Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Preeklampsia

2.1.1 Defisini
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik-kehamilan berupa

berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel, yang

ditandai dengan hipertensi dan proteinuria pada umur kehamilan kehamilan

diatas 20 minggu, paling banyak terlihat pada umur kehamilan 37 minggu,

tetapi dapat juga timbul kapan saja pada pertengahan kehamilan. Saat ini

edema pada wanita hamil dianggap hal yang biasa dan tidak spesifik dalam

diagnosis preeklampsia. (Cunningham, 2010, National Insitute of Health

Working Group on Blood Pressure on Pregnancy). Preeklampsia dapat

berkembang dari preeklampsia yang ringan sampai preeklampsia yang berat.

2.1.2 Klasifikasi

Dari berbagai gejala, preeklampsia dibagi menjadi preeklampsia

ringan dan preeklampsia berat (Angsar, 2010) :

1. Preeklampsia ringan

Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasrakan atas timbulnya

hipertensi diserta proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20

minggu.

Dikatakan preeklampsia ringan bila :

a. Hipertensi : sistolik/diastolik 140/90 mmHg

8
b. Proteinuria: 300mg/24 jam atau 1 + dipstik

c. Edema : Edema lokal tidak dimasukkan dalam kriteria

preeklampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan

perut, edema generalisata.

2. Preeklampsia berat

Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat

sebagaimana tercantum dibawah ini. Preeklampsia digolongkan

preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut :

a. Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110

mmHg

b. Proteinuria (> 5 g/L/24 jam) atau positif 3 atau 4 pada pemeriksaan

kuantitatif

c. Bisa disertai dengan :

- Oliguria, yaitu produksi urine < 500 cc/24jam

- Kenaikan kadar kreatinin plasma

- Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala,

skotoma dan pandangan kabur

- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen

- Edema pulmonal dan sianosis

- Trombositopenia berat : < 100.000 sel/mm3 atau penurunan

trombosit dengan cepat.

- Pertumbuhan janin intrauterine yang terlambat

9
- Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular) : peningkatan

kadar alanin dan aspartate aminotransferase

- Sindroma HELLP

Jika terjadi tanda-tanda preeklampsia yang lebih berat dan disertai dengan

adanya kejang, maka dapat digolongkan ke dalam eklampsia.

Preklampsia berat dibagi dalam beberapa kategori, yaitu:

a. Preeklampsia berat tanpa impending eclampsia

b. Preeklampsia berat dengan impending eclampsia. Disebut impending

eclampsia bila preeklampsia berat disertai gejala-gejala impending di

antaranya nyeri kepala hebat, gangguan visus, mual dan muntah, nyeri

epigastrium, dan kenaikan progresif tekanan darah.

2.1.3 Insidensi

Frekuensi preeklampsia untuk tiap negara berbeda-beda karena

banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah primigravida, keadaan sosial

ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain-lain. Di Indonesia frekuensi kejadian

preeklampsia sekitar 3-10%, sedangkan di Amerika Serikat dilaporkan

bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 5% dari semua kehamilan, yaitu

23,6 kasus per 1.000 kelahiran (Rozhikan, 2007).

Menurut penelitian retrospective study yang dilakukan oleh Ozkan S

dkk dari bulan Juni 1997 sampai tahun 2004 di Kocaeli University, Turkey

bagian obstetri dan ginekologi, dari 5,155 persalinan selama masa periode

tersebut, ditemukan 438 kasus (8,49%) adalah hipertensi dalam kehamilan.

Dari 438 kasus hipetensi dalam kehamilan, terdapat 255 kasus yang

10
memenuhi kriteria inklusi. Dari 255 kasus tersebut, ditemukan 138 pasien

(54,11%) dengan preeklampsia berat, 88 pasien (34,50%) dengan

preeklampsia ringan, dan 29 pasien (11,37%) dengan hipertensi kronik. Dari

138 preeklampsia berat, ditemukan 28 kasus (11%) eklampsia, 28 kasus

(11%) sindroma HELLP. Selain itu dari seluruh kasus yang ditemukan, 75

kasus (29,4%) mengalami IUGR, 49 (19,2%) oligohidramnion, dan 19

(7,5%) solusio plasenta. Selain itu , dilaporkan juga cara persalinan, dari

255 kasus hipertensi dalam kehamilan, 105 pasien (41,2%) melahirkan

normal, sedangkan 150 pasien (58,8%) melahirkan secara caesar dengan

indikasi terbanyak adalah gawat janin, yaitu 69 kasus (46%). Ibu yang

melahirkan secara sectio cesarea ditemukan paling banyak pada kasus

preeklampsia berat yaitu sebesar (63,8%).

Kematian ibu ditemukan 3 kasus (1,2%) dan ketiganya disebabkan

komplikasi sindroma HELLP. Selain kematian ibu, kematian janin

intrauterine juga ditemukan sebanyak 24 kasus (Ycesoy G dkk, 2005).

Tabel 1. Angka Kejadian Preeklampsia di Beberapa Rumah Sakit di

Indonesia

Tahun Rumah Sakit Persen (%) Penulis


1993-1997 RSPM 5,75 Simanjuntak J.
1995-1998 RSHS 13,0 Maizia
2000-2002 RSHAM-RSPM 7,0 Girsang E.
2002 RSCM 9,17 Priyatini
(Dikutip dari Roesadhim, 2006).

Berdasarkan data yang diperoleh dari RSUP Dr. Mohammad

Hoesin Palembang, kejadian preeklampsia berat pada tahun 2005 yaitu

terdapat 203 kasus dari 1.710 persalinan (11,9%), pada tahun 2006 yaitu

11
272 kasus dari 2.578 persalinan (10,5%) dan pada tahun 2007 yaitu 243

kasus dari 2.463 persalinan (9,9%) sedangkan di RSU dr. H. Abdoel

Moeloek bandar lampung pada tahun 2007, tercatat sebanyak 141 kasus

PEB (4,22%) dari 3.337 persalinan, pada tahun 2008 kejadian PEB

meningkat menjadi 213 kasus dari 2.789 persalinan (7,63%) yang terjadi

di ruang delima RSU dr. H. Abdoel Moeloek bandar lampug (medical

record ruang delima,2009).

2.1.4 Faktor-Faktor Risiko

Faktor risiko preeklampsia meliputi kondisi medis yang berpotensi

menyebabkan kelainan mikrovaskular, seperti diabetes melitus, hipertensi

kronis dan kelainan vaskular serta jaringan ikat, sindrom antibodi fosfolipid

dan nefropati. Faktor risiko lain berhubungan dengan kehamilan atau dapat

spesifik terhadap ibu atau ayah dari janin. Berbagai faktor risiko preeklampsia

adalah sebagai berikut (American Family Physician, 2004):

1. Faktor yang berhubungan dengan kehamilan

a. Kelainan kromosom

b. Mola Hydatidosa

c. Hydrops fetals

d. Kehamilan multifetus

2. Faktor spesifik maternal

a. Primigravida

b. Usia < 20 tahun atau usia > 35 tahun

12
c. Ras kulit hitam

d. Riwayat preeklampsia pada keluarga

e. Status gizi

f. Pekerjaan

g. Preeklampsia pada kehamilan sebelumnya

h. Kondisi medis khusus: diabetes gestasional, diabetes tipe 1, obesitas,

hipertensi kronis, penyakit ginjal, trombofilia

i. Stres

3. Faktor spesifik paternal

a. Primipaternitas

b. Partner pria yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan

mengalami preeklampsia

2.1.5 Etiologi

Etiologi preeklampsia sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.

Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab

preeklampsia namun hingga kini belum ada yang memuaskan sehingga

Zweifel menyebut preeklampsia sebagai the disease of theories. Adapun

teori-teori yang ada saat ini adalah (Angsar, 2010) :

2.1.5.1 Teori vaskularisasi plasenta

13
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran

darah dari cabang cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus

miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri

radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis

memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan proliferasi tropoblas akan

menginvasi desidua dan miometrium dalam 2 tahap. Pertama, sel sel

trofoblas endovaskuler menginvasi arteri spiralis yaitu dengan mengganti

endotel, merusak jaringan elastis pada tunica media dan jaringan otot polos

dinding arteri serta mengganti dinding arteri dengan materi fibrinoid. Proses

ini selesai pada akhir trisemester I dan pada masa ini proses tersebut telah

sampai pada deciduomyometrial junction. Pada usia kehamilan 14-16

minggu terjadi invasi tahap kedua dari sel trofoblas dimana sel-sel trofoblas

tersebut akan menginvasi arteri spiralis lebih dalam hingga kedalam

miometrium. Selanjutnya terjadi proses seperti tahap pertama yaitu

penggantian endotel, perusakan jaringan muskulo-elastis serta perubahan

material fibrinoid dinding arteri. Akhir dari invasi trofoblas ini akan

menimbulkan distensi lapisan otot arteri spiralis akibat degenerasi, dan juga

vasodilatasi arteri spiralis, pembuluh darah menjadi berdinding tipis, lemas

dan berbentuk seperti kantong sehingga akan terjadi dilatasi secara pasif

sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan aliran darah yang

meningkat pada kehamilan. yang kemudian akan memberikan dampak

penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan

aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup

14
banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin

pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri

spiralis. Pada preeklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan

arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak

mengalami distensi dan vasodilatasi yang akibatnya aliran darah utero

plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Kegagalan

tersebut dapat terjadi karena 2 hal yaitu:

1. Tidak semua arteri spiralis mengalami invasi oleh sel-sel trofoblas.

2. Pada arteri spiralis yang mengalami invasi, terjadi tahap pertama

invasi sel trofoblas secara normal tetapi invasi tahap ke dua tidak

berlangsung sehingga bagian arteri spiralis yang berada dalam

miometrium tetap mempunyai dinding muskulo-elastik yang reaktif

yang berarti masih terdapat resistensi vaskuler. Akibatnya terjadi

gangguan alirah darah di daerah intervili yang menyebabkan

penurunan perfusi darah ke plasenta. Hal ini dapat menimbulkan

iskemik dan hipoksia di plasenta yang berakibat terganggunya

pertumbuhan bayi intra uterine (IUGR), asfiksia neonatorum hingga

kematian bayi.

2.1.5.2 Teori Iskemik Plasenta dan Radikal Bebas

Seperti yang sudah dijelaskan di teori vaskularisasi plasenta bahwa

kelainan yang terjadi pada preeklampsia terjadi pada plasenta di mana

terdapat invasi trofoblas yang tidak adekuat pada arteri spiralis yang

15
akhirnya menyebabkan kegagalan remodelling arteri spiralis. Kegagalan

tersebut akan membuat hipoperfusi plasenta dengan akibat iskemia plasenta.

Hal ini merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-

OH) yang dianggap sebagai toksin. Radikal hidroksil akan merusak

membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi

peroksida lemak. Peroksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein

sel endotel.

(A) (B)

Gambar : Sirkulasi uteroplasenta pada kehamilan normal danpreeklampsia.

Pada gambar di atas (A) :


kehamilan normal terjadi perubahan pada cabang arteri spiralis dari

dinding otot yang tebal menjadi dinding pembuluh darah yang lunak

sehingga memungkinkan terjadinya sejumlah aliran darah ke

uteroplasenta.
Sedangkan pada gambar (B) :
preeklampsia, perubahan arteri spiralis ini tidak terjadi dengan sempurna

sehingga dinding otot tetap kaku dan sempit dan akibatnya akan terjadi

16
penurunan aliran darah ke sirkulasi uteroplasenta yang mengakibatkan

hipoksia. (Cunningham, 2005).

2.1.5.3 Teori Disfungsi Endotel

Disfungsi endotel adalah keadaan dimana terjadi kerusakan membran sel

endotel yang mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya

seluruh struktur sel endotel. Pada keadaan ini didapatkan adanya ketidak

seimbangan antara faktor vasodilatasi dan vasokontriksi. Endotel

menghasilkan zat-zat penting yang bersifat relaksasi pembuluh darah, seperti

nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PGE2). Prostasiklin merupakan suatu

prostaglandin yang dihasilkan di sel sel epitel yang berasal dari asam

arakidonat dimana dalam pembuatannya di katalisir oleh enzim

siklooksigenasi. Prostasiklin akan meningkatan cAMP intraselular pada sel otot

polos dan trombosit yang memiliki efek vasodilator dan anti agregasi

trombosit. Tromboksan A2 dihasilkan oleh trombosit, berasal dari asam

arakidonat dengan bantuan siklooginase. Trombosan memiliki efek

vasokontriktor dan agregasi trombosit. Prostasiklin dan trombosan A2 memiliki

efek yang berlawanan dalam mekanisme yang mengatur trombosit dan dinding

pembuluh darah.

Pada kehamilan normal terdapat kenaikan prostasiklin oleh jaringan ibu,

plasenta dan janin. Pada preeklampsia terjadinya kerusakan endotel akan

menyebabkan terjadinya penurunan produksi prostasiklin karena endotel

17
merupakan tempat terbentuknya prostasiklin dan sebagai kompensasinya

tromboksan A2 akan ditingkatkan.

Selain itu, kerusakan endotel juga menyebabkan terjadinya peningkatan

endotelin sebagai vasokontriktor dan penurunan nitric oxide (NO) sebagai

vasodilator dan memegang fungsi penting dalam regulasi fungsi ginjal dan

tekanan arterial pembuluh darah. Ini akan menyebabkan terjadinya

peningkatan tahanan perifer yang pada akhirnya akan memicu preeklampsia.

2.15.4. Teori Genetik

Faktor genetik di duga turut berperan dalam patogenesis

preeklampsia. Telah dilaporkan adanya peningkatan angka kejadian

preeklampsia pada wanita yang dilahirkan oleh ibu yang menderita

preeklampsia. Bukti yang mendukung berperannya faktor genetik pada

penderita preeklampsia adalah peningkatan Human leukocyte antigen (HLA).

Beberapa peneliti melaporkan hubungan antara histokompatibilitas antigen

HLA-DR4 dan proteinuri hipertensi. Diduga wanita hamil yang mempunyai

HLA dengan haplotipe A 23/29, B 44 dan DR 7 memiliki resiko lebih tinggi

menderita preeklampsia dan pertumbuhan janin terhambat dibandingkan

dengan wanita hamil yang tidak memmiliki haplotipe tersebut.

Gen resesif tunggal dikatakan juga mungkin berperan dalam

preeklampsia. Telah terdapat peningkatan prevalensi preeklampsia pada anak

perempuan yang lahir dari ibu yang menderita preeklampsia menandakan

18
adanya pengaruh genotip fetus terhadap kejadian preeklampsia. Meskipun

faktor genetik nampaknya berperan pada preeklampsia, akan tetapi

manifestasinya pada penyakit ini belum dapat diterangkan secara jelas.

2.1.5.5 Teori Imunologis

Sistem imun diduga berperan penting dalam perkembang preeklampsia.

Teori ini didukung oleh peningkatan insiden preekampsia-eklampsia pada

primigravida dan ibu hamil dari pasangan yang baru. Hal ini dapat diterangkan

pada kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap

antigen plasenta tidak sempurna dan akan makin sempurna pada kehamilan

berikutnya. Pada wanita normal respon imun tidak menolak adanya hasil

konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human

Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin

dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah

invasi sel trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang

mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G yang akan

mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Invasi

trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur

sehingga memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi

Immune-Maladaptation pada pre eklampsia.

2.1.5.6 Teori Adaptasi Kardiovaskular

19
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan

vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan

vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk

menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis

prostalglandin oleh sel endotel. Pada preeklampsia terjadi kehilangan

kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah

menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan

mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.

2.1.5.7 Teori Stimulasi Inflamasi

Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi

darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda

dengan proses apoptosis pada pre eklampsia, dimana pada pre eklampsia

terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan

nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon

inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan

sel makrofag dan granulosit, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan

gejala-gejala preeklampsia pada ibu. .

2.1.6 Patofisiologi

Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan

patologis pada sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh

vasospasme dan iskemia (Cunningham, 2005). Wanita dengan hipertensi pada

20
kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi

endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan

vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat

mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit

saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju

filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis

hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati.

Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intravaskular,

meningkatnya cardiac output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.

Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan

trombositopeni. Infark plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan

pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian janin dalam rahim.

Perubahan organ-organ yaitu:

1. Perubahan kardiovaskuler

Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia

dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan

peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara

nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan

atau yang secara iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid

intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang

ektravaskular terutama paru (Cunningham, 2005).

2. Metabolisme air dan elektrolit

21
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak

diketahui penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada

penderita preeklampsia dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau

penderita dengan hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat

mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini

disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan kembali

tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan

perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan

klorida dalam serum biasanya dalam batas normal (Wiknjosastro, 2006).

3. Mata

Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus menyeluruh pada satu atau

beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat. Spasmus arteri retina

yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang berat, tetapi bukan

berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan. Skotoma,

diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan gejala yang

menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh

perubahan aliran darah pada pusat penglihatan di korteks serebri maupun

didalam retina (Wiknjosastro, 2006).

4.Otak

Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi.

Jika autoregulasi tidak berfungsi, penghubung penguat endotel akan terbuka

menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke ruang ekstravaskular.

22
Pada keadaan selanjutnya dapat ditemukan pendarahan. Selain itu ditemukan

juga edema-edema dan anemia pada korteks serebri (Wiknjosastro, 2006).

5. Paru

Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia dan

merupakan penyebab utama kematian (Wiknjosastro, 2006). Edema paru

biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat yang mengalami kelainan

pulmonal maupun non-pulmonal setelah proses persalinan. Hal ini terjadi

karena peningkatan cairan yang sangat banyak, penurunan tekanan onkotik

koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti

darah yang hilang, dan penurunan albumin yang diproduksi oleh hati.

6. Hati

Pada preeklampsia berat terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar,

perlambatan ekskresi bromosulfoftalein, dan peningkatan kadar aspartat

aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum

disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta.

Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar menyebabkan

terjadinya peningkatan enzim hati didalam serum. Perdarahan pada lesi ini

dapat mengakibatkan ruptur hepatika, menyebar di bawah kapsul hepar dan

membentuk hematom subkapsular (Cunningham, 2005).

7. Ginjal

Lesi khas pada ginjal pasien preeklampsia terutama glomeruloendoteliosis,

yaitu pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan

23
penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma

biasanya meningkat terutama pada preeklampsia berat. Pada sebagian besar

wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai sedang laju

filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume plasma

sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan

kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada beberapa kasus

preeklampsia berat, kreatinin plasma meningkat beberapa kali lipat dari nilai

normal ibu tidak hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini disebabkan

perubahan intrinsik ginjal akibat vasospasme yang hebat (Cunningham, 2005).

Kelainan pada ginjal biasanya dijumpai proteinuria akibat retensi garam dan

air. Retensi garam dan air terjadi karena penurunan laju filtrasi natrium di

glomerulus akibat spasme arteriol ginjal. Pada pasien preeklampsia terjadi

penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di

tubulus (Cunningham, 2005). Kelainan ginjal yang dapat dijumpai berupa

glomerulopati, terjadi karena peningkatan permeabilitas terhadap sebagian

besar protein dengan berat molekul tinggi, misalnya: hemoglobin, globulin, dan

transferin. Protein protein molekul ini tidak dapat difiltrasi oleh glomerulus.

8. Darah

Kebanyakan pasien preeklampsia mengalami koagulasi intravaskular (DIC)

dan destruksi pada eritrosit (Cunningham, 2005). Trombositopenia merupakan

kelainan yang sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/l

ditemukan pada 15 20 % pasien. Level fibrinogen meningkat pada pasien

preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal.

24
Jika ditemukan level fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia,

biasanya berhubungan dengan terlepasnya plasenta sebelum waktunya

(placental abruption). Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dapat

terjadi HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,

peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. ditemukan level fibrinogen

yang rendah pada pasien preeklampsia, biasanya berhubungan dengan

terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption).

9. Plasenta dan Uterus

Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta.

Pada hipertensi yang lama pertumbuhan janin akan tergangggu, pada hipertensi

yang lebih pendek bisa terjadi gawat janin bahkan kematian karena kekurangan

oksigenasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering

didapatkan pada preeklampsia, sehingga mudah terjadi partus prematurus

(Angsar, 2010).

2.1.7 Komplikasi

Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama adalah

melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia.

Komplikasi yang dapat terjadi pada preeklampsia berat diantaranya adalah

(Wiknjosastro, 2006) :

2.1.7.1 Pada Ibu

1. Eklampsia

25
Eklampsia merupakan komplikasi serius dari kehamilan ditandai dengan

timbulnya satu atau lebih kejang yang berhubungan dengan sindrom

preeklampsia. Eklampsia, ialah kejadian akut pada wanita hamil, dalam

persalinan, atau nifas yang ditandai dengan adanya gejala atau tanda

preeklampsia disertai dengan kejang atau koma. Eklampsia sering timbul

pada trimester terakhir kehamilan dan semakin sering terjadi apabila

kehamilan mendekati aterm. Tanda khas eklampsia yaitu adanya kejang

tonik-klonik yang timbul pada wanita dengan hipertensi dalam kehamilan.

Kejang pada eklampsia biasanya terjadi akibat oedema otak yang luas, yang

terjadi akibat peningkatan tekanan darah yang mendadak dan tinggi yang

akan menyebabkan kegagalan autoregulasi aliran darah. Sebelum serangan

kejang pada eklampsia biasanya didahului oleh kumpulan gejala impending

yang dapat berupa nyeri epigastrium, penglihatan kabur, dyspnea, sakit

kepala, nausea dan vomitting, dan sctoma. Jika gejala tersebut tidak segera

ditanggulangi maka akan timbul kejang. Kejang pada eklampsia dibagi

menjadi empat fase, yaitu:

I. Stadium Premonitory

Fase ini terjadi 30 detik, biasanya tidak diketahui kecuali dengan monitoring

secara konstan. Fase ini ditandai dengan tegang pada tangan dan otot muka

serta mata berputar.

II. Stadium Kejang Tonik

26
Segera setelah fase premonitory tangan yang tegang berubah menjadi

mengepal. Terkadang ibu menggigit lidah seiring dengan ibu mengatupkan

gigi, sementara tangan dan kaki menjadi kaku. Otot respirasi menjadi

spasme, laju respirasi rendah dan disertai sianosis.

III. Stadium Kejang klonik

Pada fase ini spasme berhenti, semua otot berkontraksi berulang-ulang

dalam waktu yang cepat, mulut terbuka dan menutup, menarik nafas seperti

mendengkur, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit, mata melotot,

muka kelihatan kongesti dan sianosis namun berangsur-angsur menghilang.

Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti, pasien dapat

jatuh dalam kondisi koma.

IV. Stadium koma

Pasien tidak sadar, suara nafas berisik. Keadaan ini bisa berlangsung hanya

beberapa menit atau bahkan dapat menetap sampai beberapa jam

2. Sindroma HELLP

a. Definisi

Sindroma HELLP adalah preeklampsia-eklampsia disertai timbulnya

hemolisis, peningkatan enzim hepar, disfungsi hepar, dan trombositopenia.

H: Hemolysis

EL: Elevated Liver Enzyme

L : Low Platelets Count

b. Diagnosis

27
Diagnosis sindroma HELLP ditegakkan jika ditemukan tanda-tanda dibawah

ini:

- Didahului tanda dan gejala yang khas malaise, lemah, nyeri kepala,

mual, muntah
- Adanya tanda dan gejala preeeklampsia
- Tanda-tanda hemolisis intravaskular, khususnya LDH, AST, dan

bilirubin indirek
- Tanda kerusakan atau disfungsi sel hepatosit hepar : kenaikan ALT, AST,

LDH
- Trombositopenia
Trombosit 150.000/ml

Semua perempuan hamil dengan keluhan nyeri pada kuadran atas abdomen,

tanpa memandang ada tidaknya tanda dan gejala preeklampsia, harus

dipertimbangkan sindroma HELLP,

c. Klasifikasi

Klasifikasi sindroma HELLP menurut klasifikasi Mississippi adalah sebagai

berikut :

- Klas 1 : Kadar trombosit : 50.000/ml

LDH 600 IU/L


AST dan/atau ALT 40 IU/l
- Klas 2 : Kadar trombosit > 50.000 100.000/ml
LDH 600 IU/L
AST dan/atau ALT 400 IU/l
- Klas 3 : Kadar trombosit > 100.000 150.000/ml
LDH 600 IU/l

AST dan.atau ALT 40 IU/l (Angsar, 2010)

d. Patofisiologi

28
Penyebab sindrom HELLP secara pasti belum diketahui, sindrom

menyebabkan terjadinya kerusakan endotelial mikrovaskuler dan aktivasi

platelet intravaskuler. Aktivasi platelet akan menyebabkan pelepasan

tromboksan A dan serotonin, dan menyebabkan terjadinya vasospasme,

aglutinasi, agregasi platelet, serta kerusakan endotelial lebih lanjut.

Kaskade ini hanya bisa dihentikan dengan terminasi kehamilan.

Sel-sel darah merah yang mengalami hemolisis akan keluar dari

pembuluh darah yang telah rusak, membentuk timbunan fibrin. Adanya

timbunan fibrin di sinusoid akan mengakibatkan hambatan aliran darah

hepar, akibatnya enzim hepar akan meningkat. Proses ini terutama terjadi

di hati, dan dapat menyebabkan terjadinya iskemia yang mengarah kepada

nekrosis periportal dan akhirnya mempengaruhi organ lainnya (Maurin,

1999).

3. Edema Paru

Pada preeklampsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik

(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non

kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah kapilar paru).

Prognosis preeklampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai

oliguria (Angsar, 2010).

4. Solusio Plasenta

Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan

lebih sering terjadi pada preeklampsia.

5. Hipofibrinofen

29
Hipofibrinogrem biasanya ditemui pada preeklampsia berat, sehingga

dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala

6. Hemolisis.

Penderita dengan Preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan gejala

klinik hemolisis yang di kenal dengan ikterus. Hal ini belum di ketahui

secara pasti, nekrosis periportal hati sering di temukan pada autopsi

penderita eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.

7. Perdarahan otak.

Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita

eklampsia.

8. Kelainan mata.

Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung selama

seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal

ini merupakan tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.

9. Nekrosis hati.

Nekrosis periportal hati pada Preeklampsia eklampsia merupakan akibat

vasopasmus arteriol umum.

10. Kelainan ginjal

Kelainan ini berupa endoteliosis glomerolus, yaitu pembengkakan

sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya.

Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria sampai gagal ginjal.

30
11. Komplikasi lain. Lidah tergigit, trauma dan fraktura karena jatuh akibat

kejang-kejang pneumonia aspirasi.

2.1.7.2 Pada janin

Penurunan aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi

plasenta. Hal ini mengakibatkan hipovolemia, vasospasme, penurunan perfusi

uteroplasenta dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta sehingga

mortalitas janin meningkat (Angsar, 2010). Dampak preeklampsia pada janin

antara lain: Intrauterine growth restriction (IUGR) atau pertumbuhan janin

terhambat, oligohidramnion, prematur, bayi lahir rendah, solusio plasenta,

hingga kematian janin.

3.1. Mortalitas dan Morbiditas pada Preeklampsia

3.1.1 Mortilitas dan Morbiditas Maternal pada Preeklampsia

Preeklampsia memiliki prevalensi efek samping merugikan yang besar

dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Di Indonesia, angka

kematian akibat preeklampsia dan eklampsia adalah sebesar 13%. Di RSCM,

antara tahun 2003-2005 tercatat kematian ibu sebanyak 84 kasus dan 54

(63,4%) diantaranya terjadi pada pasien dengan PEB dan eklampsia. Secara

keseluruhan case fertality rate untuk PEB dan eklampsia tiap bulan rata-rata

372 per 10.000 kasus PEB dan eklampsia (3,6%).

31
Tabel 2. Angka Kematian Maternal Akibat Preeklampsia dan Eklampsia di

Beberpa Rumah Sakit di Indonesia

Tahun Rumah Sakit Persen (%) Peneliti


1999 RSPM 5,1 Simanjuntak J.
1999 RS Hasan Sadikin 20,31 Maizia
2002 RSHAM 1,21 Girsang E.
2002 RSPM 12,57 Girsang E.
2002 RSCM 4,32 Priyatini
Rosalina, 2012.

Berdasarkan penelitian rosalina (2012) tentang kematian maternal pada

preeklamsia berat, jumlah kematian ibu di RSUP dr. Mohammad Hoesin

palembang antara tahun 2005-2009 di dapatkan sebanyak 109 kasus, 51

(46,8%) diantaranya terjadi pada pasien dengan preeklamsia berat 28 kasus

(25,7%) dan eklamsia 23 kasus (21,1%) dengan CFR rata rata 410 per tahun.

Preeklamsia menempati urutan pertama penyebab kematian maternal di RSUP

dr. Mohamad Hosein palembang selama periode tahun 2005-2009.

Kematian maternal pada preeklampsia ini disebabkan oleh banyak faktor, yaitu

diantaranya koagulasi intravaskular disseminata (KID), gagal ginjal akut,

edema paru, pendarahan pasca persalinan, sindroma HELLP, dan lain lain.

Arinda (2011) mengumpulkan data tentang luaran maternal pada preeklampsia

berat di RSUP dr Kariadi Semarang. Di RSUP dr Kariadi Semarang pada tahun

2010 didapatkan 234 (11,86%) kasus preeklampsia berat dari 1973 persalinan.

Luaran maternal pada kasus preeklampsia berat tersebut meliputi persalinan

dilakukan dengan seksio sesarea 103 kasus (44%), plasenta previa 10 kasus

(4,3%), solusio plasenta 1 kasus (0,4%), perdarahan postpartum 5 kasus

32
(2,1%), eklamsia 7 kasus (3%), impending eclampsia 19 kasus (8,1%), sindrom

HELLP 4 kasus (1,7%), sindrom HELLP parsial 26 kasus (11,1%), edema paru

24 kasus (10,3%), gagal ginjal akut 4 kasus (1,7%), kematian maternal 5 kasus

(2,1%).

Sementara data dari RSU abdoel moeloek belum di dapatkan.

3.1.2 Mortilitas dan Morbiditas Perinatal pada Preeklampsia

Preeklampsia berhubungan dengan peningkatan risiko mortalitas dan

morbiditas terhadap janin yang dikandung. Morbiditas yang timbul dapat

berupa pertumbuhan janin terjambat, abruptio plasenta, permaturitas dan

gangguan perkembangan neurologis jangka panjang. Pada penelitian terhadap

10.614 kehamilan tunggal dengan usia kehamilan lebih dari 24 minggu dari

1995 hingga 1997 di Amerika Serikat didapatkan risiko kematian perinatal 1,4

lebih tinggi pada kasus-kasus hipertensi dalam kehamilan dan 2,7 lebih tinggi

pada kasus-kasus hipertensi kronis bila dibandingkan dengan kelompok

kontrol. Mortalitas dan morbiditas perinatal pada kasus-kasus preeklampsia

dan eklampsia ini jarang disebabkan oleh faktor tunggal. Hipoksia kronis

antepartum akibat insufisiensi plasenta disertai dengan hipoksia intrapartum

dan prematuritas dapet mengakibatkan tingginya mortalitas dan morbiditas.

Pada penelitian Ounsted dkk tahun 1985 didapatkan ibu dengan hipertensi

dalam kehamilan disertai dengan proteinuria memiliki risiko melahirkan bayi

dengan berat badan kecil untuk masa kehamilan 14,6 kali lebih besar daripada

ibu hamil normotensif (Rosalina, 2012). Pada penelitian Arinda (2012) di

33
RSUP dr Kariadi Semarang, didapatkan 234 ibu dengan preeklampsia berat.

Dari ibu dengan preeklampsia tersebut tercatat luaran janin adalah sebagai

berikut, berat bayi lahir rendah (BBLR) 91 kasus (37%), pertumbuhan janin

yang terhambat 17 kasus (6,9%), kelahiran preterm 70 kasus (28,3%), asfiksia

neonatorum 38 kasus (16,7%), kematian perinatal 23 kasus (9,3%).

Preeklampsia merupakan penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan. Pada preeklampsia terjadi

perubahan pokok yaitu spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam

dan air. Pada teori ischemia region uteroplasental disebutkan bahwa pada

kehamilan normal invasi sel trofoblas dapat menimbulkan dilatasi pembuluh

darah, sehingga dapat memenuhi kebutuhan nutrisi dan O2 serta plasenta

berfungsi normal. Pada preeklampsia terjadi invasi sel trofoblas hanya terjadi

pada sebagian arteri spiralis didaerah endometrium (desidua), akibatnya terjadi

gangguan fungsi plasenta karena sebagian besar arteri spiralis didaerah

miometrium tetap dalam keadaan konstriksi sehingga tidak mampu memenuhi

kebutuhan kebutuhan darah untuk nutrisi dan O2. Hal inilah yang

menyebabkan janin akan mengalami gangguan dalam pertumbuhan, hipoksia

janin yang mengakibatkan terjadinya asfiksia neonatorum, hingga kematian

janin (Angsar, 2010). Pada bayi-bayi yang lahir prematur dari ibu dengan

preeklampsia dan bertahan hidup kemungkinan memiliki risiko jangka

panjang. Penelitian oleh Lilienfeld dkk tentang hubungan antara prematuritas

perkembangan neurologi menemukan bahwa bayi-bayi prematur pada kasus

hipertensi dalam kehamilan memiliki risiko untuk cerebral palsy, epilepsi,

34
gangguan tingkah laku, gangguan mental dan hambatan membaca (Rosalina,

2012).

35

Anda mungkin juga menyukai