TINJAUAN PUSTAKA
Orang tua adalah ayah dan ibu adalah figur atau contoh yang akan selalu
Pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan pada anak dan
bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dapat dirasakan
memiliki fungsi penting yang berkaitan dengan peranya sebagai media sosialisasi.
kaidah dan nilai-nilai yang dianut. Proses mengetahui kaidah-kaidah dan nilai-
nilai yang dianut inilah untuk pertama kali diperoleh dalam keluarga. Perilaku
yang benar dan tidak menyimpang untuk pertama kalinya juga dipelajari dari
Jika kehidupan keluarga kurang serasi, kemungkinan besar salah satu dari anggota
2010).
Mendorong anak untuk mandiri namun masih menerapkan batas dan kendali
dan orang tua bersikap hangat dan penyayang terhadap anak. Orang tua yang
demokratis mungkin merangkul anak dengan mesra dan berkata kamu tahu,
kamu tak seharusnya melakukan hal itu. Mari kita bicarakan bagaimana kamu bisa
menangani situasi tersebut lebih baik lain kali. Orang tua demokratis
konstruktif anak. Mereka juga mengharapkan perilaku anak yang dewasa, mandiri
dan sesuai dengan usianya. Anak yang memiliki orang tua yang otoritatif sering
kali ceria, bisa mengendalikan diri dan mandiri, dan berorientasi pada prestasi;
sebaya, bekerja sama dengan orang dewasa, dan bisa mengatasi stres dengan baik
(Santrock, 2007).
sepenuhnya menghargai keputusan yang diambil anak, minat dan pendapat serta
perbedaan kepribadiannya. Orang tua dengan pola asuh model ini, penuh dengan
cinta kasih, mudah memerinci tetapi menuntut tingkah laku yang baik. Tegas
dan hukuman yang mereka lakukan dan meminta pendapat anak. Anak dari orang
tua yang demikian akan merasa tenang dan nyaman. Mereka akan menajdi paham
kalau mereka disayangi tetapi sekaligus mengerti terhadap apa yang diharapkan
dari orang tua. Jadi anak sejak pra sekolah hingga dewasa akan menunjukkan
sikap lebih mandiri, mampu mengontrol dirinya, biasa bersikap tegas (Mardiya,
2000).
berinteraksi dengan anaknya dengan cara melibatkan anak (dalam hal ini anak
usia remaja) dalam mengambil keputusan yang berkaitan dengan keluarga dan diri
dapat tumbuh dan berkembang dengan peraturan yang rasional, orang tua
melaksanakan peraturan dengan penuh kesadaran (Hidayat, 2009). Orang tua yang
bergaya demokratis bertingkah laku hangat tetapi tetap tegas. Mereka menerapkan
alasan mengapa mereka ingin memutuskan atau akan melakukan sesuatu. Apabila
alasan-alasan itu masuk akal dan dapat diterima maka orangtua yang demokratis
akan memberikan dukungan, tetapi jika tidak maka orangtua akan menjelaskan
interaksi yang demikian akan memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak
untuk memahami pandangan orang lain yang pada akhirnya dapat mengantar pada
suatu keputusan yang dapat diterima oleh kedua belah pihak. Orang tua yang
laku yang disiplin selalu ditanamkan oleh orangtua yang demokratis. Dalam
yang disertai dengan pengertian dan cinta kasih. Anak-anaknya akan didorong
meningkatkan rasa percaya diri, dan tanggungjawab sosial pada anak remaja. Para
remaja yang hidup dalam keluarga yang demokratis akan menjalani kehidupannya
dengan rasa penuh semangat dan bahagia, percaya diri, dan memiliki
anarkis (Baumrind, 1967 dalam Hidayat, 2009). Mereka juga akan memiliki
kemandirian yang tinggi, mampu menjalin persahabatan dan kerja sama yang
lingkungannya.
Pola yang membatasi dan menghukum, dimana orang tua mendesak anak
untuk mengikuti arahan mereka dan menghormati pekerjaan dan upaya mereka.
Orang tua yang otoriter menerapkan batas dan kendali yang tegas pada anak dan
berkata,lakukan dengan caraku atau tak usah. Orang tua yang otoriter mungkin
menjelaskannya dan menunjukkan amarah pada anak. Anak dari orang tua yang
otoriter sering kali tidak bahagia, ketakutan, minder ketika membandingkan diri
dengan orang lain, tidak mampu memulai aktifitas, dan memiliki kemampuan
komunikasi yang lemah. Putra dari orang tua yang otoriter mungkin berperilaku
umumnya sangat ketat dan kaku ketika berinteraksi dengan anaknya. Orang tua
yang berpola asuh otoriter menekankan adanya kepatuhan seorang anak terhadap
peraturan yang mereka buat tanpa banyak basa-basi, tanpa penjelasan kepada
yang berlaku. Orang tua yang demikian yakin bahwa cara yang keras merupakan
cara yang terbaik dalam mendidik anaknya. Orang tua demikian sulit menerima
mengatur diri mereka sendiri, serta selalu mengharapkan anaknya untuk mematuhi
Orang tua otoriter meyakini bahwa seorang anak akan menerima dengan
baik setiap perkataan atau setiap perintah orang tuanya, setiap anak harus
melaksanakan tingkah laku yang dipandang baik oleh orang tuanya. Orang tua
Orang tua otoriter selalu menuntut, kurang memberikan otonomi pada anaknya,
tingkah laku dan sikap anaknya sesuai dengan standar peraturan yang
perlawanan seorang anak, terutama saat anak sudah menginjak masa remaja, atau
orang tuanya (Rice, 1996), anak remaja akan kehilangan aktivitas kreatifnya, dan
akan tumbuh menjadi anak yang tidak efektif dalam kehidupan dan interaksinya
dirinya, kurang berani dalam menghadapi tantangan tugas dan tidak merasa
tua otoritarian cenderung menunjukkan sikap yang patuh dan akan menyesuaikan
dirinya pada standar-standar tingkah laku yang sudah ditetapkan oleh orang
kehilangan rasa percaya diri dan pada umumnya lebih tertekan dan lebih
remaja yang demikian akhirnya akan menyebabkan remaja cenderung untuk selalu
untuk dirinya sendiri, serta cenderung tidak mampu untuk bertanggung jawab atas
apa yang telah dilakukannya disebabkan semuanya disandarkan pada aturan dan
kehendak orang tuanya. Semua itu menunjukkan bahwa seorang remaja yang
berada dalam asuhan orang tua yang otoriter akan tumbuh menjadi anak yang
karena kepentingan orang tua untuk kemudahan pengasuhan. Anak dinilai dan
menekankan kepatuhan dan rasa hormat atau sopan santun, sedangkan orang tua
tidak pernah berbuat salah. Kebanyakan anak dari pola pengasuhan ini melakukan
Pola pengasuhan ini, dimana orang tua sangat terlibat dengan anak, namun
tidak terlalu menuntut atau mengontrol mereka. Orang tua seperti ini membiarkan
anak melakukan apa yang ia inginkan. Hasilnya anak tidak pernah belajar
cara ini karena mereka percaya bahwa kombinasi antara keterlibatan yang hangat
dan sedikit batasan akan menghasilkan anak yang kreatif dan percaya diri.
Namun, anak yang memiliki orang tua yang selalu menurutinya jarang belajar
Pola asuh permisif merupakan perlakuan orang tua saat berinteraksi dengan
pengawasan yang ketat. Orang tua yang permisf akan memberikan kebebasan
tidak menyetujui atau tidak mematuhinya, maka orang tua yang permisif
untuk mencari pembenaran terhadap tingkah laku anaknya yang melanggar suatu
dengan tegas saat mengasuh dan membesarkan anak remajanya (Baumrind, 1967
dalam Hidayat, 2009). Sedikit, atau bahkan tanpa menggunakan kontrol terhadap
kebebasannya sendiri secara luas, bukan harus dikontrol oleh orang dewasa.
Orang tua yang permisif bersikap lunak, lemah dan pasif dalam persoalan
laku anak remajanya, memberikan kebebasan yang lebih tinggi untuk bertindak
yang ketat terhadap remaja menurut pandangan orang tua yang permisif adalah
seorang remaja (Steinberg, 1993). Menurut Baumrind, remaja yang berada dalam
pengasuhan orangtua yang permisif sangat tidak matang dalam berbagai aspek
tergantung pada orang lain, kurang gigih dalam mengerjakan tugas-tugas, tidak
jelek, dan tidak mampu mengarahkan diri dan tidak bertanggung jawab (Hidayat,
2009).
remaja kebebasan bertingkah laku, namun di sisi lain tidak selalu dapat
kebebasan tanpa adanya pembatasan yang jelas cenderung bersifat suka menang
dan pengarahan dari orang tua menyebabkan mereka merasa tidak aman, tidak
punya orientasi, dan penuh keraguan. Jika remaja menafsirkan bahwa kelonggaran
pengawasan dari orang tua mereka sebagai bentuk dari tidak adanya perhatian
atau penolakan terhadap diri mereka, maka mereka akan menyalahkan orang
tuanya sebab dipandang telah lalai memperingatkan dan menuntun mereka (Rice,
1996).
Remaja adalah suatu masa di mana individu berkembang dari saat pertama
seorang anak telah mencapai umur 10-18 tahun untuk anak perempuan dan
remaja adalah individu yang belum mencapai 21 tahun dan belum menikah.
mencapai umur 16-18 tahun atau sudah menikah dan mempunyai tempat
untuk tinggal.
4. Menurut Undang Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974, anak dianggap sudah
remaja apabila sudah matang untuk menikah, yaitu umur 16 tahun untuk anak
6. Menurut WHO remaja bila anak telah mencapai umur 10-18 tahun
(Soetjiningsih,2004).
baru, cepat tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis. Dengan
mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat- sifat
yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebinggungan
karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak perduli, ramai-
ramai atau sendiri, optimistis atau pesimistis, idealis atau materialis, dan
(perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat
Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai
dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau
genetika.
adanya tiga bidang perilaku, yakni kognitif, afektif, dan psikomotor. Kemudian
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
tingkatan:
1. Tahu (know)
kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu
2. Memahami (comprehansion)
benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
3. Aplikasi (aplication)
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapart
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat
5. Sintesis (synthesis)
6. Evaluasi (evaluation)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Newcomb, salah seorang ahli psikologis
sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan
merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan
1. Menerima (receiving)
2. Merespon (responding)
3. Menghargai (valuing)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
tindakan, yang merupakan bentuk nyata dari pengetahuan dan sikap yang telah
1. Persepsi (perception)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
3. Mekanisme (mecanism)
otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai
4. Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan
Istilah agresif beasal dari bahasa Inggris adalah agression adalah suatu kata
yang berarti menyerang atau serangan. Kata agresif berasal dari bahasa Latin
uggred yang berarti menyerang, kata ini menyiratkan bahwa setiap orang siap
untuk memaksakan kehendak mereka atas orang tua atau objek lain walaupun itu
jika orang tidak memperoleh apa yang mereka inginkan. Emosi kurang mungkin
akan berkembang bila orang merasa ada ancaman bahwa mereka tidak akan
mendapatkan apa yang mereka kehendaki dan kemungkinan pula akan terjadi
menuju agresif.
satu gangguan tingkah laku terutama apabila agresif dilakukan secara berulang
menyebabkan terjadinya pelanggaran hak asasi orang lain dengan cara tindakan
apabila orang lain menderita. Agresif seperti yang telah dikemukakan oleh
beberapa ahli memiliki persamaan yang mendasar yaitu pada tingkah laku
melukai. Tingkah laku agresif secara sosial adalah tingkah laku menyerang orang
lain baik penyerangan secara verbal maupun fisik. Penyerangan secara verbal
Ada berbagai bentuk agresi yang terjadi pada diri individu salah satu
Meliputi marah atau membenci orang lain (meskipun perasaan itu dilakukan
tindakan yang tercela dan berjuang untuk negaranya sendiri atau negara sahabat
jelas dan pantas, membalas sakit hatinya dengan kekejaman dan pengerusakan
yang berlebihan berjuang melawan wewenang yang sah misalnya orang tua,
menyakiti diri sendiri dan melakukan tindakan bunuh diri (Indrawati, 2005).
manusia mempelajari tingkah laku agresif dengan cara pengamatan respon tingkah
laku model mereka. Asumsi dasar teorinya adalah sebagian besar tingkah laku
individu diperoleh sebagai hasil melalui pengamatan (observasi) atas tingkah laku
orang ditampilkan oleh individu- individu lain yang menjadi model tingkah laku
pengamat hal ini didukung oleh penelitiannya yang berkesimpulan bahwa anak-
anak mendapat model imitasi orang dewasa yang berwujud tingkah laku agresif
pada suatu kesempatan anak-anak juga akan bertingkah laku sesuai dengan model
yang kuat untuk meniru orang lain. Imitasi atau meniru dapat terjadi pada setiap
jenis perilaku, termasuk agresif. Anak yang mengamati orang lain melakukan
tindakan agresif atau mengendalikan agresifnya akan meniru orang tersebut. Anak
belajar melakukan agresif secara verbal seperti berteriak, mengutuk dan mencela,
dan tidak melakukan kekerasan seperti tidak memukul orang lain, melempar batu
tersebut boleh dilakukan. Jadi perilaku agresif anak dibentuk dan ditentukan oleh
laku agresif tidak hanya sekedar mencontoh dari modelnya saja, untuk sampai
pada tingkah laku agresif juga tergantung dari norma yang melingkunginya. Bila
seorang anak diajarkan bahwa tingkah laku itu dapat di terima maka perilaku itu
dapat bertambah luas tapi sebaliknya apabila anak diajarkan bahwa tingkah laku
Perilaku agresif tidak muncul dengan sendirinya pada diri seseorang namun
1. Amarah
parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang
mungkin juga tidak (Davidoff, 1991 dalam Indrawati, 2006). Pada saat marah ada
biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal-hal tersebut disalurkan maka
terjadilah perilaku agresi. Jadi tidak dapat dipungkiri bahwa pada kenyataannya
agresi adalah suatu respon terhadap marah. Kekecewaan, sakit fisik, penghinaan,
atau ancaman sering memancing amarah dan akhirnya memancing agresi. Ejekan,
hinaan dan ancaman merupakan pancingan yang jitu terhadap amarah yang akan
2. Kesenjangan generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah antara generasi anak dengan orang
tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal
dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak
diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi pada anak.
kekerasan. Ini tercermin pada masyarakat yang tinggal di pesisir pantai dan
masyarakat madura yang cenderung memiliki sifat yang keras yang dapat memicu
kekerasan.
ditemui dalam tontonan yang disajikan di televisi mulai dari film kartun, sinetron,
sampai film laga. Selain itu ada pula acara-acara TV yang menyajikan acara
khusus perkelahian yang sangat populer dikalangan remaja seperti Smack Down,
acara berulang kali mengingatkan penonton untuk tidak mencontoh apa yang
tersebut.
5. Frustrasi
Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai
menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera
terpenuhi tetapi sulit sekali tercapai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan
berperilaku agresi.
pengaruh yang buruk bagi remaja Pendidikan disiplin seperti itu akan membuat
remaja menjadi seorang penakut, tidak ramah dengan orang lain, dan membeci
orang yang memberi hukuman, kehilangan spontanitas serta inisiatif dan pada
Sedangkan yang tidak berkuasa menjadi tunduk. Pola pendisiplinan tersebut dapat
bersangsi hukuman tidak diimbangi dengan alternatif (cara) lain yang dapat
(Sukadji,1988).
agresif. Tipe orang rasional menurut teori intensif, akan memperhitungkan akibat
agresi di masa mendatang dan berusaha untuk tidak melakukan perilaku agresi
b. Mengurangi frustasi
peduli apakah kita akan diancam dihukum atau tidak. Hambatan agresi yang
dipelajari secara umum dapat disebut kecemasan agresi (rasa salah agresi). Orang
akan merasa cemas bila mendekati tanggapan berupa agresif. Orang tua yang
dibandingkan orang tua yang menggunakan taraf hukuman fisik yang tinggi.
e. Katarsis
penyingkirannya dari sistem anda. Inti gagasan katarsis adalah bahwa bila orang