Anda di halaman 1dari 30

TUGAS KELOMPOK ANALISIS JURNAL

EVALUATION OF THE EFFECTIVENESS


OF MANUAL AND AUTOMATED DIALYZERS REPROCESSING
AFTER MULTIPLE REUSES

Disusun Oleh :
1. Arum Tirta Ratnasari
2. Yunita Andryani
3. Erwin Dwi Herawati
4. Wahyu Ardiyanto

KELOMPOK F

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN DIALISIS DOKTER DAN PERAWAT


RS UGM YOGYAKARTA
2016
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak awal penggunaannya pada tahun 1960an, dialyzer telah menjadi
kontroversi para ahli ginjal sampai saat ini (Depner, 2009). Pemakaian berulang
dialyzer mempunyai beberapa keuntungan antara lain ekonomis (Sullivan, 2010),
menghindarkan pasien dari first-use syndrome yaitu reaksi alergi ketika pemakaian
pertama dialyzer, serta kemampuan untuk digunakan sebagai dialyzer high-flux
(Bond et al., 2011). Dialyzer high-flux atau dialyzer dengan efisiensi tinggi adalah
dialyzer yang mempunyai pori-pori besar sehingga dapat melewatkan molekul yang
lebih besar, dan mempunyai permeabilitas terhadap air yang tinggi (Davenport,
2008). Akan tetapi penggunaan dialyzer berulang juga memiliki beberapa risiko,
antara lain keracunan zat pembersih (Upadhyay et al., 2007), bakterimia, hingga
sepsis (Thomson, 2007). Dialyzer termasuk critical medical equipment yaitu alat
medis yang berhubungan langsung dengan sistem peredaran darah pasien sehingga
berisiko tinggi menyebabkan infeksi apabila terkontaminasi dengan
mikroorganisme (Centers for Disease Control and Prevention, 2008). Oleh
karena itu, diperlukan prosedur sterilisasi yang tepat untuk menghindari adanya
infeksi.
Sterilisasi dialyzer yang kurang sempurna dapat menyebabkan adanya
bakterimia yang memicu proses inflamasi pada tubuh pasien (Raharjo, 2010).
Pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki status imunitas yang rendah
sehingga proses inflamasi ini dapat menimbulkan komplikasi lebih lanjut seperti
kelainan kardiovaskuler dan sepsis (Hannula, 2009). Oleh karena itu, sterilisasi
alat yang sempurna menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh para tenaga medis
yang menangani hemodialisis (Elamin et al., 2011).
Rumah Sakit ini menggunakan dua jenis sterilisasi dialyzer yaitu secara
manual dan secara otomatis. Perbedaan jenis sterilisasi ini terdapat pada paparan
manusia dan bahan antimikrobanya. Namun, baik prosedur sterilisasi manual
maupun otomatis belum pernah dilakukan uji efektivitas terkait sterilisasi. Oleh
karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian uji efektivitas dan
pembandingan antara keduanya sehingga dapat digunakan sebagai acuan
penetapan kebijakan yang tepat untuk menjaga sterilitas dialyzer dan mencegah
terjadinya transmisi mikroorganisme yang menyebabkan infeksi.
B. Perumusan Masalah
1. Apakah sterilisasi dialyzer baik sterilisasi manual maupun otomatis sudah
efektif ?
2. Apakah terdapat perbedaan efektivitas sterilisasi dialyzer antara sterilisasi
manual dan sterilisasi otomatis di Rumah Sakit ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui efektivitas sterilisasi dialyzer baik sterilisasi manual
maupun otomatis.
2. Untuk mengetahui perbedaan efektivitas sterilisasi antara sterilisasi dialyzer
manual dan sterilisasi dialyzer otomatis di Rumah Sakit

D. Manfaat
1. Manfaat teoritis
Diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan bukti empiris mengenai
perbedaan efektivitas sterilisasi antara sterilisasi manual dan otomatis.
2. Manfaat aplikatif
Diharapkan dapat dijadikan referensi mengenai tindakan sterilisasi dialyzer di
Rumah Sakit
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses membunuh semua mikroorganisme termasuk
spora bakteri dalam suatu sediaan (Levinson, 2010). Sterilisasi dapat dilakukan
dengan menggunakan pemanasan, iradiasi, filtrasi, dan bahan- bahan kimia
baik dalam bentuk cairan maupun gas (Goering et al., 2008). Sterilisasi sangat
penting untuk menjamin tidak ada bakteri patogen yang bertransmisi ke tubuh
pasien (Center for Disease Control and Prevention, 2008).
2. Hemodialisis
a. Pengertian
Hemodialisis adalah sebuah terapi medis. Kata ini berasal dari kata
haemo yang berarti darah dan dialysis sendiri merupakan proses difusi antar
molekul dalam suatu larutan melewati sebuah membran permeabel
(Himmelfarb dan Ikizler, 2010).
b. Tujuan
Tujuan utama dari terapi hemodialisis adalah untuk memulihkan
keadaan cairan intraseluler dan ekstraseluler yang merupakan fungsi kerja
ginjal normal (Himmelfarb dan Ikizler, 2010).
c. Prinsip Hemodialisis
Prinsip kerja hemodialisis adalah menempatkan darah
berdampingan dengan cairan dialisat atau pencuci yang dipisahkan oleh
suatu membran atau selaput semipermeabel. Terdapat 3 peristiwa penting
yang mendasari kerja hemodialisis dengan memanfaatkan sifat fisika air,
yaitu difusi, osmosis dan ultrafiltrasi (Daugridas dan Ing, 2000). Dalam
hemodialisis terjadi difusi antara urea dalam darah ke dalam dialisat dan
transpor beberapa larutan seperti bikarbonat dari dialisat ke dalam darah.
Konsentrasi larutan dan berat molekul adalah faktor penentu kecepatan
difusi. Molekul kecil seperti urea dapat berdifusi secara cepat, sementara
itu molekul yang lebih besar seperti fosfat, mikroglobulin 2, dan albumin
akan lebih lambat kecepatan difusinya (Himmelfarb dan Ikizler, 2010).
Air yang berlebihan dikeluarkan dalam tubuh melalui proses
osmosis. Osmosis dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien
tekanan, gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan
negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Dalam
ultrafiltrasi tidak terjadi perubahan konsentrasi cairan karena tujuan
utamanya adalah mengurangi kelebihan cairan tubuh (Daugridas dan Ing,
2000; Himmelfarb dan Ikizler, 2010).
d. Jenis Hemodialisis
Hemodialisis memerlukan sebuah mesin dialisis dan sebuah
Filterkhusus yang dinamakan dialyzer (suatu membran
semipermeabel) yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan
darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak
diperlukan tubuh (Daugridas dan Ing, 2000).Berdasarkan jenis
dialyzernya, hemodialisis dibagai menjadi 2 yaitu: hemodialisis dengan
dialyzer sekali pakai dan hemodialisis dengan dialyzer pemakaian
berulang (Upadhyay et al., 2007).
e. Sistem Hemodialisis
Dari segi praktis, sistem hemodialisis dibagi menjadi 3 bagian
utama yaitu:
1) Sistem sirkulasi darah
Sistem sirkulasi darah terdiri dari beberapa komponen, antara
lain: pemantau tekanan, tabung darah (blood tubing), pompa darah,
pompa heparin, detektor kebocoran, dan klem.

Gambar 1. Sistem Sirkulasi Darah


Pada kebanyakan pasien, sebelum diterapi hemodialisis,
dilakukan A-V Shunts terlebih dahulu. A-V shunts adalah pemasangan
cannula di pembuluh darah lengan atau kaki (Scribner Shunt), darah
akan masuk ke dalam sistem sirkulasi menuju ginjal buatan dengan
kecepatan rata-rata 200-300 ml/menit sesuai dengan kebutuhan pasien
(Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2003). Sirkulasi dibantu oleh
pompa darah yang berputar memijat pipa saluran darah (Armiyati,
2009). Sebuah pompa darah biasanya mempunyai dua penggulung,
penggulung tersebut saling berkesinambungan menekan darah dan
mendorong darah melewati pipa. Kecepatan putaran pompa dapat
diatur sesuai kebutuhan kecepatan aliran darah (Misra, 2005). Selama
proses hemodialisis, diinfuskan heparin untuk mencegah terjadinya
pembekuan darah (Besarab dan Pandey, 2011).
Setiap mesin hemodialisis juga dilengkapi oleh detektor
kebocoran. Detektor ini berfungsi untuk memantau dan mencegah
terjadinya emboli udara. Detektor ini diletakkan di sebelah distal
pemantau tekanan vena. Komponen terakhir dari sistem sirkulasi
darah adalah klem. Klem akan menutup secara otomatis ketika listrik
mati atau terjadi konsleting (Misra, 2005).

2) Ginjal buatan (Dialyzer)

Dialyzer adalah suatu alat berupa tabung atau lempeng,


terdiri dari kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang
dibatasi oleh membran semipermeabel (Singh dan Brenner, 2005).
Darah dialirkan pada satu sisi dan dialisat pada sisi yang berbeda.
Tekanan transmembran dapat disesuaikan dengan mengatur kecepatan
aliran darah dan dialisat (Himmelfarb dan Ikizler, 2010). Di dalam
dialyzer terjadi proses pencucian darah melalui proses
difusi dan ultrafiltrasi, sehingga dihasilkan darah yang tidak lagi
mengandung zat-zat sampah. Material membran dialyzer dapat terbuat
dari sellulose, sellulose yang disubsitusi, cellulosynthetic, synthetic
(Locatelli et al., 2008). Spesifikasi dialyzer dinyatakan dengan
Koefisien permeabilitas air (Shirazian et al., 2012).
Dialyzer ada yang memiliki efisiensi tinggi atau high flux
dan efisiensi rendah atau low flux. Dialyzer high flux adalah dialyzer
yang mempunyai pori-pori besar yang dapat melewatkan molekul
yang lebih besar dan mempunyai permeabilitas terhadap air yang
lebih tinggi daripada low flux (Himmelfarb dan Ikizler 2010).

Gambar 2. Dialyzer

3) Sistem sirkulasi dialisat


Dialisat adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit
utama dari serum yang dipompakan melewati dialyzer ke darah
pasien. Cairan dialisat terdiri dari asetat dan bikarbonat. Komposisi
cairan dialisat dibuat agar mirip dengan komposisi ion darah normal
dan mempunyai tekanan osmotik yang sama dengan darah (Armiyati,
2009). Fungsi dialisat adalah mengeluarkan dan menampung cairan
serta sisa-sisa metabolisme dari tubuh, serta mencegah kehilangan zat-
zat vital dari tubuh selama proses hemodialisis berlangsung
(Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2003). Oleh karena itu, dialisat
harus diperhatikan suhu, konsentrasi, kecepatan aliran, tekanan, serta
tingkat sterilitasnya agar pasien mendapat elektrolit dan membuang
zat-zat sisa dengan kadar yang tepat (D
eOreo, 2009).
Gambar 3. Sistem Sirkulasi Dialisat

Sistem dialisat mempunyai beberapa proses yang berguna


dalam menunjang fungsi dialisat, diantaranya adalah:
a) Pemanasan
Pemanasan bertujuan untuk meningkatkan suhu air(bukan
dialisat) agar mendekati suhu tubuh manusia dan menguapkan air
dingin. Pemanasan ini juga bertujuan untuk meningkatkan
percampuran air tersebut dengan dialisat.
b) Pencampuran
Tahap ini berfungsi untuk memastikan ketepatan
pencampuran antara air yang sudah dipanaskan dengan cairan
dialisat sehingga tercipta cairan dialisat dengan komposisi, suhu,
dan daya konduksi yang tepat. Cairan dialisat terdiri dari asam
klorida dari natrium, kalium, kalsium, magnesium dan asetat serta
natrium bikarbonat dan natrium klorida.
c) Pemantauan
1) Pemantauan pH
Alat ini memantau rasio antara HCO3- dan H2CO3 ada dialisat.
Keasaman yang direkomendasikan adalah 6,8 sampai 7,6.
Akan tetapi, tidak semua alat hemodialisis dilengkapi oleh
pemantau keasaman.
2) Pemantauan suhu
Pemantau suhu adalah sensor suhu yang berada di dekat
dialyzer. Suhu yang digunakan biasanya antara 35 sampai 420C.
Dialisat bersuhu rendah biasanya digunakan apabila terjadi
hipotensi selama proses hemodialisis berlangsung.
3) Pemantauan kekentalan
Pemantau ini memastikan bahwa dialisat berada
dalam rasio yang tepat antara air dan konsentrat. Satuan
kekentalan adalah milisiemen per sentimeter. Kisaran
normalnya antara 12 hingga 16 mS/cm.
(4) Desinfeksi
Semua bagian dari sistem dialisat harus melalui proses
desinfeksi. Waktu yang cukup untuk desinfeksi dapat
membunuh bakteri secara efektif.

3. Dialyzer Pemakaian Berulang


a. Pengertian
Selama proses hemodialisis berlangsung, dialyzer atau ginjal
buatan dialiri oleh cairan dan zat-zat sisa metabolisme dari darah.
Penggunaan dialyzer berulang berarti menggunakan dialyzer yang sama
lebih dari satu kali pada pasien yang sama (AAMI, 2008).
b. Tujuan Pemakaian Ulang Dialyzer
1) Menghindari first use syndrome pada penggunaan dialyzer baru.
First use syndrome adalah reaksi anafilaksis yang terjadi pada
pasien yang menggunakan dialyzer untuk pertama kalinya. Hal ini
mungkin terjadi jika pasien mempunyai alergi terhadap
cuprophane (bahan pembuat dialyzer) atau polyacrylonitrile (bahan
pembuat membran dialisis) (Himmelfarb dan Ikizler, 2005).
2) Meringankan biaya hemodialisis
Faktor ini merupakan faktor utama penggunaan dialyzer berulang
masih ada. Menurut Manns et al. (2002), penggunaan dialyzer

berulang dapat menghemat hingga $729 dolar Kanada, atau jika


dirupiahkan menjadi Rp6.627.339,00 untuk satu pasien setiap
tahunnya menurut nilai tukar rupiah pada tanggal 9 Maret 2012.
3) Meningkatkan biokompatibilitas
Penggunaan berulang pada dialyzer telah diketahui secara
Luas dapat meningkatkan biokompatibilitas membran
semipermiabel di dalamnya (Upadhyay et al., 2007). Dialyzer
dengan biokompatibilitas yang tinggi dapat menurunkan tingkat
kematian hingga 38% daripada penggunaan dialyzer dengan
biokompatibilitas yang lebih hemat (Locatelli et al., 2008).

c. Prosedur Penyiapan Dialyzer Pemakaian Berulang Secara Manual dan


Menggunakan Mesin
Penggunaan dialyzer pemakaian berulang secara hukum telah
legal. Hal ini ditandai dengan pengeluaran prosedur pembuatan
dialyzer pemakaian berulang yang dikeluarkan oleh Association for
the Advancement of Medical Instrumentation (AAMI) di Amerika
Serikat.Perusahaan pembuat dialyzer mengklaim bahwa dialyzer
produknya hanya untuk sekali pakai. Di lain pihak, perusahaan sama
juga memproduksi alat pembuat reuse, sehingga sekarang tidak ada
masalah lagi menggunakan dialyzer dengan label sekali pakai atau
berulang kali. Program ini harus didukung dengan informed consent
oleh pasien. Pasien seharusnya diberitahu secara jelas prosedur
pembuatan, keuntungan, dan kerugian pemakaian dialyzer pemakaian
berulang, bahkan pasien dapat dilibatkan langsung dalam
pembuatannya seperti yang sudah dilakukan beberapa pusat
hemodialisis di luar negeri.
1) Prosedur Pembuatan Reuse Dialyzer Secara Manual
Prosedur pembuatan dialyzer pemakaian berulang terdiri
dari rinsing (pembilasan), cleaning (pembersihan), pengukuran
kualitas dialyzer, sterilisisasi, dan pembersihan sterilan (Gnass dan
Stempliuk, 2009).

a) Rinsing (pembilasan)
Pembilasan dialyzer bertujuan untuk membersihkan
sisa darah setelah proses hemodialisis (Light, 2009).
Pembilasan dapat dilakukan dengan air yang telah diolah oleh
Water Treatment, biasa disebut air Reverse Osmosi (RO) baik
pada kompartemen darah maupun pada kompartemen dialisat
(Hoenich et al., 2010). Setelah dialyzer dilepas dari mesin,
proses pembuatan dialyzer pemakaian berulang harus dimulai
(Light, 2009).
b) Cleaning (pembersihan)
Setelah pembilasan, sisa-sisa darah dari proses
pembilasan yang masih menempel dalam dialyzer dibersihkan
menggunakan zat kimia. Sodium Hypoclorite 1% dan hidrogen
peroksida dengan konsentrasi 3-5% biasa digunakan untuk
melarutkan gumpalan darah dan endapan organik lainnya (Light,
2009)
c) Tes kualitas dialyzer
Tes ini dapat dilakukan dengan pengukuran volume
priming. Volume priming diukur dengan menggunakan gelas
ukur. Pertama, cairan yang berada di dalam dialyzer didorong
menggunakan udara. Cairan yang didorong tadi ditempatkan di
dalam gelas ukur, lalu diukur. Penurunan 20% dari volume
priming akan menurunkan klirens sekitar 10%. Jika penurunan
volume priming lebih dari 80%, maka dialyzer sudah tidak layak
digunakan. Penurunan volume priming dapat disebabkan oleh
beberapa hal, salah satu di antaranya adalah adanya bekuan
darah yang tersisa. Apabila ditemukan bekuan darah dalam
hemodialisis, maka pasien yang bersangkutan perlu
diheparinisasi selama dialisis selanjutnya (Daugirdas dan Ing,
2000; Light, 2009).
d) Sterilisasi dan penyimpanan
Sterilisasi dilakukan dengan mengisi dialyzer dengan
germisida baik di kompartemen darah dan kompartemen
dialisiat. Germisida harus berada dalam dialyzer dalam waktu
tertentu, tergantung jenis germisida yang dipakai. Di rumah sakit
digunakan formaldehyde cair (formalin
dengan konsentrasi minimal 4%. germisida jenis formalin
memerlukan waktu 24 jam sebelum dapat dipakai kembali
(Light, 2009).

2) Prosedur Pembuatan Reuse dialyzer Menggunakan Renatron II


a) Lepaskan port cap untuk darah dari port vena pada dialyzer.
b) Bersihkan port vena pada dialyzer dengan penghapus jenuh
c) dengan 1% Renalin 100 Cold Sterilant Solution atau dengan
Actril Cold Sterilant lalu pasang konektor untuk memproses
ulang disinfektan.
d) Hubungkan selang venous mesin reuse ke venous dialyzer.
e) Hubungkan selang dialisis inlet (saluran masuk) mesin reuse ke
dialisis inlet dialyzer.
f) Hubungkan selang dialisis oulet (saluran keluar) mesin reuse
ke dialisis outlet dialyzer.
g) Bersihkan port arteri pada dialyzer dengan penghapus jenuh
dalam 1% Renalin 100 Cold Sterilant Solution atau dengan
Actril Cold Sterilant lalu pasang konektor untuk memulai
pembersihan dialyzer.
h) Hubungkan selang arteri mesin reuse dengan selang arteri
dialyzer.
i) Tekan tombol ON
Tekan tombol RESET dan tombol MUTE pada saat yang
bersamaan untuk menampilkan program-program yang
disediakan

Ada 3 pilihan mode pada layar pada PROGRAM STEP,yaitu :


CH : untuk Dialyzer Low dan Intermediate Flux (Kuf 15)
HF : untuk High Flux Dialyzer (Kuf < 15)
OO : untuk mode kalibrasi dan sanitasi

j) Tekan dan tahan tombol HOLD TO SET


k) Sesuaikan tombol SET hingga pada tampilan VOLUME
menampilkan referensi volume kompartemen yang disarankan
oleh dokter.
l) Tekan tombol START PROCESS untuk memulai proses me-
m) reuse dialyzer.
n) m) Ketika pesan PROCESS COMPLETE tampil, dialyzer siap
o) untuk diangkat dari mesin reuse.
p) n) Apabila pesan yang tampil adalah VOLUME FAIL atau
PRESSURE FAIL, tekan START PROCESS untuk memulai
kembali proses sterilisasi dialyzer (Minntech Renal System,
2007).
q) o) Dialyzer diisi dengan Renalin 100 selama minimal 11 jam.
r)
s) 3) Pendokumentasian
t) Pendokumentasian meliputi pencatuman etiket/label pada
dialyzer, mencatat dalam buku reuse : nama, berapa kali di-reuse,
nama petugas, jenis dialyzer, priming volume 80%, jam, tanggal, dan
penyimpanan dialyzer pada tempatnya.
u)
v) 4. Perbedaan Sterilisasi Manual dan Otomatis
w) a. Paparan Manusia
x) Pada sterilisasi otomatis, paparan dialyzer terhadap tangan
manusia lebih sedikit, sehingga dapat menurunkan tingkat resiko kontaminasi
bakteri.
y) b. Bahan anti mikroba
z) Renalin merupakan zat pembersih khusus untuk dialyzer yang
terdiri dari hidrogen piroksida, asam perasetat, dan asam asetat dan
diproduksi oleh Minntech BV. Renalin digunakan untuk pembuatan dialyzer
pemakaian
aa)
ab)
ac)
ad)
ae)
af)
ag)
ah)
ai)
aj) berulang secara otomatis. Renalin diklaim memiliki efektivitas yang
lebih tinggi dari formalin sebagai sterilan (zat pembersih) (Minntech Renal
System, 2000).
ak)
al) 5. Proses Sterilisasi Dializer
am) Secara teori, dialyzer merupakan critical medical equipment
sehingga membutuhkan proses sterilisasi yang dapat menghilangkan bakteri,
virus, jamur, juga spora (PIDAC, 2010). Ditemukannya koloni bakteri pada
NaCl bilasan terakhir dialyzer menunjukkan bahwa proses sterilisasi belum
mampu menghilangkan bakteri secara sempurna. Proses sterilisasi dikatakan
efektif apabila mampu menghilangkan mikroorganisme sekaligus spora (WHO,
2012). Dengan demikian proses sterilisasi dialyzer pemakaian berulang dapat
dikatakan belum efektif. Adanya bakteri pada dialyzer pemakaian berulang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kerapatan hollow fiber, adanya
kontaminasi pada air reverse osmosis, dialisat yang terkontaminasi, mesin
dialyzer yang terkontaminasi, dan kontaminasi dari kateter vena yang digunakan
(Roth dan Jarvis, 2000). Dialyzer membutuhkan proses persiapan dalam
pengawasan yang intensif sehingga dialyzer bebas dari berbagai macam
kontaminasi sehingga aman untuk digunakan kembali. Menurut Taaffe (2001)
persiapan dialyzer berulang antara lain sterilisasi untuk aspek fisik
(pembersihan) dan priming test untuk aspek kualitasnya.
an) Proses sterilisasi baik manual maupun otomatis dimulai
dari pembersihan kompartemen dengan air reverse osmosis. Air reverse osmosis
yang terkontaminasi bakteri dengan jumlah berlebih dapat menimbulkan resiko
kontaminasi pada dialyzer (Kawanishi et al., 2009). Oleh karena itu, air reverse
osmosis sebaiknya mempunyai sistem kontrol kualitas secara kontinyu dan
berkesinambungan (AAMI, 2006). Di Rumah Sakit kontrol kualitas air reverse
osmosis secara mikrobiologi berada di bawah pengawasan Instalasi Sanitasi.
Berdasarkan prosedur tetap Rumah Sakit , setelah dibilas dengan air reverse
osmosis, dialyzer yang disterilisasi menggunakan prosedur sterilisasi manual
diisi dengan formaldehyde sebagai larutan sterilan. Unit Hemodialisa Rumah
Sakit menggunakan formaldehyde 3%. Association for the Advancement of
ao)
ap)
aq)
ar)
as)
at)
au)
av)
aw)
ax)
ay) Medical Instrument(AAMI) merekomendasikan penggunaan
formaldehyde 4% selama 24 jam sebelum dialyzer siap untuk digunakan kembali
(AAMI, 2008). Konsentrasi sterilan merupakan faktor kritis penentu terjadinya
kontaminasi (Twardowski, 2006). Penggunaan disinfektan dengan jenis yang
sama dalam jangka waktu lama dapat menjadi penyebab resistensi bakteri
terhadap disinfektan (Sydnor dan Perl, 2011). Unit Hemodialisa Rumah Sakit
juga menggunakan Renalin sebagai sterilan untuk prosedur sterilisasi otomatis.
Renalin adalah merk dagang untuk asam perasetik dan hidrogen peroksida.
Konsentrasi Renalin yang digunakan adalah sebesar 1% sesuai dengan petunjuk
teknis dari Minntech System, pabrik pembuat Renalin. Renalin dikemas dalam
bentuk konsentrat, sehingga perlu pengenceran sebelum digunakan. Pengenceran
dilakukan dengan mencampur Renalin dengan air reverse osmosis yang sesuai
dengan standar AAMI. Renalin yang sudah diencerkan hanya bisa stabil selama
24 jam (Minntech Renal System, 2000). Unit Hemodialisa Rumah Sakit juga
menggunakan Renalin sebagai sterilan untuk prosedur sterilisasi otomatis.
Renalin adalah merk dagang untuk asam perasetik dan hidrogen peroksida.
Konsentrasi Renalin yang digunakan adalah sebesar 1% sesuai dengan petunjuk
teknis dari Minntech System, pabrik pembuat Renalin. Renalin dikemas dalam
bentuk konsentrat, sehingga perlu pengenceran sebelum digunakan. Pengenceran
dilakukan dengan mencampur Renalin dengan air reverse osmosis yang sesuai
dengan standar AAMI. Renalin yang sudah diencerkan hanya bisa stabil selama
24 jam (Minntech Renal System, 2000). Pengolahan sterilan yang kurang sesuai
dengan petunjuk teknis dapat mempengaruhi efektivitas sterilan (Minntech
Renal System,2007). Hasil riset yang dilakukan oleh Minntech Renal System
(2000)menunjukkan bahwa kadar asam perasetik dalam renalin yang telah
diencerkan akan berkurang menjadi50% setelah 7 hari. Kadar asam perasetik
sebesar 50% merupakan kadar minimal yang diperbolehkan agar efek
antimikroba dapat dipertahankan.Pada saat pengisian formalin dalam tabung
dialyzer, dialyzer sedikit dikebaskan untuk membebaskan udara yang
terperangkap dalam hollow fiber di dalam dialyzer. Udara yang tertinggal dalam
dialyzer dan tidak ikut keluar saat pengisian
az)
ba)
bb)
bc)
bd)
be)
bf)
bg)
bh)
bi) formaldehyde dapat menjadi sumber kontaminasi dalam dialyzer. Hal
yang sama berlaku pada sterilisasi menggunakan mesin. Pada sterilisasi dengan
prosedur otomatis, tidak ada indikator udara, sehingga terdapat kemungkinan
bahwa di dalam dialyzer yang terisi larutan sterilan tersembunyi bolus udara
yang mengandung bakteri. Adanya dead space dalam dialyzer dapat
menyebabkan terjadinya kontaminasi karena udara yang terjebak di dalam
dialyzer tidak kontak dengan sterilan. Kontaminasi dari udara sangat mungkin
dikarenakan ruang pencucian yang minim ventilasi sehingga dapat
meningkatkan jumlah hembusan napas yang ada di dalam ruangan tersebut yang
dapat meningkatkan risiko terjadinya kontaminasi silang (Eames et al.,
2009).Sterilisasi dilanjutkan dengan penyimpanan dialyzer, sehingga terdapat
waktu paparan yang cukup antara formaldehyde dengan kontaminan.
bj) Penyimpanan yang tidak baik bisa menimbulkan risiko
kontaminasi (AAMI, 2008). Dialyzer disimpan dalam keadaan tertutup dalam
sebuah rak atau benda keras karena dalam masa penyimpanan tekanan intra
dialyzer dapat meningkat dan mendorong penutup dialisat pada dialyzer. Jika
terdapat penutup yang terlepas dalam tempat penyimpanan, mengindikasikan
dua hal yaitu: tempat penyimpanan yang terbuka, bersuhu tinggi dan terkena
sinar matahari secara langsung atau dialyzer yang kurang bersih (Minntech
Renal System, 2007).Waktu penyimpanan bervariasi antara sterilan
formaldehyde dengan Renalin. Pada sterilisasi dengan sistem manual,
formaldehyde membutuhkan waktu minimal 24 jam sedangkan Renalin pada
sterilisasi otomatis hanya perlu 11 jam. Waktu yang tidak adekuat dapat
menyebabkan sterilisasi tidak efektif. Pada unit Hemodialisa di Rumah Sakit ,
dialyzer diberi label untuk mengenali jumlah pemakaian dan dicatat tanggal
pemakaiannya untuk menghindari adanya pemakaian ulang dialyzer kurang dari
24 jam. Kebijakan yang berlaku di Unit Hemodialisa Rumah Sakit adalah jika
memang diperlukan hemodilialisis 2 hari berturut-turut, pasien yang
bersangkutan diharuskan menyimpan dialyzer tambahan sehingga batas waktu
24 jam tidak terlewati. Setelah disimpan selama 24 jam, dialyzer telah selesai
disterilisasi dan siap untuk digunakan kembali. Larutan desinfektan dibersihkan
menggunakan NaCl steril sebanyak 2000ml
bk)
bl)
bm)
bn)
bo)
bp)
bq)
br)
bs)
bt)
bu) yang dihubungkan melalui kateter intravena. Dua ribu mililiter NaCl
steril terbagi menjadi 4 kantong. Setiap kantong menggunakan kateter intravena
yang sama sehingga ketika pergantian kantong dapat terjadi kontaminasi kateter
vena terhadap udara bebas. Ruangan Unit Hemodialisa Rumah Sakit
menggunakan pendingin ruangan atau Air Conditioning (AC). Menurut Ismail
(2011), jumlah bakteri dalam udara pada ruangan yang memiliki pendingin
udara lebih tinggi daripada ruangan yang tidak memiliki pendingin udara.Parks
(2003) mengatakan bahwa sterilisasi secara otomatis lebih efisien, lebih
konsisten, dan lebih aman daripada sterilisasi secara manual. Hal ini dikarenakan
Parks (2003) meneliti dari jumlah human error yang terjadi pada sterilisasi
otomatis dan manual. Sedangkan pada penelitian ini, perbedaan dilihat dari
jumlah dialyzer yang steril dan tidak steril sehingga diharapkan dapat
menggambarkan perbedaan dari keseluruhan proses sterilisasi dari pencucian
hingga tepat akan dipakai kembali. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Gomila
(2005) menyimpulkan bahwa pada hemodialisis kemungkinan terjadi
kontaminasi Gram positif berupa
bv) Agracoccus jenesus, Brevibacteriumcasei, Mycobacterium fortuitum
Mycobacterium abscessus, Bacillus cereus, Bacillus megaterium, Paenibacillus
lautus, Staphylococcus wameri sebagai hasil kontaminasi dari perawatan air
yang tidak adekuat. Selain itu, bakteri dalam udara yang ada pada ruangan yang
memiliki pendingin udara sebanyak 84% merupakan bakteri gram positif
(Ismail, 2011). AAMI (2003) menyebutkan bahwa kontaminasi bakteri pada
dialyzer tidak dapat ditetapkan sebagai penentu kelayakan penggunaan dialyzer.
Hal ini dikarenakan pemaparan kontaminasi bakteri dari dialyzer dianggap tidak
sebanding dengan keseluruhan proses persiapan perangkat hemodialisa.
bw)
bx)
by) bz) ca) cb) r
lococcus midis lococcussap u
cc)
cd)
ce)
cf)
cg)
ch)
ci)
cj)
ck)
cl)
cm) 5. Standardisasi Kualitas Cairan Terapi Hemodialisis dalam Bidang
cn) Mikrobiologi
co) a. Tingkat Pencapaian Minimum
cp) 1) Air Dialisis (Air Reverse Osmosis [RO])
cq) Bakteri: < 100 CFU/ml
cr) Endotoxin: < 0,050 EU/ml
cs) 2) Cairan dialisat standar
ct) Bakteri: < 100 CFU/ml
cu) Endotoxin: < 0,050 EU/ml
cv) 3) Cairan dialisis ultrapure
cw) Bakteri: < 0,1 CFU/ml
cx) Endotoxin: < 0,001 EU/ml (Kawanishi et al., 2009).
cy) b. Metode Tes
cz) 1) Endotoxin:
da) Limulus amoeboctye lysate (LAL assay) (gel-clot assay,
spectrophotometric kinetic assay) (Kawanishi et al., 2009).
db) 2) Bakteri:
dc) Media pembiakan: R2A (Reasoners Agar No 2), TGEA
(Tryptone Glucose Extract Agar), atau media sejenis (Kawanishi et al.,
2009).
dd) c. Tempat pengambilan sampel
de) 1) Air dialisis (RO): tempat keluarnya air RO
df) 2) Cairan dialisat: tempat keluarnya air dalam dialyzer
(Kawanishi et al.,
dg) 2009).
dh) d. Hari pengambilan sampel
di) Sebelum proses dialisis dimulai dan setelah penjadwalan dialisis
selanjutnya (Kawanishi et al., 2009).
dj)
dk)
dl)
dm)
dn)
do)
dp)
dq)
dr)
ds)
dt)
du)
dv)
dw) BAB III
dx) PEMBAHASAN
dy)
dz) Sistem dialisis adalah kompleks dan mengandung banyak varietas
komponen seperti transport air, cairan dializer dan darah yang mana dapat dikontaminasi
oleh berbagai mikroorganisme.Di Brazil dializer hampir 100% digunakan kembali dalam
dialisis. Parameter untuk mengevaluasi kinerja dan pembuangan dializer yang digunakan
adalah tes langsung dan tidak langsung untuk menentukan clearance zat terlarut natrium
dan urea. Namun, definisi frekuensi penggunaan kembali dalam kaitannya dengan metode
yang diterapkan dari memproses ulang tidak ditemukan dalam bukti ilmiah. Mengingat
risiko memproses ulang dializer karena karakteristik yang spesifik, penelitian ini bertujuan
untuk mengevaluasi efektivitas metode manual dan otomatis mengenai kontaminasi mikro
biologi setelah beberapa kali penggunaan ulang.
ea)
eb)METODE
ec) Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode
cross sectional. Metode cross sectional yaitu variabel bebas dan variabel terikat diobservasi
hanya sekali pada saat yang sama (Taufiqurrohman, 2008). Dializer yang digunakan
adalah Hemo flow HPS F10 (Fresenius Perawatan Medis, Bad Homburg, Jerman),
pencucian ulang secara manual dibuat dan disediakan oleh Pusat Dialisis rumah sakit
Universitas dari University of So Paulo dan Hemo flow HF 80S (Fresenius Medical
Center), dan yang melakukan pencucian ulang secara otomatis dibuat dan disediakan oleh
Dialisis Center of the Osvaldo Ramos Foundation. Pemberian sampel mengikuti etika
standar dan telah disetujui oleh Dewan Ulasan internal di Universitas dari So Paulo
University Hospital (login di bawah CEP-HU / USP 1338-1313). Sampel yang
dikumpulkan dari darah dan ruang dialisat dari dializer setelah sterilisasi kimia cair dengan
0,2% asam perasetat dan dibilas di mesin dialisis adalah sebagai berikut: (1) kelompok
eksperimen 1 (11 dializer diolah kembali dengan metode otomatis setelah pengunaan ulang
ke 20); (2) kelompok eksperimen 2 (4 dializer diolah kembali dengan metode manual
setelah pengunaan ulang ke 12); (3) kelompok kontrol negatif (3 dializer baru yang telah
disterilkan oleh pabrik); dan (4) kelompok kontrol positif (3 dializer, setelah pengunaan
ulang ke 20, diinokulasi sengaja kira-kira dengan 10 unit koloni Staphylococcus aureus
[ATCC 25.923]). Sampel disediakan oleh lembaga donor antara Juni dan Juli 2014.
ed)
ee)
ef) Sampel dikumpulkan setelah pengolahan di ikatan Fasilitator dialisis sesuai dengan
jumlah maksimal penggunaan ulang yang diizinkan oleh Hukum Brasil dan disiapkan di
lemari biosafety. Larutan garam dan larutan dialisat yang dikeringkan baik dari darah dan
ruang dialisat masing-masing diisi dengan 150 mL Difco Fluid Thioglycollate Menengah
(BD, Franklin Lakes, NJ) di setiap ruang. Mereka diinkubasi pada suhu 35 C atau -2 C
selama 14 hari. Setelah periode ini, 0,1 mL ditaruh ke wadah mengandung darah agar,
dianggap media yang memadai untuk pertumbuhan mikroorganisme aerobik; Sabouraud
Agar, dianggap media yang memadai untuk pertumbuhan jamur dan ragi; dan anaerinsol
agar dianggap media yang memadai untuk pertumbuhan mikroorganisme anaerob. Sampel
dalam wadah dengan Sabouraud agar diinkubasi pada 23 C 2 C selama 48 jam, darah
eg)agar diinkubasi pada 35 C 2 C, dan anaerinsol agar diinkubasi pada 35 C 2 C
di kontainer anaerobik khusus. Identifikasi mikroorganisme kemudian dilakukan. Setelah
48 jam inkubasi, identifikasi mikroorganisme yang pertama dengan metode gram. Untuk
mengidentifikasi bakteri aerob, wadah pertumbuhan mikrobiologis yang termasuk dalam
kelompok tipe morfologi.Untuk cocci gram positif, kami menerapkan katalase dan tes
koagulase. Untuk mikroorganisme gram-negatif, kita terapkan tes biokimia untuk
membedakan nonglucose-fermentasi dari mikroorganisme glukosa-fermentasi gram-
negatif melalui NFII seri biokimia (Probac do Brasil, So Paulo, Spanyol). Wadah
Sabouraud Agar menunjukkan pertumbuhan jamur untuk metode gram dan didistribusikan
media kromogenik untuk mengidentifikasi spesies (Chromagar Candida; Probac do
Brasil).
eh)
ei) HASIL
ej) Dari 11 dializer penggunaan ulang secara metode otomatis , mikroorganisme bisa
diidentifikasi dalam 3 sampel (27,3%) dari ruang darah: paucimobilis Sphingomonas (2/3)
dan Peni- Cillium spp (1/3), dan di 11 sampel (100%) dari ruang dialisat: S paucimobilis
(7/11), Stenotrophomonas maltophilia (4/11), Pseudo monas aeruginosa (3/11), Candida
spp (1/11), dan Acinetobacter baumanii (1/11). Dari 4 dializer penggunaan ulang secara
metode manual, gram positif basil terdeteksi dalam 1 sampel (25%) dari ruang darah,
sedangkan Bacillus spp dan Burkholderia spp terdeteksi dalam 1 sampel (25%) dari ruang
dialisat.
ek)
el)
em)
en)
eo)
ep)
eq) Menggunakan uji Fisher, perbedaan signifikan secara statistik
diidentifikasi (P = 0,008791) antara jumlah ruang dialisat yang telah terkontaminasi setelah
menjalani penggunaan ulang secara metode otomatis (11/11) dan jenis yang sama dari
ruang ketika penggunaan ulang secara metode manual (1/4). Namun, tidak ada perbedaan
signifikan secara statistik (P> 0,99) yang dapat diamati mengenai jumlah ruang darah yang
telah terkontaminasi setelah penggunaan ulang secara metode otomatis (3/11)
dibandingkan dengan jenis ruang ketika penggunaan ulang secara metode manual (1/4).
Pada kelompok kontrol negatif, tidak ada mikroorganisme yang terdeteksi, sedangkan pada
kelompok kontrol positif, mikroorganisme yang diinokulasi terdeteksi (S aureus) di 2
sampel (1 dari ruang darah dan 1 dari ruang dialisat).
er)
eu)
ev)DISKUSI
ew) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada risiko bakteremia dan sepsis
untuk pasien yang sedang menjalani pengobatan hemodialisis, terutama karena
pengidentifikasian mikroorganisme baik di darah dan ruang dialisat dari dializer di kedua
kelompok experimental. Air dapat menjadi salah satu sumber utama dari identifikasi
mikroorganisme dalam penggunaan kembali dializer karena sebagian besar
mikroorganisme sering dilaporkan sebagai kontaminan air bekas dialisis. Selain kualitas
air, ketidakpatuhan rekomendasi pengolahan dialyzers juga dapat menjadi salah satu
penyebab dari risiko yang ditimbulkan untuk pasien yang menjalani hemodialisis. Satu
studi melaporkan yang berkorelasi dengan variasi konsentrasi asam perasetat, yang berada
di bawah konsentrasi yang dianjurkan.Di Brazil, penggunaan pemrosesan ulang secara
manual diizinkan hanya sampai 2018, mungkin karena kesulitan pemrosesan ulang
dialyzers menggunakan metode ini. Penggunaan pemrosesan ulang secara otomatis
termasuk standarisasi teknik pengolahan, meminimalkan potensial risiko dan mengurangi
risiko infeksi. Dialyzer pengolahan otomatis memiliki keuntungan dalam standar
kebersihan, tetapi seorang profesional yang terampil masih diperlukan untuk mengeksekusi
langkah-langkah pengolahan yang diperlukan. Faktor-faktor seperti kesalahan manusia,
kualitas air yang jelek, paparan buruk bahan pembasmi kuman, dan integritas struktural
dialyzer harus dianggap sebagai bagian kritis proses pengambilan keputusan mengenai
reuse dialyzer. Studi ini memungkinkan seseorang untuk menyimpulkan bahwa
penggunaan kembali
ex)
ey)
ez)
fa)
fb)
fc) dialyzers merupakan risiko keselamatan pasien karena paparan pasien terhadap
mikroorganisme baik dalam darah dan ruang dialisat. Karena penganalisaan kondisi
setelah proses akhir pengolahan ulang tidak mungkin menegaskan secara persis kapan
tepatnya mikroorganisme tercemar dialyzer. Oleh karena itu, evaluasi masa depan dalam
perantara penggunaan ulang dikontribusi pada penggunaan ulang yang aman atau
mendukung satu kali.pengunaan.
fd)
fe)
ff)
fg)
fh)
fi)
fj)
fk)
fl)
fm)
fn)
fo)
fp)
fq)
fr)
fs)
ft)
fu)
fv)
fw)
fx)
fy)
fz)
ga)
gb)
gc)
gd)
ge)
gf)
gg)
gh)
gi)
gj)
gk)
gl)
gm)
gn)
go) BAB III
gp) ANALISA JURNAL
gq)
gr) A. Identitas Jurnal
1. Judul :
gs) Evaluation Of The Effectiveness Of Manual And Automated Dialyzers
Reprocessing After Multiple Reuses
2. Penulis :
gt) Alexandra do Rosrio Toniolo RN , Mara Marques Ribeiro MS, PhD ,Marina
Ishii PhD , Cely Barreto da Silva MSc , Lycia Mara Jenn Mimica PhD ,Kazuko
Uchikawa Graziano PhD
3. Penerbit :
gu) Elsevier
4. Tahun terbit :
gv) 2016
5. Volume dan Nomor Hal :
gw) 44 & 719-720
6. Halaman :
gx) 2 halaman
gy)
gz) B. Tujuan Penelitian
ha) Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas metode
manual dan otomatis mengenai kontaminasi mikro biologi setelah beberapa kali
penggunaan ulang.
hb)
hc) C. Jenis Penelitian
hd) Jenis penelitian ini merupakan penelitian
observasional dengan metode cross sectional yaitu variabel bebas dan variabel terikat
diobservasi hanya sekali pada saat yang sama (Taufiqurrohman, 2008).
he)
hf) D. Teknik Sampling
hg) Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan consecutive sampling, yaitu pengambilan sampel dengan menetapkan
subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai kurun
waktu tertentu, sehingga jumlah responden dapat memenuhi (Daniel, 2011).
hh)
hi) E. Uji Analisis Data
hj) Penelitian ini menggunakan uji Fisher. Uji pasti Fisher adalah alternatif
yang biasa dipakai untuk ukuran sampel kecil. Prosedur uji pasti fisher dapat
memberikan hasil akurat untuk semua tabel 2x2, yang nilai-nilai harapannya terlalu
kecil untuk dapat dianalisis dengan uji Kai Kuadrat.Menurut Sugiyono(2005), uji exact
fisher digunakan untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel kecil
independen bila datanya berbentuk nominal.
hk)
hl) F. Hasil Penelitian
hm) Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada risiko bakteremia dan sepsis
untuk pasien yang sedang menjalani pengobatan hemodialisis, terutama karena
pengidentifikasian mikroorganisme baik di darah dan ruang dialisat dari dializer di
kedua kelompok experimental.
hn)
ho) G. Implikasi Keperawatan
hp) Penggunaan pemrosesan ulang secara otomatis termasuk standarisasi
teknik pengolahan, meminimalkan potensial risiko dan mengurangi risiko infeksi.
Dialyzer pengolahan otomatis memiliki keuntungan dalam standar kebersihan, tetapi
seorang profesional yang terampil masih diperlukan untuk mengeksekusi langkah-
langkah pengolahan yang diperlukan. Faktor-faktor seperti kesalahan manusia, kualitas
air yang jelek, paparan buruk bahan pembasmi kuman, dan integritas struktural dialyzer
harus dianggap sebagai bagian kritis proses pengambilan keputusan mengenai reuse
dialyzer. Studi ini memungkinkan seseorang untuk menyimpulkan bahwa penggunaan
kembali dialyzers merupakan risiko keselamatan pasien karena paparan pasien terhadap
mikroorganisme baik dalam darah dan ruang dialisat. Karena penganalisaan kondisi
setelah proses akhir pengolahan ulang tidak mungkin menegaskan secara persis kapan
tepatnya mikroorganisme tercemar dialyzer. Oleh karena itu, evaluasi masa depan
dalam perantara penggunaan ulang dikontribusi pada penggunaan ulang yang aman atau
mendukung satu kali.pengunaan.
hq)
hr) H. Kelemahan Jurnal
hs) Penghitungan angka kuman dilakukan secara manual sehingga
memungkinkan adanya kesalahan dalam menghitung dan hasil penelitian belum bisa
digunakan sebagai penentu kelayakan penggunaan dialyzer. Analisis data tidak
dilakukan secara deskriptif dan analitik. Analisis deskriptif dilakukan untuk
mendeskripsikan efektivitas seluruh populasi sebenarnya berdasarkan pengamatan pada
sampel. Analitik dilakukan menggunakan uji statistik meliputi uji Chi Square dan uji t
tidak berpasangan yang diolah menggunakan program Statistical Program for Social
Science (SPSS) versi 17.00 for Windows untuk mengetahui perbedaan efektivitas
sterilisasi antara sterilisasi manual dan otomatis. Tidak ada penggunaan tabel dan
diagram untuk memudahkan pembaca dalam membaca hasil penelitian.Tidak dijelaskan
secara rinci bagaimana proses dalam teknik sterilisasi dilakukan baik secara manual
ataupun otomatis. Kesimpulan dari hasil penelitian tidak dipaparkan secara lengkap dan
rinci.
ht)
hu) I. Kelebihan Jurnal
hv) Terdapat rekomendasi kasus terkait hasil penelitian.
hw)
hx) J. Critical Appraisal
hz) Critic ia) Point Critical ib) ic) Penjelasan
hy) al Appraisal Ya
No. Appr
aisal
id) ie) Judul Apakah judul memenuhi ih) Hanya awal kalimat yang
1 kaidah penulisan judul ? Ti menggunakan huruf besar saja
if) il)
Apakah penulisan judul Sesuai dengan isi jurnal tentang
ii)
sesuai dengan isi jurnal ? keefektifan metode manual
ig)
dan otomatis dalam beberapa
ij)
kali penggunaan ulang dialiser

ik)
Ya
im) in) Penuli Apakah nama penulis iy) Alexandra do Rosrio Toniolo RN
io)
2 san Ya , Mara Marques Ribeiro MS,
dicantumkan ?
iz) PhD ,Marina Ishii PhD , Cely
ip)
iq) Barreto da Silva MSc , Lycia
ir)
ja) Mara Jenn Mimica PhD
is)
it) ,Kazuko Uchikawa Graziano
Apakah asal institusi penulis
jb) PhD
dicantumkan ? Laboratorium Mikrobiologi, Jasa
iu) dari Infeksi Rumah Sakit,
jc)
iv) Irmandade Santa Casa de
iw) Misericordiade Sao Paulo, So
jd)
ix) Paulo, Brasil
jm)
Apakah asal institusi sesuai
je) Telah sesuai dengan kaidah
dengan penulisan ?
penulisan
jf)
Ya
jg)

jh)

ji)

jj)

jk)
jl)
Ya
jn) jo) Tinjau Apakah dijelaskan alasan jt) Telah dijelaskan penelitian ini
3 an melakukan penelitian pada Ya bertujuan untuk
Pusta latar belakang atau ju) mengevaluasi efektivitas
ka tinjauan pustaka ? metode manual dan otomatis
jp) jv) mengenai kontaminasi mikro
jq) biologi setelah beberapa kali
jr) jw) penggunaan ulang.
ke)
js)
Belum Lengkap
Apakah tinjauan pustaka jx) kf)
Masih menggunakan referensi
sudah lengkap / cukup ?
Apakah menggunakan tahun lama
jy)
referensi terbaru ? ( min. 5
tahun ke atas )
jz)

ka)

kb)
Ti

kc)

kd)
Ti

kg) kh) Meto Apakah tujuan penelitian kj) Telah disebutkan pada bagian
4 dologi disebutkan ? Ya awal jurnal
Apakah desain penelitian Telah disebutkan
Peneli kk)
disebutkan ?
tian
ki)
kl)
Ya
km) kn) Sampl Bagaimana sample dalam kv) Menggunakan consecutive
5 ing penelitian dipilih ? sampling, yaitu pengambilan
Dalam bentuk apa saja ?
kw) sampel dengan menetapkan
Menggunakan probability
kx) subjek yang memenuhi kriteria
sampling atau non
penelitian dimasukkan dalam
probability sampling ?
ko) ky) penelitian sampai kurun waktu
kp)
tertentu, sehingga jumlah
kq)
kr) kz) responden dapat memenuhi
ks) Menggunakan probability karena
kt) sample dipilih berdasarkan
ku)
la) kemungkinan yang ada
Apakah kriteria inklusi dan
ll)
eksklusi disebutkan ? Tidak disebutkan baik secara
Apakah ukuran sample lb)
langsung atau tidak langsung
cukup ? lm)
Sample kurang cukup untuk
lc)
mewakili masing-masing jenis
variabel yang ada
ld)

le)

lf)

lg)

lh)

li)
Ti

lj)

lk)
Ti

ln) lo) Pengu Bagaimana cara lp) Tidak menggunakan kuosioner,


6 mpula pengumpulan data ? Ti hanya berdasar pengamatan
n kuosioner atau yang lain ? secara langsung
Apakah instrumen Tetapi tidak dijelaskan secara
Data lq)
pengumpulan data jelas bagaimana prosesnya
lw)
dijelaskan ?
lr) Tetapi kurang jelas dan lengkap
Apakah ada data penjelasan
validitas dan realiabilitas
ls)
instrumen ?
Ya
lt)

lu)

lv)
Ya
lx) ly) Hasil Apakah hasil penelitian ma) Hasil penelitian belum
7 Peneli disampaikan dengan jelas Ti disampaikan dengan jelas
tian dan dapat diimplikasikan tetapi dapat diimplikasikan.
mf)
di keperawatan ? mb)
Karena penganalisaan kondisi
Apakah ada rekomendasi
mc)
setelah proses akhir
kasus terkait hasil
md)
pengolahan ulang tidak
penelitian ?
me)
Apakah keterbatasan mungkin menegaskan secara
Ya
penelitian disebutkan ? persis kapan tepatnya
Apakah ada saran untuk
mikroorganisme tercemar
penelitian selanjutnya ?
dialyzer.Disarankan evaluasi
lz)
masa depan dalam perantara
penggunaan ulang
dikontribusi pada
penggunaan ulang yang
aman atau mendukung satu
kali.pengunaan
mg)
mh) mi) Anali Apakah p=value dan mj) mk)
8 sa confidence interval Ya Telah disampaikan
Data disampaikan ?
ml) mm) Apakah penelitian mn) Menggunakan etical approval
5 Pertimba menggunakan etical Ya komite etik yang telah
ngan approval dari komite mo) ditetapkan
ms)
Etik etik ? mp)
Tidak ada bukti informed consent
Apakah ada informed
mq)
disertakan dalam jurnal ini.
consent dalam penelitian ?
mr)
Ti

mt) mu) Apakah daftar pustaka yang mv) Masih menggunakan referensi
5 Daftar digunakan up to date ? Ti pada tahun yang tidak terkini.
Apakah daftar pustaka nc)
Pusta
Daftar Pustaka telah sesuai topik
sesuai dengan topik
ka mw)
yang dibahas.
penelitian ?
mx) nd)
Apakah daftar pustaka yang
Dari berbagai sumber dan
my)
digunakan dari sumber
terpercaya
Ya
yang terpercaya ?
mz)
na)

nb)
Ya
ne)
nf)
ng)
nh)
ni)
nj)
nk)
nl)
nm)
nn)
no)
np)
nq)
nr)
ns)
nt)
nu)
nv)
nw)
nx)
ny)
nz)
oa)
ob)
oc)
od)
oe)
of)
og)
oh)
oi)
oj) BAB IV
ok)
ol) PENUTUP
om)
on)
oo)
op)
oq) A. Kesimpulan
or)
os) Berdasarkan hasil penelitian diperoleh simpulan sebagai berikut:
ot)
1. Terdapat kontaminasi bakteri sebanyak 3 sampel (27,3%) dari ruang darah dan
di 11 sampel (100%) dari ruang dialisat dari 11 dializer penggunaan ulang
secara metode otomatis. dan terdapat kontaminasi bakteri sebanyak 1 sampel
(25%) dari ruang darah, dan 1 sampel (25%) dari ruang dialisat dari 4 dializer
penggunaan ulang secara metode manual. Hal tersebut menunjukkan bahwa
sterilisasi secara otomatis lebih baik daripada sterilisasi secara manual.
2. Tidak terdapat perbedaan efektivitas yang signifikan secara statistik antara
sterilisasi manual dengan otomatis.
ou)
ov) B. Saran
ow)
1. Saat ini, Rumah Sakit telah menggunakan Renalin sebesar 3,5% sehingga
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas sterilan yang baru.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai tingkat kontaminasi
ox) mikrobiologi pada alat-alat pendukung hemodilisis untuk menentukan
kelayakan penggunaan dialyzer di Rumah Sakit.
3. Perlu dilakukan peninjauan ulang ruang pembuatan dialyzer pemakaian
berulang dan tempat penyimpanan dialyzer dengan memenuhi syarat dirancang
dengan ventilasi khusus, bersih, kering, dan diletakkan dengan tutup menjauhi
pintu rak.
4. DAFTAR PUSTAKA
5.
6.
7.

Anda mungkin juga menyukai