Infeksi Virus Dengue
Infeksi Virus Dengue
PENDAHULUAN
Sejak KLB DBD di Indonesia pertama kali pada tahun 1969, sebagian
besar infeksi virus dengue menyerang anak-anak terutama dibawah usia 15 tahun.
Proporsi kasus DBD pergolongan umur di Indonesia tahun 1993-1997 tertinggi
1
pada usia sekolah (5-14 tahun), sedangkan pada tahun 1995-1997 telah bergeser
ke usia >15 tahun. Patogenesis infeksi virus dengue pada orang dewasa sama
dengan anak walaupun tampaknya pada kasus dewasa lebih ringan bila
dibandingkan kasus anak. Di pihak lain, perlu dipahami bahwa manifestasi infeksi
dengue bervariasi dan perjalan penyakit sulir diramalkan. Oleh karena itu,
diperlukan observasi baik secara klinis maupun pemeriksaan penunjang. Sebagian
besar kematian disebabkan oleh karena kegagalan dalam mengatasi syok dengan
akibat terjadi perdarahan, maka tatalaksana syok merupakan hal utama dalam
pengobatan DBD.3
1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas ilmu kesehatan anak.
b. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik
pada infeksi virus dengue
Mahasiswa mampu melakukan penanganan dan penatalaksanaan
yang tepat pada pasien infeksi virus dengue
1.3 Manfaat
a. Bagi Mahasiswa
Mahasiswa dapat menggunakan ini sebagai bahan acuan dalam memahami
dan mempelajari mengenai infeksi virus dengue
b. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat terutama yang mengalami trauma kapitis akan menambah
pengetahuan mengenai penyakit ini beserta pengobatannya. Dengan
demikian penderita dapat mengetahui bagaimana tindakan selanjutnya
apabila mengalami gejala-gejala yang mengarah pada penyakit tersebut.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
2.2. Vektor
Sampai saat ini telah diketahui beberapa nyamuk sebagai vektor dengue.
Walaupun ae.aegypti diperkirakan vektor utama penyakit dengue hemoragic fever
(DHF), pengamatan epidemiologis dan percobaa penularaan di laboratorium
membuktikan bahw Ae. Scuttelaris dan Ae. Polynesiensis yang terdapat di
kepulauan pasifik selatan dapat menajdi vektor demam dengue. Di kepulauan
rotuna di daerah fiji pada waktu terjadi wabah demama dengue tahun 1971-1971,
Ae rotunae dilaporkan sebagai satu-satunya vektor yang ditemukan. Di Indonesia,
walaupun vektor DHF belum diselidiki secara luas, Ae.aegypti diperkirakan
sebagai vektor terpenting di daerah perkotaan, sedangkan Ae.albopictus di daerah
pedesaan.
3
2.3. Epidemiologi
4
nyamuk betina yaitu benjana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan
tempat penampungan air lainnya). 2
2.4. Etiologi
2.5. Patogenesis
5
b. Limfosit T baik T-helper (CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam
respon imun seluler terhadap virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu
TH1 akan memproduksi interferon gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan
TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6 dan IL-10;
6
Kurang dan Ennis pada tahun 1994 merangkum pendapat Halstead dan
peneliti lain; menyatakan bahwa infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi
makrofag yang me-fagositosis kompleks virus-antibody non netralisasi sehingga
virus bereplikasi di makrofag. Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue
menyebabkan aktivasi T helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan
interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga
disekresi berbagai mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6 dan histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi
sel endotel dan terjadi kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi
melalui aktivasi oleh kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan
terjadinya kebocoran plasma.
Gambaran sumsum tulang pada fase awal infeksi (<5 hari) menunjukkan
keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit. Setelah keadaan nadir tercapai akan
terjadi peningkatan proses hematopoiesis termasuk megakariopoiesis. Kadar
tromobopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi tromobositopenia. Destruksi
trombosit terjadi melalui pengikatan fragmen C3g, terdapatnya antibody VD,
konsumsi trombosit selama proses koagulopati dan sekuestrasi di perifer.
Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan ADP,
peningkatan kadar b-tromoboglobulin dan PF4 yang merupakan petanda
degranulasi tromobosit.
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang
menyebabkan disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya
koagulopati konsumtif pada demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi
koagulasi pada demam berdarah dengue terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik
(tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga berperan melalui aktivasi factor Xia
namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor complex) (Price,
Wilson, 2006).
7
Gambar : Manifestasi klinis infeksi virus dengue (Sumber : Monograph on
Dengue/ Dengue Haemorrahgic fever, WHO 1983)
Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal
penyakit biasanya mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri
berbagai bagian tubuh, anoreksia, rasa mengigil dan malaise. Dijumpai trias
sindrom, yaitu demam tinggi, nyeri pada anggota badan, dan timbulnya ruam
(rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama kali, yaitu pada
hari sakit 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat makulopapular yang
menghilang pada tekanan. Ruan terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar
ke anggota gerak dan muka. 1
Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak,
disertai kenaikan suhu, nyeri kepala hebat, nyeri belakang bola mata, punggung,
otot, sendi dan disertai rasa mengigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat kurva
suhu yang menyerupai pelana kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya
bentuk kurva ini tidak ditemukan pada semua pasien singga tidak dapat dianggap
patognomonik.1
8
Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering
ditemukan. Pada stadium dini sering timbul perubahan dalam indra pengecap.
Gejala klinis lain sering terdapat ialah fotofobia, keringat yang bercucuran, suara
serak, batuk, epitaksis dan disuria. Demam menghilang secara lisis, disertai
keluarnya banyak keringat. Kelenjar limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-
77% kasus. Beberapa sarjana menyebutnya sebagai Castelanis sign, sangat
patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk membuat diagnosis
banding. Manifestasi perdarahan tidak sering dijumpai. Rush pada tahun 1789
melaporkan pasien demam dengue dengan perdarahan yang kemudian meninggal.
Bentuk perdarahan lain yang dilaporkan ialah menoragi dan menstruasi dini,
abortus atau kelahiran bayi berat badan lahir rendah, mungkin sekali akibat
perdarahan uterus. 1
Kelainan darah tepi demam dengue ialah leucopenia selama periode pra-
demam dan demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia
relative dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa
konvalensens. Eosinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada
puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode
trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu. 1
9
menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dan DD ialah peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunya volume plasma,
trombositopenia, dan diathesis hemoragik. Perbedaan gejala antara DBD dengan
DD tertera pada table 1. 1
Demam berdarah
Demam dengue (DD) Gejala klinis
dengue (DBD)
++ Nyeri Kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri otot +
++ Ruam Kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
+ Kejang +
0 Kesadaran Menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji Tourniquet positif ++
++++ Petekie +++
0 Perdarah saluran cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri Perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++
Keterangan : (+) 25%, (++) 50 %, (+++) 75%, (++++) 100 %
Pada DBD terdapat perdarah kulit, uji tourniquet positif, memar dan
perdarahan pada tempat pengambilan darah vena. Petekia halus yang tersebar di
anggota gerak, muka, aksila seringkali ditemukan pada masa dini demam. Harus
diingat juga bahwa perdarahan dapat terjadi di setiap organ tubuh. Epitaksis dan
perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan perdarahan saluran percernaan hebat
lebih jarang lagi dan biasanya timbul setelah renjatan yang tidak dapat diatasi.
Perdarahan lain, seperti perdarahan subkonjungtiva kadang-kadang ditemukan.
Pada masa konvalensens seringkali ditemukan eritema pada telapak
tangan/telapak kaki. 1
10
Sindrom Dengue Syok
11
meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolic. Jumlah leukosit
bervariasi antara leucopenia dan leukositosis. Kadang-kadang ditemukan
albuminuria ringan yang bersifat sementara. 1
Patokan diagnosis DBD (WHO, 1975) berdasarkan gejala klinis dan laboratorium.
Klinis
12
2.8. Diagnosis Banding
Demam pada fase akut mencangkup spectrum infeksi bakteri dan virus
yang luas. Pada hari-hari pertama diagnosis DBD sulit dibedakan dari morbili dan
idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP) yang disertai demam. Pada hari
demam ke 3-4, kemungkinan diagnosis DBD akan lebih besar, apabila gejala
klinis lain seperti manifestasi perdarahan dan pembesaran hati menjadi nyata.
Kesulitan kadang-kadang dialami dalam membedakan syok pada DBD dengan
sepsis; dalam hal ini trombositopenia dan hemokonsentrasi di samping penilaian
gejala klinis lain seperti tipe dan lama demam dapat membantu.1
2.9. Tatalaksana
13
perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan baik, diperlukan
dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan
kristaloid dan koloid, serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan.
Diagnosis dini dan edukasi untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok,
merupakan hal yang penting untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain,
perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk
keadaan umumnya baik, dalam waktu singkat dapat memperburuk dan tidak
tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/DSS terletak pada keterampilan
para dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase
penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik. 1
Demam Dengue
Pasien DD dapat berobat jalan tidak perlu dirawat. Pada fase demam
pasien dianjurkan tirah baring, selama masih demam, obat antipiretik atau
kompres hangat diberikan apabila diperlukan. Untuk menurunkan suhu menjadi
<39%, dianjurkan pemberian paracetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan
(kontraindikasi) oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau
asidosis. Pada pasien dewasa, analgetik atau sedative ringan kadang-kadang
diperlukan untuk mengurangi rasa nyeri kepala, nyeri otot atau nyeri sendi.
Dinajurkan pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sirop, susu, selain
air putih, dianjurkan paling sedikit diberikan selama 2 hari. Tidak boleh dilupakan
monitor suhu, jumlah trombosit serta kadar hematokrit sampai normal kembali.
Pada pasien DD, saat suhu harus diobservasi terhadap komplikasi yang dapat
terjadi setelah suhu turun. Hal ini disebabkan oleh karena kemungkinan kita sulit
membedakan antara DD dan DBD terjadi penyembuhan sedangkan pada DBD
terdapat tanda awal kegagalan sirkulasi (syok). Komplikasi perdarahan dapat
terjadi pada DBD terdapat pada DD tanpa disertai gejala syok. Oleh karena itu,
orang tua atau pasien dinasehati bila terasa nyeri perut hebat, buang air besar
hitam, atau disertai berkeringat dan kulit dingin, hal tersebut merupakan tanda
kegawatan, sehingga harus segera dibawa ke rumah sakit. Pada pasien yang tidak
mengalami komplikasi setelah suhu turun 2-3 hari, tidak perlu lagi diobservasi.
14
Pada saat kita menjumpai pasien tersangka infeksi dengue, maka bagan 1 dapat
dipergunakan.1
Ketentuan Umum
15
Keterangan Bagan I
16
observasi (selanjutnya lihat Bagan 1). Apabila uji tourniquet positif dengan
trombosit > 100.000/ul atau normal atau uji tourniquet negative, pasien boleh
pulang dengan pesan untuk datang kembali setiap hari sampai suhu turun. Nilai
gejala klinis dan lakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit setiap kali selama
anak masih demam. Bila terjadi penurunan kadar Hb dan atau peningkatan kadar
Ht, segera rawat. Beri nasehat kepada orang tua: anak dianjurkan minum banyak
seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah, dan lain-lain, serta diberikan obat
antipiretik golongan paracetamol (kontraindikasi golongan salisilat). Bila klinis
menunjukan tanda-tanda syok seperti anak menjadi gelisah, ujung kaki/tangan
dingin, muntah, lemah, dianjurkan segera dibawa berobat ke dokter atau ke
puskesmas, dan rumah sakit. 1
Fase Demam
Jenis minuman yang dianjurkan alah jus buah, teh manis, sirup, susu, serta
larutan oralit. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/kg berat badan dalam 4-6 jam
pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat diatasi anak diberikan cairan rumatan
80-100 ml/kg berat badan dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang masih minum ASI,
tetap harus diberikan antikonvulsi selama masih demam. Pasien harus diawasi
ketat terhadap kejadian syok yang mungkin terjadi. Periode kritis adalah waktu
transisi, yaitu saat suhu turun pada umumnya hari ke 3-5 fase demam.
Pemeriksaan kadar hematokrit berkala merupakan pemeriksaan laboratorium yang
terbaik untuk monitor hasil pengobatan yaitu menggambarkan derajat kebocoran
17
plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena. Hemokonsentrasi pada
umumnya terjadi sebelum dijumpai perubahan tekanan darah dan tekanan nadi.
Hematokrit harus diperiksa minimal satu kali sejak hari sakit ketiga sampai suhu
normal kembali. Bila sarana pemeriksaan hematokrit tidak tersedia, pemeriksaan
hemoglobin dapat dipergunakan sebagai alternative walaupun tidak terlalu
sensitif. 1
Dasar patogenesis DBD adalah perembesan plasma, yang terjadi pada fase
penurunan suhu (fase afebris, fase kritis, fase syok), maka dasar pengobatannya
adalah penggantian volume plasma yang hilang. Walau demikian, penggantian
cairan harus diberikan dengan bijaksana dan berhati-hati. Kebutuhan cairan awal
dihitung untuk 2 atau 3 pertama, sedangkan pada kasus syok mungkin lebih sering
(setiap 30-60 menit). Tetesan dalam 24-48 jam berikutnya harus selalu
disesuaikan dengan tanda vital, kadar hematokrit dan jumlah volume urin.
Penggantian volume cairan harus adekuat, seminimal mungkin mencukupi
kebocoran plasma. Secara umum volume yang dibutuhkan adalah jumlah cairan
rumatan ditambah 5-8%.1
Cairan intravena diperlukan, apabila (1) Anak terus menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi sehingga tidak mungkin diberikan minum per oral,
ditakutkan terjadi dehidrasi sehingga mempercepat terjadi syok, (2) Nilai
hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala. Jumlah cairan cairan
yang diberikan tergantung dari derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit,
dianjurkan cairan glukosa 5% di dalam 1/3 larutan NaCl 0,9%. Bila terdapat
asidosis, jumlah cairan total dikeluarkan dan diganti dengan larutan berisi 0,167
mol/liter naitrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl 0,9% + glukosa
ditambah natrium bikarbonat). Apabila terdapat kenaikan hemokonsentrasi 20%
atau lebih, maka komposisi jenis cairan yang diberikan harus sama dengan
plasma. Volume dan komposisi cairan yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk
dehidrasi pada diare ringan sampai sedang, yaitu rumatan ditambah deficit 6% (5-
8%) seperti tertera pada table 3. 1
18
Tabel 3. Kebutuhan cairan pada dehidrasi sedang (deficit cairan 5-8%)1
Berat waktu masuk (kg) Jumlah cairan ml/kg berat badan per
hari
<7 220
7-11 165
12-18 132
>18 88
Pemilihan jenis dan volume cairan yang diperlukan tergantung dari umur
dan berat badan pasien serta derajat kehilangan plasma sesuai dengan derajat
hemokonsentrasi yang terjadi. Pada anak gemuk, kebutuhan cairan disesuaikan
dengan berat badan ideal untuk anak umur yang sama. Kebutuhan cairan rumatan
dapat diperhitungkan dari tabel berikut (Tabel 4). 1
Misalnya untuk anak berat badan 40 kg, maka cairan rumatan adalah 1500
+ (50x20) = 2500 ml. Jumlah cairan rumatan diperhitungkan untuk 24 jam. Oleh
karena kecepatan perembesan plasma tidak konstan (perembesan plasma terjadi
lebih cepat pada saat suhu turun), maka volume cairan pengganti harus
disesuaikan dengan kecepatan dan kehilangan plasma, dapat diketahui dari
pemantauan kadar hematokrit. Perlu mendapatkan perhatian bahwa penggantian
volume yang berlebihan dan terus menerus setelah perembesan plasma berhenti
akan mengakibatkan distes pernafasan sebagai akibat udem paru. Demikian pula
pada saat fase konvalens terjadi reabsorpsi cairan ekstravaskular, akan
menyebabkan edema paru dan distress paru dan distress pernafasan apabila cairan
intravena tetap diberikan. 1
Pasien harus dirawat dan segera diobati bila dijumpai tanda-tanda syok
yaitu gelisah, letargi/lemah, ektremitas dingin, bibir sianosis, oliguri, dan nadi
19
lemah, tekanan nadi menyempit (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, dan
peningkatan mendadak kadar hematokrit atau kadar hematokrit terus-menerus
walaupun diberi cairan intravena. 1
Jenis cairan
20
Pemberian cairan harus tetap diberikan walaupun tanda vital telah
membaik dan kadar hematokrit turun. Tetesan cairan segera diturunkan menjadi
10 ml/kg berat badan/jam, dan kemudian disesuaikan tergantung dari kehilangan
plasma yang terjadi selama 24-48 jam. Pemasangan CVP kadangkala diperlukan
pada pasien DSS berat, untuk mengetahui kebutuhan cairan. 1
Keterangan badan 2
Pasien dengan keluhan demam 2-7 hari, disertau uji tourniquet posiitif
(DBD derajat I) atau disertai perdarahn spontan tanpa peningkatan hematokrit
(DBD derajat II) dapat dikelola seperti tertera pada Bagan 2. Apabila pasien masih
dapat minum, berikan minum banyak 1-2 liter/hari atau 1 sendok makan setiap 5
menit. Jenis minuman yang diberikan adalah air putih, the manis, sirup, jus buah,
susu atau oralit. Obat antipiretik (paracetamol) diberikan bila suhu >38,5 0C. Pada
anak dengan riwayat kejang dapat diberikan obat anti konvulsif. Apabila pasien
tidak dapat minum atau muntah terus menerus, sebaiknya diberikan infus NaCl
0,9%:Dekstrose 5% (1:3) dipasang dengan tetesan rumatan sesuai berat badan.
Disamping itu, perlu dilakukan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit setiap 6-12
jam. Pada tindak lanjut, perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari untuk
mengetahui pembesarannya oleh karena pembesaran hati yang disertai nyeri tekan
berhubungan dengan perdarahan saluran cerna. Diuresis diukur tiap 24 jam dan
awasi perdarahan yang terjadi. Kadar Hb, Ht dan trombosit diperiksa tiap 6-12
21
jam. Apabila pada tindak lanjut telah terjadi perbaikan klinis dan laboratories,
anak dapat dipulangkan, tetapi bila kadar Ht cenderung naik dan trombosit
menurun, makan infus cairan ditukar dengan Ringer Laktat dengan tetesan
disesuaikan seperti Bagan 3. 1
22
perdarahan sebagai akibat DIC tidak akan terjadi sehingga heparin tidak
diperlukan. 1
Sedatif
Pemberian oksigen
Terapi dengan 2 liter per menit harus selalu diberikan pada semua pasien
syok. Dianjurkan pemberian dengan menggunakan masker, tetapi harus diingat
pula pada anak seringkali menjadi makin gelisah apabila dipasang masker
oksigen. 1
Transfusi darah
23
berat ringannya DIC. Pemeriksaan hematologis tersebut juga menentukan
prognosis. 1
Kelainan ginjal
Monitoring
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi secara
teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus diperhatikan pada
monitoring adalah nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperature harus dicatat
setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat teratasi, kadar hematokrit
harus diperiksa tiap 4-6 jam sampai keadaan klinis pasien stabil. Setiap pasien
harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai jenis cairan, jumlah dan
tetesan, untuk menentukan apakah cairan yang diberikan sudah mencukupi,
jumlah serta frekuensi diuresis. 1
24
Ensefalopati Dengue
Pada ensefalopati cenderung terjadi edema otak dan alkalosis, bila syok
telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3- , dan
jumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan laktar ringer dekstrosa segera
ditukar dengan larutan NaCl 0,9% : Glukosa 5% = 3:1. Untuk mengurangi edema
otak diberikan kortikosteroid, tetapi bila terdapat perdarahan saluran cerna
sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila terdapat disfungsi hati, maka
diberikan vitamin K intravena 3-10 mg selama 3 hari, kadar gula darah
diusahakan >60 mg/dl, mencegah terjadinya peningkatan tekanan intracranial
dengan mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan diuretic), koreksi asidosis
dan elektrolit. Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat.
Untuk mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Pada DBD ensefalopati mudah terjadi infeksi bakteri sekunder, maka untuk
mencegah dapat diberikan antibiotic profilaksis (kombinasi ampisilin 100
mg/kbBB/hari + kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari). Usahakan tidak memberikan
obat-obat yang tidak diperlukan ( misalnya antacid, anti muntah) untuk
mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati. Transfusi darah segar atau
komponen dapat diberikan atas indikasi yang tepat. Bila diperlukan transfuse
tukar, pada masa penyebuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek. 1
25
Keterangan Bagan 3
Pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus selama 7
hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan (paling tersering
perdarahan kulit dan mukosa, yaitu ptekie atau mimisan), disertai penurunan
jumlah trombosit 100.000/ul, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat
pasien datang, berikan cairan kristaloid ringer laktat/NaCl 0,9 % atau dektrose 5%
dalam ringer laktat/NaCl 0,9 % 6-7 ml/kgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar
hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12-24 jam. 1
26
maka tetesan dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila dalam observasi
selanjutnya tanda vital tetap stabil, tetesan dikurangi menjadi 3
ml/kgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan pada 24-48 jam. 1
2. Perlu diingat bahwa sepertiga kasus akan jatuh kedalam syok. Maka
apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, anak tampak gelisah,
nafas cepat (distress pernafasan), peningkatan Ht, maka tetesan dinaikan
menjadi 10 ml/kgBB/jam, dengan jumlah maksimal 30 ml/kg berat badan.
Namun bila Ht turun, berikan transfuse darah segar 10 ml/kgBB/jam. Bila
keadaan klinis membaik, maka cairan disesuaikan seperti ad.11
Pemeriksaan Serologis
Setelah satu minggu tubuh terinfeksi virus dengue, terjadi viremia yang
diikuti oleh pembentukan IgM-Antidengue. IgM hanya berada dalam waktu yang
relative singkat dan akan disusul segera oleh pembentukan IgG. Pada kira-kira
hari kelima infeksi terbentuklah antibody yang bersifat menetralisasi virus
(neutralizing antibody (NT)). Titer NT akan naik dengan cepat, kemudian
menurun secara lambat untuk waktu yang lama, biasanya seumur hidup. Setelah
antobodi NT, akan timbul antibody yang mempunyai sifat menghambat
hemaglutinasi sel darah merah angsa (haemaglutination inhibiting antibody=HI).
Titer antibody HI itu naik sejajar dengan antibody NT. Antibodi yang terakhir,
yaitu antibody yang mengikat komplemen (complement fixing antibody=CF),
timbul pada sekitar hari keduapuluh. Titer antibodi itu naik setelah perjalanan
penyakit mencapai maksimum dalam waktu 1-2 bulan, kemudian turun secara
cepat dan menghilang setelah 1-2 tahun. Pada dasarnya diagnosis komfirmasi
infeksi virus dengue ditegakkan atas hasil pemeriksaan serologik atau hasil isolasi
virus. Dasar pemeriksaan serologis adalah membandingkan titer antibody pada
masa akut dengan konvalensen. Teknik pemeriksaan serologi yang dianjurkan
WHO ialah pemeriksaan HI dan CF. Kedua cara itu membutuhkan 2 contoh darah.
Contoh darah pertama diambil waktu demam akut, sedeangkan darah kedua pada
masa konvalensen, 1-4 minggu dalam perjalanan penyakit. Dalam praktik sukar
sekali didapatkan contoh darah kedua karena pasien sudah sembuh sehingga tidak
bersedia diambil darahnya. Dengan demikian, diambil kebijaksanaan untuk
mengambil darah sebanyak 3 kali. Pertama, sewaktu masuk rumah sakit, kedua
27
pada waktu meninggalkan rumah sakit, dan ketiga 1-4 minggu setelah perjalanan
penyakit. Apabila hanya diperoleh satu contoh darah, penafsiran akan sulit atau
bahkan sering tidak mungkin dilakukan. 1
Keterangan bagan 4
Sindrom syok dengue ialah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat, nadi
teraba kecil, lembut, atau tidak teraba, tekanan nadi menyempit (misalnya sistolik
dan diastolic 80 mmHg, jadi terkesan nadi 20 mmHg), bibir biru, tangan kaki
dingin, dan tidak ada produksi urin. 1
28
1. Segera berikan infus kristaloid (ringer laktat atau NaCl 0,9%) 20 ml/kgBB
secepatnya ( diberikan dalam bolus selama 30 menit), dan oksigen 2
liter/menit. Untuk DSS berat (DBD derajat IV, nadi tidak teraba dan tensi
tidak terukur), diberikan ringer laktat 20 ml/kgBB bersama koloid (lihat
butir 2). Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit, hematokrit dan trombosit
tiap 4-6 jam. Periksa elektrolit dan gula darah. 1
2. Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan ringer laktat
belum dilanjutkan 20ml/kgBB, ditambah plasma (fresh frozen plasma)
atau koloid (dekstran 40) sebanyak 10-20 ml/kgBB, maksimal 30 ml/kgBB
(koloid diberikan pada jalur infuse yang sama dengan kristaloid, diberikan
secepatnya). Observasi keadaan umum, tekanan darah, keadaan nadi tiap
15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4-6 jam. Koreksi asidosis, elektrolit
dan gula darah. 1
a. Apabila syok telah teratasi disertai penurunan kadar
hemoglobin/hematokrit, tekanan nadi >20 mmHg, nadi kuat, maka
tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ul/kgBB/jam. Volume 10 ml/kg
berat badan/jam dapat dipertahankan sampai 24 jam atau sampai klinis
stabil dan hematokrit turun <40%. Selanjutnya cairan diturunkan
menjadi 7 ml/kgBB sampai keadaan klinis dan hematokrit stabil,
kemudian secara bertahap cairan diturunkan 5 ml dan seterusnya 3
ml/kgBB/jam, Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam
setelah syok teratasi. Observasi klinis, tekanan darah, nadi, jumlah urin
dikerjakan tiap jam (usahakan urin 1ml/kgBB/jam, BD urin <1.020),
pemeriksaan heamtokrit dan trombosit tiap 4-6 jam sampai keadaan
umum baik. 1
b. Apabila syok belum teratasi, sedangkan kadar hematokrit menurun
tetapi masih >40 vol%, berikan darah dalam volume kecil 10 ml/kgBB.
Apabila tampak perdarahan massif, berikan darah segar 20 ml/kgBB
dan lanjutkan cairan kristaloid 10 ml/kgBB/jam. Pemasangan CVP
(dipertahankan 5-8 cm H2O) pada syok berat kadang-kadang
diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan. 1
Uji Serologi HI
29
Pemeriksaan serologi HI dapat dilakukan dengan sampel serum atau
mempergunakan kertas saring filter paper disc. Hasil yang diperoleh dengan
menggunakan kertas saring cukup baik, apabila cara pengisian dilakukan dengan
betul. Pada pemeriksaan serologis tes HI, serum diencerkan menjadi kelipatan 2x,
dimulai dengan pengenceran 1:10, 1:20, 1:40, dan seterusnya.1
1. Pada infeksi primer, titer bodi HI pada masa akut, yaitu apabila serum
diperoleh sebelum hari ke-4 sakit adalah kurang dari 1:20 dan titer akan
naik 4x atau lebih pada masa konvalensen, tetapi tidak akan melebihi
1:1280.
2. Pada infeksi sekunder, adanya infeksi baru (recent dengue infection)
ditandai oleh titer antibody HI kurang dari 1:20 pada masa akut,
sedangkan pasa konvalensen titer bernilai sama atau lebih besar daripada
1:2560. Tanda lain infeksi sekunder ialah apabila titer antibody akut sama
atau lebih besar daripada 1:20 dan titer akan naik 4 kali atau lebih pada
masa konvalensen.
3. Persangkaan adanya infeksi sekunder yang baru terjadi (presumptive
diagnosis) ditandai oleh titer antibody HI yang sama atau lebih besar
daripada 1:1280 pada masa akut, dalam hal ini tidak diperlukan kenaikan
titer 4x atau lebih pada masa konvalensen. Metode pemeriksaan yang
mampu mendeteksi antibody anti dengue dalam serum penderita pada
masa akut yang tepat harus dikembangkan. Pada saat ini telah terdapar
metode untuk membuat diagnosis infeksi dengue pada masa akut melalui
deteksi IgM dan antigen virus, baik sendiri-sendiri maupun dalam bentuk
kompleks IgM-antigen, dengan memanfaatkan teknik ELISA mikro.
Disamping itu secara komersial telah beredar dengue blot yang dapat
digunakan sebagai diagnostic yang cepat pada masa akut untuk
mengkonfirmasi diagnosis infeksi dengue sekunder.
2.10. Prognosis
30
mengusahakan pengobatan yang maksimal. Secara umum keberhasilan
penanganan syok bergantung pada beratnya penyakit, lamanya syok berlangsung,
fungsi organ vital sebelumnya, dan reversibilitas.3
2.11. Pemeberantasan
1. Fogging focus
2. Abatisasi selektif. Tujuan abatisasi ialah membunuh larva dengan butir-butir
abate sand granule (SG) 1% pada tempat penyimpanan air dengan dosis ppm
(pert per million), yaitu 10 gram meter 100 liter air.
3. Menggalakkan masyarakat untuk melakukan kerja bakti dalam PSN.1
31
o Sindrom Syok Dengue (SSD)
32
- Komplikasi akibat sumber lain
1. Ensefalopati Dengue
Pada umumnya ensefalopati terjadi sebagai komplikasi syok yang
berkepanjangan dengan pendarahan, tetapi dapat juga terjadi pada
DBD yang tidak disertai syok. Gangguan metabolik seperti
hipoksemia, hiponatremia, atau perdarahan, dapat menjadi penyebab
terjadinya ensefalopati. Melihat ensefalopati DBD bersifat sementara,
maka kemungkinan dapat juga disebabkan oleh trombosis pembuluh
darah otak, sementara sebagai akibat dari koagulasi intravaskular
yang menyeluruh. Dilaporkan bahwa virus dengue dapat menembus
sawar darah-otak. Dikatakan pula bahwa keadaan ensefalopati
berhubungan dengan kegagalan hati akut.
Pada ensefalopati cenderung terjadi udem otak danalkalosis, maka
bila syok telah teratasi cairan diganti dengan cairan yang tidak
mengandung HC03- danjumlah cairan harus segera dikurangi. Larutan
laktat ringer dektrosa segera ditukar dengan larutan NaCl (0,9%) :
glukosa (5%) = 1:3. Untuk mengurangi udem otak diberikan
dexametason 0,5 mg/kg BB/kali tiap 8 jam, tetapi bila terdapat
perdarahan saluran cerna sebaiknya kortikosteroid tidak diberikan. Bila
terdapat disfungsi hati, maka diberikan vitamin K intravena 3-10 mg
selama 3 hari, kadar gula darah diusahakan > 80 mg. Mencegah
terjadinya peningkatan tekanan intrakranial dengan mengurangi jumlah
cairan (bila perlu diberikan diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas dengan pemberian oksigen yang adekuat. Untuk
mengurangi produksi amoniak dapat diberikan neomisin dan laktulosa.
Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak diperlukan
(misalnya antasid, anti muntah) untuk mengurangi beban detoksifikasi
obat dalam hati. Transfusi darah segar atau komponen dapat diberikan
atas indikasi yang tepat. Bila perlu dilakukan tranfusi tukar. Pada masa
penyembuhan dapat diberikan asam amino rantai pendek.
2. Kelainan ginjal
33
Gagal ginjal akut pada umumnya terjadi pada fase terminal,
sebagai akibat dari syok yang tidak teratasi dengan baik. Dapat
dijumpai sindrom uremik hemolitik walaupun jarang. Untuk mencegah
gagal ginjal maka setelah syok diobati dengan menggantikan volume
intravaskular, penting diperhatikan apakah benar syok telah teratasi
dengan baik. Diuresis merupakan parameter yang penting dan mudah
dikerjakan untuk mengetahui apakah syok telah teratasi. Diuresis
diusahakan > 1 ml / kg berat badan/jam. Oleh karena bila syok belum
teratasi dengan baik, sedangkan volume cairan telah dikurangi dapat
terjadi syok berulang. Pada keadaan syok berat sering kali dijumpai
acute tubular necrosis, ditandai penurunan jumlah urin dan
peningkatan kadar ureum dan kreatinin.
3. Udem paru
Udem paru adalah komplikasi yang mungkin terjadi sebagai akibat
pemberian cairan yang berlebihan. Pemberian cairan pada hari sakit
ketiga sampai kelima sesuai panduan yang diberikan, biasanya tidak
akan menyebabkan udem paru oleh karena perembesan plasma masih
terjadi. Tetapi pada saat terjadi reabsorbsi plasma dari ruang
ekstravaskuler, apabila cairan diberikan berlebih (kesalahan terjadi bila
hanya melihat penurunan hemoglobin dan hematokrit tanpa
memperhatikan hari sakit), pasien akan mengalami distress pernafasan,
disertai sembab pada kelopak mata, dan ditunjang dengan gambaran
udem paru pada foto rontgen dada. Komplikasi demam berdarah
biasanya berasosiasi dengan semakin beratnya bentuk demam berdarah
yang dialami, pendarahan, dan shock syndrome. Komplikasi paling
serius walaupun jarang terjadi adalah sebagai berikut:
Dehidrasi
Pendarahan
Jumlah platelet yang rendah
Hipotensi
Bradikardi
34
Kerusakan hati
Pembesaran hati pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan
penyakit, bervariasi dari hanya sekedar dapat diraba (just palpable)
sampai 2-4 cm di bawah lengkung iga kanan, derajat pembesaran hati
tidak sejajar dengan beratnya penyakit. Untuk menemukan pembesaran
hati ,harus dilakukan perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati
sering kali ditemukan dan pada sebagian kecil kasus dapat disertai
ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak jelas pada anak besar dan ini
berhubungan dengan adanya perdarahan.
4. Gangguan neurogik (kejang, ensephalopati)
35
6. Apabila terdapat tanda syok atau terdapat peningkatan Ht dan/atau
penurunan trombosit, segera rujuk ke rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
1. Poorwo Soedarmo, Sumarmo,dkk. 2010. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta: IDAI
2. Suhendro. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III. Jakarta : Interna
Publishing.
36
3. Soegeng Soegijanto, 2005 Tatalaksana Demam Dengue/Demam Berdarah
Dengue, www.mitrakeluarga.com/gading/tatalaksana-demam-dengue-demam-
berdarah-dengue/
4. Noer, Sjaifoellah dkk. 1998. Standar Perawatan Pasien. Jakarta : Monica
Ester
5. Notoatajmodjo, S. 1993. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan. Yogyakarta : Andi Offset
6. Soegijanto, S. 2004. Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga
University Press.
37