Anda di halaman 1dari 16

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Penyakit Ginjal Kronik
a. Pengertian
Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan berupa kerusakan
fungsi ginjal yang progresif dan irreversible yang berasal dari
berbagai penyakit yang berlangsung lambat yang memiliki nilai laju
filtrasi glomerulus (LFG) < 60 ml / menit / 1,73 m2 sehingga ginjal
tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan
cairan elektrolit serta terjadi uremia (Smeltzer & Bare, 2002; Suwitra,
2009). Menurut Suwitra (2009) dan Morton & Fontaine (2009)
Penyakit ginjal kronik memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap
berupa dialisis atau transplantasi ginjal agar ginjal dapat
mempertahankan metabolisme tubuh serta menyeimbangkan cairan
dan elektrolit.

b. Batasan dan Klasifikasi


Menurut Suwitra (2009) dan National Kidney Foundation (2002)
kriteria penyakit ginjal kronik yaitu
1) Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari 3 bulan,
berupa kelainan struktural atau fungsional dengan atau tanpa
penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG) dengan tanda dan gejala
berupa kelainan patologis dan terdapat tanda kelainan ginjal
(kelainan dalam komposisi darah atau urin).
2) Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m2
selama 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal.

8
9

Tabel 2.1
Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik atas Dasar Derajat Penyakit
(Sumber : Morton & Fontaine, 2009; National Kidney Foundation, 2002;)

Tahap Penjelasan LFG


(ml/menit/1,73
m2)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau 90
meningkat, fungsi ginjal masih normal tapi
telah terjadi abnormalitas patologis dan
komposisi dari darah dan urin (albumin dan
kreatinin)
2 Penurunan LFG ringan disertai dengan 60-89
kerusakan ginjal, fungsi ginjal menurun ringan
dan ditemukan abnormalitas patologi dan
komposisi dari darah dan urin
3 Penurunan LFG sedang terjadi penurunan 30-59
fungsi ginjal sedang ditandai dengan nokturia,
badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan BB
4 Penurunan LFG berat terjadi penurunan fungsi 15-29
ginjal yang berat ditandai dengan anemia,
peningkatan TD, gangguan metabolisme fosfor
dan kalsium, pruritus, mual, muntah serta
mudah terkena infeksi
5 Gagal ginjal terjadi penyakit ginjal tahap akhir < 15 atau
(End Stage Renal Disease/ERSD) terjadi dialysis
penurunan fungsi ginjal yang sangat berat dan
dilakukan terapi pengganti ginjal secara
permanen

c. Etiologi
Penyebab penyakit ginjal kronik menurut Morton & Fontaine (2009)
adalah diabetes mellitus, hipertensi, glomerulonephritis, nefritis
interstitial (alergi nefritis interstitial, pyelonefritis), penyakit vakuler
mikroangiopati (penyakit atheroembolic, skleroderma), penyakit
bawaan, penyakit genetik, obstruktif uropathi, penolakan
transplantasi, neoplasma atau tumor, sindrom hepatorenal.
10

Tabel 2.2
Penyebab Penyakit Ginjal Kronik yang menjalani Hemodialisa
di Indonesia tahun 2000
(Sumber : Suwitra, 2009)

Penyebab Insiden
Glumerulonefritis 46,39%
Diabetes mellitus 18,65%
Obstruksi dan infeksi 12,85%
Hipertensi 8,46%
Sebab lain (nefritis lupus, nefropati, 13,65%
intoksikasi obat, penyakit ginjal bawaan
dan penyebab yang tidak diketahui)

d. Patofisiologi
Penyakit Ginjal kronik terjadi pengurangan massa ginjal sebagai
upaya kompensasi yang mengakibatkan hipertrofi struktural dan
fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons), yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif. Hal ini mengakibatkan terjadinya
hiperfiltrasi yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus yang akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif (Suwitra, 2009). Penurunan fungsi nefron yang
progresif akan menyebabkan ancaman terhadap ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit. Mekanisme adaptasinya, terjadi peningkatan
kecepatan filtrasi, beban solut dan reabsorbsi tubulus dalam setiap
nefron agar mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
tersebut (Price & Wilson, 2006).

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit menyebabkan produk akhir


metabolisme protein berupa klirens kreatinin, kreatinin serum serta
kadar nitrogen urea darah (BUN) yang seharusnya diekskresikan ke
dalam urin tertimbun dalam darah (uremia) serta terjadi penurunan
laju filtrasi glomerulus. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat (Smeltzer & Bare, 2002; Suwitra,
2009).
11

e. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan penyakit ginjal kronik adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal yaitu memperlambat gangguan fungsi
ginjal progresif, mencegah dan mengobati komplikasi (Price &
Wilson, 2006).
Table 2.3
Rencana Tatalaksana Penyakit Ginjal Kronik Sesuai dengan Derajatnya
(Sumber : Suwitra, 2009)

Derajat LFG Rencana Tatalaksana


(ml/menit/1,73m2)
1 90 Terapi penyakit dasar, kondisi
komorbid, evaluasi perburukan
(progression) fungsi ginjal, memperkecil
risiko kardiovaskuler
2 60-89 Menghambat perburukan (progression)
fungsi ginjal
3 30-59 Evaluasi dan terapi komplikasi
4 15-29 Persiapan untuk terapi pengganti ginjal
5 <15 Terapi pengganti ginjal (dialysis atau
terapi pengganti ginjal)

2. Hemodialisa
a. Pengertian
Hemodialisa adalah proses pembuangan limbah metabolik (urea dan
kreatinin) dan kelebihan cairan dimana terjadi perpindahan partikel
terlarut (solute) dan air secara pasif melalui satu kompartemen cair
(darah) menuju kompartemen lain (cairan dialisat) melewati membran
semipermeabel dalam dialiser (Price & Wilson, 2006; Smeltzer &
Bare, 2002).

b. Tujuan
Tujuan hemodialisa adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang
toksik dari dalam darah serta mengeluarkan air berlebihan yang dapat
mencegah kematian tetapi tidak menyembuhkan atau memulihkan
penyakit ginjal (Smeltzer & Bare, 2002).
12

c. Prinsip dan Proses Hemodialisa


Hemodialisa adalah proses pembuangan limbah metabolik dan
kelebihan cairan dari tubuh melalui darah. Proses yang terjadi selama
menjalani hemodialisa adalah proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi
(Daugirdas, 2007; Smeltzer & Bare, 2002). Pengeluaran limbah
metabolik di darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara
pergerakan dari konsentrasi tinggi (darah yang terdiri dari ureum,
kreatinin, asam urat dan fosfat) ke konsentrasi yang lebih rendah
(cairan dialisat) sampai konsentrasi sama dikedua kompartemen
(Rahardjo, Susalit, & Suhardjono, 2009).

Kelebihan cairan dikeluarkan melalui proses osmosis yaitu dengan


menciptakan gradien tekanan yang dapat ditingkatkan melalui
penambahan tekanan hidrostatik negative (ultrafiltrasi) pada mesin
dialisis. Tekanan negative tersebut digunakan sebagai kekuatan
penghisap pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Smeltzer
& Bare, 2002). Selain itu, ultrafiltrasi dapat dilakukan dengan
membuat perbedaan tekanan hidrostatik (meningkatkan tekanan
positif) di dalam kompartemen darah dialyzer (Price & Wilson, 2006).

d. Komplikasi Intradialisis pada Pasien yang Menjalani Hemodialisa


Konsekuensi dari terjadinya proses penarikan cairan dari tubuh
menyebabkan gangguan regulasi pada homeostatis tubuh yang
menyebabkan gangguan hemodinamik pada pasien penyakit ginjal
kronik yang menjalani hemodialisa (Rahardjo, Susalit, & Suhardjono,
2009). Komplikasi yang terjadi selama menjalani hemodialisa yang
dapat menyebabkan gangguan hemodinamik yaitu hipotensi
intradialisis (umum dialami) sedangkan yang jarang terjadi adalah
aritmia dan hipertensi intradialisis (Sherman, Daurgidas, & Ing, 2007).
Penelitian Armiyati (2012) menunjukan 70 % pasien mengalami
hipertensi intradialisis (55% dari keseluruhan prosedur hemodialisa
13

yang diamati dan paling banyak dialami pasien pada jam keempat),
26% mengalami hipotensi intradialisis (12% dari keseluruhan prosedur
hemodialisa yang diamati dan paling banyak dialami pada jam
pertama).

3. Hemodinamik
a. Pengertian
Hemodinamik adalah ilmu mengenai kekuatan pergerakan darah yang
melewati kardiovaskuler dan sistem peredaran darah berupa hubungan
timbal balik antara tekanan, aliran, tahanan dalam sirkulasi darah
(Morton & Fontaine, 2009; Schumacher & Chernecky, 2010).
Komponen dari hemodinamik adalah tekanan darah/Blood Pressure
(BP) atau cardiac output (CO) X systemic vascular resistance (daya
tahan sistemik pembuluh darah), central venous pressure (CVP) dan
tekanan jantung kanan dan kiri. Prinsip fisiologi dari hemodinamik
adalah faktor tentang pengaruh fungsi miokardial, pengaturan tekanan
darah dan menentukan daya guna dari jantung serta cardiac output
(Schumacher & Chernecky, 2010).

b. Komponen Hemodinamik (Tekanan Darah dan Nadi)


1) Tekanan darah
Tekanan darah adalah tekanan/gaya yang mendesak darah di
dinding arteri (pembuluh darah) (Schumacher & Chernecky, 2010;
Stanfield, 2012). Periode pengisian jantung dengan darah yang
diikuti oleh periode kontraksi disebut sistole dan periode relaksasi
disebut diastole. Rata - rata tekanan sistolik (tekanan maksimum
yang ditimbulkan sewaktu darah disemprotkan masuk ke dalam
arteri) adalah 100-139 mmHg sedangkan tekanan rata-rata diastolik
adalah 60-90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002; Schumacher &
Chernecky, 2010)
14

2) Denyut nadi (nadi)


Nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik berupa
gelombang darah yang dapat dirasakan karena dipompa ke dalam
arteri oleh kontraksi ventrikel kiri yang diatur oleh sistem saraf
otonom. Normalnya berkisar 60-100 x/menit (Ganong, 2008;
Smeltzer & Bare, 2002)

c. Faktor yang Mempengaruhi Hemodinamik (Tekanan Darah dan


nadi)
1) Tekanan Darah
Faktor yang mempengaruhi tekanan darah arteri adalah tahanan
perifer, autonomic control dan cardiac output (Schumacher &
Chernecky, 2010). Tekanan ini juga dipengaruhi oleh volume
darah, daya regang dinding pembuluh darah (elastisitas pembuluh
darah), laju serta kekentalan darah (Smeltzer & Bare, 2002;
Ganong, 2008).

Tahanan/resistensi perifer berhubungan dengan perubahan


diameter pembuluh darah (semakin kecil diameter pembuluh darah
dengan volume sama maka resistensi semakin tinggi dan tekanan
darah semakin besar) (Morton & Fontaine, 2009). Autonomic
control berupa elastisitas pembuluh darah berpengaruh terhadap
vasokonstriksi (berkontraksi) dan vasodilatasi (melemas/istirahat)
pembuluh darah. Curah jantung/Cardiac Output (CO meningkat
maka tekanan darah juga meningkat) (Ganong, 2008; Morton &
Fontaine, 2009).
15

Tekanan Darah
Arteri

Autonomic
Tahanan Perifer Control Curah Jantung

Kekentalan Volume
Ukuran pembuluh Nadi
darah (yg sekuncup
darah yg
dipengaruhi dipegaruhi sistem
hematokrit) saraf simpatik

Beban awal
Sistem saraf
(preload)
simpatik dan
parasimpatik

Tekanan didalam
ventrikel

Tekanan Tekanan Aliran balik


Autonomic
arteri Vena vena
control

Volume darah Renin-angiotensin


system

Bagan 2.1
Faktor yang Mempengaruhi Tekanan Darah Arteri
(Sumber : Schumacher & Chernecky, 2010)

Faktor yang mempengaruhi tekanan darah yang tidak dapat diubah


adalah jenis kelamin, usia dan faktor hereditas (genetik) sedangkan
yang dapat diubah adalah latihan fisik, makan, stress fungsional,
konsumsi rokok, alkohol, berat badan (obesitas), dan obat-obatan
(stimulan, depresan) (Elsanti, 2009; Hegner & Caldwell, 2003).
16

2) Denyut Nadi (Nadi)


Refleks baroreseptor adalah reflek paling utama dalam menentukan
pengaturan pada denyut jantung dan tekanan darah yang
dirangsang oleh distensi dan peregangan dinding aorta. Saat
tekanan darah arteri meningkat dan arteri menegang, reseptor ini
dengan cepat mengirim sinyal ke pusat vasomotor sehingga terjadi
penghambatan pusat vasomotor yang mengakibatkan vasodilatasi
pada arteriol dan vena serta menurunkan tekanan darah (Morton &
Fontaine, 2009; Muttaqin, 2009).

Penurunan tekanan darah tersebut kemudian menurunkan tahanan


perifer dan dilatasi vena yang menyebabkan darah menumpuk pada
vena sehingga mengurangi aliran balik (venous return) yang
menyebabkan terjadinya penurunan curah jantung. Impuls aferen
dari baroreseptor juga mencapai pusat jantung yang akan
merangsang aktivitas parasimpatis dan menghambat pusat simpatis
sehingga menyebabkan penurunan denyut dan daya kontraksi
jantung (Morton & Fontaine, 2009; Muttaqin, 2009). Refleks yang
mempengaruhi nadi diuraikan dalam bagan 2.2

Faktor yang mempengaruhi frekuensi nadi adalah penyakit, emosi,


usia, latihan fisik, suhu yang meningkat ataupun menurun, jenis
kelamin, posisi, olahraga, dan obat-obatan (Hegner & Caldwell,
2003).
17

Aortic reflex (A) Brainbridge Reflex (B)


Tekanan darah arteri Tekanan darah vena

Pelepasan baroreseptor aorta Pelepasan baroreseptor Vena


dan karotis cava

Medullary discharge
Medullary discharge

Vagus discharge

Vagus discharge Sympathetic


Nadi discharge

Curah jantung
Nadi

Tekanan darah Curah jantung

Tekanan darah vena

Bagan 2.2
Refleks yang Mempengaruhi Nadi
( Sumber Morton & Fontaine, 2009)

d. Pengaturan Hemodinamik
Faktor yang mempengaruhi hemodinamik adalah curah jantung,
tahanan perifer dan tekanan darah arteri rata-rata (Schumacher &
Chernecky, 2010). Curah Jantung adalah jumlah darah yang dipompa
oleh ventrikel selama satu satuan waktu, normal pada dewasa sekitar
5 L/menit dan bervariasi tergantung kebutuhan metabolisme tubuh
(Ganong, 2008). Pengaturan curah jantung bergantung pada hasil
perkalian dengan nadi (heart rate) dengan volume sekuncup (stroke
volume) (Morton & Fontaine, 2009; Stanfield, 2012). Nadi yang
dipengaruhi oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis melalui saraf
otonom. Volume sekuncup adalah sejumlah darah yang disemburkan
setiap denyut. Pada orang dewasa, rata-rata volume sekuncup sekitar
18

70 ml/denyut dan frekuensi jantung istirahat sekitar 60-80


denyut/menit (Smeltzer & Bare, 2002).

Volume sekuncup ditentukan oleh tiga faktor menurut Smeltzer &


Bare (2002) dan Schumacher & Chernecky (2010) yaitu
1) Beban awal (preload)
Beban awal adalah pengisian volume ventrikel pada akhir
diastolik yang merupakan refleks dari otot jantung yang
diregangkan sebelum berkontraksi. Peningkatan volume darah dan
konstriksi vena yang menyebabkan peningkatan preload
sedangkan yang menyebabkan penurunan beban awal adalah
hipovolemia dan vasodilatasi (Schumacher & Chernecky, 2010;
Morton & Fontaine, 2009).
2) Kontraktilitas
Kontraktilitas adalah tenaga dari otot miokardium yang
memendek selama sistole (Schumacher & Chernecky, 2010).
3) Beban akhir (afterload)
Merupakan suatu tekanan yang harus dilawan ventrikel untuk
menyemburkan darah yang dipengaruhi oleh pembuluh darah,
kekentalan darah dan pola aliran. Peninggian afterload akan
mengakibatkan penurunan volume sekuncup (Smeltzer & Bare,
2002;Schumacher & Chernecky, 2010)

Resistensi perifer dipengaruhi oleh viskositas / kekentalan darah dan


panjang pembuluh darah. Semakin pekat/kental suatu darah maka
semakin besar resistensi terhadap aliran darah sehingga semakin
tinggi tekanan darahnya sedangkan panjang pembuluh darah
(arteriolar lumen size) semakin besar luas permukaan dalam
pembuluh yang berkontak dengan darah, semakin besar resistensi
terhadap aliran (Ganong, 2008; Morton & Fontaine, 2009).
19

Tekanan arteri rata-rata diatur oleh beberapa sistem yang saling


berhubungan, bila seseorang mengeluarkan darah dalam jumlah yang
banyak dan tekanan darahnya turun secara tiba-tiba, sistem pengatur
tekanan segera menghadapi dua masalah. Pertama mekanisme
pengatur tekanan berupa mekanisme baroreseptor dan mekanisme
iskemi susunan saraf pusat (untuk mengontrol tekanan arteri),
mekanisme vasokontriksi renin-angiotensin dan pergeseran cairan
melalui kapiler dari jaringan ke dalam atau keluar dari sirkulasi untuk
mengatur volume darah sesuai keperluan. Kedua mekanisme untuk
pengaturan tekanan arteri jangka panjang yang dilakukan oleh
mekanisme pengatur ginjal, volume darah dan tekanan darah
(Ganong, 2008).

e. Hemodinamik pada Pasien Hemodialisa


Proses yang terjadi selama menjalani hemodialisa adalah proses
difusi, osmosis dan ultrafiltrasi (Daugirdas, 2007). Pengeluaran
limbah metabolik di darah dikeluarkan melalui proses difusi dengan
cara pergerakan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih
rendah sampai konsentrasi zat terlarut sama di kedua kompartemen
(Rahardjo, Susalit, & Suhardjono, 2009). Kelebihan cairan
dikeluarkan melalui proses osmosis yaitu dengan menciptakan
gradien tekanan (pergerakan dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan
yang lebih rendah) yang dapat ditingkatkan melalui penambahan
tekanan hidrostatik negative (ultrafiltrasi) pada mesin dialysis
(Smeltzer & Bare, 2002).

Saat terjadi proses penarikan cairan akibat perbedaan tekanan pada


tubuh menyebabkan penurunan volume darah memicu aktivasi refleks
cardiovaskuler yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan
turunnya tekanan darah. Hal itu menyebabkan gangguan
hemodinamik pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani
20

hemodialisa (Rahardjo, Susalit, & Suhardjono, 2009). Komplikasi


yang terjadi selama menjalani hemodialisa yaitu hipotensi intradialisis
sedangkan yang jarang terjadi adalah aritmia dan hipertensi
intradialisis (Sherman, Daurgidas, & Ing, 2007).

4. Karakteristik Pasien Penyakit Ginjal Kronik (Umur dan Jenis


Kelamin)
Prevalensi penyakit ginjal kronik berhubungan erat dengan karakteristik
pasien diantaranya berupa umur dan jenis kelamin (Hegner & Caldwell,
2003).
a. Umur (usia lanjut) memiliki resiko tinggi terhadap penyakit ginjal
kronik yang akan meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi
frekuensi nadi. Insiden peningkatan tekanan darah yang meningkat
seiring dengan pertambahan usia (Hegner & Caldwell, 2003; National
Kidney Foundation, 2009). Peningkatan umur akan menyebabkan
perubahan fisiologis atau perubahan degenerasi yaitu dinding arteri
akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan zat
kolagen pada lapisan otot sehingga pembuluh darah berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku. Selain itu, pada usia lanjut reflek
baroreseptor mulai berkurang, aliran darah ginjal dan laju filtrasi
glomerulus menurun (Elsanti, 2009; Hegner & Caldwell, 2003).

Berdasarkan penelitian Kusumawardani (2010) menunjukan bahwa


terdapat hubungan antara karakteristik individu dengan kualitas hidup
dimensi fisik pasien gagal ginjal kronik yang menunjukan semakin
tinggi karakteristik seseorang maka semakin baik kualitas hidupnya
(umur paling banyak dikalangan orang tua dengan jenis kelamin
perempuan). Umumnya kualitas hidup menurun dengan meningkatnya
umur, penderita penyakit ginjal kronik yang berumur muda akan
mempunyai kualitas hidup yang lebih baik dibandingkan yang berumur
tua karena penderita dalam umur produktif akan merasa terpacu untuk
21

sembuh mengingat dia masih muda dan mempunyai harapan hidup


yang lebih tinggi sedangkan yang tua, tidak sedikit dari mereka kurang
motivasi dalam menjalani hemodialisa (Butar-Butar & Siregar). Umur
juga berkaitan dengan prognose dan harapan hidup mereka, yaitu yang
berusia diatas 55 tahun kecenderungan untuk terjadi komplikasi yang
memperberat fungsi ginjal sangat besar dibandingkan yang berusia
dibawah 40 tahun.

b. Jenis kelamin, pada umumnya secara klinis tidak ada perbedaan yang
signifikan antara TD pada laki-laki ataupun perempuan. Peningkatan
tekanan darah terjadi pada laki-laki saat usia diatas 31 tahun sedangkan
pada wanita terjadi setelah menopause (Hegner & Caldwell, 2003;
Dalimarta, Purnama, Nora, Mahendra, & Darmawan, 2008). Penelitian
Kusumawardani (2010) menyatakan bahwa responden perempuan
lebih banyak menderita penyakit ginjal kronik sedangkan laki-laki
lebih rendah dan responden laki-laki mempunyai kualitas hidup lebih
jelek dibandingkan perempuan, semakin lama menjalani terapi
hemodialisa akan semakin rendah kualitas hidup penderita.
Karakteristik individu yang terdiri dari umur dan jenis kelamin
mempengaruhi kualitas hidup pasien penyakit ginjal kronik
(Kusumawardani, 2010; Yuwono, 2010)

B. Gambaran Hemodinamik pada Pasien Penyakit Ginjal Kronik saat


Menjalani Hemodialisa Berdasarkan Karakteristik Pasien
Penurunan volume darah pada hemodialisa terjadi akibat proses penarikan
cairan yang mengakibatkan penurunan curah jantung dan tekanan darah
sehingga menyebabkan gangguan hemodinamik pada pasien penyakit
ginjal kronik yang menjalani hemodialisa (Rahardjo, Susalit, &
Suhardjono, 2009). Gangguan hemodinamik sangat membahayakan pasien
karena dapat mengakibatkan kematian sehingga perlu diperhatikan
perubahan hemodinamik selama menjalani hemodialisa yang bertujuan
22

untuk mengetahui perubahan dari jam ke jam pada pasien yang menjalani
hemodialisa agar dapat mengantisipasi sedini mungkin kejadian
komplikasi (Armiyati, 2012).

C. Kerangka Teori

Proses dan prinsip


Penyakit Ginjal Perubahan
Hemodialisa
Kronik dan Hemodialisa Hemodinamik
1. Proses difusi
1. Perubahan Tekanan
2. Proses osmosis
Darah Sistolik
3. Proses ultrafiltrasi
2. Perubahan Tekanan
Darah Diastolik
3. Perubahan Nadi

Bagan 2.3
Kerangka Teori
(Sumber : Ganong, 2008; Morton & Fontaine, 2009; Rahardjo, Susalit & Suhardjono, 2009;
Smeltzer & Bare, 2002 ; Stanfield, 2012; Suwitra, 2009 )

D. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini adalah
1. Hemodinamik dengan sub variabel berupa tekanan darah sistolik,
tekanan darah diastolik dan nadi.
2. Karakteristik pasien dengan sub variabel umur dan jenis kelamin.

Anda mungkin juga menyukai