Sinopsis:
Di sebuah kota kecil, Sipirok yang berada di wilayah Tapanuli pada Pegunungan
Bukit Barisan terdapat sebuah keluarga. Keluarga tersebut terdiri dari seorang ibu
yang sudah janda, bernama Nuriah. Dia memiliki dua orang anak. Anak pertama
seorang gadis, Mariamin yang memiliki paras cantik dan berbudi pekerti halus.
Anak kedua laki-laki yang berusia empat tahun. Mereka tinggal di sebuah gubuk
kecil dekat Sungai Sipirok. Mereka hidup bertiga penuh kesengsaraan dan
ayahnya meninggal kehidupan mereka berada dalam kecukupan, tak kurang suatu
apa pun. Rumah bagus, sawah yang luas, binatang ternak juga banyak. Semua
harta yang banyak itu akhirnya lenyap habis. Harta yang habis itu diakibatkan
oleh perilaku Sutan Barigin itu sendiri. Sutan barigin memiliki sifat tamak, rakus,
keras kepala, tidak peduli pada istri serta mudah kena hasutan orang lain. Harta
warisan yang seharusnya dibagikan kepada saudara yang berbeda nenek yaitu
Baginda Mulia, Sutan Barigin tidak mau membaginya. Atas hasutan Marah Sait,
Barigin tidak mau mengaku saudara pada Baginda Mulia. Sebenarnya Baginda
Mulia mengajak berdamai saja, berapapun harta warisan yang akan diberikan
Sutan Barigin kepadanya akan ia terima. Sutan Barigin tetap tidak mau dan ingin
ditanggung oleh Sutan Barigin. Sutan Barigin kalah karena Baginda Mulia adalah
saudara Barigin dan berhak separuh atas warisan neneknya. Sutan Barigin naik
banding lagi ke pengadilan yang lebih tinggi di Padang. Untuk perkara perlu biaya
yang besar, sawah dan ternak terjual habis. Yang untung adalah Marah Sait
mendapat jatah uang juga dari Sutan Barigin. Sedangkan perkara dimenangkan
oleh Baginda Mulia. Perkara dilanjutkan ke Jakarta, biaya lebih besar lagi. Sutan
Barigin tetap kalah sampai akhirnya barulah ia sadar dan menyesal tidak mau
menerima saran istri dan Baginda Mulia untuk berdamai. Sesal kemudian tidak
berguna. Kesengsaraan dan kemalaratan saja yang dierima Sutan Barigin dan anak
keluarga ikut menanggung azab dan sengsara. Sampai pada nasib terakhir Sutan
Barigin terkena penyakit sampai akhirnya Tuhan mengambil nyawa orang yang
kota Medan, hingga hancurlah semua cita-cita dan harapan yang telah terbina
dengan alasan Mariamin bukan jodoh Aminuddin. Pendapat itu bersumber dari
seorang dukun yang dimintai pendapat ayah Aminuddin. Dengan sangat terpaksa,
bawa juga ke Medan oleh Kasibun. Di Medan Mariamin sempat bertemu dengan
Tidak kuat dengan siksaan Kasibun, Mariamin pergi meninggalkan Medan dan
Novel Azab dan Sengsara karya Merari Siregar ini mengangkat tema tentang
kehidupan. Adat dan kebiasaan yang dijelaskan dalam novel tersebut adalah adat
anak manusia karena kasih tak sampai. Dapat diketahui bahwa orang tua yang
mencari dan menentukan jodoh untuk anak mereka tidak melakukan mufakat
dengan anak terlebih dulu sebelumnya. Sehingga anak tidak dapat menolak ketika
yang akan menjadi jodohnya. Karena jika ia menolak dapat membuat malu
keluarga.
Tokoh dan Penokohan:
1) Mariamin adalah seorang gadis yang cantik, lemah lembut, berbakti kepada
orang tua dan baik hati. Karakter baik hati dan berbakti kepada orang tua dapat
dilihat dari penggalan percakapan, Makanlah Mak dahulu, nasi sudah masak,
kata Mariamin seraya mengatur makanan dan sajur jang dibawanja sendiri dari
2) Aminudin adalah seorang anak yang berbudi pekerti luhur sopan santun, suka
menolong, berbakti dan sangat pintar. Berbudi pekerti luhur, jiwa penolng
umpatan itu.
3) Sutan Baringin adalah seorang yang suka membuat masalah dan takabur
dengan hartanya. Watak tidak baiknya itu dapat dilihat dari penarasian penulis
seantero penduduk sipirok. Akan tetapi karena ia sangat suka berperkara, maka
harta yang banyak itu habis, sawah dan kerbau terjual, akan penutup ongkos-
ongkos perkara, akhir-akhir jatuh miskin, sedang yang dicarinya dalam perkara itu
4) Nuria atau ibu Mariamin adalah seorang penyayang dan baik hati. Wujud
kasih sayang itu sebagaimana dapat dilihat dari penggalan dialog berikut ini ;
Anakku sudah makan? bertanya si ibu seraya menarik tangan budak itu, lalu
bangsawan yang kaya raya dan disegani serta dihormati. Hal itu dibuktikan
dengan penggalan narasi langsung dari penulis sebagai berikut ; Dia (Aminudin)
adalah anak kepala kampung A. Ayah Aminuddin seorang kepala kampung yang
6) Ibu Aminuddin mempunyai sifat yang sama seperti suaminya Baginda Diatas,
Sudut Pandang
1. Orang ketiga tunggal yang ditandai dengan kata: adinda, kakanda dan anakanda
2. Orang ketiga yang di tandai dengan kata: anggi (adik), Angkang (Kakak)
Latar Peristiwa:
Latar tempat:
Latar waktu:
Jika saya menjadi tokoh utama dalam novel tersebut, yaitu Marimin, saya tidak
mau menerima perjodohan tersebut karena cinta tidak bisa dipaksakan dan orang
itu akan menjadi pendamping hidup kita, jadi kita harus benar-benar mengetahui
semua tentang calon suami/istri kita, tidak asal mau dijodohkan saja, karena orang
yang dianggap tepat bagi mereka belum tentu tepat untuk kita.
1. Lazvardi Fachrezy
2. Nur Elsabahnia
3. Saadatud Daroini