Anda di halaman 1dari 18

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Adaptasi fisiologis kehamilan dapat menyebabkan perubahan signifikan dalam sistem
kardiovaskular yang memungkinkan wanita untuk meningkatkan kebutuhan metabolik akibat
pertumbuhan janin.
Wanita dengan fungsi struktur jantung normal dapat beradaptasi dengan baik sedangkan
wanita dengan penyakit jantung akan mengalami dekompensasi yang dapat mengakibatkan
komplikasi dalam kehamilan bahkan menyebabkan kematian janin dan ibu.
Peningkatan kerja jantung disebabkan oleh karena adanya peningkatan konsumsi oksigen
karena pertumbuhan janin, pembesaran rahim dan payudara yang membutuhkan oksigen yang
lebih besar, peningkatan berat badan ibu hamil, dan lapisan plasenta bekerja seperti fistula
arterio-vena.
Banyaknya perubahan fisiologis yang terjadi pada wanita hamil nampaknya mempersulit
diagnosis kelainan jantung, misalnya bising jantung fisiologis sering ditemukan pada wanita
hamil normal, demikian pula dengan dyspnea dan edem. Cunningham dkk menyatakan bahwa
diagnosis penyakit jantung pada kehamilan jangan ditegakkan bila tidak ada kelainan yang
ditemukan sebaliknya jangan gagal dan terlambat menegakkan diagnosis bila memang ada
kelainan. Martin dkk (1999) melaporkan bahwa kelainan jantung merupakan penyebab kematian
ketiga terbanyak pada wanita usia 25 44 tahun.2
Risiko kematian maternal akan meningkat sampai 25 50% pada kasus-kasus dengan
hipertensi pulmonal, coartasio aorta, sindroma Marfan yang mengalami komplikasi. Namun
penanganan prenatal, intrapartum dan post partum yang baik dapat memberikan hasil yang
memuaskan. Silversides dkk (2002) di Kanada tidak menemukan satupun kasus kematian
maternal dari 74 ibu hamil dengan stenosis mitral rematik.4, 5

Volume sirkulasi darah


Pengisian jantung adalah peningkatan volume sirkulasi yang terjadi mulai dari usia kehamilan 6
minggu sampai akhir kehamilan trimester kedua pada level 50-70% lebih tinggi dibandingkan
pada wanita tidak hamil.
3

Massa sel darah merah biasanya meningkat tetapi hanya sekitar 40% yang menyebabkan
peningkatan proporsional volume sel darah merah yang mengarah ke hemodilusi relatif disebut
anemia fisiologi kehamilan.
Hasil dari peningkatan volume darah pada akhir diastolik ventrikel kiri (LVED) akan terjadi
peningkatan volume yang dapat dilihat pada ekokardiografi dari 10 minggu usia kehamilan.

II.1. Diagnosis
Kebanyakan wanita dengan kelainan jantung telah terdiagnosis sebelum kehamilan,
misalnya pada mereka yang pernah menjalani operasi karena kelainan jantung kongenital maka
akan mudah untuk mendapat informasi yang rinci. Sebaliknya penyakit jantung pertama kali
didiagnosis saat kehamilan bila ada gejala yang dipicu oleh peningkatan kebutuhan jantung.1
Gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas, dan nyeri dada. Berhubung
karena gejala ini juga berhubungan dengan kehamilan normal maka perlu melakukan anamnesis
yang cermat untuk menentukan apakah gejala ini sudah tidak berhubungan dengan kehamilan
normal. Bising sistolik dapat ditemukan pada 80% wanita hamil, umumnya berhubungan dengan
peningkatan volume aorta dan arteri pulmonalis. Tipe bising ini adalah derajat 1 atau 2,
midsistolik, paling keras pada basal jantung, tidak berhubungan dengan kelainan fisik yang lain.
Pada pasien dengan bising sistolik akan terdengar pemisahan bunyi jantung dua yang keras.
Setiap bising diastolik dan bising sistolik yang lebih keras dari derajat 3/6 atau menjalar ke
daerah karotis harus dianggap sebagai patologis. Pada wanita yang diduga mengalami kelainan
jantung maka perlu dilakukan evaluasi yang cermat terhadap denyut vena jugularis, sianosis pada
daerah perifer, clubbing dan ronki paru.1, 6
Pemeriksaan diagnostik lanjut perlu dilakukan pada wanita hamil yang mempunyai :
riwayat kelainan jantung, gejala yang melebihi kehamilan normal, bising patologi, tanda
kegagalan jantung pemeriksaan fisik atau desaturasi oksigen arteri tanpa kelainan paru.
Pemeriksaan yang paling tepat untuk menilai wanita hamil dengan dugaan kelainan jantung
adalah ekokardiografi transtorasik. Pemeriksaan radiografi paru hanya bermanfaat pada dugaan
adanya kegagalan jantung. Pemeriksaan elektokardiografi (EKG) nampaknya tidak spesifik. Bila
ada gejala aritmia jantung yang menetap maka perlu dilakukan monitor EKG selama 24 jam.
Kateterisasi jantung jarang diperlukan untuk membuat diagnosis penyakit jantung kongenital
atau kelainan katup jantung, namun pemeriksaan ini bermanfaat bila ada gejala penyakit jantung
4

koroner akut selama kehamilan sebab mempunyai paparan radiasi yang kecil sehingga diagnosis
dapat ditegakkan lebih dini dan dapat dilakukan revaskularisasi untuk mencegah infark
miokard.1, 7
Klasifikasi penyakit jantung (status fungsional) berdasarkan klasifikasi yang ditetapkan oleh
New York Heart Association pada tahun 1979, sebagai berikut :2
Klas / derajat I : Aktivitas biasa tidak terganggu.
Klas / derajat II : Aktivitas fisik terbatas, namun tidak ada gejala saat istirahat.
Klas / derajat III :Aktivitas ringan sehari-hari terbatas, timbul sesak atau nyeri, palpitasi pada
aktifitas yang ringan.
Klas / derajat IV : Gejala timbul pada waktu istirahat, dan terdapat gejala gagal jantung.

Tabel 1. Beberapa indikator klinik dari penyakit jantung dalam kehamilan

Gejala
Dyspnea yang progresif atau orthopnea
Batuk pada malam hari
Hemoptisis
Sinkop
Nyeri dada
Tanda-tanda klinik
Sianosis
Clubbing pada jari-jari
Distensi vena di daerah leher yang menetap
Bising sistolik derajat 3/6 atau lebih
Bising diastolik
Kardiomegali
Aritmia persisten
Terpisahnya bunyi jantung dua yang persisten
Adanya kriteria hipertensi pulmonal

II.2. Antepartum
5

Penderita penyakit jantung harusnya dikonsulkan sebelum kehamilan karena


mempertimbangkan risiko dari kehamilan, intervensi yang diperlukan dan potensi risiko
terhadap janin. Namun ada pula penderita yang tidak terkoreksi terus hamil, pada keadaan ini
keuntungan dan kerugian terminasi kehamilan atau melanjutkan kehamilan perlu
dipertimbangkan dengan cermat. Keputusan untuk melanjutkan kehamilan harus
mempertimbangkan dua hal penting yaitu : risiko medis dan nilai seorang bayi bagi ibu tersebut
dan pasangannya.6
Beberapa kelainan jantung dengan risiko kematian ibu yang tinggi antara lain : sindroma
Eisenmenger, hipertensi pulmonal dengan disfungsi ventrikel kanan dan sindroma Marfan
dengan dilatasi aorta yang signifikan.1
Penanganan penyakit jantung pada kehamilan ditentukan oleh kapasitas fungsional
jantung. Pada semua wanita hamil, tetapi khususnya pada penderita penyakit jantung,
pertambahan berat badan yang berlebihan, dan retensi cairan yang abnormal harus dicegah.1
Memburuknya kondisi jantung dalam kehamilan sering terjadi secara samar namun
membahayakan. Pada kunjungan rutin harus dilakukan pemeriksaan denyut jantung,
pertambahan berat badan dan saturasi oksigen. Pertambahan berat badan yang berlebihan
menandakan perlunya penanganan yang agresif. Penurunan saturasi oksigen biasanya akan
mendahului gambaran radiologi (foto toraks) yang abnormal.1
Salah satu prosedur penatalaksanaan selama kehamilan adalah membatasi aktifitas fisik sehingga
mengurangi beban sistem kardiovaskuler. Dianjurkan tidak melakukan aktivitas fisik yang berat
untuk mempertahankan aliran darah uterus dan menjaga kesehatan janin.7
Pasien diharuskan melaporkan gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas, khususnya
bila ada demam. Kebanyakan penderita kelainan jantung juga berisiko untuk defisiensi besi
sehingga diperlukan profilaksis dengan pemberian suplementasi besi dan asam folat yang dapat
menurunkan kerja jantung.

II.3. INTRAPARTUM
Persalinan untuk penderita kelainan jantung idealnya adalah singkat dan bebas nyeri.
Induksi persalinan dilakukan bila serviks sudah matang. Kadang kala penderita penyakit jantung
yang berat memerlukan pemantauan hemodinamik yang invasif dengan pemasangan kateter
arteri dan arteri pulmonalis. Seksio sesaria dilakukan hanya atas indikasi medis.1, 6
6

Pemantauan ibu dan janin sebaiknya dikerjakan selama persalinan. Pemantauan EKG
berkelanjutan selama persalinan sangat dianjurkan. Kateter Swan-Ganz sangat bermanfaat karena
dapat memberikan informasi akurat mengenai status cairan tubuh dan fungsi jantung kiri. Kateter
Swan-Ganz memungkinkan pengukuran tekanan kapiler paru yang merupakan gambaran paling
akurat dari hubungan antara volume darah dengan kapasitas vaskuler, serta hubungan antara
tekanana vena sentral dengan output jantung.1, 6
Standar penanganan penderita kelainan jantung dalam masa persalinan adalah :1
1. Diagnosis yang akurat
2. Jenis persalinan berdasarkan pada indikasi obstetri
3. Penanganan medis dimulai pada awal persalinan
a. Hindari partus lama
b. Induksi dilakukan bila serviks sudah matang
4. Pertahankan stabilitas hemodinamik
a. Pemantauan hemodinamik invasif bila diperlukan
b. Mulai dengan keadaan hemodinamik yang sudah terkompensasi
c. Penanganan yang spesifik tergantung pada kondisi jantung.
5. Cegah nyeri dan respons hemodinamik dengan pemberian analgesia epidural dengan
narkotik dan teknik dosis rendah lokal.
6. Antibiotik profilaksis diberikan bila ada risiko endokarditis.
7. Ibu tidak boleh mengedan. Persalinan dengan vakum atau forcep rendah.
8. Hindari perdarahan dengan melakukan managemen aktif kala III dan penggantian cairan
yang dini dan sesuai.
9. Managemen cairan pada postpartum dini : sering diperlukan pemberian diuresis yang agresif
namun pelu hati-hati.

II.4. PUERPERALIS
Persalinan dan masa puerperium merupakan periode dengan risiko maksimum untuk
pasien dengan kelainan jantung. Selama periode ini, pasien harus dipantau untuk mengetahui ada
tidaknya tanda-tanda gagal jantung, hipotensi dan aritmia. Perdarahan postpartum, anemia,
infeksi dan tromboemboli merupakan komplikasi yang menjadi lebih serius bila ada kelainan
jantung.
7

Sangat penting untuk mencegah kehilangan darah yang berlebihan pada kala III.
Oksitosin sebaiknya diberikan secara infus kontinu untuk menghindari penurunan tekanan darah
yang mendadak. Alkaloid ergot seperti metil ergometrin tidak boleh dipakai karena obat ini dapat
mengakibatkan peningkatan tekanan vena sentral dan hipertensi sementara.1, 7
Dalam masa post partum diperlukan pengawasan yang cermat terhadap keseimbangan
cairan. Dalam 24-72 jam terjadi perpindahan cairan ke sirkulasi sentral dan dapat menyebabkan
kegagalan jantung. Perhatian harus diberikan kepada penderita yang tidak mengalami diuresis
spontan. Pada keadaan ini, bila ada penurunan saturasi oksigen yang dipantau dengan pulse
oxymetri, biasanya menandakan adanya edema paru.1, 7
Ambulasi dini sebaiknya dianjurkan pada periode post partum untuk mencegah terjadinya
stasis dan pooling vena. Dianjurkan pemakaian stocking elastic karena dapat mengurangi risiko
tromboemboli. 6
Walaupun beberapa klinikus tidak menganjurkan pasien penderita kelainan jantung untuk
menyusui bayinya namun tidak ada kontraindikasi spesifik untuk memberi ASI (air susu ibu)
selama hidrasi yang adekuat dapat dipertahankan. Namun demikian ibu dianjurkan untuk tidak
sepenuhnya tergantung pada ASI eksklusif tetapi juga memberikan susu formula kepada bayinya.
Harus diperhatikan bahwa sebagian dari obat-obat yang diberikan kepada ibu dalam masa
peripartum dapat melewati ASI.6
Anjurkan pemakaian kontrasepsi dan metode kontrasepsi yang dipakai sebelum hamil
perlu ditinjau kembali. Pemakaian kontrasepsi yang tepat dapat merupakan terapi adjuvant bagi
penderita kelainan jantung sebaliknya kontrasepsi yang tidak sesuai dapat mengancam jiwanya.
Kebanyakan penderita dapat memakai kontrasepsi seperti wanita postpartum normal, namun
sebagian yang dengan hipertensi pulmonal, sianosis, memakai antikoagulan karena operasi
penggantian katup, kegagalan jantung atau transplantasi jantung harus mendapat perhatian yang
cermat. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) tidak diindikasikan bagi pasien yang berisiko
untuk endokarditis misalnya yang menjalani transplantasi jantung dan memerlukan terapi
immunosupresi, ada riwayat endokarditis, memakai katup protese atau mendapat terapi
antikoagulan jangka panjang. Bila akan dilakukan sterilisasi tuba postpartum setelah persalinan
pervaginam maka sebaiknya prosedur ini ditunda sampai jelas bahwa ibu dalam keadaan tidak
demam, tidak anemia dan terbukti bahwa dia dapat bergerak tanpa ada tanda-tanda distres.6, 7
8

Respons kardiovaskuler baru akan kembali normal setelah 7 bulan postpartum. Penderita
disfungsi ventrikel kiri karena kardiomiopati peripartum memerlukan pemeriksaaan
ekokardiografi tiap 3 bulan. Setelah keluar dari rumah sakit penderita perlu memeriksakan diri
pada dokter obgin dan kardiolog.

II.5.KELAINAN JANTUNG BERISIKO RENDAH TERHADAP IBU HAMIL


II.5.A. REGURGITASI MITRAL
Regurgitasi mitral ataupun aorta yang khronis biasanya ditoleransi dengan baik selama
kehamilan bila pasien tetap asymptomatis atau dengan symptomatis ringan. Disfungsi ventrikel
kiri dan gagal jantung dapat terjadi jika kondisi tersebut tidak diterapi. Adanya kenaikan volume
selama kehamilan dapat mengakibatkan volume overload ventrikel kiri. Pasien juga resiko terjadi
fibrillasi atrial, edema pulmonal, emboli dan endocarditis.
Patofisiologi
Regurgitasi darah dari LV ke LA terjadi selama sistol. Ini menyebabkan pembesaran LA dan
meningkatkan tekanan LA, diteruskan ke sirkulasi pulmonal dengan meningkatkan PVP dan
PCWP, akhirnya menyebabkan kegagalan ventrikel kanan. Ventrikel kiri juga dapat gagal
sekunder akibat meningkatnya volume darah.
Prinsip Manajemen
- Cegah kenaikan SVR, kenaikan SVR dapat memperburuk forward flow. Terapi ditujukan pada
penurunan afterload.
- Pertahankan normal sinus ritem atau HR meningkat sedikit
- Hindari bradikardi. Laju jantung yang pelan akan memperpanjang diastol dan memperpanjang
periode regurgitasi.
- Ephedrine dipilih untuk mencegah dan terapi hipotensi, bradikardi
- Bila terjadi aritmia yang berbahaya harus segera diterapi.
Pilihan Anestesi
- Pasien yang asimptomatis tidak perlu monitoring invasive
- Pasien dengan simptomatis berat perlu monitoring invasive sebagai tuntunan terapi obat dan
cairan
- Epidural analgesia dapat mengatasi nyeri persalinan dan merupakan pilihan yang baik untuk
seksio sesarea
9

- Jika GA diperlukan, harus menghindari obat-obat yang myocardial depressant. Dicoba obat
yang sedikit meningkatkan HR (Misal: Ketamin)

II.5.B. INSUFISIENSI AORTA


Kebanyakan pasien dengan RA tolerans terhadap perubahan kardiovaskuler pada
kehamilan, namun pasien dapat terjadi pembesaran LV dan berkembang menjadi kegagalan
jantung.
Pathophysiology
LV volume overload menyebabkan dilatasi LV dan meningkatkan volume LV dan
akhirnya terjadi disfungsi LV. Peningkatan volume intravaskuler berhubungan dengan kehamilan
dan kontraksi uterus sesudah kelahiran dapat mendorong terjadinya overload volume dan
disfungsi LV.
Prinsip Manajemen dan Pilihan Anestesi
Sama dengan prinsip manajemen dan pilihan anestesi pada mitral regurgitasi.

II.5.C. LESI KATUP TRIKUSPIDAL DAN PULMONAL.


Regurgitasi trikuspidal merupakan hal yang sangat umum ditemukan pada kehamilan
normal dan jarang menimbulkan dampak klinis kecuali bila regurgitasi trikuspidal yang
berhubungan dengan anomali Ebstein yang akan meningkatkan morbiditas dalam kehamilan.
Stenosis trikuspidal dan insufisiensi pulmonal jarang ditemukan dalam kehamilan dan hanya ada
beberapa laporan saja mengenai kasus ini.5
Stenosis pulmonal merupakan gambaran kelainan jantung kongenital yang berdiri sendiri
atau merupakan bagian dari tetralogi Fallot. Pada pemeriksaan fisik gelombang A yang
menonjol pada tekanan vena jugularis. Bising kresendo dan dekresendo biasa terdengar
sepanjang daerah parasternal kiri atas. Gambaran EKG terlihat normal kecuali bila stenosis yang
berat sehingga terjadi hipertrofi ventrikel kanan dan deviasi aksis kanan. Pada pemeriksaan foto
toraks tampak pembesaran ventrikel kanan dan tonjolan arteri pulmonalis.2, 5
Kehamilan umumnya dapat ditolerir bahkan pada stenosis pulmonal yang tidak dikoreksi.
Walaupun pemasangan balon valvuloplasty perkutaneus merupakan pengobatan terpilih namun
bila terjadi kegagalan jantung yang refrakter selama kehamilan maka operasi merupakan
tindakan yang lebih baik sebab pemasangan balon memberikan efek radiasi pada janin.5
10

II.5.D. ATRIAL SEPTAL DEFECT (ASD)


Atrial septal defect (ASD) merupakan kelainan jantung kongenital yang paling sering
ditemukan dalam kehamilan dan umumnya asimptomatik. Pada pemeriksaan tampak tanda yang
khas berupa dorongan ventrikel kanan dan bising sistolik yang keras pada tepi sternum kiri, dan
bunyi jantung kedua yang terpisah. Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) tampak
hipertrofi ventrikel kanan dan right bundle branch block dengan aksis jantung normal. Pada
pemeriksaan foto toraks tampak peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran ruang jantung
kanan. 1, 2, 5
Biasanya perubahan pada kehamilan dapat ditolerir oleh penderita ASD kecuali
peningkatan volume darah yang terjadi pada trimester kedua. Ada beberapa laporan mengenai
terjadinya kegagalan jantung kongestif dan aritmia pada pasien-pasien ini. Kegagalan jantung
kongestif merupakan indikasi untuk melakukan operasi untuk mengoreksi defek. Sebagian kecil
penderita ASD kemudian mengalami hipertensi pulmonal dan sindroma Eisenmenger ( shunt
balik dari kanan ke kiri karena tekanan arteri pulmonalis suprasistemik). Keadaan ini dapat
membahayakan jiwa penderita sehingga perlu penanganan yang hati-hati dan serius.5

II.5.E. VENTRICULAR SEPTAL DEFECT (VSD)


Pasien penderita VSD yang mencapai usia reproduksi umumnya mempunyai defek yang
kecil sebab defek yang besar memerlukan koreksi pada masa kanak-kanak. Pada pemeriksaan
fisik akan ditemukan getaran dan bising pada tepi sternum kiri, bunyi jantung pertama yang
keras dan bunyi gemuruh diastol. Pada defek yang kecil pemeriksaan EKG umumnya nampak
normal namun dapat pula tampak tanda hipertrofi ventrikel kiri dan kanan. Pada foto toraks
pembesaran ventrikel kanan dan atrium kiri.2, 5
Umumnya kehamilan dapat ditolerir oleh penderita VSD karena kehamilan menyebabkan
penurunan resistensi vaskuler yang mengurangi terjadinya shunt kiri kanan. Morbiditas dan
mortalitas meningkat bila terjadi hipertensi pulmoner dan sindroma Eisenmenger. Pada masa
postpartum penderita VSD dengan hipertensi pulmonal berisiko untuk mengalami kegagalan
jantung ketika terjadi penurunan tekanan darah dan volume darah yang sesaat sehingga
menyebabkan shunt terbalik.5
11

II.5.F. PATENT DUCTUS ARTERIOSUS


Dengan makin majunya teknik operasi jantung anak maka kasus ini sudah jarang
ditemukan pada orang dewasa. Kebanyakan penderita asimptomatik kecuali bila terjadi
komplikasi hipertensi pulmonal. Pada pemeriksaan fisik terdengar bising pada interkosta II.
Hipertrofi ventrikel kanan dan kiri dapat terlihat pada pemeriksaan EKG, dan pada pemeriksaan
foto toraks tampak hipervaskularisasi paru serta pembesaran ventrikel kiri dan atrium kiri.
Seperti pada kelainan shunt yang lain maka pemeriksaan doppler dan ekokardiografi kontras
bermanfaat untuk menentukan dimensi ruang dan mendeteksi shunt.2, 5
Umumnya penderita dapat mentolerir perubahan pada kehamilan. Namun seperti lesi
shunt kiri-kanan yang lain harus dilakukan penanganan yang baik untuk mencegah shunt balik
yang terjadi karena hipotensi dan kehilangan darah postpartum. Morbiditas dan mortalitas akan
meningkat bila terjadi hipertensi pulmonal.2, 5

II.6. KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO SEDANG TERHADAP IBU HAMIL


II.6.A. STENOSIS MITRAL
Mitral stenosis terjadi pada 90% penyakit jantung rhematik pada awal selama akhir
kehamilan. Kelainan patologis mitral stenosis pada kehamilan berhubungan adanya edema paru
akut dan penyakit katup aorta. Simptom yang timbul tergantung beratnya mitral stenosis,
meliputi fatigue & dyspneu pada awalnya, dapat progress timbul paroxysmal nocturnal dyspneu,
orthopnea dan nafas pendek pada saat istirahat. Mitral stenosis yang berat diameter katup <
1cm2. Mortalitas : 1% pada MS ringan, 5-15% pada MS Berat.
Katup mitral yang kecil menyebabkan/menurunkan left ventricular filling dan Left
Ventricle (LV) output. Keadaan ini meningkatkan left atrial volume dan pressure, dengan
meningkatkan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP) dan berkembang menjadi edema dan
hipertensi pulmonal. Juga terjadi hipertropi ventrikel kanan dan dilatasi, kemudian terjadi
kegagalan yang menyebabkan peripheral edema.
Prinsip Manajemen
- Pertahankan sinus ritem dan cegah rapid ventricular rate, atrial fibrillasi dan takikardi dapat
memperburuk fungsi jantung. Perlu terapi agresif terjadinya atrial fibrillasi secara
farmakologik atau dengan direct cardioversion.
12

- Hindari turunnya Systemic Vascular Resistance (SVR) dengan cepat dan besar. Kondisi ini
dikompensasi dengan meningkatnya laju jantung yang dapat memperburuk fungsi jantung.
- Mencegah kenaikan volume darah sentral dengan manajemen fluid yang hati-hati dan bila
perlu diberikan diuresis.
- Hindari faktor yang dapat menaikkan Pulmonary Arterial Pressure (PAP). Prostaglandin
dapat menaikan Pulmonary Venous Pressure (PVP).
Pilihan Anestesi
- Data evidence-based untuk anestesi dan analgesik yang ideal untuk parturien dengan mitral
stenosis masih kurang.
- Manajemen harus individual untuk mendapatkan hasil yang optimal
- Pada pasien dengan penyakit yang berat perlu monitoring hemodinamik secara invasif
- Penting mengurangi nyeri dan pelepasan katekolamin selama persalinan dengan
menggunakan analgesia epidural secara titrasi. Dengan epidural analgesia dapat
menurunkan Pulmonary Vascular Resistance (PVR) dan SVR, menurunkan PAP dan
menurunkan Cardiac Output (CO) ke level baseline.
- Harus dihindari prehydrasi yang cepat
- Pemberian anestesi lokal dengan titrasi yang pelan untuk menghindari perubahan
hemodinamik yang mendadak.
- Terapi hipotensi dengan phenylephrine
- Hindari epinephrine pada anestesi lokal oleh karena potensial menimbulkan takikardi
- Combined Spinal epidural (CSE) dapat menjadi pilihan yang baik untuk pasien ini
- Anestesi epidural dapat digunakan dengan sukses pada wanita dengan MS berat yang
dilakukan seksio sesarea darurat.
- Jika memerlukan general anestesia, harus dihindari obatobat yang menyebabkan takikardi
seperti atropin, pancuronium, ketamine dan meperidine
- Pada pasien dengan penyakit ringan (mild disease) dapat tolerasi dengan induksi thiopental
- Pasien yang berat dapat berguna dengan induksi obat yang cardiostable, misal: etomidate
- Walau alfentanil, fentanyl dapat memberikan kondisi hemodinamik yang stabil, tapi dapat
menyebabkan depresi bayi
- Obat uterotonika dengan dosis rendah dapat menyebabkan efek yang merugikan pada
kardiovaskuler
13

- Periode intrapartum dan immediate postpartum adalah resiko yang tinggi terjadinya
Pulmonar Capillary Wedge Pressure (PCWP) yang meningkat pada pasien dengan MS
yang berat
- Post operative pasien perlu perawatan intensif (ICU) dan pemberian ventilasi mekanik
(dengan ventilator)
- Pasien perlu support inotropik untuk memberikan vasodilatasi pulmoner, semacam:
nitroglycerin atau nitroprusside.
II.6.B. SINDROMA MARFAN
Merupakan kelainan autosom dominan dengan defek sintesis kolagen yang mengenai
mata, skelet, dan kardiovaskuler dengan derajat yang bervariasi. Gen yang terkena berlokasi di
kromosom 15. Manifestasi kardiovaskuler berupa prolaps katup mitral dengan regurgitasi mitral,
dilatasi aneurisma aorta yang berhubungan dengan regurgitasi aorta.5
Kehamilan akan meningkatkan risiko ruptur aorta pada penderita sindroma Marfan.
Morbiditas dan mortalitas tergantung pada apakah kelainan berupa dilatasi pangkal aorta atau
kelainan katup. Bila diameter pangkal aorta lebih dari 40 mm maka kematian dapat mencapai
50%, sebaliknya bila aorta tidak membesar dan katup tidak terkena maka kehamilan dapat
mencapai aterm dengan morbiditas dan mortalitas maternal yang rendah. Penderita harus
diberitahu mengenai bahaya ini dan mendapat pengawasan ketat terhadap gejala dan tanda
diseksi aorta. Pemeriksaan ekokardiogram serial dilakukan selama kehamilan untuk menilai
keadaan jantung khususnya pangkal aorta dan ada tidaknya regurgitasi. Obat beta-blocker secara
selektif dapat menurunkan risiko dilatasi aorta yang progressif dengan menurunkan tekanan
pulsatil pada dinding aorta.5

II.6.C. STENOSIS AORTA


Symptomatic aorta stenosis berhubungan dengan maternal mortality dan neonatal
mortality yang tinggi. Asymptomatik pregnant patients with aorta stenosis dapat toleransi
terhadap kehamilan tanpa komplikasi. Pasien yang menjadi simptomatik terjadi bila diameter
katub menurun menjadi 1cm2 dan lebih kritis bila kurang 0,6cm2, terjadi sincope, angina dan
dispnea. Lesi pada katub aorta dan katub pulmunal dibicarakan bersama karena problema sama
untuk ahli anestesiologi.
14

Pada awal penyakit ini didapatkan hipertropi ventrikel kiri dan kanan, compliance
rendah. Echocardiography dipilih untuk membantu menilai beratnya penyakit ini. Pada pasien
dengan stenosis aorta atau pulmonal ringan dapat dilakukan anestesi regional, baik untuk
persalinan dan seksio sesarea. Untuk pasien dengan stenosis aorta atau stenosis pulmonal sedang
dan berat selama persalinan dan kelahiran dapat dilakukan dengan opioid parenteral atau epidural
infus dengan sangat rendah. Jika dilakukan seksio sesarea dipilih dengan anestesi general.
Patofisiologi pada Stenosis aorta
Katup aorta yang kecil menyebabkan kerja dan tekanan ventrikel kiri meningkat,
ventrikel kiri hipertropi dan penebalan myocard dan terjadi iskemia. Akhirnya ventrikel kiri
gagal dan cardiac output turun.
Prinsip Manajemen
- Hindari penurunan mendadak venous return dan LV filling. Preload cairan Intra Vena (I.V)
harus hati-hati, dapat berguna untuk mempertahankan SV. Dapat terjadi eksaserbasi kongesi
paru yang menyebabkan kegagalan ventrikel kiri akibat hipervolemi pada kehamilan.
- Pertahankan sinus ritem, cegah timbulnya bradikardi
- Hindari penurunan SVR
- Hindari hipotesis. Hipotensi menyebabkan iskemia otot ventrikel yang hipertropi
- Dipertimbangkan valvuloplasty
Pilihan Anestesi
- Beberapa anestesiologist memilih General Anestesi (GA) pada pasien dengan stenosis aorta,
menghindari sympathectomy dari Heart Rate (RA) yang menurunkan SVR dan menimbulkan
takikardi & Hipotensi
- Beberapa kasus dengan stenosis aorta berat dapat dilakukan epidural dengan titrasi yang hati
hati untuk persalinan.
- Continuous spinal anesthesia dapat digunakan pada persalinan dan seksio sesarea
- Nyeri dan anxiety dapat meningkatkan SVR dan afterload, dengan epidural anesthesia
menurunkan SVR perlahan-lahan dan memperbaiki CO
- Hindari epinephrine pada epidural
- Terapi Hipotensi dengan phenylephrine
- Tidak ada data yang baik yang menunjukkan apakah GA atau RA adalah lebih aman pada
pasien dengan stenosis aorta
15

- Remifentanil memberikan stabilitas kardiovaskuler


- Thiopental dan succinyl choline dapat menurunkan CO
- Etomidate dipilih sebagai obat induksi untuk menghindari depressi myocard oleh thiopental dan
takikardi oleh ketamin
- Diperlukan monitoring invasive untuk pegangan terapi bila ada perubahan hemodinamik
- Monitoring post partum adalah vital sebab mortalitas dapat terjadi pada 3-5 hari sesudah
kelahiran

II.7. KELAINAN JANTUNG YANG BERISIKO TINGGI TERHADAP IBU HAMIL


II.7.A. HIPERTENSI PULMONAL PRIMER
Hipertensi pulmonal primer merupakan keadaan dimana terjadi penebalan abnormal dan
konstriksi tunika media arteri pulmonalis yang menyebabkan fibrosis tunika intima dan
pembentukan trombus. Penyebabnya tidak diketahui, ditemukan pada wanita muda dan
menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonalis yang progresif. Gejalanya berupa sesak,
fatique, palpitasi dan kadangkala sinkop.5
Pada pemeriksaan fisik tampak penonjolan gelombang A pada vena jugularis, desakan
ventrikel kanan dan biasanya bunyi jantung kedua yang dapat dipalpasi. Pada tahap akhir akan
tampak tanda-tanda kegagalan jantung kanan berupa peningkatan tekanan vena jugularis,
hepatomegali dan edem. Pada pemeriksaan EKG dan foto toraks tampak pembesaran ventrikel
kanan dan deviasi aksis jantung ke kanan. 5
Angka kematian maternal pada keadaan ini dapat melebihi 40%, bahkan kematian tetap
tinggi pada pasien yang asimptomatik atau dengan gejala yang ringan pada saat sebelum hamil.
Angka kematian janin dan neonatal pada kasus ini juga tinggi. Penderita sering datang pada
trimester kedua saat perubahan hemodinamik yang maksimal dan sering dengan gejala kegagalan
jantung kanan. Berhubung karena tingginya angka kematian maternal maka penderita dianjurkan
untuk tidak hamil, dan bila hamil ditawarkan untuk menjalani terminasi kehamilan pada
trimester pertama. Namun bila penderita memilih untuk tetap melanjutkan kehamilannya maka
harus dilakukan tirah baring, rawat inap pada trimester ketiga, pengobatan dini terhadap gejala
kegagalan jantung kongestif dengan digoksin dan diuretik dan lakukan pemantauan
hemodinamik invasif selama persalinan. Pemberian antikoagulan dapat memperbaiki prognosis
16

penyakit ini. Nifedipin dosis tinggi peros dan pemberian adenosin intravena bermanfaat untuk
menurunkan resistensi pembuluh darah pulmoner.5, 6
II.7.B KARDIOMIOPATI PERIPARTUM
Kardiomiopati peripartum menyebabkan kegagalan jantung pada bulan terakhir
kehamilan atau pada 6 bulan pertama postpartum tanpa penyebab yang jelas. Di Amerika Serikat
insidennya bervariasi dari 1 per 4000 kelahiran sampai 1 per 1500 kelahiran. Puncaknya terjadi
pada bulan kedua postpartum, meningkat pada ibu yang berusia tua, multipara dan kulit hitam.
Angka kematian ibu bervariasi dari 25% 50%. 1, 5
Walaupun penyebabnya belum diketahui namun diduga karena hipertensi, infeksi virus,
reaksi imunologik dan defisiensi vitamin. Di Nigeria dilaporkan insiden yang lebih tinggi karena
ibu postpartum mengkonsumsi garam dalam jumlah yang besar.5
Gejala klinis yang timbul berupa orthopnea, dyspnea, kelemahan, palpitasi, edem perifer
dan kadang hemoptisis. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali, irama gallop, distensi
vena-vena di daerah leher. Pemeriksaan EKG tampak gambaran segmen ST yang abnormal dan
perubahan gelombang T. Kardiomegali dan kongesti vena pulmonal merupakan tanda khas pada
pemeriksaan foto toraks. Pemeriksaan ekokardiografi bermanfaat untuk menyingkirkan adanya
kelainan katup.1, 5
Pengobatan berupa tirah baring, hindari aktifitas fisik, pengobatan kegagalan jantung
kongestif dengan digoksin dan diuretik. Berhubung karena meningkatnya risiko tromboembolik
pada pasien ini maka perlu dipertimbangkan pemberian heparin.5
Prognosis tergantung pada perjalanan penyakit saat postpartum. Bila kardiomegali
menetap maka prognosisnya jelek, sebaliknya bila ukuran jantung kembali normal dalam 6-12
bulan menandakan prognsosis yang lebih baik. Penderita yang refrakter dianjurkan untuk
menjalani transplantasi jantung dan sudah ada laporan mengenai keberhasilan persalinan sesudah
transplantasi.5

II.7.C. SINDROMA EISENMENGER


Pada sindroma ini terjadi hipertensi pulmonal yang mendekati tekanan sistemik
menyebabkan aliran balik dari shunt kiri kanan menjadi shunt kanan kiri menyebabkan
hipoksemia dan kematian. Pasien akan mengalami sianosis perifer, kegagalan jantung kongestif
17

dan hemoptisis. Kelainan kongenital yang berupa shunt kiri kanan seperti ASD, VSD atau PDA
dengan hipertensi pulmonal progresif dapat menyebabkan terjadinya sindroma Eisenmenger. 2, 5
Keadaan ini akan menyebabkan mortalitas ibu yang sangat tinggi (23 50%) yang dapat
terjadi pada masa kehamilan atau periode postpartum. Penderita harus diberitahu mengenai risiko
ini dan ditawari untuk memilih terminasi kehamilan atau melanjutkan kehamilannya. Bila
penderita memilih untuk melanjutkan kehamilan maka penanganannya meliputi tirah baring
secara ketat, pemberian oksigen kontinu, digoksin, pemantauan hemodinamik infasif pada
periode peripartum, percepat kala II dengan persalinan forsep rendah. Penderita harus dirawat di
rumah sakit. PaO2 ibu dipertahankan di atas 70% untuk menjamin oksigenasi janin yang
adekuat.2, 5
Berhubung karena tingginya kejadian pertumbuhan janin terhambat dan kematian janin
maka direkomendasikan untuk melakukan pemantauan janin secara ketat dengan pemeriksaan
USG serial dan NST dan atau pemeriksaan profil biofisik. Periode peripartum merupakan
periode yang genting berhubung karena terjadi perubahan volume darah yang cepat dan
kemungkinan perdarahan. Penderita harus diawasi di rumah sakit selama seminggu sesudah
persalinan sebab risiko kematian ibu meningkat pada periode ini.

II.8. Penyakit Jantung Rematik


Penyakit jantung rematik, salah satu penyakit inflamasi kronik yang sering ditemukan,
dengan gejala yang timbul seperti panas, nyeri, nyeri tekan, kemerahan, dan pembengkakan pada
sendi disertai tanda(tanda kelainan pada jantung seperti insufisiensi mitral dan aorta. Penyakit
jantung rematik adalah merupakan gejala sisa akibat karditis dari demam rematik sebelumnya.
Demam rematik dapat menyebabkan terjadinya inflamasi pada jantung dan kerusakan pada
katup jantung (endokarditis). Serangan pertama sering terjadi pada umur 7-8 tahun, serangan
berulang muncul saat menginjak dewasa. Kematian akibat serangan akut rendah, dan hampir
sebagian besar kasus sembuh secara spontan. Inflamasi pada jantung yang berlangsung lama
akan menimbulkan jaringan parut dan deformitas yang pada akhirnya akan terjadi malfungsi
katup jantung. Akibat terjadinya kerusakan pada otot-otot jantung maka akan timbul penyakit
jantung rematik, yang akan menyebabkan kematian pada usia pertengahan dan usia tua.
Penyakit jantung rematik dapatan awalnya disebabkan oleh demam rematik yang sering
ditemukan pada anak dan dewasa muda. +nsidennya tinggi terutama di negara-negara
18

berkembang. Demam rematik akut biasanya terjadi setelah adanya episode infeksi tenggorokan
(laryngitis) akibat streptokokus Haemolitikus grup. Infeksi streptokokus di tempat lain misalnya
di kulit tidak dapat menyebabkan timbulnya demam rematik. Penyakit ini tersering menyerang
anak usia 6 sampai 8 tahun (insiden tertinggi pada usia 7 tahun).
Penyakit demam reumatik ini paling banyak ditemukan di negara beriklim tropis,
sehingga insiden penyakit jantung rematik banyak ditemukan pada daerah-daerah beriklim tropis
seperti India, Bangladesh,dan Indonesia.
Manifestasi Klinik
Carditis
Carditis terjadi pada hampir 50% penderita demam reumatik akut. Carditis merupakan
penyebab morbiditas paling serius pada demam reumatik. Late carditis mungkin memperbesar
resiko progresifitas karditis karena kelainan ini belum terdeteksi melalui pemeriksaan fisik.
Gejala-gejala yang mendukung adanya karditis adalah
- Gejala prodormal berupa rasa lelah, pu'at, tidak bergairah, dan anak tampak sakit sampai
beberapa minggu meskipun belum ada gejala-gejalayang spesifik
- Takikardi, denyut jantung yang meningkat dari normal. Gejala ini sering ditemui pada
penderita penyakit jantung reumatik.
- Dispneu dengan atau tanpa aktivitas
- Murmur
Pada endocarditis terjadi inflamasi daun katup mitral atau aorta, dan chordate dari katup
mitral yang merupakan karakteristik dari carditis reumatik. Adanya insufisiensi mitral
ditandai dengan murmur holosistolik yang terdengar di apex dengan frekuensi yang tinggi.
Murmur paling baik didengar pada pasien yang berbaring dengan posisi lateral dekubitus
kiri. Insufisiensi aorta terjadi pada 20% pasien dengan penyakit jantung reumatik.
Insufisiensi aorta ini ditandai dengan murmur early diastolic decresendo.
Murmur diastolik kasar pada stenosis mitral terdengar jelas di apeks jantung
dengan bell stetoskop. Suara murmur yang keras dapat menjalar ke axila atau daerah sternal kiri
bagian bawah. Walaupun intesitas dari diastolic murmur tidak berkaitan erat dengan tingkat
keparahan stenosis namun waktu atau lamanya bising dapat menggambarkan derajat stenosis.
Pada stenosis ringan bising halus dan singkat, sedangkan pada yang berat holodiastol dan
aksentuasi presistolik.8
19

Anda mungkin juga menyukai