Anda di halaman 1dari 11

Wanita Belum Menikah Mau Qurban

Pertanyaan:
Ada wanita yang belum menikah, tapi memiliki kelebihan rizki. Bolehkah dia berqurban
untuk dirinya sendiri?

Jawaban:
Alhamdulillah was shalatu was salam ala rasulillah, wa badu,

Berqurban termasuk sunah muakkad (amal yang sangat dianjurkan), bagi orang
yang mampu, baik lelaki maupun wanita. Tidak ada bedanya apakah dia sudah
menikah atau belum menikah.

Ibnu Hazm mengatakan:

) : ,
, . (
,
, ,

Berqurban boleh dilakukan bagi musafir, sebagaimana boleh dilakukan bagi mukim,
dan tidak ada bedanya. Demikian pula wanita. Sebagaimana yang Allah tegaskan: [
] : Lakukanlah yang baik. (QS. Al-Hajj: 77). Dan berqurban termasuk
amal baik. Semua jenis manusia yang kami sebutkan, yang butuh amal baik,
dianjurkan untuk berqurban. Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi
wa sallam tentang berqurban, dan beliau tidak membedakan antara orang pelosok
dengan orang kota, musafir dengan mukim, lelaki dengan wanita. Karena itu,
membeda-bedakan mereka adalah salah, dan tidak dibolehkan. (al-Muhalla, 6:37).

Aturan yang berlaku bagi wanita yang hendak berqurban, sama halnya dengan
aturan bagi yang lain. Seperti tidak boleh potong kuku, potong rambut, atau yang
lainnya. Berdasarkan hadis dari Ummu Salamah radhiyallahu anha, Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda:

Apabila engkau telah memasuki sepuluh hari pertama (bulan Dzulhijjah) sedangkan
diantara kalian ingin berkurban maka janganlah dia menyentuh sedikit pun bagian
dari rambut dan kukunya. (HR. Muslim). Allahu alam

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina KonsultasiSyariah.com)


Sumber: https://konsultasisyariah.com/14209-bolehkah-wanita-yang-belum-menikah-
berqurban-sendiri.html

Qurban, Tapi Belum Aqiqah, Bagaimana Hukumnya?

Assalamualaikum wr.wb.
USTADZ, mau tanya boleh tidak jika kita belum aqiqah tapi kita berqurban,
bagaimana hukumnya ustadz? Terimakasih
Wassalam

Waalikumsalam wr.wb.

Untuk menjawab pertanyaan saudara, ada beberapa hal yang perlu dipahami.

Pertama, hukum aqiqah adalah sunnah muakkadah dan terkait dengan kelahiran
anak, sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah swt, Adapun qurban adalah ibadah
terkait dengan hari idul adha sebagai amalan sunnah muakkadah, untuk
meneladani sunnah Nabi Ibrahim as.

Kedua, memang kedua ibadah tersebut jika dilihat dari bentuk dan tata cara
aplikasinya hampir sama, yaitu dengan menyembelih hewan. Jika aqiqah hanya
kambing (dan dianjurkan anak laki-laki dua ekor dan anak perempuan satu ekor),
sementara qurban, di samping kambing, juga dibolehkan sapi, kerbau atau unta.
Selain kekuatan hukum yang sama, ketentuan lain yang sama adalah terkait
dengan syarat-syarat hewan yang akan disembelih. Pembagian hewan yang
berbeda, jika aqiqah disunnahkan dalam kondisi telah dimasak, sementara qurban
disunnahkan masih mentah (belum dimasak).

Ketiga, kedua ibadah ini menjadi berbeda, dan tidak dapat salah satu dan yang lain
saling menggantikan, menurut jumhur ulama karena sebab, waktu, dan tuntutan
penunaiannya adalah berbeda. Pelaksanaan aqiqah disarankan oleh Rasul saw
pada tanggal 7, 14, 21, dan seterusnya, atau sesuai dengan waktu yang mudah bagi
seseorang dan sesuai dengan kemampuan. Aqiqah waktunya lebih luas (muwassa).
Sementara ibadah qurban waktunya telah ditentukan syariat dan terbatas
(mudhayaq), yaitu harus dilaksanakan pada tanggal 10-14 Dzulhijjah.

Keempat, karena itu, melihat keutamaan ibadah qurban, dan karena waktu yang
terbatas diperbolehkan mendahulukan ibadah qurban meski belum aqiqahkarena
aqiqah dapat dilaksanakan di sepanjang tahun, bahkan pada tahun-tahun
berikutnya. Bahkan karena saking utamanya qurban, imam Abu hatim dan Imam
Ahmad membolehkan berhutang terlebih dahulu demi untuk dapat berqurban.
Terlebih jika kondisi belum aqiqah adalah telah berusia dewasa, karena hal ini masih
diperselisihkan ulama. Mengingat aqiqah adalah penyembelihan hewan ketika masih
usia anak-anak, dan jika telah dewasa ada beberapa ulama yang menyatakan gugur
sunnah aqiqah, dan ada pula yang menyatakan jika mampu tetap disunnahkan
melaksanakan aqiqah. Intinya, tidak ada ketentuan dalam syariat bahwa
pelaksanaan ibadah qurban harus bagi orang yang telah melaksanakan aqiqah.

Kelima, dan jika penyembelihan qurban dengan diniatkan dua ibadah, yaitu aqiqah
dan qurban, maka tidak diperkenankan. Karena masing-masing ibadah ini berdiri
sendiri (maqshudah lidzatiha). Demikian pendapat para ulama, di antaranya mazhab
SyafiI, mazhab Maliki, imam al-Haitami, juga pendapat Syaikh Al Bani.

Wallauhalam.

MEMAHAMI HADITS : INI ADALAH KURBANKU DAN KURBAN SIAPA SAJA


DARI UMATKU YANG BELUM BERKURBAN

MEMAHAMI HADITS (INI ADALAH KURBANKU DAN KURBAN SIAPA SAJA DARI
UMATKU YANG BELUM BERKURBAN)


Oleh
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsari

Hadits ini shahih, diriwayatkan dari sejumlah sahabat dengan lafazh yang berbeda.
Di antaranya yaitu :

1. Hadits Jabir Radhiyallahu anhu




Diriwayatkan dari Jabir Radhiyallahu anhu , ia berkata: Aku ikut bersama Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam pada hari Idul Adha di Mushalla (lapangan tempat
shalat). Setelah selesai khutbah, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam turun dari
mimbar, lalu dibawakan kepadanya seekor kambing kibasy, lalu Rasulullah
menyembelihnya dengan kedua tangannya seraya berkata,Dengan menyebut nama
Allah, Allahu akbar, ini adalah kurbanku dan kurban siapa saja dari umatku yang
belum berkurban. Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam Sunan-nya (II/86),
At Tirmidzi dalam Jami-nya (1.141) dan Ahmad (14.308 dan 14.364). Para
perawinya tsiqat, hanya saja, ada masalah dengan perawi yang bernama Al
Muththalib. Dikatakan, bahwa ia banyak meriwayatkan hadits mursal. Masalah ini
telah diisyaratkan oleh At Tirmidzi dengan pernyataannya: Hadits ini gharib (hanya
diriwayatkan oleh satu orang sahabat, Red) dari jalur ini. Hadits inilah yang
diamalkan oleh Ahli Ilmu dari kalangan sahabat Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam dan yang lainnya. Yaitu hendaklah seorang lelaki apabila menyembelih
mengucapkan Bismillah Allahu Akbar. Ini adalah merupakan pendapat Ibnul
Mubarak. Dan dikatakan bahwa Al Muththalib bin Abdillah bin Hanthab belum
mendengar dari Jabir.

Sepertinya At Tirmidzi mengisyaratkan cacat riwayat ini. Yaitu, kemungkinan adanya


keterputusan sanad antara Al Muththalib dan Jabir. Namun ada mutabaah bagi
riwayat Jabir ini yang diriwayatkan dengan lafazh yang berbeda, dengan lafazh
berikut ini:

)
(
( )

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa


sallam menyembelih dua ekor kambing kibasy pada hari Id. Setelah mengarahkan
keduanya (ke kiblat), Beliau berkata,Sesungguhnya aku hadapkan wajahku secara
lurus kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dan aku bukanlah
termasuk orang-orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, penyembelihanku,
hidupku dan matiku hanyalah bagi Allah Rabb semesta alam, tiada sekutu bagiNya
dan itulah yang telah diperintahkan kepadaku, dan aku orang yang pertama
berserah diri. Ya, Allah! Sesungguhnya ini dariMu dan untukMu, kurban dari
Muhammad dan umatnya. Kemudian Beliau menyebut asma Allah, bertakbir lalu
menyembelihnya. [Lafazh ini diriwayatkan oleh Ad Darimi, 1.864, dan ini adalah
lafazh riwayatnya; Abu Dawud, 2.413; Ibnu Majah, 3.112 dan Ahmad, 14.491].

Dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Ishaq. Dia merupakan perawi shaduq
(jujur), namun sering melakukan tadlis (penyamaran). Juga terdapat perawi bernama
Abu Ayyasy Az Zuraqi. Dia seorang perawi yang maqbul (diterima). Sanad ini layak
dijadikan sebagai mutabi (penguat) bagi sanad yang pertama.

2. Hadits Abu Hurairah dan Aisyah Radhiyallahu anhuma





Diriwayatkan dari Aisyah dan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam apabila hendak menyembelih kurban, Beliau membeli dua ekor
kambing kibasy yang besar dan gemuk, bertanduk, berwarna putih dan terputus
pelirnya. Beliau menyembelih seekor untuk umatnya yang bertauhid dan
membenarkan risalah, kemudian menyembelih seekor lagi untuk diri Beliau dan
untuk keluarga Beliau Shallallahu alaihi wa sallam. [Hadits ini diriwayatkan oleh
Ibnu Majah dalam Sunan-nya, 3.113; Ahmad, 24.660 dan 24.699]

Para perawinya tsiqah, kecuali Abdullah bin Muhammad bin Uqail. Dia adalah perawi
shaduq. Sehingga sanad hadits ini derajatnya hasan. Hanya saja, dalam riwayat
Ahmad, no. 24.660 disebutkan: Dari Abu Hurairah bahwa Aisyah berkata,
sedangkan dalam riwayat nomor 24.699 disebutkan: Dari Aisyah atau dari Abu
Hurairah Radhiyallahu anhuma. Lafazh seperti ini juga diriwayatkan oleh Anas.

3. Hadits Anas bin Malik Radhiyalahu anhu

:

:

Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam


menyembelih dua ekor kambing kibasy yang berwarna putih dan bertanduk. Beliau
menyembelih yang seekor seraya berkata: Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dariMu
dan untukMu, kurban dari Muhammad dan keluarganya. Lalu Beliau menyembelih
yang seekor lagi seraya berkata: Bismillah. Ya, Allah! Ini adalah dariMu dan
untukMu, qurban dari siapa saja yang mentauhidkanMu dari kalangan umatku.
4. Hadits Abu Thalhah Radhiyallahu anhu




Diriwayatkan dari Abu Thalhah Radhiyallahu anh, bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam menyembelih dua ekor kambing kibasy yang berwarna putih. Ketika
menyembelih kambing yang pertama, Beliau berkata: Dari Muhammad dan
keluarga Muhammad. Dan ketika menyembelih yang kedua, Beliau berkata: Dari
siapa saja yang beriman kepadaku dan membenarkanku dari kalangan umatku.
[Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan Mushannaf dan Abu Yalaa Al Muushili
dalam Musnad-nya].

5. Hadits Abu Rafi Radhiyallahu anhu yang diriwayatkan oleh Ahmad (VI/8 dan
391). Sanadnya dihasankan oleh Al Haitsami dalam Majma Az Zawaid (IV/22) dan
menambahkan penisbatan riwayat ini kepada Al Bazzar. Kesimpulannya, hadits ini
shahih diriwayatkan dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Atau lebih tepat
derajatnya adalah shahih lighairihi.

FiIQH HADITS
Dalam masalah ini, terdapat dua perkara. Pertama : Menyembelih seekor kurban
untuk dirinya dan keluarganya. Kedua : Menyembelih seekor kurban untuk dirinya
dan untuk umat (selain keluarganya).

Untuk masalah yang pertama, mayoritas ulama sepakat membolehkannya. Ibnu


Qayyim Al Jauziyah berkata dalam kitab Zaadul Maad (II/323): Di antara petunjuk
Beliau Shallallahu alaihi wa sallam, yaitu seekor kambing cukup untuk seseorang
beserta keluarganya, meskipun keluarganya itu banyak. Sebagaimana yang
dikatakan oleh Atha bin Yasar: Aku bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshari:
Bagaimanakah penyembelihan qurban pada zaman Rasulullah Shallallahu alaihi
wa sallam? Beliau menjawab: Sesungguhnya dahulu seorang lelaki menyembelih
seekor kambing untuk dirinya dan untuk keluarganya, mereka memakannya dan
memberi makan orang lain. [At Tirmidzi berkata,Hadits ini hasan shahih.]

Lebih lanjut Imam At Tirmidzi menjelaskan di dalam kitab Jami-nya dalam bab:
( Seekor kambing cukup untuk kurban satu keluarga):



Inilah yang diamalkan oleh sebagian Ahli Ilmu dan merupakan pendapat Ahmad dan
Ishaq. Mereka berdua berdalil dengan hadits Nabi Shallallahu alaihi wa sallam,
bahwa Beliau menyembelih kurban seekor kambing kibasy dan berkata: Ini adalah
qurban dari siapa saja yang belum berqurban dari kalangan umatku.

Sebagian Ahli Ilmu berpendapat, seekor kambing hanya mencukupi sebagai qurban
untuk seorang saja. Ini adalah pendapat Abdullah bin Al Mubarak dan para ahli ilmu
lainnya.

Lebih jelas lagi, Ibnu Qudamah Al Maqdisi di dalam kitab Al Mughni (XIII/365)
mengatakan: Seorang lelaki boleh menyembelih seekor kambing atau sapi atau
unta untuk keluarganya. Hal ini ditegaskan oleh Imam Ahmad. Dan ini juga pendapat
Malik, Al Laits, Al Auzai dan Ishaq. Dan hal ini telah diriwayatkan dari Ibnu Umar dan
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu. Shalih bin Ahmad berkata: Aku bertanya kepada
ayahku: Bolehkah menyembelih seekor kambing untuk keluarga? Beliau
menjawab: Boleh, tidak mengapa!

Imam Al Bukhari juga telah menyebutkan sebuah riwayat yang mendukung pendapat
ini dari Abdullah bin Hisyam, bahwa ia dibawa oleh ibunya, Zainab binti Humaid
kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ibunya berkata: Wahai, Rasulullah,
baiatlah dia. Nabi berkata: Ia masih kecil.Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
mengusap kepalanya dan berdoa untuknya. Dan Beliau menyembelih seekor
kambing untuk seluruh keluarga Beliau.

Imam Malik berkata di dalam kitab Al Muwaththa:


(Penjelasan yang paling baik yang aku dengar tentang qurban unta, sapi dan
kambing, yaitu seorang lelaki boleh menyembelih seekor unta, sapi atau kambing
untuk dirinya dan untuk keluarganya. Dialah pemiliknya, dan ia sembelih untuk
keluarganya juga. Dia sertakan mereka bersamanya pada kurban tersebut).
Asy-Syaukani berkata di dalam kitab Nailul Authar, As-Sailul Jarrar dan Ad Dharari Al
Mudhiyyah: Pendapat yang benar adalah seekor kambing dapat dijadikan qurban
untuk satu keluarga. Meskipun jumlah mereka seratus orang atau lebih
sebagaimana yang telah ditetapakan oleh Sunnah Nabi.

Seperti itu pula yang dijelaskan oleh Ash Shanani dalam kitab Subulus Salam.
Beliau mengatakan:

Sabda Nabi dan keluarga Muhammad dalam lafazh lain dari Muhammad dan
keluarga Muhammad, menunjukkan bahwa dibolehkan penyembelihan qurban dari
seorang kepala keluarga untuk keluarganya dan menyertakan mereka dalam
pahalanya.

Dari penjelasan para ulama di atas jelaslah, jika seorang kepala keluarga boleh
menyembelih qurban untuk dirinya dan untuk keluarganya. Lalu bagaimana bila ia
menyembelih untuk orang lain yang bukan keluarganya atau untuk umat? Berdalil
bahwa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyembelih kurban untuk dirinya
dan umatnya. Bolehkah hal tersebut?

Di dalam Tuhfatul Ahwadzi (Kitabul Adhahi, Bab ke 1.014), Al Mubarakfuri


menjelaskan : Jika engkau katakan bahwa hadits-hadits tersebut mansukh, atau
kandungannya khusus dan tidak boleh diamalkan seperti yang dikatakan oleh Ath
Thahaawi dalam Syarah Maani Wal Atsar, maka kami jawab, Penyembelihan
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam untuk umatnya dan penyertaan mereka pada
qurban Beliau bersifat khusus bagi Beliau Shallallahu alaihi wa sallam
(khushushiyyah). Adapun penyembelihan qurban Beliau untuk diri Beliau dan
keluarganya, tidaklah khusus bagi Beliau (bukan khushushiyyah) dan tidak pula
mansukh. Dalilnya, para sahabat Radhiyallahu anhum menyembelih seekor
kambing untuk dirinya dan keluarganya, sebagaimana yang telah engkau ketahui
bersama. Dan tidak ada diriwayatkan dari seorang sahabatpun jika mereka
menyembelih seekor kambing untuk ummat dan menyertakan ummat pada qurban
mereka.

Penjelasan Al Mubarakfuri ini sekaligus menerangkan kesalahan sebagian orang


yang menyembelih qurban untuk satu sekolah atau satu RT, misalnya, karena
Sunnah Nabi dan para sahabat menyembelih qurban hanya untuk diri dan keluarga.

Di dalam kitab Aunul Mabud ketika mensyarah hadits Abu Dawud di atas, Abu
Thayyib Muhammad Syamsul Haq Azhim Abadi berkata: Dalam kitab Fathul Wadud
dikatakan Hadits ini menjadi dalil bagi orang yang berpendapat seekor kambing
disembelih oleh salah seorang anggota keluarga, maka syiar dan sunnahnya
meliputi seluruh anggota keluarga tersebut. Berdasarkan hal ini, penyembelihan
qurban adalah sunnah kifayah untuk satu keluarga. Dan itulah yang menjadi
kandungan hadits. Adapun yang tidak berpendapat demikian mengatakan, bahwa
keikutsertaan di sini adalah dalam hal pahala. Ada yang mengatakan, inilah yang
lebih tepat.

Aku (Muhammad Syamsul Haq Azhim Abadi) katakan: Pendapat yang benar adalah
seekor kambing cukup untuk satu keluarga, karena para sahabat melakukan seperti
itu pada masa Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam.

Al Khaththabi berkata dalam kitab Al Maalim: Sabda Nabi Shallallahu alaihi wa


sallam dari Muhammad dan keluarga Muhammad dan dari ummat Muhammad
menunjukkan bahwa seekor kambing cukup untuk seseorang dan keluarganya,
meskipun jumlah mereka banyak. Diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Ibnu Umar
Radhiyallahu anhuma bahwa keduanya mengamalkan seperti itu. Imam Malik, Al
Auzai, Asy Syafii, Ahmad dan Ishaq bin Rahuyah membolehkannya. Sedangkan
Abu Hanifah dan Ats Tsauri membencinya.

Ibnu Abid Dunya meriwayatkan, bahwa Ali bin Abi Thalib Radhiyallahu anhu
melakukan seperti itu. Beliau menyembelih seekor kambing untuknya dan seluruh
keluarganya.

Al Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul Bari, Bab Penyembelihan Hewan Kurban
Bagi Para Musafir dan Kaum Wanita: Jumhur ulama berdalil dengan hadits ini.
Bahwa hewan kurban cukup untuk seseorang dan keluarganya. Namun pendapat ini
ditentang oleh Hanafiyah dan Ath Thahawi dengan mengklaim, bahwa hal itu khusus
bagi Nabi atau sudah dimansukhkan. Namun ia tidak menyertakan dalil bagi
klaimnya tersebut. Al Qurthubi berkata: Tidak ada dinukil bahwa Nabi Shallallahu
alaihi wa sallam memerintahkan setiap isterinya untuk menyembelih qurban masing-
masing, padahal pelaksanaan qurban terus berulang setiap tahun dan isteri Nabi
juga banyak. Biasanya perkara semacam ini pasti telah dinukil, kalau memang
benar-benar terjadi sebagaimana dinukilnya banyak perkara-perkara juziyyat
lainnya. Hal ini dikuatkan lagi dengan riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Malik,
Ibnu Majah dan At Tirmidzi dan dishahihkan olehnya dari jalur Atha bin Yasar, bahwa
ia bertanya kepada Abu Ayyub, lalu ia menyebutkan riwayatnya.
Kemudian Muhammad Syamsul Haq Azhim Abadi menyimpulkan masalah ini
sebagai berikut: Wal hasil, seekor kambing cukup untuk kurban seseorang dan
keluarganya, meskipun jumlah mereka banyak. Hal ini berlaku pada udhhiyah bukan
pada hadyu, sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat Aisyah Ummul Mukminin
yang diriwayatkan oleh Muslim dan Abu Dawud. Dan dalam riwayat Jabir yang
dikeluarkan oleh Ad Darimi dan penulis kitab Sunan. Juga riwayat Abu Ayyub Al
Anshari yang diriwayatkan oleh Malik, At Tirmidzi dan Ibnu Majah. Serta riwayat
Abdullah bin Hisyam yang telah bertemu dengan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
dalam riwayat Al Hakim di kitab Al Mustadrak. Serta riwayat Abu Thalhah dan Anas
yang dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah. Riwayat Abu Rafi dan kakek Abul Asyadd
yang dikeluarkan oleh Ahmad, serta sejumlah riwayat dari beberapa orang sahabat
lainnya. Adapun klaim Ath Thahawi, bahwa hadits ini mansukh atau khusus bagi
Nabi saja, telah dibantah oleh para ulama sebagaimana yang telah disebutkan oleh
An Nawawi. Karena tidak boleh mengklaim mansukh atau khushushiyyah tanpa
disertai dalil. Bahkan telah diriwayatkan sebaliknya dari Ali, Abu Hurairah dan Ibnu
Umar Radhiyallahu anhuma, bahwa mereka mengamalkannya sebagaimana yang
telah disebutkan oleh Al Khaththabi dan para ulama lainnya.

Berkaitan dengan riwayat Ahmad dari kakek Abu Asyadd yang diisyaratkan oleh
Muhammad Syamsul Haq Azhim Abadi di atas, perlu diketahui jika hadits tersebut
dhaif. Selengkapnya, hadits tersebut sebagai berikut:

Aku (kakek Abul Asyadd) adalah orang ketujuh bersama Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam. Beliau memerintahkan kami agar mengumpulkan uang masing-
masing satu dirham untuk membeli seekor hewan kurban (kambing) seharga tujuh
dirham. Kami berkata,Wahai, Rasulullah! Kita membeli hewan dengan harga
mahal. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam berkata: Sesungguhnya sebaik-baik
hewan kurban adalah yang paling mahal dan paling gemuk. Kemudian Rasulullah
menyuruh seorang memegang kakinya, seorang lagi memegang kaki, seorang lagi
memegang tangan, seorang lagi memegang tangan, seorang memegang tanduk
dan seorang lagi memegang tanduk, kemudian orang yang ketujuh
menyembelihnya. Kamipun seluruhnya bertakbir ketika menyembelihnya.
Di dalam sanad hadits tersebut, terdapat tiga perawi majhul, yaitu: Utsman bin Zufar,
Abul Asyadd As Sulami dan ayahnya. Ketiganya adalah perawi majhul. Dengan
demikian hadits tersebut dhaif, sehingga tidak bisa dipakai menjadi hujjah.

Kesimpulan
1. Penyembelihan kurban untuk diri dan keluarga adalah dibolehkan, sebagaimana
kesepakatan para ulama berdasarkan amalan yang dilakukan oleh Nabi dan para
sahabat Beliau.

2. Penyembelihan kurban untuk diri dan untuk umat (selain keluarga) hanyalah
khusus bagi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dalilnya, para sahabat tidak
ada yang melakukan hal tersebut sepeninggal Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam. Yang ada, mereka hanya menyembelih kurban untuk diri sendiri dan
keluarganya.

3. Sebagian kaum muslimin yang menyembelih kurban untuk satu sekolah atau
untuk satu RT atau untuk satu desa adalah keliru, sebab hal seperti itu tidak
dilakukan oleh para salaf dari kalangan sahabat dan tabiin.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun VIII/1425H/2004M. Penerbit


Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton
Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
Sumber: https://almanhaj.or.id/2575-memahami-hadits-ini-adalah-kurbanku-dan-
kurban-siapa-saja-dari-umatku-yang-belum-berkurban.html

Anda mungkin juga menyukai