Anda di halaman 1dari 17

85

BAB III
ANALISA DAN EVALUASI

3.1 PT ASAHIMAS CHEMICAL


3.1.1 Proses Produksi Terhadap Kebutuhan
Berdasarkan catatan kemenprin (Kementerian Industri )selam a
tahun 2016 tercatat sebanyak 850.000 ton garam dari Australia dan
India di produksi sebagai bahan baku di PT Asahimas Chemical.
Dimana bahan baku garam ini menghasilkan NaOH sebanyak 700.000
ton, F-NaOH 80.000 ton , HCl 355.000 ton, NaCIO 70.000 ton, VCM
800.000 ton dan PVC 550.000 ton per tahun.
Produk Produk yang dihasilkan PT Asahimas Chemical
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pabrik PT Asahimas Chemical,
kebutuhan imdustri kima domestik, dan ekspor keberbadi industri di
negara lain. Saat ini PT Asahimas tengah mengurangi ekspor lantaran
permintaan dalam negeri yang terus meningkat. Awalnya, porsi
pasokan untuk dalam negeri sekitar 60% dan eskpor 40%.Namun,
sejak tiga tahun belakangan, perusahaan mulai menurunkan dan saat
ini porsi dalam negeri sudah mencapai 80% dan eskpor 20%.
Caustic soda digunakan dalam proses produksi alumina, bubur
kayu, kertas dan rayon, serta berbagai proses pengolahan air.
Permintaan untuk caustic soda meningkat seiring dengan kemajuan
industri. Sedangkan untuk PVC, salah satu komoditas resin yang
utama, cenderung meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan
aplikasi PVC seperti pipa yang umum digunakan dalam infrastruktur
dan pembangunan perumahan

3.1.2 Proses Produksi Terhadap Lingkungan


Proses produksi PT Asahimas Chimcal selain menghasilkan
bahan baku, juga dapat menghasilkan limbah. Limbah ini jika tidak
diolah dengan baik maka akan menibulkan dampak terhadap
lingkungan.
86

Limbah yang dihasilkan PT Asahimas Chemical dibagi


menjadi tiga jenis yakni jenis cair, padat dan gas. Limbah cair PT
Asahimas Chemical mengandung senyawa organik, sedangkan limbah
jenis padat yakni coke yang berasal dari unit cracking EDC ditemukan
mengendap membentuk kerak pada furnance dan limbah tarr
ditemukan dalam bentuk lumpur yang mengandung senyawa tembaga.
Limbah gas biasanya mengandung senyawa klorin (Cl2) dan HCl yang
harus diolah lebih lanjut dalam unit inicinerator.

3.1.2.1 Pengolahan Limbah Gas


Limbah gas dihasilkan dari buangan unit operasi boiler,
furnace, incinerator, dan absorber/stripper dari unit produksi dan
diolah menggunakan kolom absorber. Secara lebih khusus,
pengolahan limbah pada Plant PVC-2 dilakukan 600, waste water
treatment dan unit incinerator pada seksi 800, dan HCl recovery.
Gas klorin (limbah utama) diabsorb menggunakan cairan
reflux yang mengandung NaOH untuk menjaga pH pada range 6-8
dan Na2S2O3 untuk mengabsorp kandungan klorin. Selain itu, terdapat
sistem koleksi gas buang untuk mengumpulkan semua gas buang yang
mengandung VCM, HCl, klorin maupun chlorinated organic dan
mengirimkannya ke atmospheric vent scrubber untuk menghilangkan
HCl. Air laut sebagai utility unit scrubber harus cukup untuk
membasahi packing agar penyerapan HCl bisa optimum.

3.1.2.2 Pengolahan Limbah Padat


Tujuan pengolahan limbah ini adalah membakar tarr
(chlorinated hydrocarbon) yang merupakan produk samping dari
proses pabrik VCM-1 dari hasil cracking EDC. Pengolahan limbah ini
dilakukan dengan mencampur tarr dengan bubuk gergaji agar tidak
ada tarr. Hasil pembakaran berupa gas CO2, H2O, HCl dan abu. Gas
HCl ini kemudian diubah menjadi liquid menggunakan unit
quenching.
87

3.1.2.3 Pengolahan Limbah Cair


Limbah cair diolah dalam unit waste water treatment yang
dibagi menjadi 7 line seperti pada Gambar 5.1.

Gambar 3. 1.1 Diagram Penanganan Limbah ASC


(Sumber: ASC, 2015)

3.1.2.3.1 Line 1. Air Tanah (Ground Water)


Sumber: Limbah air yang terserap dalam tanah di sekitar pabrik dan
air hujan
Senyawa organik yang ada berupa EDC, Tri Chloro Ethylene, VCM,
dll dengan total organik 50 ppm . Karena efek tidak begitu besar
maka hanya diatur keasamannya saja agar netral di jangkauan pH 6-9.
Proses Pengolahan Limbah: Limbah dari air tanah dan air hujan
dikirim ke kolam buffer , lalu ke kolam aerasi untuk menghilangkan
senyawa organik. Setelah itu dikirim ke selokan untuk dicampur
dengan limbah yang sudah diolah lainnya.
88

3.1.2.3.2 Line 2. Limbah Basa Organik yang mengandung


Tembaga
Sumber: Limbah berasal dari VCM -1 yang berisi tembaga, senyawa
organik, COD.
Umpan yang masuk ke line 2 memiliki komposisi COD 1800 ppm, Cu
23 ppm, senyawa organik 49 ppm, SS 1037 ppm dan keasaman
12 . Kemudian setelah melewati tahap ini komposisi sludge
menjadi 10 ppm senyawa organik, 440 ppm COD, 45 ppm SS dan 0,9
ppm Cu. (Reff: ASC WWT Project Mass Balance)
Proses Pengolahan Limbah: Limbah dari VCM-1 dikirim ke kolam
aerasi lalu dikirim ke tangki aerasi untuk mengendapkan SS
khususnya kandungan tembaga melalui proses pengendapan flokulan.
Fliltrat dialirkan ke PIT untuk mengurangi COD lagi lalu dicampur
dengan lumpur lain kemudian disaring dalam filter untuk memisahkan
cake.

3.1.2.3.3 Line 3. WD Regenerasi


Sumber: Limbah generasi WD
Kandungan organik cukup rendah yakni sekitar 3 ppm dengan
kandungan COD juga sekitar 20 ppm . Tingkat keasaman yang
tinggi (pH 6,5 8,5) dan kandungan SS 1000 ppm harus
diturunkan menjadi 30 ppm. (Reff: ASC - WWT Project Mass
Balance)
Proses Pengolahan Limbah: Limbah generasi WD ditampung di
dalam kolam untuk dinetralisasi. Setelah kadar keasaman sesuai lalu
dikeluarkan lewat selokan. Biasanya kandungan SS yang masih ada
dalam limbah harus dikirim ke line 6-1 untuk dilakukan pengolahan
lanjut.

3.1.2.3.4 Line 4. Limbah Cair Asam Organik


Sumber: Limbah dari VCM-1 lim
89

Total limbah yang masuk memiliki kandungan senyawa organik


300 ppm , SS 265 ppm dan COD 50,4 ppm dan
keasaman yang tinggi. Keluaran yang diharapkan memiliki komposisi
senyawa organik maksimal 0,005 ppm.
Proses Pengolahan Limbah: Limbah asam ditampung dalam kolam
untuk dinetralkan melalui penambahan NaOH hingga pH 5-7. Setelah
itu limbah dikirim ke kolom destilasi untuk memisahkan limbah
organiknya. Zat organiknya lalu ditransfer ke VCM-1 sedangkan sisa
air sebagai refluks untuk kolom destilasi. Limbah yang sudah
didestilasi lalu dikirim ke pengolahan berikutnya yakni unit netralisasi
dan clarifier (line-5).

3.1.2.3.5 Line 5 dan line 6-1 Organic Acid Waste Water dan Old
Incine Scrubbing
Sumber: Limbah HCl 19%, SWI (Solid Waste Incinerator), air HCl
scrubbing pembakaran.
Umpan limbah dengan kandungan sejumlah Fe, SS, dan Cu,
dengan total 605 ppm , jumlah senyawa organik kurang dari 5
ppm. Setelah proses dari line ini kemudian hasilnya tidak lebih dari 50
ppm dengan pH netral. (Reff: ASC - WWT Project Mass Balance)
Proses Pengolahan Limbah: limbah dari pendinginan HCl 19%, SWI
dan limbah dari line 5 dikirim ke kolam dan dicampur dengan limbah
dari line 6-1 untuk diatur keasamannya. Kemudian limbah
dikoagulasikan menggunakan polimer, dikumpulkan jadi satu dengan
idari line 2 untuk diolah sebagai limbah industri melalui proses
dehidrasi. Cairan ini kemudian diatur pH-nya agar sesuai.

3.1.2.3.6 Line 6-2 C/A Slurry


Sumber: Umpan limbah dengan kandungan COD (>700 ppm) dan
senyawa lain berupa seperti NaCl, NaHCO3, NaSO4 dalam suasana
basa. Setelah pengolahan diharapkan limbah berkurang menjadi 300
ppm dan netral.
90

Proses Pengolahan Limbah: Limbah VCM-2 dengan kandungan


COD dioksidasi melalui kontrol pH dengan ditambahkan NaClO. Sisa
NaClO ditangkap dengan Na2SO3 dan sebelum dibuang, diatur pH-nya
menggunakan NaOH.
3.1.3 Kendala dan Tantangan Kedepan Terhadap Kebutuhan
Energi

PT Asahimas Chemical (ASC) mengunakan bahan baku utama


berupa garam dan listrik. Garam yang digunakan sebagai bahan baku
bukan garam yang dihasilkan di Indonesia melainkan berasal dari
Australia dan India. Hal ini di karenakan jumlah produksi garam di
Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan PT Asahimas, selain itu
garam yang ada di Indonesia cenderung mengandung bayak impuritis
(pengotor).

Selama ini, mayoritas biaya produksi ASC selalu meningkat,


maka dari itu kebutuhan energi listrik menjadi salah satu kendala
untuk memasok listrik terhadap proses produksi PT. Asahimas
Chemical. Dalam memenuhi kebutuhan listrik PT Asahimas Chemical
masih menggunakan supply dari Perusahaan Listrik Negara.
Kebutuhan listrik PT Asahimas Chemical dapat mencapai kurang
lebih 160 megawatt dan kebutuhan ini terus meningkat 5% setiap
tahun nya. Kebutuhan listrik ini kedepannya akan terus meningkat dan
PT Asahimas Chemical tidak dapat terus mengandalkan supply dari
PLN. Oleh sebab itu PT Asahimas Chemical akan menginvestasikan
sekitar US dollar 400 juta untuk membangun satu pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU) berkapasitas 250 megawatt di Indonesia demi
memangkas biaya energi untuk operasinya di Asia Pasifik.PLTU
tersebut dijadwalkan beroperasi pada 2017 dan membakar batubara
murah kualitas rendah yang banyak diproduksi di Indonesia.Rencana
pembangunan PLTU ASC tersebut saat ini memasuki tahap
penyusunan Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) oleh Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Cilegon.
91

. Rencananya PLTU milik ASC tersebut akan menggunakan


circulating fluidised bed boilers untuk mengurangi emisi CO2 dan
akan bisa membakar bahan bakar campuran, termasuk biomassa.
PLTU ini akan memasok listrik untuk anak perusahaan Asahi Glass Co
Ltd (AGC), Asahimas Chemical, yang tengah mengupayakan
peningkatan kapasitas produksinya di Indonesia pada tahun-tahun
mendatang.

3.2 PT. Lotte Chemical Titan Nusantara


3.2.1 Proses Produksi Terhadap Kebutuhan
Di Indonesia industri resin plastik dalam beberapa tahun
terakhir ini berkembang cukup pesat. Dari empat jenis resin plastik
(PE, PP, PVC, PS) total kapasitas produksinya mencapai 2,2 juta ton
per tahun. Dari total kapasitas produksi sebesar itu, resin plastik jenis
PE (Polietilen) memiliki kapasitas produksi terbesar hingga mencapai
790.000 ton per tahun. Menurut Menperin (Menteri Perindustrian),
permintaan produk plastik nasional mencapai 4,6 juta ton dan
meningkat secara konsisten sebesar 5 persen dalam lima tahun
terakhir.Industri plastik memiliki variasi produk yang sangat luas serta
keterkaitan dengan industri lain yang erat seperti dengan industri
kemasan untuk makanan, kosmetik, dan elektronika.Selain itu, tingkat
konsumsi industri plastik, khususnya produk plastik hilir, sangat tinggi
mengingat besarnya pasar dalam negeri.
PT Lotte Chemical Titan Nusantara sebagai salah satu
produsen PE di Indonesia telah mencatat kinerja produksi pada tahun
2015 sekitar 70% dari kapasitas, yang didistribusikan ke dalam negeri
sekitar 87% dan sisanya diekspor terutama ke Malaysia dan kawasan
SEA lainnya dan juga sedikit ke China.Kapasitas produksi PE, PT.
LCTN mencapai 450.000 ton per tahun.Dengan semakin besarnya
kebutuhan plastik dalam negeri, makaPT Lotte Chemical Titan
Nusantara mencoba membatasi ekspor polyethylene. Perseroan bakal
92

fokus menggenjot produksi untuk kebutuhan domestik ketimbang


ekspor.

3.2.2 Proses Produksi Terhadap Lingkungan


Proses produksi PT. Lotte Chemical Titan Nusantara selain
menghasilkan produk, tentunya juga akan menghasilkan limbah yang
apabila tidak dikelola dengan baik akan berpengaruh buruk terhadap
lingkungan. Pengolahan limbah di PT. Lotte Chemical Titan
Nusantara dilakukan di Effluent Treatment Unit yaitu suatu sarana
pengolahan limbah dari industri sebelum dibuang ke laut atau di kirim
ke industri pengolahan dan pembuangan limbah. Limbah yang ada di
PT. Lotte Chemical Titan Nusantara terbagi menjadi tiga yaitu :
limbah cair, limbah padat dan limbah gas. Limbah cair dapat berupa
sisa-sisa bahan kimia (catalyst residu slurry), oily water, foul water
dan stromwater.Oily water yaitu air yang terkontaminasi oleh
hidrokarbon atau air yang mengandung oli (minyak).Foul water yaitu
air limbah dari sekitar gedung seperti air dari toilet. Storm water yaitu
air yang bukan berasal dari area proses tetapi air hujan dari jalan,
selokan dan atap gedung yang akan langsung dibuang ke laut setelah
penyaringan.
Limbah padat yang dihasilkan PT. Lotte Chemical Titan
Nusantara meliputi sampah bekas dari pembungkus katalis yang
berbahaya dan waxes yang merupakan hasil samping dari
prepolimerisasi unit. Limbah tersebut tidak diolah dalam pabrik tetapi
dikirim ke Pusat Pengendaliaan Limbah Industri (PPLI). Sedangkan
limbah padat yang tidak berbahaya seperti sampah-sampah umum dari
rumah tangga akan dibakar di incinerator.
PT. Lotte Chemical Titan Nusantara memiliki beberapa unit
pengolahan limbah yang dilengkapi dengan fasilitas berikut :

3.2.2.1 Pengolahan Limbah Cair


Neutralization Unit
93

Unit ini digunakan untuk menetralkan catalyst residu slurry


yang berasal dari unit persiapan katalis dan mengurangi kandungan
COD/BOD, n-propanol dan hexane.Catalyst residu slurry ini
mengandung BOD/COD sebesar 11.200 ppm selanjutnya dimasukkan
ke neutralization pit, diaduk dengan agigator supaya tercampur dan
ditambah NaOH 50 % berat untuk mengatur pH 6,5-8.Setelah pHnya
mencapai 6,5-8, catalyst residu slurry kemudian ditransfer ke
dewatering area dengan menggunakan pompa. Dewatering area ini
berfungsi untuk menghilangkan kandungan air yang tercampur
dengan catalyst residu slurry. Setelah kering catalyst residu slurry
akan berubah menjadi powder yang kemudian di pak dalam drum dan
dikirim ke Pusat Pengendaliaan Limbah Industri (PPLI).

CPI (Cornugated Plate Interceptor) Separator


CPI Separator merupakan alat yang berfungsi untuk
memisahkan oli dengan air dari oily water yang berasal dari central
oily water pit, yaitu tempat penampungan oily water sebelum masuk
ke separator. Oli yang terpisah dari oilywater ditampung dalam slop
on tank. Di slop on tank terjadi pemisahan air dengan oli berdasarkan
pebedaan berat jenis karena oli yang masuk ke tangki masih
mengandung sedikit air. Oli yang terpisah dalam slop on tank akan
ditransfer ke inecerator untuk dibakar, sedangkan airnya dipompa
kembali ke central oily waterpit. Air dari CPI separator akan ditransfer
ke aerated lagoon sebelum dibuang ke laut.

Aerated Lagoon
Aerated lagoon adalah tempat pengolahan limbah cair yang
terakhir sebelum dibuang ke laut bersama dengan sea water return. Air
limbah di aerated lagoon ini berasal dari CPI Separator dan foul water
treatment. Pada aerated lagoon terjadi proses aerasi dengan
menggunakan bantuan 2 buah lagoon aerator berfungsi untuk
mengambil oksigen dari udara luar sebagai makanan bakteri aerob,
sehingga dengan banyaknya oksigen yang disuplai oleh aerator maka
bakteri aerob akan berkembang lebih banyak dan menjadi lebih efektif
94

untuk menguraikan kandungan BOD/COD serta bahan berbahaya


lainnya sehingga air yang dibuang ke laut memenuhi kualitas standart
air limbah yang tidak mencemari laut. Setelah melalui proses aerasi,
air akan dipompa ke outfall oleh Sludge.

Circulating Pump.
Sebelum menuju ke outfall air akan melewati disinfektor yang
berfungsi untuk membunuh mikroorganisme yang terbawa, sehingga
air yang dibuang ke laut benar-benar aman untuk lingkungan. Air
olahan dari aerated lagoon dibuang ke laut dengan kapasitas 51,7
m3/hari pada musim kemarau dan 121,6 m3/hari pada musim hujan.

3.2.2.2 Pengolahan Limbah Padat


Incinerator Unit
Incinerator adalah alat yang berfungsi sebagai tempat
pengolahan atau pembakaran limbah padat.Inecerator di desain untuk
membakar 125 kg/jam material padat dan biasanya dioperasikan 8
jam/hari. Umpan yang masuk ke inecerator adalah sebagai berikut :
Oil separator sludge 30 ton/tahun
Waste polyethylene 20 ton/tahun
Biogical Treatment sludge 50 ton/tahun
General garbage 300 ton/tahun
Waste Solvent 400 ton/tahun

3.2.2.3 Pengolahan Limbah Gas


Plant Flare System
Flare system merupakan sarana untuk membakar semua gas
buangan dengan kadar hidrokarbon > 2 ppm, terutama gas buangan
yang berasal dari unit polimerisasi pada saat kondisi darurat (produksi
tiba-tiba berhenti). Flare berbentuk seperti cerobong dengan
ketinggian 110 m dan diameter 0,8 m. Flare beroperasi pada
temperatur 2300C dan tekanan 1 barg. Nitrogen secara kontinyu
diinjeksikan ke flare system untuk menjaga tekanan pada flare dengan
tujuan menjaga akumulasi flammable gas dan masuknya udara ke
sistem. Nitrogen yang diinjeksikan adalah 10 Nm3/jam.
95

3.2.3 Kendala dan Tantangan Kedepan Terhadap Kebutuhan


Energi

PT. Lotte Chemical Titan Nusantaramenjadikan polietilen


sebagai hasil produksi utamanya dengan menggunakan bahan baku
etilen. Etilen yang digunakan untuk bahan baku sebagian besar
merupakan hasil impor. Setiap tahunnya perseroan mengimpor sekitar
1,1 juta metrik ton (MT) etilen. Untuk itulah, PT Lotte Chemical Titan
Tbk (FPNI) berencana membangun pabrik polietilen terintegrasi
dengan lama pembangunan 4-5 tahun. Adapun, total nilai investasi
diperkirakan mencapai US$ 3-4 miliaratau setara Rp 52 triliun-Rp53
triliun.Lokasi pabrik milik Lotte Chemical Titan ini yang nantinya
akan berada di Cilegon, Banten, bakal memproduksi etilen sebanyak 1
juta ton dan propilen 600 ribu ton per tahun.
Rencananya, pembangunan industri petrokimia tersebut demi
memenuhi kebutuhan Naphtha Cracker di tanah air. Pabrik yang bakal
didirikan investor asal Korea Selatan ini, berkapasitas produksi sekitar
2 juta ton per tahun.Dengan kapasitas produksi naphtha cracker dari
Lotte Chemical Titan, ditambah ekspansi bisnis PT Chandra Asri
Petrochemical Tbk, Indonesia mampu menghasilkan sedikitnya 3 juta
ton per tahun. Sementara, kebutuhan naphtha cracker di dalam negeri
mencapai 1,6 juta ton per tahun.Dengan angka produksi sebesar itu,
menempatkan Indonesia sebagai penghasil naphtha cracker terbesar
ke-4 di kawasan ASEAN. Atau di bawah Thailand, Singapura dan
Malaysia. Produksi ini diharapkan bisa mengurangi impor senilai
US$1,5 miliar. Selama ini, importasi bahan kimia Indonesia totalnya
bernilai US$15 miliar.Hal ini diharapkan dapat membantu pemerintah
memenuhi kebutuhan bahan baku kimia dalam negeri sehingga impor
bisa dihentikan.

3.3 Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN)


3.3.1 Proses Produksi terhadap Kebutuhan
96

Di dalam reaktor nuklir, reaksi fisi diharapkan akan


berlangsung secara kontinu dan terkendali. Yang dimaksud dengan
terkendali dalam hal ini adalah jumlah reaksi fisi dapat dinaik-
turunkan dengan mantap dan stabil sesuai dengan kebutuhan energi.
Bahan bakar reaktor fisi adalah radioisotop yang dapat berfisi
(fisil), yang dapat diperoleh di alam. Tetapi karena beberapa bahan
fisil dapat dibuat dari bahan dapat membiak (fertil), maka beberapa
jenis bahan fertil yang dibutuhkan sebagai bahan baku pembuat bahan
fisil juga digolongkan sebagai bahan bakar reaktor fisi. Bahan fisil U-
233, U-235, Pu-239 dan Pu-241 serta bahan fertil Th-232 dan U-238
adalah bahan bakar dari beberapa tipe reaktor fisi yang telah
dikembangkan hingga awal abad 21 ini.
Proses pembuatan bahan fisil dari bahan fertil dapat dilakukan
dalam sebuah reaktor fisi, proses ini disebut sebagai proses
pembiakan. Oleh karena itu, dalam reaktor fisi terdapat tipe reaktor
yang disebut sebagai reaktor pembiak karena dalam reaktor ini selain
dilangsungkan reaksi fisi kontinu juga dilangsungkan proses
pembiakan bahan fisil dari bahan fertile.
Reaktor nuklir fisi yang saat ini beroperasi sebagian besar
menggunakan bahan bakar dari bahan fisil U-235.Dari 436 unit
reaktor yang beroperasi pada tahun 2009 (data Power Reactor
Information System IAEA, Maret 2009), 434 diantaranya
memanfaatkan U-235 sebagai bahan bakarnya.Hanya ada dua reaktor
pembiak yang dapat memanfatkan bahan fertil U-238.Pemanfaatan
bahan bakar thorium masih belum populer di dunia. Uranium
tergolong sebagai logam tanah jarang, karena itu proses produksi
bahan bakar uranium mirip dengan proses produksi logam tanah
jarang sejenisnya.
Bahan bakar uranium diperdagangkan dalam bentuk yellow
cake . Yellow cake mengandung uranium alam murni, dalam uranium
alam murni terdapat isotop U-234, U-235dan U-238, masing-masing
mempunyai kandungan 0,0055%, 0,72% dan 99,2745%. Dari isotop
97

uranium dalamyellow cake ini hanya U-235 saja yang dapat langsung
berfisi (U-235 adalah bahan fisil). Kandungan bahan fisil dalam
yellow cakeyang hanya 0,72% terlalu kecil untuk menggerakkan
reaksi fisi dalam reaktor nuklir (hanya beberapa tipe reaktor nuklir
saja yang dapat dioperasikan dengan uranium alam dengan kandungan
U-235 rendah, diantaranya adalah reaktor tipe Heavy Water Reactors
(HWR). Oleh karena itu, kandungan U-235 harus ditingkatkan hingga
sekitar 3%.
Proses peningkatan kandungan U-235 dalam bahan bakar
uranium disebut proses pengayaan uranium. Proses pengayaan U-235
tidak dapat secara bebas dilakukan, karena apabila pengayaannya
mencapai 100% maka dapat digunakan sebagai bahan baku senjata
nuklir. Saat ini kondisi uranium di pasar dunia dalam bentuk UF4
(uranium tetrafluorida) dengan kadar U-235 hingga 20%
diperdagangkan dengan bebas. Selanjutnya UF4 dapat diubah dengan
mudah menjadi logam uranium dengan proses kalsinasi.

3.3.2 Proses Produksi terhadap Lingkungan


Aplikasi teknik nuklir dalam hidrologi juga berguna dalam
penentuan gerakan sedimen di pelabuhan atau daerah pantai.Selama
ini masalah pendangkalan pelabuhan dan alur pelayaran yang
menyangkut kelangsungan pelayanan perhubungan laut sudah cukup
serius.Meski merupakan peristiwa alam namun pergerakan dan
pengendapan lumpur tanah ini harus dikendalikan. Terjadinya
pendangkalan mengakibatkan kapal-kapal besar tidak dapat merapat
kedermaga sehingga mengganggu proses bongkar-muat barang.
pengerukan lumpur itu juga membutuhkan biaya besar.
Salah satu usaha memperkecil kecepatan terjadinya
pendangkalan atau endapan lumpur itu adalah dengan mengetahui dari
mana asal lumpur dan ke mana arah gerakan sedimen lumpur.Teknik
nuklir digunakan untuk mengestimasi laju pendangkalan dengan
perantaraan perunut radioisotop.Radioisotop yang dipakai adalah pasir
98

tiruan yang bentuk dan ukurannya menyerupai pasir di pelabuhan


yang akan diteliti. Radioisotop yang sering dipakai adalah Iridium-
192, aurum-198 dan Scandium-46.
Radioisotop lalu akan diinjeksikan ke dasar laut dan radiasi
yang dipancarkannya akan dilacak dengan detektor. Respon dicatat
memakai mesin pencatat radiasi.pemantauan terhadap radioisotop
yang dilepas ke dasar laut ini dilakukan beberapa kali dalam jangka
waktu ter tentu.
Dari hasil pemantauan itu secara kumulatif dapat ditentukan
arah gerakan sedimen, tebal lapisan sedimen dan kecepatan rata-rata
lapisan sedimen.data tersebut juga dapat dipakai untuk menentukan
pembangunan pelabuhan baru yang sesuai dan tidak memerlukan
biaya tinggi.BATAN pada tahun 2012 juga telah berhasil menyusun
peta tingkat radiasi dan radioaktivitas lingkungan di Indonesia.
Melalui penelitian sejak 2005, peta tersebut menggambarkan tingkat
radiasi gamma dan radioaktivitas beberapa radionuklida melalui
pengukuran dari mulai barat Sumatera hingga kalimantan dan papua.
pengukuran laju dosis radiasi gamma dilakukan langsung di lapangan
dengan mengukur sampel tanah memakai surveimeter exploranium
Model GR-130.
Kegunaan peta tersebut antara lain sebagai data dasar radiasi
dan radioaktivitas alam di Tanah air. Jadi misalkan ada kenaikan data
radiasi karena faktor lain dapat diketahui dengan cepat. Manfaat
lainnya untuk meneliti tingkat kesehatan masyarakat yang tinggal di
daerah radiasi tinggi sekaligus peta ini menjadi indikasi ada tidaknya
bahan tambang uranium dan lainnya.
Kegiatan penelitian lain yang tengah berlangsung
adalahanalisa gas radon. Ini terkait kehidupan modern yang semakin
banyak memanfaatkan pendingin ruangan atau AC sehinggi memper
tinggi kandungan radon di udara.Gas itu kemudianakan terhirup oleh
manusia.padahal kombinasi radon yang makin tinggi dengan radikal
bekas di udara memper tinggi kemungkinan kanker paru-paru.
99

Kepedulian BATAN terhadap masalah pencemaran lingkungan


ikut diwujudkan dengan penelitian teknik bioremediasi untuk
memperbaiki lahan.Contohnya lahan tercemar minyak di Cepu yang
sempat tidak produktif.Selama tiga bulan dilakukan bioremediasi
memakai biokompos dan mikroba.akhirnya lahan itu dapat ditanami
kembali dengan rumput gajah dan pohon jati.
Bioremediasi juga telah diterapkan pada lahan pasir di
kawasan Jonggol, Jawa barat.bakteri dalam pupuk mampu
merangsang per tumbuhan akar sehingga lahan pasir dapat ditanami
dengan jagung. bioremediasi kini tengah diuji coba di kawasan
tercemar logam timah di bangka. Ini untuk menjawab permintaan
masyarakat setempat yang ingin lahannya dapat ditanami dengan
tanaman lada.
Sementara itu, onggok atau limbah tapioka yang sebelumnya
tidak bermanfaat ser ta mengotori lingkungan kini telah dapat diubah
oleh peneliti baTaN menjadi barang berguna yang ramah
lingkungan.Stok onggok sendiri mudah didapat dari daerah penghasil
singkong seper ti lampung, klaten, kebumen, kuningan dan di berbagai
daerah lainnya di Indonesia.
Persoalan plastik memang banyak terkait dengan perubahan
iklim di bumi.pasalnya, plastik sulit terurai di alam karena sulit
dimakan oleh jasad renik. agar terurai secara sempurna, plastik
memerlukan puluhan bahkan ratusan tahun. Sulitnya penguraian ini,
menyebabkan limbah plastik yang tak terpakai akan menumpuk dan
mencemari lingkungan. Sementara tren gaya hidup sekarang semakin
banyak memakai produk dari plastik.
Melalui penelitian di BATAN oleh Sudrajat Iskandar sejak
2002, onggok yang sudah diradiasi itu diolah menjadi bijih plastik
yang ramah lingkungan karena dapat terurai hanya dalam jangka
waktu satu sampai dua bulan.awalnya Sudrajat Iskandar telah banyak
mencoba beragam sari pati tanaman, seperti sari pati jagung, sagu
hingga akhirnya mengolah sisa tapioka.
100

Selanjutnya bijih plastik ramah lingkungan yang sudah melalui


uji kementerian per tanian ini dapat dikembangkan menjadi bahan
aneka produksi seper ti untuk pot bunga hingga kantong
belanja.baTaN bekerjasama dalam hal ini dengan PT Sarana Tunggal
Optima serta pabrik plastik di Surakarta.
Bisa juga bijih plastik dibuat menjadi gantungan baju yang
ramah lingkungan dan lebih lentur sehingga lebih disukai
konsumen.bijih plastik ramah lingkungan ini juga bisa digunakan pada
mesin cetak injeksi (injection moulding), injeksi hidrolik, maupun
cetak tiup ( blow moulding). bahan dasarnya masih bisa
dikembangkan menggunakan bahan lain seper ti limbah serbuk
gergaji, sekam padi, ampas padi dan sebagainya.
Harapannya, inovasi pembuatan plastik tersebut akan
diarahkan kepada para pengguna plastik dari masyarakat menengah
kebawah sebab limbah plastik yang banyak memenuhi tempat
pembuangan sampah adalah plastik- plastik biasa yang dipakai oleh
masyarakat kelas menengah ke bawah.
Penelitian lainnya terkait dengan masalah bahan bakar
bioetanol.Sumbernya dari tandan kosong kelapa sawit yang
dihaluskan dan diradiasi.biasanya limbah tandan kosong kelapa sawit
yang kaya lignoselulosa itu dibuang begitu saja. dapat pula memakai
limbah serbuk kayu dari industri yang belum dimanfaatkan secara
optimal.

3.3.3 Kendala dan Tantangan Kedepan terhadap Kebutuhan


Energi

Pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir masih sulit


diwujudkan karena masih terkendala oleh sedikitnya lima faktor.
Selain itu, tingginya risiko pembangkit listrik tenaga nuklir yang
menghasilkan limbah radioaktif hingga sekarang masih mendapatkan
penolakan sebagian lapisan masyarakat.
101

Menurut anggota Dewan Energi Nasional, Rinaldy Dalimi,


sedikitnya lima faktor yang menjadi kendala pembangunan PLTN
meliputi Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) belum siap
menyediakan sumber daya manusia, belum siap menyediakan bahan
bakar nuklir (yaitu uranium), dan belum siap dalam menangani
teknologi pengayaan uranium. Selain itu, faktor kendala lain adalah
pemerintah belum menentukan teknologi PLTN yang akan dipakai.
Dana besar untuk pelaksanaan pembangunan PLTN juga belum
tersedia. Selain itu, mengenai teknologi pengayaan uranium, Indonesia
sebagai negara berkembang juga akan sulit mendapat dukungan dari
negara-negara maju yang menguasai teknologi tersebut. Masih ada
kekhawatiran terhadap penyalahgunaan untuk kepentingan
persenjataan.Gagasan pemerintah untuk mendirikan PLTN sebenarnya
sudah dihentikan atau ditunda. Pemerintah, dalam hal ini Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral, menggantinya dengan program
pembangunan pembangkit listrik dengan batu bara sebesar 10.000
megawatt (MW) tahap I dan II. Ditambah target produksi 26.000 MW
yang diserahkan kepada produsen listrik swasta.

Total produksi listrik yang ingin dicapai sebesar 46.000 MW


diharapkan terealisasi semuanya pada 2025 nanti. Target produksi ini
diperhitungkan mampu memenuhi kebutuhan listrik yang meningkat
setiap tahun, termasuk pemenuhan kebutuhan dasar listrik untuk
industri.

Anda mungkin juga menyukai