Yusmarni, M.Pd.
Abstrak
Penggunaan soal terbuka dalam pembelajaran matematika telah banyak digunakan sebagai
assesmen dalam penilaian hasil belajar, Hal ini dilakukan karena melalui pertanyaan terbuka
widyaiswara dapat mengeksplorasi kemampuan berpikir peserta diklat yang beragam.Seiring
dengan perkembangan inovasi dalam pembelajaran soal terbuka tidak lagi hanya sebagai alat
untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dengan istilah pendekatan open-ended. Pendekatan
ini sudah mulai diterapkan di sekolah-sekolah Indonesia, meskipun demikian referensi tentang
pendekatan ini masih minim, oleh sebab itu melalui tulisan ini dipaparkan mengenai mengapa
pendekatan open-ended perlu diterapkan, langkah pernerapanya, dan cara penilaiannya. Dengan
harapan dapat menambah khazanah pengetahuna tentang pendekatan open-ended.
A. PENDAHULUAN
Pendekatan Open-ended merupakan salah satu upaya inovasi pendidikan matematika yang
pertama kali dilakukan oleh para ahli pendidikan matematika Jepang.Pendekatan ini lahir sekitar
duapuluh tahun yang lalu dari hasil penelitian yang dilakukan Shigeru Shimada, Toshio Sawada,
Yoshiko Yashimoto, dan Kenichi Shibuya (Nohda, 2000). Munculnya pendekatan ini sebagai
reaksi atas pendidikan matematika sekolah saat itu yang aktifitas kelasnya disebut dengan issei
jugyow (frontal teaching); widyaiswara menjelaskan konsep baru di depan kelas kepada para
siswa kemudian memberikan contoh untuk penyelesaian beberapa soal.
Dalam sebuah diklat seperti diketahui bahwa masalah rutin yang biasa diberikan pada
peserta diklat sebagai latihan atau tugas selalu berorientasi pada tujuan akhir, yakni jawaban
yang benar. Akibatnya proses atau prosedur yang telah dilakukan oleh peserta diklat dalam
menyelesaikan soal tersebut kurang atau bahkan tidak mendapat perhatian widyaiswara. Padahal
perlu disadari bahwa proses penyelesaian masalah merupakan tujuan utama dalam pembelajaran
pemecahan masalah matematika.
Pendapat senada juga dikemukakan oleh Rifat (2001 : 25) yang menyatakan bahwa
pembelajaran melalui tugas matematika rutin terkesan untung-untungan. Dugaan bahwa
pembelajar ingat atau lupa akan suatu rumus tidak dapat dipertahankan. Peserta
diklatberkecenderungan berfikir pasif, tidak dapat berfikir secara terstruktur, dan belajar menjadi
tidak atau kurang bermakna. Weirtheimer (Rifat, 2001 : 25) juga berpendapat bahwa
pembelajaran yang prosedural, seperti penerapan rumus cenderung menghilangkan kemampuan
manusia untuk melihat struktur masalah secara utuh. Padahal, pemahaman akan struktur masalah
merupakan pemikiran produktif. Proses-proses yang dilakukan oleh peserta diklat dalam
memilih, mengatur dan mengintegrasikan pengetahuan baru, perilaku dan buah pikirannya akan
mempengaruhi keadaan motivasi dan sikapnya dan pada akhirnya akan berhubungan dengan
strategi belajarnya (Weinstein & Mayer dalam Anthony, 1996).
Masalah yang diambil untuk tugas matematika dapat diperoleh dari masalah yang
konstektual (real world) dan masalah dalam matematika (Shimada & Becker 1997).Masalah
konstekstual diambil dari masalah-masalah keseharian atau masalah-masalah yang dapat
dipahami oleh pikiran peserta diklat. Dengan masalah itu peserta diklatakan dibawa kepada
konsep matematika melalui re-invetion atau melalui discovery. Jika dilihat dari cara dan jawaban
suatu masalah, maka ada dua tipe masalah, yakni tipe masalah yang diberikan mempunyai cara
dan jawaban yang tunggal (close problem) atau tipe masalah yang mempunyai cara dan jawaban
yang tidak tunggal (open problem) (Ruseffendi 1991 : 254).
B. PEMBAHASAN
Pengertian pendekatan OpenEnded.
Pendekatan open-ended adalah "an instructional strategy that creates interest and stimulates
creative mathematical activity in the classroom through students collaborative work.Lessons
using open-ended problem solving emphasize the process of problem solving activities rather
than focusing on the result" (Shimada &Becker, 1997; dan Foong, 2000).
Pendekatan open-ended prinsipnya sama dengan pembelajaran berbasis masalah yaitu suatu
pendekatan pembelajaran yang dalam prosesnya dimulai dengan memberi suatu masalah kepada
peserta diklat. Bedanya Problem yang disajikan memiliki jawaban benar lebih dari satu.Problem
yang memiliki jawaban benar lebih dari satu disebut problem tak lengkap atau problem open-
ended atau problem terbuka. Contoh penerapan problem open-ended dalam kegiatan
pembelajaran adalah ketika peserta diklat diminta mengembangkan metode, cara, atau
pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan dan bukan berorientasi
pada jawaban akhir. Dihadapkan dengan problem open-ended peserta diklat tidak hanya
mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada cara bagaimana sampai pada suatu jawaban.
Pembelajaran dengan pendekatan open-ended biasanya dimulai dengan memberikan problem
terbuka kepada peserta diklat. Kegiatan pembelajaran membawa peserta diklat dalam menjawab
pertanyaan dengan banyak cara dan mungkin juga dengan banyak jawaban sehingga
mengundang potensi intelektual dan pengalaman peserta diklat dalam menemukan sesuatu yang
baru.
Pendekatan berdasarkan masalah dalam pembelajaran matematika sebenarnya bukan hal yang
baru, tetapi Polya sudah mengembangkan sejak tahun 40-an. Namun pendekatan ini mendapat
perhatian luas lagi mulai tahun 80-an sampai sekarang. Dengan dikembangkannya pendekatan
pemecahan masalah berbentuk terbuka (open-ended) di Jepang.Pendekatan ini didasarkan atas
penelitian Shimada, adalah an instructional strategy that creates interest and simulates
creative mathematical activity in the classroom trhough students collaborative work. Lesson
using open-ended problem solving emphasize the proses of problem solving activities rather than
focusing on the result (Shimada and Becker.1997. Bandingkan dengan foong. 2000)
Pendekatan ini berkembang pesat sampai di Amerika dan Eropa yang selanjutnya dikenal dengan
istilah open-ended probleng solving. Di Eropa, terutama di Negara-negara seperti Belanda
pendekatan pembelajaran ini mendapat perhatian luas seiring dengan terjadinya tuntutan
pergeseran paradigma dalam pendidikan matematika di sana. Di klaim bahwa pembelajaran
matematika merupakan human activities, baik mental atau fisik berdasarkan real life dengan
mengambil landasanKonstrutivisme RadikalModern (berdasarkan biologi Kognitivisme dan
Neurophisiologi) oleh Maturana dan varela (1984) bahwa fenomena-fenomena alam itu tidak
dapat di reduksi secara penuh menjadi klusa-klausa deterministic, dengan struktur dan pola yang
unik, tunggal dan dapat di prediksi secara mudah. Sebaliknya real life, adalah kompleks dengan
struktur dan pola yang sering tak jelas, tak selalu teramalkan dengan mudah, multidimensi, dan
memungkinkan adanya banyak penafsiran dan sinkuler.Pengetahuan manusia tentang alam
hanyalah hipotesa-hipotesa konstruksi hasil pengamatan terbatas, yang tentu saja dapat salah
(fallible).Mengambil pandangan ini dalam pembelajaran matematika, berarti memberi
kesempatan pada peserta diklat untuk belajar melalui aktivitas-aktivitas real life dengan
menyajikan fenomena alam seterbuka mungkin pada peserta diklat. Bentuk penyajian
fenomena rea dengan terbuka ini dapat dilakukan melalui pembelajaran yang berorientasi
pada masalah/ soal/ tugas terbuka. (Sudiarta. 2003 a, 2003 b, 2003 c).
Secara konseptual masalah terbuka dalam pembelajarn matematika adalah masalah atau soal-soal
matematika yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga memilki beberapa atau bahkan banyak
solusi yang benar, dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi itu. Pendekatan ini
memberikan kesempatan pada peserta diklat untuk experience in finding something new in the
process(Schoenfeld,1997).
Prinsip prinsip Metode Pembelajaran Open Ended.
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan open-ended mengasumsikan tiga prinsip, yakni
sebagai berikut :
1. Related to the autonomy of student activities. If requires that we should appreciate the value of
student activities for fear of being just non-interfering.
Jenis Masalah yang digunakan dalam pembelajaran melalui pendekatan open-ended ini
adalah masalah yang bukan rutin yang bersifat terbuka. Sedangkan dasar keterbukaanya
(openness) dapat diklasifikasikan kedalam tiga tipe, yakni : Process is open, end product are
open dan ways to develop are open. Prosesnya terbuka maksudnya adalah tipe soal yang
diberikan mempunyai banyak cara penyelesaian yang benar. Hasil akhir yang terbuka,
maksudnya tipe soal yang diberikan mempunyai jawaban benar yang banyak (multiple),
sedangkan cara pengembang lanjutannya terbuka, yaitu ketika peserta diklat telah selesai
menyelesaikan masalahnya, mereka dapat mengembangkan masalah baru dengan mengubah
kondisi dari masalah yang pertama (asli). Dengan demikian pendekatan ini menyelesaikan
masalah dan juga memunculkan masalah baru (from problem to problem).
Kelemahan dan Kelebihan pendekatan OpenEnded.
a. Peserta diklat memiliki kesempatan untuk berpartisipasi secara lebih aktif serta memungkinkan
untuk mengekspresikan idenya.
b. Peserta diklat memiliki kesempatan lebih banyak menerapkan pengetahuan serta keterampilan
matematika secara komprehensif.
c. Peserta diklat dari kelompok lemah sekalipun tetap memiliki kesempatan untuk mengekspresikan
penyelesaian masalah yang diberikan dengan cara mereka sendiri.
d. Peserta diklat terdorong untuk membiasakan diri memberikan bukti atas jawaban yang mereka
berikan.
e. Peserta diklat memiliki banyak pengalaman, baik melalui temuan mereka sendiri maupun dari
temannya dalam menjawab permasalahan.
Disamping kelebihan yang dapat diperoleh dari pendekatan open-ended, terdapat juga beberapa
kelemahan, diantaranya:
a. Sulit membuat atau menyajikan situasi masalah matematika yang bermakna bagi peserta diklat.
b. Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahamai peserta diklat sangat sulit sehingga
banyak peserta diklat yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang
diberikan.
c.Karena jawaban bersifat bebas, peserta diklat dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau
mencemaskan jawaban mereka.
d. Mungkin ada sebagian peserta diklat yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka tidak
menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi.
Pendekatan Open Ended dalam Pembelajaran Matematika.
Yang dimaksud kegiatan peserta diklat harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus
mengakomodasi kesempatan peserta diklat untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai
dengan kehendak mereka. Misalnya, widyaiswara memberikan permasalahan seperti berikut
kepada peserta diklat: Dengan menggunakan berbagai cara, hitunglah jumlah sepuluh bilangan
ganjil pertama mulai dari satu! Dengan begitu peserta diklat berkesampatan melakukan beragam
aktivitas untuk menjawab permasalahan yang di berikan sesuai dengan pikiran dan
kemampuannya.
Kegiatan peserta diklat dan kegiatan matematik dikatakan terbuka secara simultan dalam
pembelajaran, jika kebutuhan dan berpikir matematik peserta diklat terperhatikan widyaiswara
melalui kegiatan-kegiatan matematik yang bermanfaat untuk menjawab permasalahan lainnya.
Dengan kata lain, ketika peserta diklat melakukan kegiatan matematika untuk memecahkan
permasalahan yang diberikan, dengan sendirinya akan mendorong potensi mereka untuk
melakukan kegiatan matematikpada tingkatan berpikir yang lebih tinggi. Dengan demikian,
widyaiswara tidak perlu mengarahkan agar peserta diklat memecahkan permasalahan dengan
cara atu pola yang sudah ditentukan, sebab akan menghambat kebebasan berpikir peserta diklat
untuk menemukan cara baru menyelesaikan permasalahan.
Langkah Widyaiswara dalam Mengembangkan Metode Pembelajaran OpenEnded.
Masalah (problem) harus mendorong peserta diklat untuk berfikir dari berbagai sudut
pandang.Disamping itu juga harus kaya dengan konsep-konsep matematika yang sesuai untuk
peserta diklat yang berkemampuan tinggi maupun rendah dengan menggunakan berbagai strategi
sesuai kemampuannya.
b. Apakah level matematika dari masalah (problem) itu cocok untuk peserta diklat?
Pada saat peserta diklat menyelesaikan problem open-ended, mereka harus menggunakan
pengetahuan dan keterampilan yang mereka punyai.Jika widyaiswara memprediksi bahwa
persoalan itu diluar jangkauan peserta diklat, maka problem itu harus diubah/diganti dengan
problem yang berada dalam wilayah pemikiran peserta diklat.
Problem harus memiliki keterkaitan atau dihubungkan dengan konsep-konsep matematika yang
lebih tinggi sehingga dapat memacu peserta diklat untuk berfikir tingkat tinggi.
Apabila kita telah memformulasi problem mengikuti kriteria yang telah dikemukakan,
langkah selanjutnya adalah mengembangkan rencana pembelajaran yang baik. Pada tahap ini
hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
Konteks permasalahan yang diberikan harus dikenal baik oleh peserta diklat dan harus
membangkitkan semangat intelektual.Karena problem open-ended memerlukan waktu untuk
berfikir dan mempertimbangkan, maka problem itu harus mampu menarik perhatian peserta
diklat.
d. Lengkapi prinsip posting problem sehingga peserta diklat memahami dengan mudah maksud dari
problem itu.
Problem harus diekspresikan sedemikian sehingga peserta diklat dapat memahaminya dengan
mudah dan menemukan pendekatan pemecahannya.Peserta diklat dapat mengalami kesulitan jika
eksplanasi problem terlalu ringkas. Hal ini dapat timbul karena widyaiswara bermaksud
memberikan kebebasan yang cukup bagi peserta diklat untuk memilih cara dan pendekatan
pemecahan masalah atau bisa diakibatkan peserta diklat memiliki sedikit atau bahkan tidak
memiliki pengalaman dalam belajar karena terbiasa mengikuti petunjuk-petunjuk dari buku teks.
Untuk menghindari kesulitan yang dihadapi peserta diklat seperti ini, widyaiswara harus
memberikan perhatian khusus menyajikan atau menampilkan problem.
Kadang-kadang waktu yang diberikan tidak cukup dalam menyajikan problem pemecahannya,
mendiskusikan pendekatan dan penyelesaian, dan merangkum apa yang telah peserta diklat
pelajari. Oleh karena itu widyaiswara harus memberikan waktu yang cukup kepada peserta diklat
untuk mengeksplorasi problem.Berdiskusi secara aktif anatara peserta diklat dan antara peserta
diklat dengan widyaiswara merupakan interaksi yang sangat penting dalam pembelajaran open-
ended.Widyaiswara dapat membuat dua periode waktu untuk satu problem open-ended. Periode
pertama, peserta diklat bekerja secara individual atau kelompok dalam memecahkan problem dan
membuat rangkuman dari proses penemuan yang mereka lakukan. Kemudian periode kedua,
digunakan untuk diskusi kelas mengenai strategi dan pemecahan serta penyimpulan dari
widyaiswara, dari pengalaman pembelajaran seperti ini terbukti efektif.
C. PENUTUP
Simpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut, munculnya pendekatan open-
ended berawal dari pandangan bagaimana menilai kemampuan peserta diklat secara objektif
kemampuan berfikir tingkat tinggi matematika.Seperti diketahui bahwa dalam pembelajaran
matematika, rangkaian pengetahuan, ketrampilan, konsep-konsep, prinsip-prinsip atau aturan-
aturan biasanya diberikan kepada peserta diklat dalam langkah sistematis.Tentu saja rangkaian
tersebut tidak diajarkan secara langsung terpisah-pisah atau masing-masing, namun harus
disadari sebagai rangkaian yang terintegrasi dengan kemampuan dan sikap setiap peserta diklat.
Dengan demikian akan terbentuk suatu keteraturan atau pengorganisasian intelektual yang
optimal.
Untuk mengetsahui kemampuan tingkat tinggi matematika peserta diklat, kita harus
menelaah bagaimana peserta diklat menggunakan segala sesuatu yang telah dipelajari, dapat
digunakan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Dangan kata lain, kreatifitas dan pola
pikir matematis peserta diklatakan muncul secara simultan. Namun alam tes tertulis, biasanya
widyaiswara menggunakan close-problem, hal tersebut tidak akan muncul. Karena peserta diklat
cenderung hanya menggunakan sebagian kecil dari pola pikir matematikanya. Akibatnya, muncul
suatu pertanyaan, dapatkah tes tertulis dalam bentuk soal rutin tersebut mempunyai probabilitas
tinggi untuk dapat mengukur secara objektif kemampuan tingkat tinggi anak ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian,
yaitu :
1. Apa contoh perilaku peserta diklat yang dapat dipertimbangkan untuk mengukur kemampuan
tingkat tinggi peserta diklat secara objektif ? Walaupun ini sukar untuk dievaluasi secara
langsung bagaimana kemampuan tingkat tinggi selama proses belajar mengajar, muncul
pertanyaan, perilaku apa yang dapat diukur dari mereka ?atau pola perilaku apa yang peserta
diklat tunjukkan?
2. Bagaimana mengkaji perilaku peserta diklat sehingga dipandang dapat mengukur kemampuan
tingkat tinggi? Dengan kata lain, dapatkah kita harapkan bahwa peserta diklatyang mempunyai
penampilan yang baik pada tes rutin juga mencerminkan atau menggambarkan perilaku yang
dimaksud? dan apakah peningkatan yang telah diukur dengan tes rutin disertai juga dengan
peningkatan perilaku yang dikehendaki?
Selanjutnya dijelaskan bahwa untuk menjawab pertanyaan di atas adalah sebagai berikut:
Karena kita mengetahui bahwa telah mempunyai kriteria yang tidak objektif pola perilaku peserta
diklat yang ditunjukkan melalui tes rutin, maka haruslah disusun situasi masalah yang dapat
mematematikakan aktivitasi peserta diklat. Dengan kata lain, dalam melakukan analisis masalah,
peserta diklatakan berjalan pada aspek penting, yakni dari masalah ke dalam cara-cara berfikir
mereka dengan memobilisasi kemampuan matematika yang telah dipelajarinya. Untuk menjawab
pertanyaan kedua di atas, diperlukan suatu pandangan bagaimana menyiapkan situasi
permasalahan sedemikian hingga dapat memobilisasi kemampuan matematika peserta diklat.Hal
inilah yang diadopsi sebagai Open-ended problems.Alasannya adalah ketika peserta diklat
menganalisis masalah yang menghasilkan solusi tunggal, ada dua kemungkin yang terjadi, yaitu:
Sedangkan untuk pertanyaan ketiga, ditemukan bahwa ada kesukaran dalam mendesain
pembelajaran seperti itu. Akan tetapi, kesimpulan yang diperoleh dari hasilo penelitiannya adalah
kemampuan berfikir tingkat tinggi akan muncul melalui proses pembelajaran open-ended.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber:
ErmanSuherman,dkk(2001).StrategiPembelajaranMatematikaKonteporer.Bandung.JICA.UPI