Tanya Jawab Qurban
Tanya Jawab Qurban
Pertanyaan:
Ada wanita yang belum menikah, tapi memiliki kelebihan rizki. Bolehkah dia berqurban
untuk dirinya sendiri?
Jawaban:
Alhamdulillah was shalatu was salam ala rasulillah, wa badu,
Berqurban termasuk sunah muakkad (amal yang sangat dianjurkan), bagi orang
yang mampu, baik lelaki maupun wanita. Tidak ada bedanya apakah dia sudah
menikah atau belum menikah.
) : ,
, . (
,
, ,
Berqurban boleh dilakukan bagi musafir, sebagaimana boleh dilakukan bagi mukim,
dan tidak ada bedanya. Demikian pula wanita. Sebagaimana yang Allah tegaskan: [
] : Lakukanlah yang baik. (QS. Al-Hajj: 77). Dan berqurban termasuk
amal baik. Semua jenis manusia yang kami sebutkan, yang butuh amal baik,
dianjurkan untuk berqurban. Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam tentang berqurban, dan beliau tidak membedakan antara orang pelosok
dengan orang kota, musafir dengan mukim, lelaki dengan wanita. Karena itu,
membeda-bedakan mereka adalah salah, dan tidak dibolehkan. (al-Muhalla, 6:37).
Aturan yang berlaku bagi wanita yang hendak berqurban, sama halnya dengan
aturan bagi yang lain. Seperti tidak boleh potong kuku, potong rambut, atau yang
lainnya. Berdasarkan hadis dari Ummu Salamah radhiyallahu anha, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda:
Apabila engkau telah memasuki sepuluh hari pertama (bulan Dzulhijjah) sedangkan
diantara kalian ingin berkurban maka janganlah dia menyentuh sedikit pun bagian
dari rambut dan kukunya. (HR. Muslim). Allahu alam
Assalamualaikum wr.wb.
USTADZ, mau tanya boleh tidak jika kita belum aqiqah tapi kita berqurban,
bagaimana hukumnya ustadz? Terimakasih
Wassalam
Waalikumsalam wr.wb.
Untuk menjawab pertanyaan saudara, ada beberapa hal yang perlu dipahami.
Pertama, hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah dan terkait dengan kelahiran
anak, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah swt, Adapun qurban adalah ibadah
terkait dengan hari idul adha sebagai amalan sunnah muakkadah, untuk
meneladani sunnah Nabi Ibrahim as.
Kedua, memang kedua ibadah tersebut jika dilihat dari bentuk dan tata cara
aplikasinya hampir sama, yaitu dengan menyembelih hewan. Jika aqiqah hanya
kambing (dan dianjurkan anak laki-laki dua ekor dan anak perempuan satu ekor),
sementara qurban, di samping kambing, juga dibolehkan sapi, kerbau atau unta.
Selain kekuatan hukum yang sama, ketentuan lain yang sama adalah terkait
dengan syarat-syarat hewan yang akan disembelih. Pembagian hewan yang
berbeda, jika aqiqah disunnahkan dalam kondisi telah dimasak, sementara qurban
disunnahkan masih mentah (belum dimasak).
Ketiga, kedua ibadah ini menjadi berbeda, dan tidak dapat salah satu dan yang lain
saling menggantikan, menurut jumhur ulama karena sebab, waktu, dan tuntutan
penunaiannya adalah berbeda. Pelaksanaan aqiqah disarankan oleh Rasul saw
pada tanggal 7, 14, 21, dan seterusnya, atau sesuai dengan waktu yang mudah bagi
seseorang dan sesuai dengan kemampuan. Aqiqah waktunya lebih luas (muwassa).
Sementara ibadah qurban waktunya telah ditentukan syariat dan terbatas
(mudhayaq), yaitu harus dilaksanakan pada tanggal 10-14 Dzulhijjah.
Keempat, karena itu, melihat keutamaan ibadah qurban, dan karena waktu yang
terbatas diperbolehkan mendahulukan ibadah qurban meski belum aqiqahkarena
aqiqah dapat dilaksanakan di sepanjang tahun, bahkan pada tahun-tahun
berikutnya. Bahkan karena saking utamanya qurban, imam Abu hatim dan Imam
Ahmad membolehkan berhutang terlebih dahulu demi untuk dapat berqurban.
Terlebih jika kondisi belum aqiqah adalah telah berusia dewasa, karena hal ini masih
diperselisihkan ulama. Mengingat aqiqah adalah penyembelihan hewan ketika masih
usia anak-anak, dan jika telah dewasa ada beberapa ulama yang menyatakan gugur
sunnah aqiqah, dan ada pula yang menyatakan jika mampu tetap disunnahkan
melaksanakan aqiqah. Intinya, tidak ada ketentuan dalam syariat bahwa
pelaksanaan ibadah qurban harus bagi orang yang telah melaksanakan aqiqah.
Kelima, dan jika penyembelihan qurban dengan diniatkan dua ibadah, yaitu aqiqah
dan qurban, maka tidak diperkenankan. Karena masing-masing ibadah ini berdiri
sendiri (maqshudah lidzatiha). Demikian pendapat para ulama, di antaranya mazhab
SyafiI, mazhab Maliki, imam al-Haitami, juga pendapat Syaikh Al Bani.
Wallauhalam.
MEMAHAMI HADITS (INI ADALAH KURBANKU DAN KURBAN SIAPA SAJA DARI
UMATKU YANG BELUM BERKURBAN)