, kedelai, kacang hijau
Sayuran, meliputi : cabe rawit, kacang panjang, mentimun
Tanaman tahunan/perkebunan dan buah-buahan didasarkan pada kondisi eksisting.
Tanaman perkebunan : kelapa sawit, kelapa, karet
Tanaman buah : nenas, jeruk, pisang

4.3.1. Tanaman Pangan, Palawija dan Hortikultura

Pemilihan komoditi untuk usahatani tidak terlepas dari seleksi kondisi alam dengan
penyesuaian terhadap alam di sekitarnya. Penduduk di daerah studi telah memilih sendiri
komoditi yang bisa dikembangkan sesuai dengan seleksi alam tersebut. Dari hasil

4-2
evaluasi kesesuaian lahan, areal lahan yang dianggap sesuai potensial untuk
pengembangan pertanian tanaman pangan khususnya padi adalah di daerah rawa yang
sering tergenang, seperti di tepian sungai. Sedangkan untuk tanaman palawija adalah
pada lahan yang relatif jarang tergenang, atau kering pada waktu musim kemarau.
Pengembangan tanaman pangan difokuskan untuk peningkatan produktivitas dan
kualitas produk, serta memperbanyak variasi produk, seperti palawija dan sayuran
sebagai selingan.
Pengembangan komoditi pangan harus disesuaikan dengan kendala di lokasi, yakni
dengan penggunaan varietas-varietas yang toleran terhadap genangan dan defisiensi
hara terutama pada kondisi penggunaan lahan sekarang. Beberapa hasil penelitian
Kementerian Pertanian telah membuktikan bahwa beberapa varietas unggul seperti
Ciherang, IR-42, Impara-3, cocok untuk dikembangkan pada areal ini. Dari beberapa
varietas tersebut, dipilih beberapa galur yang dipandang relatif sesuai dengan kondisi
lokasi, diutamakan memiliki ciri-ciri berproduksi tinggi dan berkualitas baik, tahan
terhadap keracunan Al, pH rendah, dan serangan hama penyakit (blast, wereng coklat,
bakteri busuk). Bagi daerah studi varietas padi yang diusulkan adalah Impara-3 dan IR-
42 yang berumur produksi 110 - 120 hari, dengan potensi produksi 5,5 ton/ha. Untuk
varietas jagung dipilih Hibrida IPB 4 dan Arjuna yang tahan terhadap penyakit bulai dan
mampu berproduksi sampai 5,8 ton/ha dan 4 ton/ha.

4.3.2. Tanaman Tahunan/Perkebunan

Seperti diuraikan di atas, areal perkebunan hanya membutuhkan jaringan tata air yang
memadai sehingga tidak akan dikembangkan. Namun tidak menutup kemungkinan bila
penduduk menginginkan pengembangan tanaman perkebunan. Adapun jenis tanaman
tahunan yang saat ini sudah teruji cukup toleran dengan kondisi lahan di daerah studi
adalah kelapa sawit, sesuai dengan penggunaan lahannya, sebagian besar adalah untuk
tanaman kelapa sawit, kemudian kelapa, yang merupakan tanaman perkebunan yang
diusahakan oleh rakyat.

4.4. Teknologi Budidaya

Lahan di daerah studi merupakan rawa lebak yang memiliki keragaman sifat tanah dan
lingkungan yang tinggi. Hal itu memberikan konsekuensi terhadap perlunya teknologi
budidaya yang spesifik lokasi. Teknologi yang diterapkan pada suatu lokasi bisa saja
menimbulkan kerusakan terhadap lahan dan lingkungannya, namun pada lokasi lainnya

4-3
tidak terjadi. Keragaman karakteristik lahan menimbulkan kendala dan cara
penanggulangan yang berbeda-beda sehingga teknologi yang diterapkan mengacu pada
sifat spesifik lokasi. Dalam penerapan teknologi spesifik lokasi kendala yang dihadapi
menyangkut aspek biofisik, aspek sosial ekonomi suatu lokasi perlu dipertimbangkan.
Ada teknologi yang secara teknis mudah dan secara ekonomi menguntungkan namun
tidak diminati oleh petani karena tidak dapat diterima menurut tatanan sosial budaya
setempat. Beberapa proyek pertanian yang dinilai cukup berhasil selama proyek
berlangsung, tetapi setelah selesai petani kembali kepada teknologi semula. Hal ini
menunjukkan bahwa adopsi teknologi yang telah dirakit dan dianjurkan belum dapat
diterima petani.

4.4.1. Teknologi pada Tanaman Semusim

A. Olah Tanah

Untuk memperoleh media tanam yang sesuai dan akan memberikan produksi yang
optimal maka pengolahan tanah harus dilakukan secara tepat. Pada awalnya dilakukan
pembersihan rumput/gulma baik secara manual maupun dengan bahan kimia herbisida,
selanjutnya dilakukan pencangkulan. Sisa-sisa tebasan dibenamkan ke dalam tanah dan
disebarkan secara merata ke areal pertanaman, karena sisa tanaman tersebut bisa
berfungsi sebagai mulsa, pupuk hijau, dan sekaligus mengurangi kemasaman tanah.
Pembakaran sisa-sisa tebasan pada areal bergambut tidak diperkenankan, karena bisa
menyebabkan kebakaran, dan pengikisan bahan organik. Namun di daerah studi
sebagian kecil telah digunakan traktor tangan untuk pengolahan lahan sawah.

Pematang sawah sangat diperlukan, disamping berfungsi sebagai batas kepemilikan


lahan, pematang juga merupakan tanggul air di sawah sehingga air tidak bocor ke areal
lain. Dengan adanya pematang, upaya pemupukan dapat dilakukan lebih efisien, karena
air yang mengandung pupuk tidak menyebar kemana-mana. Pematang juga dapat
dipakai sebagai jalan usahatani di lahan persawahan.

B. Sarana Produksi

Sarana produksi yang dianjurkan penggunaannya secara intensif dan efisien adalah
pupuk, baik dalam jumlah penggunaan maupun cara aplikasinya. Cara pemupukan
dengan melakukan penyebaran di antara tanaman padi memang umum dilakukan oleh
para petani. Tetapi hal tersebut tidak dianjurkan, karena memungkinkan hilangnya
pupuk tersebut karena terbawa aliran permukaan (run-off) ataupun infiltrasi pada lahan-

4-4
lahan yang bergambut. Pemupukan padi sebaiknya dilakukan dengan larikan, lebih baik
pemberian pupuk 3-4 kali selama masa tanam akan lebih efektif, yakni saat tanam, umur
30 hari dan umur 60 hari untuk pertanaman.
Tabel 4.1. Rekomendasi Sarana Produksi untuk usahatani di daerah studi
Komoditi Bibit Pupuk (kg)
No
Usahatani (kg) Urea TSP KCl
1. Padi 50 200 200 100
2. Jagung 25 90 150 150
3. Kacang tanah 50 50 150 150
Sumber : Hasil estimasi

C. Pemeliharaan Tanaman

Kegiatan pemeliharaan tanaman berupa pemupukan seperti diuraikan di atas,


penyiangan gulma dan pengendalian hama penyakit tanaman. Hama yang menyerang
tanaman merupakan kendala penting dalam pengembangan pertanian di semua areal
persawahan termasuk lahan rawa. Berdasarkan pengamatan dan informasi penduduk,
hama pertanian seringkali berasal dari lingkungan semak belukar yang terdapat di
sekitarnya. Dari informasi dan pengamatan, jenis-jenis hama yang cukup penting di
daerah studi antara lain : tikus, penggerek batang, dan burung.

Untuk mengatasi serangan hama pertanian di daerah studi, disarankan diatasi secara
terpadu, yakni secara fisik/mekanis, agronomis, dan aspek kimiawi. Penanggulangan
hama secara fisik dilakukan dengan mengatasinya secara langsung, yakni dengan
memberantas hama yang ada atau membersihkan daerah sumber hama.
Penanggulangan hama secara fisik/mekanis antara lain : pemburuan (gropyokan),
umumnya hama tikus, sanitasi/pemberantasan sarang hama, pemusnahan tumbuhan
inang (tumbuhan sebagai sarang hama) atau tumbuhan yang terserang hama dan
pemagaran untuk hama yang secara fisik cukup besar ukurannya

Penanganan hama secara agronomis dilakukan dengan cara pengelolaan budidaya


tanaman yang tepat, sehingga dapat mencegah resiko serangan hama/ penyakit secara
meluas. Adapun cara-cara yang dapat dilakukan, diantaranya varietas tanaman yang
digunakan toleran terhadap hama dan penyakit, pergiliran tanam, sehingga memutuskan
siklus hidup hama yang ada dan penanaman diusahakan serentak.

Penanggulangan hama secara kimiawi bisa dilaksanakan dengan cara penggunaan


insektisida, pestisida maupun fungisida yang disarankan. Dalam pemilihan obat
pemberantas hama dan penyakit yang terpenting adalah yang sesuai dengan tingkat
serangan, hama yang akan diberantas, dan dosis yang diperlukan. Penanganan hama

4-5
secara kimiawi agar dibatasi dan diperlukan jika terdapat indikasi serangan hama yang
dianggap serius dan harus disesuaikan dengan dosis yang direkomendasikan. Namun
akan lebih baik jika petani lebih memilih insektisida organik yang sekarang telah banyak
dikembangkan oleh petani sendiri berdasarkan pengalamannya. Hal ini akan menghemat
biaya dan lebih ramah terhadap lingkungan. Untuk itu peranan PPL akan sangat
diperlukan dalam memberikan bimbingan kepada petani.

4.4.2. Pendapatan Petani

Petani padi di daerah studi umumnya tidak menjual hasil panen padinya, karena
umumnya hanya cukup untuk kebutuhan keluarga. Panen padi yang hanya sekali
setahun untuk memenuhi kebutuhan keluarga selama setahun. Namun untuk keperluan
perhitungan diasumsikan nilai jual padi yang dihasilkan. Berdasarkan hasil wawancara
dengan para petani di daerah studi diperoleh data tentang usahatani pada sawah
mereka yang meliputi penggunaan bibit, penggunaan sarana produksi, obat
pemberantas hama, penggunaan tenaga kerja hingga ke produksi per ha yang dicapai,
termasuk harga-harga sarana dan tenaga kerja tersebut. Dari data tersebut setelah
diambil rata-ratanya kemudian disusun ke dalam tabel analisis usahatani untuk keadaan
saat ini. Untuk keadaan yang akan datang ketika jaringan tata air telah berkembang
merupakan hasil analisis. Pendapatan petani di daerah studi saat ini berdasarkan analisis
tersebut adalah Rp. 1,305 juta rupiah/ha. Jika dibandingkan keadaan dengan proyek,
pendapatan petani terlihat meningkat dalam kurun waktu semusim, yakni bisa mencapai
Rp. 12,15 juta, seperti terlihat pada Tabel 4.2. Bila intensitas pertanaman (IP) bisa
meningkat paling tidak menjadi 200% dalam setahun maka akan terlihat peningkatan
produksi dan pendapatan petani di daerah studi. Oleh karena itu para petani sangat
mengharapkan pengadaan jaringan tata air untuk segera direalisasikan.

4-6
Tabel 4.2. Analisis usahatani padi sawah varietas unggul per musim di daerah studi
Saat Ini Tanpa Proyek Saat Nanti Dengan Proyek
No Faktor Produksi Satuan Jumlah Satuan Biaya Jumlah Satuan Biaya
Biaya (Rp) (Rp) Biaya (Rp) (Rp)

1. Benih kg 40 6.000 240.000 30 7.500 225.000

2. Pupuk :
- Urea Kg - - - 200 2.100 420.000
- TSP/SP-36 Kg - - - 200 2.200 440.000
- KCl Kg - - - 100 3.000 300.000

3. Obat - obatan
- Insektisida Liter - - - 3 75.000 225.000
- Herbisida Liter 4 40.000 160.000 4 60.000 240.000

4. Tenaga Kerja
4.1. Olah tanah
- Borong mesin - - 800.000 - - 1.000.000
- Orang Sewa Org hari - - -
- Orang Keluarga Org hari 2 - -
4.2. Tanam
- Cabut Bibit Org hari 3 65.000 195.000 5 70.000 350.000
- Borong - -
- Orang Sewa Org hari 20 65.000 1.300.000 20 70.000 1.400.000
- Orang Keluarga Org hari
4.3. Penyiangan
- Orang Sewa Org hari - - - 5 70.000 350.000
- Orang Keluarga Org hari - - - 2
4.4. Pemupukan
- Orang Sewa Org hari - - - 3 70.000 210.000
- Orang Keluarga Org hari - - - 1 -
4.5. Penyemprotan
- Orang Sewa Org hari - - - 3 70.000 210.000
- Orang Keluarga Org hari 1 - 1 -
5. Panen+rontok
- Orang Sewa Org hari - - - 30 70.000 2.100.000
- Orang Keluarga Org hari 4 - - 2 -
6. Pengeringan, packing - - 4 70.000 280.000
7. Transport - - - 100.000

Jumlah Pengeluaran 2.695.000 7.850.000


Produksi (ton/Ha ) 1,00 4.000 4.000.000 4,0 5.000 20.000.000
Pendapatan Bersih/Ha 1.305.000 12.150.000
Sumber : Hasil Perhitungan, 2016

4.5. Sistem Tata Air

Di daerah studi petani merasa terganggu dengan seringnya terjadi banjir/air berlebihan
atau luapan dari alur-alur sungai yang ada yang mengakibatkan gagal panen atau
tanaman kelapa sawit yang rusak. Dengan demikian jaringan tata air sangat diharapkan
oleh masyarakat, khususnya para petani, baik petani tanaman pangan maupun petani
perkebunan. Bilamana jaringan tata air telah dibangun, pengelolaan air di lahan rawa
harus bersifat terpadu karena dampak yang ditimbulkan dari penerapan suatu sistem

4-7
pengelolaan di suatu wilayah dapat mencapai wilayah di sekitarnya dengan radius yang
cukup luas dalam suatu wilayah penampungan. Hal ini karena suatu kawasan rawa dapat
diidentikkan dengan suatu daerah aliran sungai, yang mempunyai keterkaitan antaran
suatu wilayah hulu dengan hilirnya, walaupun dalam suatu dataran dengan kemiringan
topografi yang sama.

Lahan rawa adalah bersifat dinamis dan labil. Perubahan suatu wilayah dapat
berpengaruh terhadap wilayah sekitarnya yang berada dalam suatu kawasan aliran
sungai. Saling mempengaruhi antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya dalam
hubungannya dengan pengelolaan air adalah karena gerakan atau rembesan air secara
horisontal cukup besar. Kecepatan rembesan secara horisontal ini lebih besar pada lahan
gambut daripada lahan mineral aluvial.

Kegiatan penggalian di lahan rawa lebak untuk saluran-saluran primer, sekunder dan
tersier dapat mengakibatkan terjadinya drainase yang berlebihan pada wilayah tertentu
sehingga mengalami penurunan permukaan air tanah dan kekeringan air yang dapat
menurunkan produktivitas lahan. Oleh karena itu, pada musim kemarau apabila tingkat
drainase lahan tidak dapat dikendalikan akan terjadi kecenderungan kekeringan. Guna
merehabilitasi lahan, maka diperlukan pebaikan atau pembutan saluran-saluran dan
pintu-pintu pengatur air serta mempertahankan tanah subsiden secara berlebihan.

4.6. Rencana Pengembangan Kelembagaan

Kelembagaan yang diperlukan adalah yang berkaitan dengan pertanian, pengairan dan
perdagangan. Di daerah studi telah dibentuk kelompok tani, terdapat 39 kelompok tani
pada 6 desa di daerah studi (termasuk ke dalam 2 kecamatan) dengan jumlah anggota
1.212 orang petani dan areal layanan seluas 1.052 Ha. Dari areal tersebut maka seorang
anggota kelompok tani rata-rata menggarap 0,87 Ha. Keberadaan kelembagaan tersebut
merupakan modal yang cukup untuk meningkatkan usaha pertanian di daerah studi.
Namun masih perlu ditingkatkan lagi pelaksanaan operasinya. Kelompok tani diperlukan
untuk kepentingan petani dalam rangka pembelajaran, penyerapan teknologi, kerjasama
dalam dan antar kelompok, dan sebagainya. Kelompok tani yang ada masih harus
ditingkatkan kualitasnya dengan memberikan pembelajaran dan peran aktif dalam
pengembangan pertanian, termasuk pengembangan daerah rawa ini.
Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sebagai mediator aktif untuk pengembangan
teknologi pertanian, diperlukan minimum seorang untuk tiap desa tergantung jumlah
kelompok tani yang ada. Keahlian PPL tersebut adalah bidang tanaman pangan,

4-8
perkebunan, hama penyakit tanaman, perikanan, atau setiap bidang keahlian diperani
oleh seorang PPL. Kerjasama yang erat antara PPL dengan kelompok tani akan
menentukan keberhasilan pengembangan pertanian di daerah tersebut.
Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) adalah kelembagaan yang berkaitan dengan
pengairan, saat ini belum ada. Oleh karena itu, jika prasarana pengairan telah beroperasi
dengan baik perlu dibentuk P3A, perlu dikembangkan lebih jauh untuk penanganan
masalah pengairan dan sekaligus juga dipersiapkan untuk dapat melaksanakan kegiatan
operasi dan pemeliharaan (O & P) jaringan pengairan tersebut secara mandiri. Dengan
demikian petani dapat mengorganisir ketersediaan air, pemanfaatannya secara adil di
antara anggota, menyelesaikan permasalahan dan kendalanya secara mandiri.

Koperasi baik KUD maupun koperasi lain merupakan lembaga penunjang pertanian yang
terkait dengan pemasaran produk. KUD masih perlu dikembangkan di setiap desa. KUD
ini diharapkan ikut berperan aktif dalan penyaluran sarana produksi pertanian (saprotan)
dan membantu bidang pemasaran produk pertanian. Sebagai penyalur saprotan dan
pengumpul produk pertanian, KUD akan sangat membantu dan bahkan menguntungkan
petani bila harga produknya cukup memadai bagi petani. Tanpa adanya KUD pemasaran
produk milik petani sering mengalami kendala karena adanya para tengkulak yang sering
mempermainkan harga produk. Tengkulak bahkan mendatangi petani secara langsung di
lahannya. Karenanya akan sangat membantu jika KUD juga berperan aktif membantu
transportasi hasil pertanian, langsung dari lahan petani.

Disamping KUD, juga diperlukan lembaga pemasaran, sistem pemasaran, pelayanan


informasi atau lembaga penyuluhan, lembaga keuangan pedesaan termasuk lumbung
desa, bank pemerintah penyedia kredit (BRI), bank informal seperti bank perkreditan
rakyat (BPR), dan yang bersifat non formal seperti rentenir. Lembaga perkreditan yang
sifatnya nonformal seperti rentenir dan sejenisnya sering dipermasalahkan karena
memberikan tingkat bunga pinjaman yang tinggi dan sangat merugikan petani. Namun
karena prosedurnya yang mudah, tidak berbelit-belit dibandingkan dengan lembaga-
lembaga formal, sebagian petani masih memanfaatkan jasa ini.

4-9

Anda mungkin juga menyukai