Disusun oleh:
030.12.080
Pembimbing:
2
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh :
030.12.080
Telah diterima dan disetujui oleh dr. Kabul Priyantoro, Sp.JP selaku pembimbing,
sebagai syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
di RSUD dr. Chasbullah A.M. Kota Bekasi
Periode 14 November 2016 21 Januari 2017
3
Bekasi, 5 Januari 2017
4
KATA PENGANTAR
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini dapat berjalan dengan
lancar dan dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis dikarenakan bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak, untuk itu izinkan penulis untuk mengucapkan terima
kasih kepada:
2. Para staf dan karyawan RSUD Kota Bekasi yang telah membantu dan
memberi pengarahan selama berlangsungnya kegiatan kepaniteraan
Akhir kata, penulis berharap Allah SWT akan selalu melindungi kami semua
dan membalas segala kebaikan bagi semua pihak yang sudah membantu. Semoga
laporan kasus ini dapat memberikan manfaat.
5
Penulis
6
DAFTAR ISI
BAB I : Pendahuluan .1
Identitas..2
Anamnesis..2
Pemeriksaan Fisik..3
Pemeriksaan Penunjang..4
Diagnosis5
Follow Up...6
Definisi.11
Epidemiologi11
Etiologi.11
Patofisiologi.12
Klasifikasi13
Gejala klinis16
Penegakkan diagnosis..17
Pemeriksaan penunjang...18
Penatalaksanaan..19
7
Daftar Pustaka..22
8
BAB I
PENDAHULUAN
Gagal jantung adalah permasalahan yang terus berkembang, lebih dari 20 juta
orang di seluruh dunia mengalami masalah ini. Prevalensi gagal jantung meningkat
seiring dengan umur, 6-10% mengenai usia lebih dari 65 tahun. Tidak sedikit juga
pasien yang dirawat di rumah sakit dengan diagnosis gagal jantung, terutama gagal
jantung dekompensasi akut. Insidens rawat inap gagal jantung terus meningkat dalam
3 dekade ini terlebih karena populasi geriatric yang meningkat, pasien perbaikan
setelah infark miokard dan terapi yang adekuat.
KASUS
1. Identitas Pasien
Nama : Tn. T
Umur : 53 tahun
Berat badan : 88 kg
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Supir
Alamat : Kp. Kelapa Dua RT 03/ RW 07
2. Anamnesis
Autoanamnesis, 16 Desembe 2016
Os dating dengan sesak yang dirasakan memberat sejak 4 jam SMRS. Sesak
memberat dengan aktivitas, jalan sedikit sudah merasa sesak, tidak berkurang
dengan istirahat, Nyeri dada, mual, muntah disangkal. Dirasakan kaki
membengkak.
Riwayat kebiasaan
Merokok (+) 1 bungkus/ hari , alcohol (-), jarang berolahraga
3. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
RR : 28x/menit
Nadi : 96x/menit
Suhu : 36,5 oC
Status Generalis
Kepala : Normocephali, simetris
Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-), JVP 5+3 cmH 2O
Thorax: Cor Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
- Palpasi : iktus cordis teraba di sela iga V linea aksilaris
anterior, thrill (-)
- perkusi : batas kanan jantung redup di sela iga V linea
sternalis kanan, batas kiri jantung redup di sela iga V linea
aksilaris anterior, batas atas jantung redup di sela iga 3 linea
sternalis kiri
- Auskultasi: SI S2 regular, murmur (-), gallop (-)
Pulmo Inspeksi : bentuk dada normal, gerak nafas simetris,
wheezing -/-
4. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
15 Desember 16 Desember
Leukosit 7.700 Asam urat 8,5
Hb 10,9 Trigliserida
56
Ht 36,1
Kolesteroltotal
Trombosit 217 125
Ureum 51 HDL 33
Kreatinin 1,36 LDL 81
Albumin 1,57 GDP 89
Globulin 5,23 Na = 139
Troponin I 0,01 K = 3,5
Cl = 102
b. EKG:
- 15 Desember
Interpretasi EKG
Irama: Sinus, Rate: 100x/menit, Aksis: normal , Gel P: >0.04s, 0.1mV, diikuti
QRS, PR interval: 0.12s , QRS complex: 0.08s, RSR di V5,V6 , ST segmen:
normal , Gel T: inversi (-)
Kesan = old anterior miokard infark dengan pembesaran atrium kiri
- 16 Desember
Interpretasi EKG
Irama: Sinus takikardi , Rate: 120x/menit, Aksis: right axis deviation, Gel P:
>0.04s, 0.1mV, diikuti QRS, PR interval: 0.12s , QRS complex: 0.12s, RSR
di V6 , ST segmen: normal , Gel T: inversi (-)
Kesan = old anterior miokard infark dengan pembesaran atrium kiri
Diagnosis kerja
- Edema ekstremitas
- Batuk di malam hari
- Dyspnea on Effort
- Efusi Pleura
Diagnosis : Gagal Jantung Dekompensasi Akut/ ADHF pada CHF e.c CAD
5. Follow Up
16 Desember:
S: sesak (+), batuk, kaki bengkak
P : Ramipril 2x 2,5 mg
Lasix inj 5 x II amp
Spironolacton 2x 50 mg
Ascardia 1x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Atorvastatin 1x 20 mg
Acetyl Cystein 3 x 1
Digoxin 1 x 0,25 mg
17 Desember:
S: sesak (+) berkurang, kaki bengkak
P : Ramipril 2x 2,5 mg
Lasix inj 5 x II amp
Spironolacton 2x 50 mg
Ascardia 1x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Atorvastatin 1x 20 mg
Acetyl Cystein 3 x 1
Digoxin 1 x 0,25 mg
Bisoprolol 1 x 1,25 mg
18 Desember:
S: sesak (+) berkurang, kaki bengkak
P : Ramipril 2x 2,5 mg
Lasix inj 5 x II amp
Spironolacton 2x 50 mg
Ascardia 1x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Atorvastatin 1x 20 mg
Acetyl Cystein 3 x 1
Digoxin 1 x 0,25 mg
Bisoprolol 1 x 1,25 mg
Konsul Sp. P
19 Desember:
S: sesak (+) berkurang, kaki bengkak
P : Ramipril 2x 2,5 mg
Lasix inj 5 x II amp
Spironolacton 2x 50 mg
Ascardia 1x 80 mg
ISDN 3 x 5 mg
Atorvastatin 1x 20 mg
Acetyl Cystein 3 x 1
Digoxin 1 x 0,25 mg
Bisoprolol 1 x 1,25 mg
Levofloxacin 1x 500mg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai serangan cepat dari gejala gejala
atau tanda tanda gagal jantung yang berakibat diperlukannya tindakan secara cepat.
Dapat berupa serangan pertama gagal jantung, atau perburukan dari gagal jantung
kronik sebelumnya. 1
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
2. valvular : - stenosis
- regurgitasi
- endocarditis
- diseksi aorta
3. miopati : - postpartum kardiomiopati
- miokarditis akut
4. hipertensi / aritmia
5. kegagalan sirkulasi : - septicemia
- anemia
- tamponade
- emboli paru
- Krisis hipertensi
- Diseksi aorta
- Tamponade jantung
- Kardiomiopati peripartum
- Anemia
- Disfungsi ginjal
- Ketidakpatuhan berobat
Kegagalan pada jantung disebabkan oleh satu atau lebih dari beberapa
mekanisme dibawah ini :7
1. Kegagalan pompa
Terjadi akibat kontraksi otot jantung yang lemah atau tidak adekuat atau
karena relaksasi otot jantung yang tidak cukup untuk terjadinya pengisian
ventrikel.
2. Obstruksi aliran
Obstruksi dapat disebabkan adanya lesi yang mencegah terbukanya katup atau
keadaan lain yang menyebabkan peningkatan tekanan ventrikel jantung,
misalnya stenosis aorta, hipertensi sistemik, atau koarktasio aorta.
3. Regurgitasi
Regurgitasi dapat meningkatkan aliran balik dan beban kerja jantung,
misalnya ventrikel pada regurgitasi aorta atau atrium pada regurgitasi mitral.
4. Gangguan Konduksi
Menyebabkan kontraksi miokardium yang tidak maksimal dan tidaak efisien.
serta disfungsi regional pada jantung yang akan meningkatkan beban kerja jantung
dan menyebabkan hipertrofi otot jantung dan atau dilatasi ruang jantung atau
remodeling jantung. Terjadinya remodeling merupakan bagian dari mekanisme
kompensasi tubuh untuk memelihara tekanan arteri dan perfusi organ vital jika
terdapat beban hemodinamik berlebih atau gangguan kontraktilitas miokardium,
melalu mekanisme berikut:7
1. Mekanisme Frank-Starling, dengan meningkatkan dilatasi preload
(meingkatkan cross-bridge dalam sarkomer) sehingga memperkuat
kontraktilitas.
2. Perubahan struktural miokardium, dengan peningkatan massa otot (hipertrofi)
dengan atau tanpa dilatasi ruang jantung sehinga massa jaringan kontraktil
meningkat.
3. Aktivasi sistem neurohormonal, terutama pelepasan norepinefrin
meningkatkan frekuensi denyut jantung, kontraktilitas miokardium, dan
resistensi vascular, aktivasi system renin-angiotensin-aldosteron, dan
pelepasan atrial natriuretic peptide.
Mekanisme tersebut dapat mempertahankan kemampuan jantung memompa darah
pada tingkat yang relative normal, tetapi hanya untuk sementara. Jika mekanisme
kompensasi tersebut gagal, maka terjadi disfungsi kardiovaskular yang dapat
berakhir dengan gagal jantung.7,12
2.5 Klasifikasi
2. Edema paru
Didominasi oleh respiratory distress berat, pernapasan cepat, orthopnoe
dan ronki halus seluruh lapang paru. Saturasi O2 biasanya <90% sebelum
terapi.
3. Gagal jantung hipertensif
Gejala dan tanda gagal jantung disertai tekanan darah tinggi, takikardi.
4. Syok kardiogenik
Tanda hipoperfusi jaringan, tekanan darah sistolik <90mmHg atau
turunnya mean arteriol pressure >30mmHg, tidak produksi urin /
berkurang <0,5ml/kg/jam.
5. Gagal jantung kanan
Dijumpai sindrom low output tanpa disertai kongesti paru dengan
peningkatan tekanan vena jugularis, hepar bisa didapatkan membesar atau
tidak, dan hipotensi.
6. High output failure
Ditandai dengan curah jantung yang tinggi, biasanya dengan laju denyut
jantung yang tinggi, jaringan perifer hangat, kongesti paru, dan kadang
disertai tekanan darah yang rendah seperti pada syok septik.5
b. Klasifikasi NYHA
NYHA membagi gagal jantung berdasarkan tingkat aktivitas dan timbulnya
keluhan
c. Klasifikasi Forrester
Klasifikasi ini membantu dalam rujukan terapi pada fase inisial.
Kongesti (-) Kongesti (+)
edema paru,
orthopnoe / PND, edema
perifer, dilatasi vena
jugular, hepatomegaly,
asites, refluks
hepatojugular
Hipoperfusi (-)
Warm - Dry Warm Wet
Hipoperfusi (+)
Akral dingin,
Cold Dry Cold Wet
oliguria, delirium,
pusing,
Tabel 2. Klasifikasi Forrester9
Gejala tipikal gagal jantung, seperti sesak saat istirahat dan atau
beraktivitas, kelelahan, kaki bengkak
Tanda tipikal gagal jantung, yaitu takikardi, takipnea, efusi pleura,
peningkatan JVP, edema perifer, hepatomegaly
Bukti objektif abnormalitas dari struktur maupun fungsional jantung,
seperti kardiomegali, bunyi jantung 3, murmur, abnormalitas
ekokardiogram.1
2.8 Penatalaksanaan
Terapi pada gagal jantung akut adalah diuretic dan vasodilator. Setelah pasien
stabil maka dilanjutkan dengan terapi maintenance. Pada fase akut, yang menjadi
tujuannya adalah mengatasi sesak dan mengurangi overload. Saat pasien sudah stabil,
sesak berkurang, bengkak berkurang, pasien masuk ke tahap pemeliharaan dengan
obat ACEI/ARB dan blocker.
- Diuretika loop (IV) driekomendasikan untuk mengurangi sesak nafas, dan kongesti.
Gejala , urin, fungsi renal dan elektrolit harus diawasi secara berkala selama
penggunaan diuretika IV
- Pemberian Oksigen dosis tinggi direkomendasikan bagi pasien dengan saturasi perifer
< 90% atau PaO2 < 60 mmHg, untukmemperbaiki hipoksemia
- Pemberian ventilasi non invasive (CPAP, dll) harus dipertimbangkan bagi pasien
dengan edema paru dan pernafasan > 20x/ menit untuk mengurangi sesak nafas,
mengurangi hiperkapnia dan asidosis. Ventilasi non invasive dapat menurunkan
tekanan darah dan tidak dipergunakan pada pasien dengan tekanan darah sistolik < 85
mmHg
- Opium (IV) harus dipertimbangkan terutama bagi pasien yang gelisah, cemas atau
distress untuk menghilangkan gejala-gejala tersebut dan mengurangi sesak nafas.
Kesadaran dan usaha nafas harus diawasi secara ketat, karena pemberian obat ini
dapat menekan pernafasan
- Pemberian nitrat (IV) harus dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti paru
dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki stenosis katup
mitral dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan resistensi
vascular sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan kongesti. Gejala dan
tekanan darah harus dimonitor secara ketat selama pemberian obat ini.
- Infus sodium nitroprusid dapat dipertimbangkan bagi pasien edema/ kongesti paru
dengan tekanan darah sistolik > 110 mmHg, yang tidak memiliki stenosis katup
mitral dan atau aorta, untuk menurunkan tekanan baji kapiler paru dan resistensi
vascular sistemik. Nitrat juga dapat menghilangkan dispnoe dan kongesti. Gejala dan
tekanan darah harus dimonitor secara ketat selama pemberian obat ini.
- Obat inotropic TIDAK direkomendasikan kecuali pasien mengalami hipotensi
( tekanan darah sistolik < 85 mmHg ), hipoperfusi atau syok, dikarenakan faktor
keamanannya (bias menyebabkan aritmia atrial/ventricular, iskemia miokard dan
kematian)
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau
gejala kongesti. Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai status
euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus
diatur sesuai kebutuhan pasien, untuk menghindari dehidrasi atau reistensi.
Tabel5. Dosis diuretik yang biasa digunakan pada pasien gagal jantung.
Diuretik Loop
Furosemide 20 40 40 240
Torasemide 5 10 10 20
Tiazide
6
ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012
ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME INHIBITORS (ACE-I)
ACE-I harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan fraksi
ejeksi ventrikel kiri 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan angka kelangsungan hidup. ACE-I kadang menyebabkan
perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan angioedema
(jarang), oleh sebab itu ACE-I hanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal
adekuat dan kadar kalium normal.6
PENYEKAT
Penyekat harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan
fraksi ejeksi ventrikel kiri 40 %. Penyekat memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,
dan meningkatkan kelangsungan hidup. Kontraindikasi pemberian penyekat yaitu
Asma, Blok AV (atrioventrikular) derajat 2 dan 3, sindroma sinus sakit (tanpa pacu
jantung permanen), sinus bradikardia (nadi < 50x/menit).6
ANTAGONIS ALDOSTERON
Penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus dipertimbangkan pada semua
pasien dengan fraksi ejeksi 35 % dan gagal jantung simtomatik berat (kelas
fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat.
Antagonis aldosterone mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal
jantung dan meningkatkan kelangsungan hidup. Kontraindikasi pemberian antagonis
aldosterone antara lain, Konsentrasi serum kalium > 5,0 mmol/L Serum kreatinin> 2,5
mg/dL, bersamaan dengan diuretik hemat kalium atau suplemen kalium, Kombinasi
ACEI dan ARB.6
ANGIOTENSIN RECEPTOR BLOCKERS (ARB)
ACEI
ARB
Antagonis aldosteron
Penyekat
DIGOKSIN
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan
untuk memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat
beta) lebih diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel
kiri 40 % dengan irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan
angka perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak
mempunyai efek terhadap angka kelangsungan hidup.6
Statin
Antikoagulan oral
Sampai saat ini belum terdapat data yang menyatakan bahwa antikoagulan
oral terbukti lebih baik dalam penurunan mortalitas dan morbiditas pada gagal
jantung bila dibandingkan dengan plasebo atau aspirin.6
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala
berat yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan
gejala ringan sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal
jantung dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi
gejala dan meningkatkan kualitas hidup .6
DAFTAR PUSTAKA
8. Ponikowski P, et al. 2016 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment
of acute and chronic heart failure. Eu Heart J 2016;37;2171-83. Doi:
10.1093/eurheart/ehw128
9. Kasper DL, Hauser SL, Jameson JL, Fauci AS, et al, editor. Harrisons
principles of internal medicine, 19th ed. USA; Mc Graw Hill Education;
2013.
10. Figueroa MS, Peters JI. Congestive heart failure: diagnosis,
pathophysiology, therapy, and implications for respiratory care. Respir
care 2006;51(4);403-12.
11. Metra M, et al. Acute heart failure: multiple clinical profiles and
mechanisms require tailored therapy. Int J Cardiol 2010.
Doi:10.1016/j.ijcard.2010.04.003