Anda di halaman 1dari 25

DEMENSIA

I. DEFINISI

Demensia adalah suatu sindrom yang terdiri dari gejala-gejala gangguan


kognitif global yang tidak disertai gangguan derajat kesadaran, namun
bergandengan dengan perubahan tabiat yang dapat berkembang secara mendadak
atau sedikit demi sedikit pada tiap orang dari semua golongan usia.

Ada 3 kriteria pendekatan diagnosis berdasarkan definisi yang paling sering


dipakai pada saat ini yaitu : (2)

ICD-10 (International Classification of Disease, 10th revision)

Demensia adalah suatu keadaan perburukan fungsi intelektual meliputi


memori dan proses berfikir, sehingga menganggu aktivitas kehidupan sehari-hari.
Gangguan memori khas memenuhi registrasi, penyimpanan dan pengambilan
informasi. Dalam hal ini harus terdapat gangguan proses berpikir dan reasoning di
samping memori. (2)

DSM IV

Demensia adalah : (2)

1. Penurunan fungsi kognitif yang multiple terutama gangguan fungsi


memori disertai sedikitnya gangguan salah satu fungsi kognitif berikut :
afasia, apraksia, agnosia, serta gangguan dalam melakukan pekerjaannya.
2. Penurunan fungsi kognitif harus berat hingga menganggu pekerjaan atau
hubungan sosial.
3. Tidak terdapat delirium, meskipun demensia dapat terjadi bersamaan
dengan delirium.
4. Penyebab demensia dapat berhubungan dengan keadaan umum, termasuk
penyalahgunaan bahan-bahan (termasuk toksin) atau gabungan dari factor-
faktor tersebut.

1
Demensia adalah kumpulan gejala klinik yang disebabkan oleh berbagai latar
belakang penyakit dan ditandai oleh hilangnya memori jangka pendek, gangguan
global fungsi mental, termasuk fungsi bahasa, mundurnya kemampuan berfikir
abstrak, kesulitan merawat diri sendiri, perubahan perilaku, emosi labil dan
hilangnya pengenalan waktu dan tempat, tanpa adanya menimbulkan gangguan
dalam pekerjaan, aktifitas harian dan sosial. (2)

NINCDS-ADRDA (the National Institute of Neurological and Communicate


Disorders Stroke-Alzheimers Disease and Related Disorders Association Work
Group)

Demensia dalah kemunduran memori dan fungsi kognisi lain dibanding


tingkat fungsi sebelumnya berdasarkan riwayat kemunduran kognisi dan
gangguan yang terlihat. Pada pemeriksaan klinis dan tes neuropsikologi.
Diagnosis tidak dapat dibuat bila terjadi gangguan kesadaran, delirium, somnolen,
spoor atau koma bila terdapat gangguan klinik lain yang menganggu evaluasi
status mental. (2)

II. EPIDEMIOLOGI

Di antara demensia pada dewasa ini, penyakit dengan demensia yang


terbanyak adalah Demensia Alzheimer, kemudian terbanyak berturut-turut adalah
demensia berkaitan dengan vaskuler / Vascular Related Dementia (VaD),
demensia berkaitan dengan Parkinson, Demensia Lewy Bodies (DLB),
Frontotemporal Demensia (FTD)/Picks Disease. (2)

Pada umumnya 40% penderita demensia berada di atas 65 tahun dengan


angka insidens 187/100.000/tahunnya. Untuk demensia tidak ada perbedaan antara
pria dan wanita sedangkan untuk demensia Alzheimer lebih banyak wanita dengan
rasio 1,6. Insiden demensia Alzheimer sangatlah berkaitan dengan umur, 5% dari
populasi berusia di atas 65 tahun di Amerika dan Eropa merupakan penderita
Alzheimer, dan ini sesuai dengan makin banyak populasi orang tua di Amerika

2
Serikat dan Eropa, maka makin tua populasinya makin banyak kasus AD, dimana
pada populasi umur 80 tahun didapati 50% penderita AD. (3)
Demensia pada dasarnya adalah penyakit kaum lansia. Menurut Practice
Guideline for the Treatment of Patients with Alzheimers Disease and Other
Dementia of Late Life, penyakit ini umumnya paling kerap terjadi pada usia 60-an,
70-an, dan 80-an ke atas, namun pada kasus yang jarang gangguan ini muncul
pada usia 40-an dan 50-an. Insidens penyakit Alzheimer juga meningkat seiring
dengan pertambahan usia, dan diperkirakan angkanya 0,5 persen pertahun dari
usia 65 sampai 69 tahun, 1 persen pertahun dari usia 70 sampai 74, 2 persen
pertahun dari usia 75 sampai 79, 3 persen pertahun dari usia 80 sampai 84, dan 8
persen pertahun dari usia 85 tahun ke atas. Progresinya bertahap namun terus
menurun.(4)

Tipe demensia tersering kedua adalah demensia vascular, yang secara


kausatif berhubungan dengan penyakit serebrovaskular. Hipertensi membuat
seseorang memiliki predisposisi terhadap penyakit ini. Demensia vascular
mencakup 15 sampai 30 persen seluruh kasus demensia. Demensia vascular paling
sering terjadi pada orang berusia antara 60 sampai 70 tahun dan lebih kerap pada
pria dibanding wanita.(4)

III. FAKTOR RESIKO

Usia dan jenis kelamin

Pada awal kehidupan telah terpapar dengan kondisi yang buruk yang
berhubungan dengan kemiskinan, yaitu penyakit menular, gizi buruk, dan stres
prenatal, mungkin mempengaruhi proses penuaan dan mengurangi umur
masyarakat di negara-negara berkembang. Meskipun kenyataan ini, bertambahnya
usia adalah faktor risiko yang paling konsisten untuk demensia di seluruh dunia.
Usia juga merupakan faktor risiko yang kuat dengan prevalensi demensia dari 2-
11%, pada mereka yang berusia di bawah 65 tahun. Hampir semua studi di
Amerika Latin, Afrika, dan Asia mengkonfirmasi bahwa perkembangan demensia
pada perempuan sedikit lebih mungkin dan AD, khususnya di usia yang sangat

3
tua, berdasarkan jumlah yang diharapkan lebih besar dari penuaan wanita,
sedangkan VAD sedikit lebih umum terjadi pada laki-laki. (5)

Buta huruf dan pendidikan

Di satu sisi, buta huruf atau prestasi pendidikan yang rendah telah terbukti
menjadi faktor risiko yang kuat untuk demensia. Di sisi lain, kegiatan untuk
menstimulasi intelektual , keterikatan dengan sosial, atau fisik dapat menurunkan
risiko demensia. Situasi ini tidak berbeda di negara-negara berkembang, di mana
survei secara konsisten mengidentifikasi pendidikan yang rendah sebagai faktor
risiko demensia. Namun, dalam beberapa komunitas, tingkat pendidikan, diindeks
oleh tahun sekolah dasar, belum tentu memberikan kontribusi untuk prevalensi
rendah. Buta huruf yang rendah sering dikaitkan dengan kemiskinan atau status
sosial ekonomi rendah, yang juga berhubungan dengan kesehatan yang lebih
buruk, akses yang lebih rendah untuk perawatan kesehatan, dan peningkatan
risiko demensia.(5)

Stroke dan penyakit vaskular

Stroke merupakan masalah yang selalu bertambah di negara-negara


berkembang dan merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan jangka
panjang. Akumulasi bukti menunjukkan bahwa cedera stroke dan faktor vaskular
meningkatkan risiko AD dan demensia lainnya. Faktor vaskular, seperti hipertensi,
dislipidemia, hiperinsulinemia dan diabetes tipe 2, obesitas, aterosklerosis
subklinis, dan aritmia, terkait dengan risiko yang lebih besar dari penurunan
kognitif dan demensia. Studi di Amerika Latin juga menunjukkan bahwa sindrom
metabolik menggandakan risiko gangguan kognitif, dan secara signifikan
berhubungan dengan ketergantungan fungsional, depresi, dan rendahnya kualitas
hidup.(5)

IV. KLASIFIKASI DEMENSIA

Demensia terbagi atas 2 dimensi:


Menurut umur; terbagi atas:

4
Demensia senilis onset > 65 tahun
Demensia presenilis < 65 tahun
Menurut level kortikal:
Demensia kortikal
Demensia subkortikal
Klasifikasi lain yang berdasarkan korelasi gejala klinik dengan patologi-anatomisnya
Anterior : Frontal premotor cortex
o Perubahan behavior, kehilangan kontrol, anti sosial, reaksi lambat.
Posterior: lobus parietal dan temporal
o Gangguan kognitif: memori dan bahasa, akan tetapi behaviour relatif
baik.
Subkortikal: apatis, forgetful, lamban, adanya gangguan gerak.
Kortikal: gangguan fungsi luhur; afasia, agnosia, apraksia.
Berdasarkan etiologi dan reversibelnyajenis demensia dapat dikategorikan
menjadi :
Reversibel / potensial reversible :
- Demensia vaskular
- Demensia akibat hidrosefalus
- Demensia akibat kelainan psikiatri
- Demensia akibat penyakit umum berat
- Demensia akibat defisiensi vitamin B12
- Demensia akibat gangguan/penyakit metabolic
Ireversibel
- Demensia Alzheimer
- Demensia akibat infeksi (HIV)
- Demensia akibat trauma kapitis
- Demensia akibat penyakit Parkinson
- Demensia akibat penyakit pick
- Demensia Lewy bodies

V. DIAGNOSIS

5
Diagnosis demensia didasarkan atas pemeriksaan klinis pasien, termasuk
pemeriksaan status mental, serta berdasarkan informasi dari keluarga, teman dan
majikan pasien. Keluhan perubahan kepribadian pada pasien yang berusia diatas
40 tahun memberi kesan bahwa diagnosis demensia harus dipertimbangkan secara
cermat.(4)

Klinisi harus mencatat keluhan pasien mengenai hendaya intelektual dan sifat
mudah lupa, juga bukti adanya pengelakan, penyangkalan, atau rasionalisasi
pasien yang bertujuan menyembuhkan defisit kognitif. Keteraturan yang
berlebihan, penarikan diri secara sosial, atau kecenderungan menghubung-
hubungkan kejadian hingga detail terkecil dapat bersifat karakteristik dan ledakan
kemarahan yang mendadak atau sarkasme yang terjadi. Penampilan dan perilaku
pasien harus diamati. Emosi yang labil, cara berpakaian yang tidak rapi, ucapan
yang tidak terinhibisi, lelucon konyol, atau kelakuan dan ekspresi yang kosong,
apatis, atau membosankan mengesankan adanya demensia, terutama bila disertai
hendaya memori.(4)

Anamnesis

Wawancara mengenai penyakit sebaiknya dilakukan pada penderita dan


mereka yang sehari-hari berhubungan langsung dengan penderita (pengasuh atau
keluarga terdekat). Hal yang penting diperhatikan adalah riwayat penurunan
fungsi terutama kognitif dibandingkan dengan sebelumnya, awitan
(mendadak/progresif lambat), dan adanya perubahan perilaku dan kepribadian. (2)

Riwayat Medis Umum

Demensia dapat merupakan akibat sekunder dari berbagai penyakit,


sehingga perlu diketahui adanya riwayat infeksi kronis (misalnya HIV atau sifilis),
gangguan endokrin (hipertiroid/hipotiroid), diabetes mellitus, neoplasma,
kebiasaan merokok, penyakit jantung, hipertensi, hiperlipidemia dan
aterosklerosis. (2)

Riwayat Neurologis

6
Riwayat neurologis diperlukan untuk mencari etiologi demensia seperti
riwayat gangguan serebrovaskular, trauma kapitis, infeksi SSP, epilepsy, tumor
serebri dan hidrosefalus. (2)

Riwayat Gangguan Kognisi

Riwayat gangguan memori sesaat, jangka pendek dan jangka panjang,


gangguan orientasi ruang, waktu dan tempat, gangguan komunikasi/berbahasa
(meliputi kelancaran, menyebut nama benda, maupun gangguan komprehensi),
gangguan fungsin eksekutif (meliputi pengorganisasian, perencanaan dan
pelaksanaan suatu aktivitas), gangguan praksis dan visuospasial. Selain itu perlu
ditanyakan mengenai aktivitas harian, diantaranya melakukan pekerjaan,
mengatur keuangan, mempersiapkan keperluan harian, melaksanakan hobi, dan
melaksanakan aktivitas sosial. Namun perlu dipertimbangkan pendidikan dan
sosial budaya. (2)

Riwayat Gangguan Perilaku dan Kepribadian

Gejala psikiatri dan perubahan perilaku sering dijumpai pada penderita


demensia. Pada penderita demensia dapat ditemukan gejala neuropsikologis
berupa waham, halusinasi, misidentifikasi, depresi, apatis dan cemas. Gejala
perilaku dapat berupa bepergian tanpa tujuan (wandering), agitasi, agresivitas fisik
maupun verbal, restlessness dan disinhibisi. (2)

Riwayat Intoksikasi

Perlu ditanyakan adanya riwayat intoksikasi alumunium, air raksa,


pestisida, insektisida dan lem, alkoholisme dan merokok. Riwayat pengobatan
terutama pemakaian kronis obat anti depresan dan narkotika perlu diketahui. (2)

Riwayat Keluarga

Riwayat demensia, gangguan psikiatri, depresi, penyakit Parkinson,


Sindrom Down, dan retardasi mental. (2)

7
Pemeriksaan fisis

Pemeriksaan fisik umum merupakan komponen rutin dalam pemeriksaan


demensia. Hal tersebut dapat mengungkap bukti adannya penyakit sistemik yang
menyebabkan disfungsi otak, seperti hepar yang membesar dan ensefalopati
hepatic, atau mungkin menunjukkan penyakit sistemik yang berhubungan dengan
proses pada sistem saraf pusat. Temuan neurologis fokal, seperti hiperfleksia atau
kelemahan asimetris, lebih sering dijumpai pada penyakit vascular daripada
degeneratif.(4)

Pemeriksaan Fisik Umum

Terdiri dari pemeriksaan medis umum sebagaimana yang dilakukan dalam


praktik klinis. (2)

Pemeriksaan Neurologis

Adanya tekanan intracranial yang meningkat, gangguan neurologis fokal


(misalnya gangguan berjalan, gangguan motorik, sensorik, otonom, koordinasi,
gangguan penglihatan, pendengaran, keseimbangan, tonus, otot, gerakan
abnormal/apraksia, dan adanya reflex patologis. (2)

Pemeriksaan Neuropsikologi

Meliputi evaluasi memori, orientasi, bahasa, kalkulasi, praksis,


visuospasial, dan visuoperseptual. Mini Mental State Examination (MMSE) dan
Clock Drawing Test (CDT) adalah pemeriksaan penapisan yang berguna untuk
mengetahui adanya disfungsi kognisi, menilai efektifitas pengobatan, dan untuk
menentukan progresifitas penyakit. Nilai normal MMSE adalah 20-30. Gejala
awal demensia perlu dipertimbangkan pada penderita dengan nilai MMSE kurang
dari 27, terutama pada golongan berpendidikan tinggi. Selain itu perlu pula
dilakukan pemeriksaan aktivitas harian dengan pemeriksaan Activity of Daily
Living (ADL) dan Instrumental Activity of Daily Living (IADL). Hasil
pemeriksaan tersebut dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, sosial, dan budaya. (2, 6)

8
9
a. Contoh MMSE

10
b. Gambar CDT

c. Contoh hasil pada CDT

11
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan yang dianjurkan oleh American Academy of Neurology,


berupa pemeriksaan darah lengkap, termasuk elektrolit, fungsi ginjal, fungsi hati,
hormon tiroid dan kadar vitamin B12. Pemeriksaan HIV dan neurosifilis
dianjurkan untuk penderita resiko tinggi. Pemeriksaan cairan otak dilakukan
hanya atas indikasi. (2)

Pemeriksaan Imaging

CT-Scan atau MRI dapat menunjukkan kelainan struktural, sedangkan


Positron Emission Tomography (PET) dan Single Photon Emission Computerized
Tomography (SPECT) digunakan untuk pemeriksaan fungsional. Pemeriksaan ini
dapat mendeteksi adanya : (2)

Gambaran normal sesuai usia


Atrofi serebsi umum
Perubahan pembuluh darah kecil yang tampak seperti
leukoensefalopati
Atrofi fokal terutama pada lobus temporalis medial yang khas pada
Alzheimer Demensia
Infark serebri, perdarahan subdural atau tumor otak.

Pemeriksaan EEG

EEG tidak menunjukkan kelainan yang spesifik dan pada stadium lanjut
dapat ditemukan adanya perlambatan umum dan kompleks periodik. (2)

Pemeriksaan Genetika

Pemeriksaan genetika belum merupakan pemeriksaan rutin, dalam


penelitian dilakukan untuk mencari marka APOE e4, dan lain-lain. (2)

12
Apolipoprotein E (APOE) adalah suatu protein pengangkut lipid
polimorfik yang memiliki 3 allel yaitu epsilon 2, epsilon 3, dan epsilon 4. setiap
allel mengkode bentuk APOE yang berbeda. Meningkatnya frekuensi epsilon 4
diantara penyandang demensia Alzheimer tipe awitan lambat atau tipe sporadik
menyebabkan pemakaian genotif APOE epsilon 4 sebagai penanda semakin
meningkat. (2)

VI. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Delirium
Delirium adalah keadaan akut dan serius, dapat mengancam jiwa. Dapat disebabkan
oleh berbagai penyakit, gangguan metabolik dan reaksi obat. (2)

Perbedaan klinis Delirium dengan Demensia

Delirium Demensia

Awitan akut dengan waktu awitan Awitan tidak jelas dengan waktu
diketahui dengan tepat awitan tidak diketahui

Perjalanan klinis akut, berlangsung Perjalanan klinis perlahan, bertahap


sampai berhari-hari sampai mingguan dan progresif memburuk

Biasanya reversibel Biasanya irreversible

Disorientasi terjadi pada fase awal Disorientasi terjadi pada fase lanjut
penyakit
Fluktuasi ringan dari hari ke hari
Fluktuasi dari jam kejam
Perubahan fisiologis tidak begitu
Perubahan fisiologis yang nyata nyata

Tingkat kesadaran yang berfluktuasi Rentang waktu atensi normal

Gangguan siklus tidur-bangun Gangguan siklus tidur-bangun


bervariasi dari jam ke jam bervariasi dari siang ke malam

13
Gangguan psikomotor jelas terjadi Gangguan psikomotor terjadi pada
pada fase awal fase lanjut

Pseudodemensia
Depresi dapat mempengaruhi status kognisi penyandang, oleh sebab itu sebelum
mencari etiologi demensia perlu dipastikan apakah penyandang mengalami demensia
atau pseudodemensia karena depresi. (2)

Gambaran klinis Pseudodemensia Demensia

Awitan (onset) Akut dengan perubahaan Perlahan, berbulan-bulan


tingkah laku

Mood /tingkah Banyak keluhan; seperti Test neuropsikologis jelek tetapi


laku tidak dapat melakukan penyandang berusaha
test tetapi hasil test meminimalkan /merasionaliasasi
objektif baik kekurangannya

Pandangan tentang Jelek Normal


diri sendiri

Keluhan terkait Ansietas, insomnia, Jarang, kadang-kadang insomnia.


anoreksia Keluhan progresif perlahan
dalam berbulan-bulan-bertahun

Durasi Bervariasi dapat berhenti -


spontan/ setelah terapi

Alasan konsultasi Rujukan sendiri Penyandang dibawa oleh


keluarga yang merasakan
perubahan memori, kepribadian
dan tingkah laku
Riwayat hidup Riwayat psikiatri Tidak jarang ditemukan riwayat

14
sebelumnya keluarga dengan demensia

VII. TERAPI

Terapi diberikan sesuai dengan penyebab demensia serta gejala yang


menyertai demensia. Terapi yang diberikan telah dijelaskan pada masing-masing
subjudul.

Tujuan/sasaran terapi yaitu :

1. Mempertahankan kualitas hidup yang optimal


2. Memanfaatkan kemampuan yang masih ada seoptimal mungkin
3. Berupaya memperlambat perburukan
4. Membantu keluarga yang merawat, memberikan informasi yang tepat
5. Menghindari tindakan - tindakan, baik farmakologis maupun
nonfarmakologis yang tidak perlu, yang tidak terbukti manfaatnya dan
yang umumnya mahal harganya.
6. Menghadapi keadaan penyakit secara realistis

VIII. ALZHEIMER DEMENSIA

VIII.1. Etiologi

Patologi utama adalah di korteks serebral, yang berawal di lobus temporal,


dengan hilangnya sinapsis dan sel, juga neurofibrillary yang tidak beraturan.
Perubahan ini juga mempengaruhi inti subkortikal, termasuk orang-orang yang
memberikan asetilkolin ke korteks. Orang-orang dengan genotipe apolipoprotein
E e4 berada pada peningkatan risiko penyakit Alzheimer, dan mutasi pada
prekursor amiloid gen protein dan presenilin gen dapat menyebabkan penyakit
Alzheimer. Faktor lingkungan yang mungkin juga penting.

Ada 2 faktor yang mendasari pathogenesis adalah : (2, 7)

1. pengaruh genetik

15
Umumnya gangguan heterogen dengan 4 gen yang teridentifikasi. Keempat gen
yang telah teridentifikasi adalah :

a. gen presenilin 1 (PSEN1)


b. gen presenilin 2 (PSEN2)
c. Amyloid precursor protein
d. Apolipoprotein E e4 (APOE e4)

2. faktor resiko

Factor merugikan Factor bermanfaat


- Hipertensi, Diabetes Mellitus, - Memanfaatkan waktu luang untuk
Hiperlipidemia aktivitas intelektual (intellectual
- Merokok, penyakit sistemik, leisure activity)
hiperhomosisteinemia, Olahraga (physical activity)
posmenopouse estrogen +/- Konsumsi ikan laut dan lemak
progesterone, trauma kepala, kadar polisaturasi
Vit. B12 rendah

VIII.2. Gejala klinis

Pada perjalanan klinis penderita Alzheimer Demensia berjalan bertahap


mulai dari mudah lupa/forgetfulness (mudah lupa normal sesuai usia) kemudian
berkembang menjadi Mild Cognitive Impairment (MCI) dan berlanjut ke
demensia (Alzheimer Demensia). (2)

Tanda mudah lupa/forgetfulness (mudah lupa normal sesuai usia) sebagai berikut:
(2)

1. Lupa menaruh benda, lupa janji, lupa nama orang, lupa wajah orang, lupa
peristiwa dan sebagainya
2. Terdapat gangguan dalam mengingat kembali (recall)
3. Terdapat gangguan dalam mengambil kembali informasi yang telah
tersimpan dalam memori (retrieval)
4. Tidak ada gangguan dalam mengenal kembali sesuatu apabila diberi
isyarat (recognition)

16
5. Tebih sering menjabarkan fungsi atau bentuk daripada namanya.

Kemudian berkembang menjadi Mild Cognitive Impairment (MCI) dengan tanda


sebagai berikut : (2)

1. Keluhan memori yang dikemukakan oleh penderita, keluarga atau dokter


keluarganya
2. Aktivitas hidup sehari-hari yang sederhana masih normal dan penyandang
masih dapat hidup otonom dan mandiri
3. Adanya beberapa gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang kompleks
4. Fungsi kognitif global masih normal

Apabila tidak ditangani berlanjut ke demensia dengan tanda progresifitas klinis


terhadap fungsi intelektual berkaitan dengan menurunnya fungsi memori,
judgement (pengambilan keputusan, pemecahan masalah) bahasa dan persepsi.
Gangguan klinis dapat berupa : (2)

1. Gangguan kognitif kebanyakan diawali dengan keluhan kelemahan pada


short term memory dan mudah lupa (forgetfulness). Kemunduran progresif
sampai terganggu long term memory. Untuk diagnosis klinis disamping
gangguan memori juga didapatkan paling sedikit satu dari gangguan
domain kognitif lainnya termasuk bahasa (penemuan kata atau anomia)
orientasi praksis, judgement dan abstraksi resening/ abstract reasoning.
2. Gangguan nonkognitif berupa manifestasi behavior termasuk perubahan
kepribadian, mood (apati, depresi), curiga, paranoia, menarik diri, waham,
marah, agresif, gelisah, ngeluyur/wondering, gangguan siklus tidur,
halusinasi, ilusi.

Berdasarkan 6 kategori (memori, orintasi, judgement, problem solving, hubungan


di masyarakat, hobi dan merawat diri) AD dibagi menjadi 3 kategori mild,
moderate dan severe. (2)

1. Mild AD ditandai dengan cirri khusus berupa kemunduran pada pekerjaan


dan hubungan sosial tetapi penderita masih mampu untuk merawat diri

17
tanpa tergantung pada orang lain. Judgement biasanya masih baik. Gejala
behavior berupa apati, depresi, menarik diri.
2. Moderate AD ditandai dengan penderita mengalami kemunduran recent
memory, orientasi dan insight. Untuk aktivitas hariannya sudah mulai
terganggu sehingga membutuhkan alat bantu (misalnya buku catatan
harian). Dalam berpakaian kadang memerlukan bantuan. Manifestasi
behavior meliputi agitasi, waham dan gangguan pola tidur dan bisa
ngeluyur/wondering.
3. Severe AD ditandai kemunduran bermakna pada aktivitas hariannya
(makan, mandi, berpakaian dan lain-lain). Memerlukan pengawasan dan
bantuan terus menerus. Komunikasi sangat terbatas.

Pada stadium akhir AD hanya berbaring di tempat tidur/bedridden, dengan posisi


fleksi/flexion deformities, hanya diam/mute dan kesulitan menelan/disfagi, berat
badan menurun. (2)

VIII. 3. Diagnosis

Kriteria Diagnosis berdasarkan National Institute of Communicative Disorders


and Stroke and the Alzheimers Disease and Related Disorders Association
(NINCDS-ADRDA) diagnosis AD diklasifikasikan menjadi 3 adalah: (2,7)

1. Definite AD ;
Kriteria klinis untuk kemungkinan penyakit Alzheimer (probable
AD)
Histopatologi positif Alzheimer dari hasil otopsi, terdapat
gambaran plaque neuritik dan neurofibrillary tangle.
2. Probable AD
Terdapat demensia ( secara klinik dan dipastikan melalui tes mental
dan tes neuropsikologi)
Terdapat deficit pada 2 atau lebih bidang kognitif
Perburukan secara progresif memori dan fungsi kognitif lainnya
Tidak dijumpai adanya gangguan kesadaran

18
Tidak dijumpai adanya gangguan sistemik atau penyakit otak
lainnya yang dapat menyebabkan deficit memori dan kognitif
progresif
Umur saat onset 40-90 tahun, paling sering >65 tahun
3. Possible AD
Adanya sindom demensia, tanpa adanya penyakit neurologis,
psikiatris atau sistemik yang dapat menyebabkan demensia ; dan
adanya variasi dari onset maupun perjalanan penyakit.
Adanya kelainan sistemik sekunder atau menyerang otak yang
dapat menyebabkan demensia
Kemunduran pada salah satu fungsi intelektual saja

VIII. 4. Evaluasi (2,7)

1. Esesmen status mental


Salah satu instrument untuk penapisan status mental adalah Mini Mental
State Exam (MMSE). Terdiri dari 11 item adalah memori, bahasa, atensi,
kalkulasi, orientasi, membaca, menulis, konstruksional. Nilai tertinggi
adalah 30. MMSE merupakan instrument pemeriksaan penapisan, bukan
alat diagnosa demensia namun dengan pemeriksaan MMSE secara serial
dapat mengetahui progresifitas demensia.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah dilakukan untuk menyingkirkan factor metabolic atau
keadaan lain yang berkaitan dengan gangguan fungsi kognitif.
3. Lumbal punksi
Hanya pada penderita dengan infeksi susunan saraf pusat, demensia
dengan progresif yang cepat, kecurigaan imunosupresi, dan penderita
dengan usia kurang dari 55 tahun.
4. Neuroimaging
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah MRI kepala atau CT-Scan kepala
untuk mendeteksi kelainan yang berpotensi dan dapat diobati misalnya
tumor otak, hematom subdural, stroke, hidrosefalus dan lain-lain.

19
d. Atrofi kedua lobus temporal karena penyakit Alzheimer.

5. Pemeriksaan neuropsikologi
Dipilih tes neuropsikologi yang sesuai untuk pemeriksaan domain kognitif
orientasi, atensi, dan konsentrasi, memori (recall dan recognition), bahasa,
praksis, pemecahan masalah/problem solving antara lain dengan MMSE,
CDR, GDR, dan HIS (untuk membedakan demensia vaskuler atau
nonvaskuler)

VIII.5. Terapi

Terapi farmakologis antara lain : (2)

1. Kholinesterase inhibitor.
Pemberian obat ini untuk pemecahan asetilkolin. Obat ini diindikasikan
untuk demensia ringan dan demensia sedang. Yang termasuk obat ini
antara lain:
- Donepenzil HCl merupakan reversible inhibitor asetilkolin esterase
inhibitor dengan pengaruh minimal pada kholinesterase perifer. Dosis
5mg/hari setelah 4 minggu dapat ditingkatkan menjadi 10mg/hari
untuk Alzheimers Demensia ringan - sedang (MMSE 10-26)
dilanjutkan selama 15 minggu.

20
- Rivastigmine tatrate merupakan selektif inhibitor asetilkholinesterase
dan butirilkholinesterase. Dosis 2 x 1,5mg/hari, dapat ditingkatkan
menjadi 2 x 6mg/hari, selama 15 minggu pada Alzheimers Demensia
ringan - sedang (MMSE 10-26).
2. NMDA reseptor antagonis
N-metyl-D-aspartate (NMDA) reseptor adalah reseptor glutamate.
Mimantine termasuk golongan obat ini.
3. Antioksidan
-tocopherol (Vitamin E) dosis 2000iu/hari dapat diberikan (2 x
1000IU/hari)

VIII.6. Prognosis

Penyakit ini bersifat kronis progresif dengan rentang waktu 3-20 tahun
dengan rata-rata 7-10 tahun. Pada pemeriksaan dengan evaluasi MMSE
menunjukkan penurunan skor 2-3 poin tiap tahun.(2)

IX. DEMENSIA VASKULAR

IX.1. Etiologi

Beberapa kategori penyakit serebrovaskuler yang dapat penyebab


demensia vaskuler : (2)

1. Infark multipel pembuluh darah


2. Strategic single infark; ialah infark/ oklusi pada pembuluh darah yang
memberi vaskularisasi daerah berkaitan dengan fungsi kognitif terutama
memori misalnya oklusi arteri serebri posterior menyebabkan infark
thalamus bilateral, daerah medialis temporal. Oklusi arteri serebri anterior/
syndrome arteri anterior menyebabkan infark frontal bilateral.
3. Penyakit pembuluh darah kecil/small vessel disease; multipel lakunar
infark basal ganglia atau subkortikal atau periventrikuler white matter
antara lain Binswanger disease.
4. Hipoperfusi global karena henti jantung/cardiac arrest.
5. Hemorrhagic cerebrovascular disease; ICH, SDH, SAH.
6. Kombinasi dari penyebab di atas.

21
IX.2. Gejala Klinis

Gambaran klinis VaD menjadi klasifikasi sindroma kortikal dan


subkortikal (2,6)

1. Sindroma kortikal
Pada sindroma kortikal VaD umumnya disebabkan gangguan pembuluh
darah besar adanya aterotrombotik berulang atau stroke kardiokembolik.
Gangguan fungsi kognitif /memori terjadi dengan onset yang mendadak
disertai adanya deficit sensorik/motorik yang jelas dan lesi fokal yang
memberi gambaran klinis sesuai sindroma fokal behavior neurologi
misalnya afasia, apraksia, agnosia, neglect, sedangakan demensia kadang
timbul kemudian
2. Sindroma subkortikal
Umumnya disebabkan lesi/oklusi pembuluh darah kecil atau halus, lebih
sering menunjukkan tanda pseudobulbar, deficit pyramidal yang isolated,
depresi, emosi labil dan gejala behavioral frontal : penurunan fungsi
eksekutif (misalnya planning, abstraksi, evaluasi, koreksi dan lain-lain)

Tanda dan keluhan kognitif pada VaD lebih sering subkortikal , ialah
menurunnya konsentrasi, mudah lupa/forgetfulness, lambat berfikir/bradyphrenia,
afasia dan deficit eksekutif. Dan hamper selalu VaD terdapat deficit fokal
neurologis keluhan dan tanda gangguan fungsi motorik misalnya gangguan cara
berjalan/gait, gangguan koordinasi. (7)

Kriteria pada vaskular demensia adalah :

1. Deteriorasi memori dan kemampuan intelektual yang menyebabkan


gangguan fungsi kehidupan sehari-hari. Hilangnya memori dan deficit
paling kurang 2 dari hal berikut :
- Orientasi
- Perhatian
- Bicara dan bahasa
- Kemampuan spasial
- Neuropraxis
- Abstraksi

22
- Pertimbangan
- Kontrol motorik
2. Penyakit serebrovaskular (disertai dengan riwayat dan adanya gambaran
klinik)
3. Waktu perlangsungan (3 bulan)

Dan dapat diklasifikasikan berdasarkan criteria tersebut diatas :

Defenitif atau pasti apabila ada konfirmasi dari hasil histopatologi


Probable apabila memenuhi 3 kriteria tersebut di atas
Possible apabila memenuhi 2 kriteria tersebut di atas

IX. 3. Diagnosis

Diagnosis VaD ditegakkan melalui tahapan sebagai berikut : (2)

1. Mencari factor resiko dan proses vaskuler yang mendasari kelainannya :


melakukan anamnesis dengan cermat: kapan mulai terjadi perubahan daya
ingat, tingkah laku dan lain-lain. Apakah terjadi mendadak atau perlahan-
lahan. Melakukan pemeriksaan fisik neurologis dengan teliti untuk
mencari kelainan fokal neurologi.
2. Melakukan tes neuropsikologi sederhana sebagai penapisan ada atau tidak
tanda demensia dengan memakai instrument Mini Mental State
Examination (MMSE).
Apabila ada demensia maka dilanjutkan dengan pemeriksaan untuk
menentukan apakah demensia vaskuler atau demensia non-vaskuler.
3. Melakukan pemeriksaan penunjang pencitraan otak (Imaging)
- CT-Scan kepala
Lesi periventrikuler dan substansia alba luas : patchy atau difus
simetris dengan atenuasi rendah (densitas menengah antara substansia alba
dan liquor dalam ventrikel) dengan pinggir yang tidak tegas yang meluas
ke centrum semiovale, dan paling sedikit satu infark lakuner.
- MRI

23
Melibatkan terutama kasus-kasus substansia alba : lesi luas
periventrikular dan substansia alba dalam : extending caps (10 mm diukur
parallel terhadap ventrikel) atau halo irregular (>10 mm lebar, pinggir
irregular dan meluas ke substansia alba). Dan hiperintensitas difus luas
(>25 mm, bentuk irregular) atau perubahan substansia alba luas.
(hiperintensitas difus tanpa lesi fokal), dan infark lakuner-lakuner dibagian
dalam substansia grisea.

e. Perubahan sinyal yang luas dalam substansia alba karena penyakit arteriosklerosis.

4. Mencari factor resiko stroke misalnya hipertensi, diabetes mellitus,


penyakit jantung, aterosklerosis, arteriosklerosis, dislipidemia dan
merokok.

IX. 4. Terapi (2)

1. Terapi non-farmakologis

Bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang


masih ada. Program harus dibuat secara individual mencakup intervensi
terhadap pasien sendiri, pengasuh dan lingkungan, sesuai dengan tahapan
penyakit, dan sarana yang tersedia.

Intervensi terhadap pasien :

24
- Perilaku terhadap pasien
- Terapi rehabilitasi :
Orientasi realitas
Stimulasi kognitif
Reminiscent
Gerak dan latih otak dan olahraga lain
Edukasi
Konseling
Terapi music
Terapi bicara dan okupasi
- Intervensi lingkungan :
Tata ruang
Fasilitas aktifitas
Terapi cahaya
Penyedian fasilitas perawatan
Daycare centre
Nursing home
Respite centre
2. Terapi farmakologis.
Terapi kausal : tangani dan obati factor resiko stroke yang disandang
pasien demensia
3. Terapi simptomatik
Pada VaD dan AD terjadinya penurunan neurotransmitter kolinergik
sehingga kholinesterase inhibitor perlu diberikan. Obat-obat tersebut
antara lain :
- Donepenzil hidrokhlorida
- Rivastigmin
- Galantamine

Juga diberikan brain protector atau brain activator, antara lain :

- Pirasetam
- Gingko biloba
- Citicolin

Juga diberikan obat-obat untuk gejala psikiatrik yang menyertai.

25

Anda mungkin juga menyukai