Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN KASUS DAN REFERAT

GAGAL JANTUNG DEKOMPENSASI AKUT

Disusun oleh:

Difa Pradana Putra

030.12.080

Pembimbing:

Dr. Kabul Priyantoro, Sp.JP


KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM

RUMAH SAKIT UMUM KOTA BEKASI

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 14 NOVEMBER 2016 21 JANUARI 2017

2
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS DAN REFERAT DENGAN JUDUL

GAGAL JANTUNG DEKOMPENSASI AKUT

Disusun oleh :

Difa Pradana Putra

030.12.080

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Kabul Priyantoro, Sp.JP selaku pembimbing,
sebagai syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
di RSUD dr. Chasbullah A.M. Kota Bekasi
Periode 14 November 2016 21 Januari 2017

3
Bekasi, 5 Januari 2017

Dr. Kabul Priyantoro, Sp.JP

4
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah karena


dengan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus Gagal Jantung Dekompensasi Akut.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini dapat berjalan dengan
lancar dan dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis dikarenakan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu izinkan penulis untuk mengucapkan terima
kasih kepada:

1. Dr. Kabul Priyantoro, Sp.JP selaku dokter pembimbing atas segala


ilmu, bimbingan dan bantuannya selama penulis menjalani
kepaniteraan bagian ilmu penyakit dalam di RSAL dr. Mintohardjo

2. Para staf dan karyawan RSUD Kota Bekasi yang telah membantu dan
memberi pengarahan selama berlangsungnya kegiatan kepaniteraan

3. Keluarga penulis yang senantiasa mendukung dalam semua tahap


pencapaian

4. Teman-teman kepaniteraan klinik ilmu penyakit dalam atas bantuan


dan kebersamaannya.

Akhir kata, penulis berharap Allah SWT akan selalu melindungi kami semua
dan membalas segala kebaikan bagi semua pihak yang sudah membantu. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat.

Bekasi, 5 Januari 2017

5
Penulis

6
DAFTAR ISI

Lembar pengesahan ..ii

Kata pengantar .iii

Daftar Isi ..iv

BAB I : Pendahuluan .1

BAB II : Kasus ..2

Identitas..2

Anamnesis..2

Pemeriksaan Fisik..3

Pemeriksaan Penunjang..4

Diagnosis5

Follow Up...6

BAB III : Tinjauan Pustaka11

Definisi.11

Epidemiologi11

Etiologi.11
Patofisiologi.12

Klasifikasi13

Gejala klinis16

Penegakkan diagnosis..17

Pemeriksaan penunjang...18

Penatalaksanaan..19

7
Daftar Pustaka..22

8
BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung adalah permasalahan yang terus berkembang, lebih dari 20 juta
orang di seluruh dunia mengalami masalah ini. Prevalensi gagal jantung meningkat
seiring dengan umur, 6-10% mengenai usia lebih dari 65 tahun. Tidak sedikit juga
pasien yang dirawat di rumah sakit dengan diagnosis gagal jantung, terutama gagal
jantung dekompensasi akut. Insidens rawat inap gagal jantung terus meningkat dalam
3 dekade ini terlebih karena populasi geriatric yang meningkat, pasien perbaikan
setelah infark miokard dan terapi yang adekuat.

Faktor presipitasi terjadinya gagal jantung dekompensasi akut adalah kongesti


pulmonal dan sistemik akibat peningkatan tekanan jantung. Faktor tersebut
merupakan faktor yang paling sering ditemukan pada gagal jantung dekompensasi
akut.

Menejemen dari GJDA masih terbilang cukup menantang karena mencakup


kombinasi dari diuretic, vasodilator dan agen inotropic, untuk mencapai tujuan yaitu
euvolemik dan perfusi yang adekuat. Gagal jantung dekompensasi akut merupakan
penyakit yang butuh ditangani dengan cepat karena menyangkut organ vital manusia.
Maka dari itu dibutuhkan pengetahuan lebih mendalam mengenai penyakit dan
terapinya.
BAB II

KASUS

1. Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Umur : 53 tahun
Berat badan : 88 kg
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Supir
Alamat : Kp. Kelapa Dua RT 03/ RW 07

Tanggal MRS : 15 Desember 2016

2. Anamnesis
Autoanamnesis, 16 Desembe 2016

Keluhan utama : sesak

Keluhan tambahan : batuk , bengkak seluruh tubuh

Riwayat Penyakit Sekarang

Os dating dengan sesak yang dirasakan memberat sejak 4 jam SMRS. Sesak
memberat dengan aktivitas, jalan sedikit sudah merasa sesak, tidak berkurang
dengan istirahat, Nyeri dada, mual, muntah disangkal. Dirasakan kaki
membengkak.

Sesak dirasakan sejak 3 minggu. Sesak nafas dirasakan makin memberat


hingga mengganggu aktivitas. Sesak timbul saat melakukan aktivitas yang
cukup berat atau berjalan dengan jarak yang cukup jauh. Sesak berkurang jika
os istirahat. Sesak timbul juga pada malam hari sampai terbangun karena
sesaknya. Saat tidur os mengaku butuh 2-3 bantal untuk mengurangi sesaknya.
Os juga mengeluh adanya batuk yang tidak berdahak, demam dan keringat
malam disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
hipertensi (-), diabetes mellitus (-), pembengkakan jantung (+) tidak pernah
kontrol

Riwayat penyakit keluarga


Hipertensi (-), diabetes mellitus (-), jantung (-)

Riwayat kebiasaan
Merokok (+) 1 bungkus/ hari , alcohol (-), jarang berolahraga

3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang

Kesadaran : compos mentis

Gizi : obesitas (BMI = 30,4)

Tanda vital : TD : 120/80 mmHg

RR : 28x/menit

Nadi : 96x/menit

Suhu : 36,5 oC

Status Generalis
Kepala : Normocephali, simetris

Rambut: Hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut

Mata: Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Telinga: Normotia, sekret (-)

Hidung: deformitas (-), sekret (-), perdarahan (-)

Tonsil/Faring: T1/T1, hiperemis (-), edema (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-), JVP 5+3 cmH 2O
Thorax: Cor Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis teraba di sela iga V linea aksilaris
anterior, thrill (-)
- perkusi : batas kanan jantung redup di sela iga V linea
sternalis kanan, batas kiri jantung redup di sela iga V linea
aksilaris anterior, batas atas jantung redup di sela iga 3 linea
sternalis kiri
- Auskultasi: SI S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo Inspeksi : bentuk dada normal, gerak nafas simetris,

- Palpasi : vocal fremitus menurun di hemithorax kanan

- Perkusi : redup di 1/3 basal hemithorax kanan

- Auskultasi: suara nafas vesikuler /+, ronkhi basah di 1/3


basal hemithorax -/+,

wheezing -/-

Abdomen: inspeksi : buncit


Auskultasi : bising usus (+)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatojugular reflux (+)
Perkusi: timpani, shifting dullness (+)
Ekstremitas: akral hangat, CRT< 2 detik, pitting oedem di kedua ekstremitas
bawah

4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
15 Desember 16 Desember
Leukosit 7.700 Asam urat 8,5

Hb 10,9 Trigliserida
56
Ht 36,1
Kolesteroltotal
Trombosit 217 125
Ureum 51 HDL 33
Kreatinin 1,36 LDL 81
Albumin 1,57 GDP 89
Globulin 5,23 Na = 139
Troponin I 0,01 K = 3,5
Cl = 102

Table 1. hasil laboratorium

b. EKG:
- 15 Desember
Interpretasi EKG
Irama: Sinus, Rate: 100x/menit, Aksis: normal , Gel P: >0.04s, 0.1mV, diikuti
QRS, PR interval: 0.12s , QRS complex: 0.08s, RSR di V5,V6 , ST segmen:
normal , Gel T: inversi (-)
Kesan = old anterior miokard infark dengan pembesaran atrium kiri

- 16 Desember
Interpretasi EKG
Irama: Sinus takikardi , Rate: 120x/menit, Aksis: right axis deviation, Gel P:
>0.04s, 0.1mV, diikuti QRS, PR interval: 0.12s , QRS complex: 0.12s, RSR
di V6 , ST segmen: normal , Gel T: inversi (-)
Kesan = old anterior miokard infark dengan pembesaran atrium kiri

c. Rontgen thorax PA (15 Desember)


Interpretasi: - cor: CTR >50% , pinggang jantung mendatar
- Pulmo: Corakan bronkovaskuler bertambah, infiltrate di
medial kedua lapang paru, gambaran batwing di lapang paru
kanan, Perselubungan homogen di hemithorax kanan
Kesan: kardiomegali dengan edema paru dan efusi pleura kanan

Diagnosis kerja

Pada pasien ditemukan kriteria mayor Framingham :

- Paroksismal Nocturnal Dispnea


- Peningkatan JVP
- Ronkhi Paru
- Distensi Vena Leher
- Edema Paru Akut
- Hepato Jugular Reflux
Ditemukan kriteria minor Framingham:

- Edema ekstremitas
- Batuk di malam hari
- Dyspnea on Effort
- Efusi Pleura
Diagnosis : Gagal Jantung Dekompensasi Akut/ ADHF pada CHF e.c CAD

5. Follow Up
16 Desember:
S: sesak (+), batuk, kaki bengkak

O: TD 120/80 mmHg HR: 100x/m RR: 24x/m Suhu:36oC

Keadaan umum: tampak sakit sedang

Cor: S1 S2 reg, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler, Ronkhi basah di basal +/+, wheezing +/+

Ekstremitas : oedem pitting kedua ekstremitas bawah

A: ADHF warm and wet pada CHF e.c. CAD

P : Ramipril 2x 2,5 mg
Lasix inj 5 x II amp
Spironolacton 2x 50 mg
Ascardia 1x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Atorvastatin 1x 20 mg
Acetyl Cystein 3 x 1
Digoxin 1 x 0,25 mg

17 Desember:
S: sesak (+) berkurang, kaki bengkak

O: TD 120/70 mmHg HR: 92x/m RR: 22x/m Suhu:36oC

Keadaan umum: tampak sakit sedang

Cor: S1 S2 reg, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler, Ronkhi basah di basal +/+, wheezing +/+


Ekstremitas : oedem pitting kedua ekstremitas bawah

A: CHF e.c. CAD

P : Ramipril 2x 2,5 mg
Lasix inj 5 x II amp
Spironolacton 2x 50 mg
Ascardia 1x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Atorvastatin 1x 20 mg
Acetyl Cystein 3 x 1
Digoxin 1 x 0,25 mg
Bisoprolol 1 x 1,25 mg

18 Desember:
S: sesak (+) berkurang, kaki bengkak

O: TD 120/80 mmHg HR: 88x/m RR: 22x/m Suhu:36oC

Keadaan umum: tampak sakit sedang

Cor: S1 S2 reg, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler, Ronkhi basah di basal +/+, wheezing +/+

Ekstremitas : oedem pitting kedua ekstremitas bawah

A: CHF e.c. CAD

P : Ramipril 2x 2,5 mg
Lasix inj 5 x II amp
Spironolacton 2x 50 mg
Ascardia 1x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Atorvastatin 1x 20 mg
Acetyl Cystein 3 x 1
Digoxin 1 x 0,25 mg
Bisoprolol 1 x 1,25 mg

Konsul Sp. P

19 Desember:
S: sesak (+) berkurang, kaki bengkak

O: TD 120/80 mmHg HR: 80x/m RR: 20x/m Suhu:36oC

Keadaan umum: tampak sakit sedang

Cor: S1 S2 reg, murmur (-), gallop (-)

Pulmo: vesikuler, Ronkhi basah di basal +/+, wheezing +/+

Ekstremitas : oedem pitting kedua ekstremitas bawah

A: CHF e.c. CAD

P : Ramipril 2x 2,5 mg
Lasix inj 5 x II amp
Spironolacton 2x 50 mg
Ascardia 1x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Atorvastatin 1x 20 mg
Acetyl Cystein 3 x 1
Digoxin 1 x 0,25 mg
Bisoprolol 1 x 1,25 mg

Levofloxacin 1x 500mg
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala gejala
atau tanda tanda gagal jantung yang berakibat diperlukannya tindakan secara cepat.
Dapat berupa serangan pertama gagal jantung, atau perburukan dari gagal jantung
kronik sebelumnya. 1

2.2 Epidemiologi

Gagal jantung akut menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia. Prevalensi


kasus gagal jantung menigkat seiring menigkatnya usia: 0,7 % (40-45 tahun), 1,3 %
(55-64 tahun), dan 8,4 % (65 tahun ke atas). Lebih dari 40% pasien gagal jantung
memiliki ejeksi fraksi lebih dari 50%. Pada usia 40 tahun risiko terjadinya gagal
jantung pada pria sekitar 21% dan pada wanita sekitar 20,3%. 2
Dari survey registrasi rumah sakit angka perawatan untuk kasus yang
berhubungan dengan gagal jantung didapatkan perempuan 4,7% dan laki-laki 5,1%.
Sebagian besar dari kasus ini merupakan eksaserbasi akut dari gagal jantung kronik.3

Prevalensi gagal jantung berdasarkan hasil Riskesdas 2013 di Indonesia sebesar


0,13% dan meningkat seiring bertambahnya umur, tertinggi pada umur 65 74 tahun.
Perempuan lebih banyak mengalami gagal jantung dibanding laki-laki.4

2.3 Etiologi

Penyebab dan faktor pencetus timbulnya gagal jantung akut dapat


dikelompokkan menjadi 6 bagian besar, yaitu:

1. penyakit jantung iskemik: - sindrom coroner akut


- infark ventrikel kanan

2. valvular : - stenosis
- regurgitasi
- endocarditis
- diseksi aorta
3. miopati : - postpartum kardiomiopati
- miokarditis akut

4. hipertensi / aritmia
5. kegagalan sirkulasi : - septicemia
- anemia
- tamponade
- emboli paru

6. dekompensasi pada gagal jantung kronik:


- ketidakpatuhan minum obat
- volume overload
- infeksi (pneumonia)
- operasi
- disfungsi ginjal
- asma / PPOK
- penyalahgunaan obat / alcohol1,5
Keadaan yang menyebabkan gagal jantung secara cepat

- Gangguan takiaritmia atau bradikakardia yang berat


- Sindroma koroner akut

- Komplikasi mekanis pada sindroma koroner akut (rupture septum


intravetrikuler, akut regurgitasi mitral, gagal jantung kanan)

- Emboli paru akut

- Krisis hipertensi

- Diseksi aorta

- Tamponade jantung

- Masalah perioperative dan bedah

- Kardiomiopati peripartum

Keadaan yang menyebabkan gagal jantung yang tidak terlalu cepat

- Infeksi ( termasuk infektif endocarditis )

- Eksaserbasi akut PPOK / asma

- Anemia

- Disfungsi ginjal

- Ketidakpatuhan berobat

- Penyebab iatrogenik ( obat kortikosteroid, NSAID )

- Aritmia, bradikardia, dan gangguan konduksi yang tidak


menyebabkan perubahan mendadak laju nadi

- Hipertensi tidak terkontrol

- Hiper dan hipotiroidisme

- Penggunaan obat terlarang dan alcohol. 6


2.4 Patofisiologi

Kegagalan pada jantung disebabkan oleh satu atau lebih dari beberapa
mekanisme dibawah ini :7

1. Kegagalan pompa
Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah atau tidak adekuat atau
karena relaksasi otot jantung yang tidak cukup untuk terjadinya pengisian
ventrikel.

2. Obstruksi aliran
Obstruksi dapat disebabkan adanya lesi yang mencegah terbukanya katup atau
keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel jantung,
misalnya stenosis aorta, hipertensi sistemik, atau koarktasio aorta.

3. Regurgitasi
Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik dan beban kerja jantung,
misalnya ventrikel pada regurgitasi aorta atau atrium pada regurgitasi mitral.
4. Gangguan Konduksi
Menyebabkan kontraksi miokardium yang tidak maksimal dan tidaak efisien.

Beberapa keadaan di atas dapat menyebabkan overload volume dan tekanan

serta disfungsi regional pada jantung yang akan meningkatkan beban kerja jantung
dan menyebabkan hipertrofi otot jantung dan atau dilatasi ruang jantung atau
remodeling jantung. Terjadinya remodeling merupakan bagian dari mekanisme
kompensasi tubuh untuk memelihara tekanan arteri dan perfusi organ vital jika
terdapat beban hemodinamik berlebih atau gangguan kontraktilitas miokardium,
melalu mekanisme berikut:7
1. Mekanisme Frank-Starling, dengan meningkatkan dilatasi preload
(meingkatkan cross-bridge dalam sarkomer) sehingga memperkuat
kontraktilitas.
2. Perubahan struktural miokardium, dengan peningkatan massa otot (hipertrofi)
dengan atau tanpa dilatasi ruang jantung sehinga massa jaringan kontraktil
meningkat.
3. Aktivasi sistem neurohormonal, terutama pelepasan norepinefrin
meningkatkan frekuensi denyut jantung, kontraktilitas miokardium, dan
resistensi vascular, aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron, dan
pelepasan atrial natriuretic peptide.
Mekanisme tersebut dapat mempertahankan kemampuan jantung memompa darah
pada tingkat yang relative normal, tetapi hanya untuk sementara. Jika mekanisme
kompensasi tersebut gagal, maka terjadi disfungsi kardiovaskular yang dapat
berakhir dengan gagal jantung.7,12

2.5 Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi yang dipakai dalam menentukan gagal jantung,


klasifikasi bentuk gagal jantung akut dari The European Society of Cardiology (ESC),
klasifikasi New York Heart Association (NYHA) untuk menilai derajat gangguan
kapasitas fungsionalnya, klasifikasi Forrester yang lebih memfokuskan pada
keparahan mengenai presentasi klinis pada infark akut dari segi hemodinamika.

a. Klasifikasi menurut ESC


Pasien dengan gagal jantung akut biasanya akan memperlihatkan salah satu
dari enam manifestasi klinis gagal jantung akut.
1. Gagal jantung kronis dekompensasi akut
Dapat baru pertama kali (de novo) atau dekompensasi dari gagal jantung
kronis sebelumnya (acute on chronic). Terdapat kongesti sistemik maupun
paru.

2. Edema paru
Didominasi oleh respiratory distress berat, pernapasan cepat, orthopnoe
dan ronki halus seluruh lapang paru. Saturasi O2 biasanya <90% sebelum
terapi.
3. Gagal jantung hipertensif
Gejala dan tanda gagal jantung disertai tekanan darah tinggi, takikardi.
4. Syok kardiogenik
Tanda hipoperfusi jaringan, tekanan darah sistolik <90mmHg atau
turunnya mean arteriol pressure >30mmHg, tidak produksi urin /
berkurang <0,5ml/kg/jam.
5. Gagal jantung kanan
Dijumpai sindrom low output tanpa disertai kongesti paru dengan
peningkatan tekanan vena jugularis, hepar bisa didapatkan membesar atau
tidak, dan hipotensi.
6. High output failure
Ditandai dengan curah jantung yang tinggi, biasanya dengan laju denyut
jantung yang tinggi, jaringan perifer hangat, kongesti paru, dan kadang
disertai tekanan darah yang rendah seperti pada syok septik.5

b. Klasifikasi NYHA
NYHA membagi gagal jantung berdasarkan tingkat aktivitas dan timbulnya
keluhan

Kelas I : penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan


aktivitas fisik. Aktivitas sehari-hari tidak menimbulkan
keluhan
Kelas II : penderita dengan kelainan jantung yang berakibat
pembatasan ringan aktivitas fisik sehari, merasa lebih
baik saat istirahat. Aktivitas sehari-hari menyebabkan
kelelahan, palpitasi, dyspnea, atau angina
Kelas III : penderita dengan kelainan jantung yang berakibat
pembatasan berat pada aktivitas fisik. Merasa lebih baik
saat istirahat. Aktivitas yang kurang dari rutinitas sehari-
hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, dyspnea, atau
angina
Kelas IV : penderita dengan kelainan jantung tidak mampu
melakukan aktivitas fisik apapun karena keluhan pun
timbul saat istirahat8

c. Klasifikasi Forrester
Klasifikasi ini membantu dalam rujukan terapi pada fase inisial.
Kongesti (-) Kongesti (+)
edema paru,
orthopnoe / PND, edema
perifer, dilatasi vena
jugular, hepatomegaly,
asites, refluks
hepatojugular
Hipoperfusi (-)
Warm - Dry Warm Wet

Hipoperfusi (+)
Akral dingin,
Cold Dry Cold Wet
oliguria, delirium,
pusing,
Tabel 2. Klasifikasi Forrester9

2.6 Penegakkan Diagnosis


Diagnose gagal jantung akut ditegakkan berdasarkan gejala, tanda, dan
penilaian klinis, didukung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, foto toraks,
laboratorium darah, biomarker, dan ekokardiografi.6

Pasien dengan gagal jantung harus memenuhi kriteria berikut:

Gejala tipikal gagal jantung, seperti sesak saat istirahat dan atau
beraktivitas, kelelahan, kaki bengkak
Tanda tipikal gagal jantung, yaitu takikardi, takipnea, efusi pleura,
peningkatan JVP, edema perifer, hepatomegaly
Bukti objektif abnormalitas dari struktur maupun fungsional jantung,
seperti kardiomegali, bunyi jantung 3, murmur, abnormalitas
ekokardiogram.1

Kriteria Mayor Kriteria Minor

Paroksismal nocturnal dyspnea Edema ekstremitas


Distensi vena leher Batuk malam hari
Ronki paru Dyspnea on effort
Kardiomegali Hepatomegaly
Edema paru akut Efusi pleura
Gallop S3 Penurunan kapasitas vital dari normal
Peningkatan JVP Takikardi (>120bpm)
Refluks hepatojugular

Penurunan BB 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan

Diagnosis minimal 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor

Table 3. Kriteria Framingham10

Berdasarkan gejala dan penemuan klinis, diagnosis gagal jantung dapat


ditegakkan bila pada pasien didapatkan paling sedikit 1 kriteria mayor dan 2 kriteria
minor dari Kriteria Framingham.10

2.7 Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan yang diperlukan :

Elektrokardiografi dapat memberikan informasi mengenai ritme, sistem


konduksi, frekuensi jantung, serta seringkali etiologi.
Foto thoraks untuk menilai derajat kongesti paru dan kelainan pada paru
dan jantung. Kardiomegali merupakan temuan yang penting. Pada paru,
adanya dilatasi vena lobus atas, edema vascular, edema interstisial, dan
cairan alveolar membuktikan adanya hipertensi pulmonal.
Ekokardiografi dapat memberikan penilaian yang cepat terhadap volume
ventrikel, fungsi sistolik dan diastolic, penebalan dinding jantung, dan
fungsi katup.
Analisa gas darah untuk melihat oksigenasi, fungsi respirasi dan
keseimbangan asam basa.
Laboratorium darah : darah lengkap, elektrolit, ureum dan kreatinin, gula
darah, albumin, fungsi hati dan INR
Biomarker: B-type natriuretic peptide (BNP dan NT-proBNP)
Enzim jantung: troponin dan CK-MB6,8

2.8 Penatalaksanaan
Terapi pada gagal jantung akut adalah diuretic dan vasodilator. Setelah pasien
stabil maka dilanjutkan dengan terapi maintenance. Pada fase akut, yang menjadi
tujuannya adalah mengatasi sesak dan mengurangi overload. Saat pasien sudah stabil,
sesak berkurang, bengkak berkurang, pasien masuk ke tahap pemeliharaan dengan
obat ACEI/ARB dan blocker.

Tabel 4. Rekomendasi terapi pasien gagal jantung akut dengan


edema/kongesti paru tanpa syok.

- Diuretika loop (IV) driekomendasikan untuk mengurangi sesak nafas, dan kongesti.
Gejala , urin, fungsi renal dan elektrolit harus diawasi secara berkala selama
penggunaan diuretika IV

- Pemberian Oksigen dosis tinggi direkomendasikan bagi pasien dengan saturasi perifer
< 90% atau PaO2 < 60 mmHg, untukmemperbaiki hipoksemia

- Profilaksis tromboemboli direkomendasikan pada pasien yang belum mendapat


antikoagulan dan tidak memiliki kontraindikasi terhadap antikoagulan, untuk
menurunkan risiko deep vein thrombosis dan emboli paru

- Pemberian ventilasi non invasive (CPAP, dll) harus dipertimbangkan bagi pasien
dengan edema paru dan pernafasan > 20x/ menit untuk mengurangi sesak nafas,
mengurangi hiperkapnia dan asidosis. Ventilasi non invasive dapat menurunkan
tekanan darah dan tidak dipergunakan pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 85
mmHg

- Opium (IV) harus dipertimbangkan terutama bagi pasien yang gelisah, cemas atau
distress untuk menghilangkan gejala-gejala tersebut dan mengurangi sesak nafas.
Kesadaran dan usaha nafas harus diawasi secara ketat, karena pemberian obat ini
dapat menekan pernafasan

- Pemberian nitrat (IV) harus dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti paru
dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki stenosis katup
mitral dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan resistensi
vascular sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan kongesti. Gejala dan
tekanan darah harus dimonitor secara ketat selama pemberian obat ini.

- Infus sodium nitroprusid dapat dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti paru
dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki stenosis katup
mitral dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan resistensi
vascular sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan kongesti. Gejala dan
tekanan darah harus dimonitor secara ketat selama pemberian obat ini.
- Obat inotropic TIDAK direkomendasikan kecuali pasien mengalami hipotensi
( tekanan darah sistolik < 85 mmHg ), hipoperfusi atau syok, dikarenakan faktor
keamanannya (bias menyebabkan aritmia atrial/ventricular, iskemia miokard dan
kematian)

PERKI: Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung.2015.6

DIURETIK

Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status
euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus
diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.

Tabel5. Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung.

Diuretik Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)

Diuretik Loop

Furosemide 20 40 40 240

Bumetanide 0.5 1.0 15

Torasemide 5 10 10 20

Tiazide

Hidrochlortiazide 25 12.5 100

Metolazone 2.5 2.5 10

Indapamide 2.5 2.5 5

Diuretik hemat kalium

Spironolakton (+ACEI/ARB) 12.5 25 (+ACEI/ARB) 50

(- ACEI/ARB) 50 (- ACEI/ARB) 100 - 200

6
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012
ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACE-I)

ACE-I harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan angka kelangsungan hidup. ACE-I kadang menyebabkan
perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema
(jarang), oleh sebab itu ACE-I hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal
adekuat dan kadar kalium normal.6

PENYEKAT

Penyekat harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan
fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. Penyekat memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,
dan meningkatkan kelangsungan hidup. Kontraindikasi pemberian penyekat yaitu
Asma, Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu
jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit).6

ANTAGONIS ALDOSTERON

Penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua
pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas
fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat.
Antagonis aldosterone mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup. Kontraindikasi pemberian antagonis
aldosterone antara lain, Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L Serum kreatinin> 2,5
mg/dL, bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium, Kombinasi
ACEI dan ARB.6
ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)

Kecuali kontraindikasi, ARB direkomendasikan pada pasien gagal jantung


dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 % yang tetap simtomatik walaupun sudah
diberikan ACEI dan penyekat dosis optimal, kecuali juga mendapat antagonis
aldosteron. Terapi dengan ARB memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung. ARB
direkomedasikan sebagai alternative pada pasien intoleran ACEI.6

Tabel 4. Dosis obat yang umumnya dipakai pada gagal jantung.

Dosis awal (mg) Dosis target (mg)

ACEI

Captopril 6,25 (3 x/hari) 50 - 100 (3 x/hari)

Enalapril 2,5(2 x/hari) 10 - 20 (2 x/har)

Lisinopril 2,5 - 5 (1 x/hari) 20 - 40(1 x/hari)

Ramipril 2,5 (1 x/hari) 5 (2 x/hari)

Perindopril 2 (1 x/hari) 8 (1 x/hari)

ARB

Candesartan 4 / 8 (1 x/hari) 32 (1 x/hari)

Valsartan 40 (2 x/hari) 160 (2 x/hari)

Antagonis aldosteron

Eplerenon 25 (1 x/hari) 50 (1 x/hari)

Spironolakton 25 (1 x/hari) 25 - 50 (1 x/hari)

Penyekat

Bisoprolol 1,25 (1 x/hari) 10 (1 x/hari)

Carvedilol 3,125 (2 x/hari) 25 - 50 (2 x/hari)

Metoprolol 12,5 / 25 (1 x/hari) 200 (1 x/hari)


ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012

DIGOKSIN

Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat
beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel
kiri 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan
angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak
mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup.6

Statin

Walaupun telah banyak penelitian-penelitian besar mengenai statin dengan


data yang membuktikan manfaat statin, namun sebagain banyak penelitian tersebut
tidak memasukan pasien gagal jantung dedalam subyeknya. Ada beberapa penelitian
mengenai statin pada gagal jantung kronis, namun hasilnya tidak menyatakan
manfaat yang jelas statin, walaupun tidak juga menyatakan bahaya dari pemberian
obat ini.6

Antikoagulan oral

Sampai saat ini belum terdapat data yang menyatakan bahwa antikoagulan
oral terbukti lebih baik dalam penurunan mortalitas dan morbiditas pada gagal
jantung bila dibandingkan dengan plasebo atau aspirin.6

Ketaatan pasien berobat

Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup


pasien. Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi
farmakologi maupun non-farmakologi

Pemantauan berat badan mandiri


Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan
berat badan > 2 kg dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas
pertmbangan dokter (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti C)

Asupan cairan

Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala
berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan
gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis

Pengurangan berat badan

Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup .6
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku


Ajar Ilmu Penyakit Dalam, ed 5(II). Jakarta;Interna Publishing;2009.
P:1586-95.
2. Permenkes No 5 Tahun 2014 : Panduan Praktis Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer, 2014.
3. American Heart Association. Heart Disease and Stroke Statistic 2004
Update. Dallas,TX : American Heart Association :2004.
4. RISKESDAS 2013. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan
Kementerian Kesehatan RI. 2013. P:92.
5. Joseph SM, Cedars AM, Ewald GA, Geltman EM, Mann DL. Acute
decompensated heart failure.Texas Heart Inst J 2009;36(6);510-20.
6. Siswanto BB, et al. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung, ed 1.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia;2015. P:3-10.
7. Manurung D. 2010. Tata Laksana Gagal Jantung Akut. Dalam (Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S ed). Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Ed 5. Jakarta: InternaPublishing, 1515-9.

8. Ponikowski P, et al. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment
of acute and chronic heart failure. Eu Heart J 2016;37;2171-83. Doi:
10.1093/eurheart/ehw128
9. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, et al, editor. Harrisons
principles of internal medicine, 19th ed. USA; Mc Graw Hill Education;
2013.
10. Figueroa MS, Peters JI. Congestive heart failure: diagnosis,
pathophysiology, therapy, and implications for respiratory care. Respir
care 2006;51(4);403-12.
11. Metra M, et al. Acute heart failure: multiple clinical profiles and
mechanisms require tailored therapy. Int J Cardiol 2010.
Doi:10.1016/j.ijcard.2010.04.003

Anda mungkin juga menyukai