Anda di halaman 1dari 19

GANGGUAN BIPOLAR

Sekelompok penyakit yang bervariasi antara berat dan gejala utamanya


adalah perubahan mood yang secara periodic berganti-ganti antara mania dan
depresi, biasanya diikuti oleh gejala-gejala lain yang khas. Gangguan ini dikenal
sebagai gangguan afektif bipolar.

Gangguan Bipolar
Gangguan bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan
pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana
perasaan, dan proses berfikir1. Disebut bipolar karena penyakit kejiwaan ini
didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah
tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.

Episode Depresif pada Gangguan Bipolar


Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan wanita dengan angka kejadian
sekitar 5 per 1000 orang. Penderita depresi bipolar dapat mengalami bunuh diri 15
kali lebih banyak dibandingkan dengan orang awam. Bunuh diri pertama-tama
sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan, studi, tekanan emosional dalam
keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Risiko bunuh diri dapat meningkat
selama menopause2.

Etiopatofisiologi

Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini.


Dianggap serangan virus pada otak berlangsung pada masa janin dalam
kandungan atau tahun pertama sesudah kelahiran. Namun, gangguan bipolar
bermanifestasi 15-20 tahun kemudian. Telatnya manifestasi itu timbul karena
diduga pada usia 15 tahun kelenjar timus dan pineal yang memproduksi
hormon yang mampu mencegah gangguan psikiatrik sudah berkurang 50% 3.

Sekarang, penyebab gangguan bipolar diketahui multifaktor. Mencakup aspek bio-


psikososial. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan
neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa
kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan
berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya4.

Faktor Biologi

Herediter
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar
(adanya episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun
kepada generasinya, berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar
memiliki satu orangtua dengan gangguan alam perasaan/gangguan afektif,
yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua mengidap
gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan
alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka
75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan.
Keturunan pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar
berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada
anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%),
sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%2.

Genetik
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan
bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki
lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa
diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer,
18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini,
ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita
gangguan bipolar2.
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan
penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic
factor (BDNF). BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi
plastisitas sinaps, neurogenesis dan perlindungan neuron otak. BDNF
diduga ikut terlibat dalam pengaturan mood. Gen yang mengatur BDNF
terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3 penelitian yang mencari tahu
hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan hasilnya positif2.

Neurotransmitter
Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala
bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan
gangguan bipolar. Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin,
dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan neurotransmiter
tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine
oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catechol-Ometiltransferase
(COMT), dan serotonin transporter (5HTT)2.

Kelainan otak
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit
ini. Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan
penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI)
dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia
nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual.
Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun
menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks
prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang
terlibat dalam respon emosi (mood dan afek)2.
Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit-myelin
berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit
menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu
mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit
berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan
lancar2.
Faktor Psikososial

Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan


Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah
bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering
mendahului episode pertama gangguan suasana perasaan daripada episode
selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan
depresif berat dan gangguan bipolar I5.

Faktor psikoanalitik dan psikodinamika


Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan
suatu hubungan antara kehilangan suatu objek dan melankolia. Ia
menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan
secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud
percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan satu-satunya cara bagi ego
untuk melepaskan suatu objek. Ia membedakan melankolia atau depresi
dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan
harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan
mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian5.
Melanie Klein selanjutnya menghubungkan depresi dengan posisi
depresif. Ia mengerti siklus manik-depresif sebagai pencerminan
kegagalan pada masa anak-anak untuk mendapatkan introjeksi mencintai.
Di dalam pandangannya, pasien depresi menderita akibat permasalahan
bahwa mereka mungkin memilki objek cinta yang dihancurkan melalui
destruktivitas dan ketamakan mereka sendiri. Sebagai akibat dari destruksi
yang dikhayalkan tersebut, mereka berguna yang karakteristik untuk
pasien depresi melebihi perasaan bahwa orang tua internal mereka yang
baik telah ditransformasikan menjadi penyiksa karena khayalan dan impuls
destruktif pasien5.
Klien memandang mania sebagai kumpulan operasi defensif yang
disusun untuk mengidealisasikan orang lain, menyangkal adanya agresi
atau destruktivitas terhadap orang lain, dan mengembalikan objek cinta
yang hilang5.
Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer
yang tidak dapat melakukan apa-apa terhadap agresi yang dihadapkan ke
dalam. Selain itu, ia memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal
dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi seseorang dan kenyataan
seseorang. Jika pasien terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup
sesuai dengan idealnya, sebagai akibatnya mereka putus asa dan sebagai
akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya. Pada intinya,
depresi dapat disimpulkan sebagai keruntuhan parsial atau lengkap dari
harga diri di dalam ego5.
Heinz Kohut mendefinisikan kembali depresi di dalam istilah
psikologi diri. Jika objek diri yang diperlukan untuk bercermin,
kekembaran, atau idealisasi tidak datang dari orang yang bermakna, orang
yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa karena
tidak menerima respon yang diinginkan. Di dalam pengertian tersebut,
respon tertentu di dalam lingkungan adalah diperlukan untuk
mempertahankan harga diri dan perasaan kelengkapan5.

Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)


Di dalam percobaan dimana binatang secara berulang dipaparkan dengan
kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah
dan tidak melakukan usaha sama sekali untuk menghindari kejutan
selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia
yang terdepresi, kita dapat menemukan keadaan ketidakberdayaan yang
mirip. Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat
membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terdepresi suatu rasa
pengendalian dan penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik
perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif di dalam usaha
tersebut5.
Teori kognitif
Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation)
kognitif yang sering adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup,
penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan
negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan
depresi. Seorang ahli terapi kognitif berusaha untuk mengidentifikasi hal
yang negatif dengan menggunakan tugas perilaku, seperti mencatat dan
secara sadar memodifikasi pikiran pasien5.

Kriteria Diagnostik dan Pemeriksaan Fisik


Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) III, gangguan afektif bipolar ini bersifat episode berulang yang
menunjukkan suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas
terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian
suasana perasaan serta peningkatan energi dan aktivitas (mania atau
hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan serta
pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah terdapat
penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan
tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, sedangkan
depresi cenderung berlangsung lebih lama 6.
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak
sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun.
Semakin dini seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih
berat, kronik bahkan refrakter.
Kriteria Diagnostik6
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan
bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I
atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi,
sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III
membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu menurut episode kini yang
dialami penderita6.

F31 Gangguan Afektif Bipolar


Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya
dua) yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat
aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri
dari peninggian suasana perasaan (mood) serta peningkatan enersi dan
aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan
suasana perasaan (mood) serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi).

Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar


episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung
antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung
lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun
kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi
setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya
stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosis).

F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau Sedang
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya gejala
somatic dalam episode depresif yang sedang berlangsung.
F31.30 Tanpa gejala somatik

F31.31 Dengan gejala somatik

F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa Gejala
Psikotik
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2), dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.

F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan Gejala
Psikotik
a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3), dan
b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi
atau tidak serasi dengan afeknya.

Episode Depresif
Walaupun banyak penelitian telah berusaha untuk menemukan perbedaan yang
dapat dipercaya antara episode depresif gangguan bipolar dan episode gangguan
depresif, perbedaan tersebut sulit ditemukan. Di dalam situasi klinis, hanya
riwayat penyakit pasien, riwayat keluarga, dan perjalanan penyakit di masa
mendatang dapat membantu membedakan kedua kondisi tersebut5.

F32 Episode Depresif


Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di
bawah ini, ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2 dan F32.3),
gejala utama yang ditemukan adalah :
- Afek depresif
- Kehilangan minat dan kegembiraan
- Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah
Gejala lainnya adalah :
a) Konsentrasi dan perhatian berkurang
b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada
episode tipe ringan sekali pun)
d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f) Tidur terganggu
g) Nafsu makan berkurang

F32.0 Episode Depresif Ringan


Suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan
kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala
dari depresi yang paling khas, dan sekurang-kurangnya dua gejala dari ini,
ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lain (untuk F32.-) harus ada
untuk menegakkan diagnosis pasti.
Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
Lamanya episode berlangsung ialah sekurangkurangnya sekitar 2 minggu.
Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang
gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan pekerjaan biasa dan
kegiatan sosial, namun mungkin ia tidak akan berhenti berfungsi sama
sekali.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom somatik :

F32.00 Tanpa gejala somatik


Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan tidak ada atau
hanya sedikit sekali gejala somatik

F32.01 Dengan gejala somatik


Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan empat atau lebih
gejala somatik juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga gejala somatik
ditemukan tetapi luar biasa beratnya, maka penggunaan kategori ini
mungkin dapat dibenarkan)

F32.1 Episode Depresif Sedang


Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala paling khas yang
ditentukan untuk episode depresif ringan (F32.0), ditambah sekurang-
kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala
mungkin amat menyolok, namun tidak esensial apabila secara keseluruhan
ada cukup banyak variasi gejalanya.
Lamanya keseluruhan episode berlangsung ialah sekurang-kurangnya
sekitar 2 minggu.
Individu yang mengalami episode depresif taraf sedang biasanya
menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan,
dan urusan rumah tangga.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom somatik :

F32.10 Tanpa gejala somatik


Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan tidak ada atau
hanya sedikit sekali gejala somatik

F32.11 Dengan gejala somatik


Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan ada empat atau
lebih gejala somatik juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga gejala
somatik ditemukan tetapi luar biasa beratnya, maka penggunaan kategori
ini mungkin dapat dibenarkan)

F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik


Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan
atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi mental
merupakan ciri terkemuka. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak
berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata
terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan disini ialah bahwa sindrom
somatik hampir selalu ada pada episode depresif berat.
Semua ketiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresof ringan
dan sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya,
dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat. Namun, apabila gejala
penting (misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien mungkin
tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara
terinci. Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori
episode berat masih dapat dibenarkan.
Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang
dari 2 minggu.
Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkinpenderita akan
mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga,
kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
Kategori ini hendaknya digunakan untuk episode depresif berat tunggal
tanpa gejala psikotik, untuk episode selanjutnya harus digunakan
subkategori dari gangguan depresif berulang.

F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik


Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut
diatas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya
biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang
mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu.
Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina
atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat
dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat
ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan
(mood).

Pemeriksaan Fisik

Penampilan
Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin menunjukkan
sedikit sampai tidak ada kontak mata. Pakaian mereka mungkin tidak terawat,
kotor, berlubang, kumal, serta tidak cocok dengan ukuran badan. Bila seseorang
kehilangan berat badan secara signifikan, ukuran pakaiannya tidak akan cocok.
Kebersihan diri tercermin dari mood mereka yang rendah, yang ditunjukkan
dengan badan yang kurus, tidak bercukur, dan tidak membersihkan diri. Pada
wanita, kuku jari tangannya mungkin terdapat lapisan warna yang berbeda atau
sebagian warna yang rusak pada kuku mereka, bahkan cenderung kotor juga pada
tangannya. Rambut mereka juga tidak terurus. Bila orang ini bergerak, afek
depresi jelas terlihat. Mereka bergerak dengan lambat dan sangat sedikit yang
menunjukkan retardasi psikomotor. Mereka juga berbicara dengan suara yang
pelan atau suara yang monoton.

Afek/Suasana Perasaan
Afek depresi. Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam
episode depresi. Penderita merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan
terisolasi.

Pikiran
Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan mereka.
Gagasan yang negatif, perhatian nihilistik, dan mereka mempunyai suatu istilah
bahwa mereka bagaikan gelas yang separuh kosong. Pemikiran mereka lebih
berfokus tentang kematian dan tentang bunuh diri.

Persepsi
Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik dan
tanpa psikotik. Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan halusinasi
yang sesuai atau tidak dengan suasana hati. Penderita merasa telah berdosa,
bersalah, dan merasakan penyesalan yang sangat dalam.

Bunuh Diri
Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi. Mereka
adalah individu yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri.

Pembunuhan/Kekerasan
Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan
bunuh diri. Pada beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah tidak
berguna lagi untuknya dan untuk orang terdekatnya/orang lain.
Tilikan/Insight
Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai dirinya
sendiri. Penderita biasanya gagal dalam melakukan tindakan yang penting sebab
mereka sangat jatuh dan menurun dalam mengenali diri mereka sendiri. Meraka
memiliki sedikit pengertian terhadap diri mereka sendiri.

Kognitif
Pada depresi dan manik yang berat, penderita dapat mengalami kesulitan dalam
berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya.

Penatalaksanaan

1. Penentuan Kegawatdaruratan7
Pengobatan dari gangguan bipolar secara langsung terkait pada fase dari
episodenya, seperti depresi atau manik, dan derajat keparahan fase tersebut.
Contoh, seseorang dengan depresi yang ekstrim dan menunjukkan perilaku bunuh
diri memerlukan/mengindikasikan pengobatan rawat inap. Sebaliknya, seseorang
dengan depresi moderat yang masih dapat bekerja, diobati sebagai pasien rawat
jalan.

a) Rawat Inap

i. Berbahaya untuk diri sendiri


Pasien yang terutama dengan episode depresif, dapat terlihat dengan resiko
yang signifikan untuk bunuh diri. Percobaan bunuh diri yang serius dan
idea spesifik dengan rencana menghilangkan bukti, memerlukan observasi
yang ketat dan perlindungan pencegahan. Namun, bahaya bagi penderita
bisa datang dari aspek lain dari penyakit, contohnya seorang penderita
depresi yang tidak cukup makan beresiko kematian.
ii. Berbahaya bagi orang lain
Penderita gangguan bipolar dapat mengancam nyawa orang lain,
contohnya seorang penderita yang mengalami depresi yang berat meyakini
bahwa dunia itu sangat suram/gelap, sehingga ia berencana untuk
membunuh anaknya untuk membebaskan mereka dari kesengsaraan dunia.

iii. Hendaya Berat


Adakalanya depresi yang dialami terlalu dalam, sehingga orang tidak
dapat melakukan fungsinya sama sekali, meninggalkan orang seperti ini
sendirian sangat berbahaya dan tidak menyembuhkannya.

iv. Kondisi medis yang harus dimonitor


Contohnya penderita gangguan jiwa yang disertai gangguan jantung harus
berada di lingkungan medis, dimana obat psikotropik dapat dimonitor dan
diobservasi.

b) Rawat inap parsial atau program perawatan sehari


Secara umum, penderita ini memiliki gejala yang berat namun memiliki
tingkat pengendalian dan lingkungan hidup yang stabil.
Contohnya, penderita dengan depresi berat yang berpikir akan bunuh diri
tapi tidak berencana untuk melakukannya dan dapat memiliki tingkat motivasi
yang tinggi bila diberi banyak dukungan interpersonal, terutama sepanjang hari
dan dengan bantuan dan keterlibatan dari keluarga. Keluarga harus selalu berada
di rumah setiap malam dan harus peduli terhadap penderita. Rawat inap parsial
juga menjembatani untuk bisa segera kembali bekerja. Kembali secara langsung
ke pekerjaan seringkali sulit bagi penderita dengan gejala yang berat, dan rawat
inap parsial memberi dukungan dan hubungan interpersonal.

c) Rawat jalan
Pengobatan rawat jalan memiliki 4 tujuan utama.
i. Mencari stressornya dan mencari cara untuk menanganinya. Stressor ini
dapat berasal dari keluarga atau pekerjaan, dan bila terkumpul dapat
mendorong penderita menjadi depresi. Hal ini merupakan bagian dari
psikoterapi.
ii. Memonitor dan mendukung pemberian obat. Pengobatan membuat
perubahan yang luar biasa. Kuncinya adalah mendapatkan keuntungan dan
mencegah efek samping. Penderita memiliki rasa yang bertentangan
dengan pengobatan mereka. Mereka mengetahui bahwa obat membantu
dan mencegah mereka untuk dirawat inap, namun mereka juga
menyangkal memerlukannya. Oleh karena itu, harus dibantu untuk
mengarahkan perasaan mereka dan membantu mereka untuk mau
melanjutkan pengobatan.
iii. Membangun sekumpulan orang yang peduli. Hal ini merupakan satu dari
banyak alasan bagi para praktisi setuju dengan ambivalensi penderita
tentang pengobatan. Seiring perjalanan waktu, kekuatan sekumpulan orang
yang peduli membantu mempertahankan gejala penderita dalam keadaan
minimum dan membantu penderita tinggal dan diterima di masyarakat.
iv. Edukasi. Klinisi harus membantu edukasi bagi penderita dan keluarga
tentang penyakit bipolar. Mereka harus sadar dan waspada terhadap
bahaya penyalahgunaan zat, situasi yang mungkin memicu kekambuhan,
dan peran pengobatan yang penting. Dukungan kelompok bagi penderita
dan keluarga memiliki arti penting yang sangat luar biasa.

Keadaan kesehatan tubuh penderita gangguan bipolar juga harus


diperhatikan oleh para praktisi, termasuk keadaan kardiovaskular, diabetes,
masalah endokrin, infeksi, komplikasi sistem urinari, dan gangguan
keseimbangan elektrolit.

2. Terapi

a) Terapi Farmakologi8

Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang


dialami penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala
psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering
digunakan untuk episode manik akut dan sebagai mood stabilizer. Antidepresan
dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi akut (contoh, depresi berat).
Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga harus
diberikan.

Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat mood


stabilizer, penderita gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode
manik dan depresi. Obat ini bekerja dengan cara menstabilkan mood penderita
(sesuai namanya), juga dapat menstabilakn manik dan depresi yang ekstrim.
Antipsikosis atipikal seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone, aripiprazole dan
olanzapine, kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manik akut, bahkan
untuk menstabilkan mood pada depresi bipolar.
Table 1 FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens9
Nama Generik Nama Mani Mixe Maintenanc Depres
Dagang k d e i
Valproate Depakot X
e
Carbamazepine Equestro X X
extended release
Lamotrigine Lamictal X
Lithium X X
Aripiprazole Abilify X X X
Ziprasidone Geodon X X
Risperidone Risperda X X
l
Quetiapine Seroquel X X
Chlorpromazine Thorazin X
e
Olanzapine Zyprexa X X X
Olanzapine/fluoxetine Symbyax X
Combination
b) Terapi Non Farmakologi

Konsultasi
Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai
bila penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan
medikasi.

Diet
Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak
ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah
asupan garam, karena peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum
menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat
meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas.

Aktivitas
Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan olahraga/aktivitas
fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan
jadwal yang reguler meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun,
bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan peningkatan respirasi dapat
meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas litium.

Edukasi
Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan.
Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga
melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya
meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga
kualitas hidupnya.
o Penjelasan biologis tentang penyakit harus jelas dan benar. Hal ini
mengurangi perasaan bersalah dan mempromosikan pengobatan
yang adekuat.
o Memberi informasi tentang bagaimana cara memonitor penyakit
terutama tanda awal, pemunculan kembali, dan gejala. Pengenalan
terhadap adanya perubahan memudahkan langkah-langkah
pencegahan yang baik.
o Membantu penderita mengidentifikasi dan mengatasi stressor di
dalam kehidupannya.
o Informasi tentang kemungkinan kekambuhan penyakitnya.

Prognosis
Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada
penderita dengan depresi berat. Dalam 2 tahun pertama setelah episode awal, 40
50 % penderita mengalami serangan manik lain.8
Hanya 50 60 % penderita gangguan bipolar I dapat dikontrol dengan
litium terhadap gejalanya.
Pada 7 % penderita, gejala tidak kembali/mengalami penyembuhan, 45 %
penderita mengalami episode berulang, dan 40 % mengalami gangguan yang
menetap.
Seringkali perputaran episode depresif dan manik berhubungan dengan
usia.
Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi lebih buruk antara lain :
i. Riwayat pekerjaan yang buruk
ii. Penggunaan alkohol
iii. Gambaran psikotik
iv. Gambaran depresif diantara episode manik dan depresi
v. Adanya bukti keadaan depresif
vi. Jenis kelamin laki-laki
Indikator prognosis yang baik adalah sebagai berikut :
i. Fase manik (dalam durasi pendek)
ii. Onset terjadi pada usia yang lanjut
iii. Pemikiran untuk bunuh diri yang sedikit
iv. Gambaran psikotik yang sedikit
v. Masalah kesehatan (organik) yang sedikit

Daftar Pustaka
1. NIMH. Bipolar disorder [Internet]. 2010 [diunduh 04 Desember 2011].
Diunduh dari: http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-
disorder/complete-index.shtml
2. Membangun kesadaran - mengurangi resiko gangguan mental dan bunuh
diri [Internet]. 9 Maret 2007 [diunduh 04 Desember 2011]. Diunduh dari:
http://www.rsjlawang.com/artikel_070309a.html
3. Memahami kepribadian dua kutub. Majalah Farmacia [Internet]. Oktober
2006 [diunduh 04 Desember2011]; Diunduh dari: http://www.majalah-
farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=314
4. Gangguan kejiwaan dan macamnya [Internet]. 2007 [diunduh 04
Desember 2011]. Diunduh dari: http://ikhwah.informe.com/gangguan-
kejiwaan-dan-macamnya-dt262.html
5. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri [Widjaja K, alih
bahasa]. edisi 7 jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. Bab 15, Gangguan
Mood; hlm.777-833.
6. Rusdi M. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001.
7. Roxanne DE. Bipolar disorder (mania) [Internet]. 2011 [diunduh 04
Desember2011]. Diunduh dari:
http://www.medicinenet.com/bipolar_disorder/article.htm
8. Soreff S. Bipolar affective disorder treatment & management [Internet].
2011. [diperbarui 11 Jan 2011; diunduh 04 Desember. Diunduh dari;
http://emedicine.medscape.com/article/286342-treatment

Anda mungkin juga menyukai